Anda di halaman 1dari 18

Makna Ihsan

Kata ihsan (berbuat baik) merupakan kebalikan dari kata al


isaa-ah (berbuat buruk), yakni perbuatan seseorang untuk
melakukan perbuatan yang ma’ruf dan menahan diri dari
dosa. Dia mendermakan kebaikan kepada hamba Allah yang
lainnya baik melalui hartanya, kehormatannya, ilmunya,
maupun raganya.

‫ َقاَل « َأْن َتْع ُبَد َهَّللا َك َأَّنَك َتَر اُه َفِإْن َلْم َتُك ْن َتَر اُه َفِإَّنُه َيَر اَك‬. ‫َقاَل َفَأْخ ِبْر ِنى َع ِن اِإل ْح َس اِن‬
»

’Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab,


‘Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya,
maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia
melihatmu.” (H.R. Muslim 102)
Menurut Syaikh ‘Abdurrahman as
Sa’di rahimahullah bahwa ihsan mencakup dua
macam yakni :
1. Ihsan dalam beribadah kepada Allah
2. Ihsan dalam menunaikan hak sesama makhluk.

Ihsan dalam beribadah kepada Allah maknanya


beribadah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya atau
merasa diawasi oleh-Nya. Sedangkan ihsan dalam
hak makhluk adalah dengan menunaikan hak-hak
mereka.
Ihsan kepada makhluk ini terbagi dua, yaitu
yang wajib dan sunnah.
1. Yang hukumnya wajib misalnya berbakti
kepada orang tua dan bersikap adil dalam
bermuamalah.
2. Sedangkan yang sunnah misalnya
memberikan bantuan tenaga atau harta
yang melebihi batas kadar kewajiban
seseorang. Salah satu bentuk ihsan yang
paling utama adalah berbuat baik kepada
orang yang berbuat jelek kepada kita, baik
dengan ucapan atau perbuatannya.
Tingkatan Ihsan

Syaikh Sholeh Alu hafidzahullah :


Memberikan penjelasan bahwa inti yang
dimaksud dengan ihsan adalah
membaguskan amal. Batasan minimal
seseorang dapat dikatakan telah
melakukan ihsan di dalam beribadah
kepada Allah yaitu apabila di dalam
memperbagus amalannya niatnya ikhlas
yaitu semata-mata mengharap pahala-
Nya dan sesuai dengan sunnah
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah
kadar ihsan yang wajib yang harus
ditunaikan oleh setiap muslim yang akan
membuat keislamannya menjadi sah.
Adapun kadar ihsan yang mustahab
(dianjurkan) di dalam beribadah kepada
Allah memiliki dua tingkatan, yaitu :
Pertama, tingkatan muroqobah.

Yakni seseorang yang beramal senantiasa


merasa diawasi dan diperhatikan oleh Allah
dalam setiap aktivitasnya.
Ini berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi
wa sallam
‫َفِإْن َلْم َتُك ْن َت َر اُه َفِإَّن ُه َيَر اَك‬

jika kamu tidak melihat-Nya maka


sesungguhnya Dia melihatmu
Tingkatan muroqobah yaitu apabila seseorang
tidak mampu memperhatikan sifat-sifat Allah,
dia yakin bahwa Allah melihatnya. Tingkatan
inilah yang dimiliki oleh kebanyakan orang.
Apabila seseorang mengerjakan shalat, dia
merasa Allah memperhatikan apa yang dia
lakukan, lalu dia memperbagus shalatnya
tersebut
Kedua, tingkatan musyahadah

Tingkatan ini lebih tinggi dari yang pertama, yaitu


seseorang senantiasa memeperhatikan sifat-sifat
Allah dan mengaitkan seluruh aktifitasnya dengan
sifat-sifat tersebut. Inilah realisasi dari sabda Nabi

‫َأْن َت ْع ُبَد َهَّللا َك َأَّن َك َت َر اه‬


Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-
Nya.
Pada tingkatan ini seseorang beribadah kepada Allah,
seakan-akan dia melihat-Nya.
Perlu ditekankan bahwa yang dimaksudkan di sini
bukanlah melihat dzat Allah, namun melihat sifat-
sifat-Nya, tidak sebagaimana keyakinan orang-orang
sufi. Yang mereka sangka dengan
tingkatan musyahadah adalah melihat dzat Allah.
Ini jelas merupakan kebatilan. Yang dimaksud adalah
memperhatikan sifat-sifat Allah, yakni dengan
memperhatikan pengaruh sifat-sifat Allah bagi
makhluk.
Apabila seorang hamba sudah memiliki ilmu dan
keyakinan yang kuat terhadap sifat-sifat Allah, dia
akan mengembalikan semua tanda kekuasaan Allah
pada nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dan inilah
tingkatan tertinggi dalam derajat ihsan
Keutamaan Ihsan

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

‫ِإَّن َهللا َمَع اَّلِذيَن اَّت َقْو ا َو اَّلِذيَن ُهم ُّمْح ِس ُنوَن‬

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang


bertakwa dan orang-orang yang berbuat ihsan.” (QS.
An Nahl: 128).

Dalam ayat ini Allah menunjukkan keutamaan seorang


muhsin yang bertakwa kepada Allah, yang tidak
meninggalkan kewajibannya dan menjauhi segala yang
haram.
Kebersamaan Allah dalam ayat ini adalah
kebersamaan yang khusus. Kebersamaan khusus yakni
dalam bentuk pertolongan, dukungan, dan petunjuk
jalan yang lurus sebagai tambahan dari kebersamaan
Allah yang umum (yakni pengilmuan Allah). Makna
dari firman Allah

‫َو اَّلِذيَن ُهم ُّمْح ِس ُنوَن‬

dan orang-orang yang berbuat ihsan) adalah yang


mentaati Rabbnya, yakni dengan mengikhlaskan niat
dan tujuan dalam beribadah serta melaksankanan
syariat Allah dengan petunjuk yang telah dijelasakan
oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalam ayat lain Allah berfirman,

‫َو َأنِفُقوا ِفي َس ِبيِل ِهللا َو َال ُتْل ُقوا ِبَأْي ِديُك ْم ِإَلى الَّت ْه ُلَك ِة َو َأْح ِس ُنوا‬
‫ِإَّن َهللا ُيِحُّب اْل ُمْح ِس ِنيَن‬

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan


Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan
dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat ihsan.”
(Al Baqarah:195)
Ketika menafsirkan ayat ini Syaikh As Sa’di
menjelaskan bahwa ihsan pada ayat ini
mencakup seluruh jenis ihsan. Hal ini karena
tidak ada pembatasan pada ayat ini. Maka
termasuk di dalamnya ihsan dengan harta,
kemuliaan, pertolongan, perbuatan
memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah
dari yang mungkar, mengajarkan ilmu yang
bermanfaat, dan perbuatan ihsan lain yang
diperintahkan oleh Allah. Termasuk di
dalamnya juga adalah ihsan dalam beribadah
kepada Allah.
Hal ini sebagaimnan sabda Nabi ‘Kamu menyembah Allah
seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak
melihat-Nya maka sesungguhnya Dia
melihatmu. Barangsiapa yang memiliki sifat ihsan tersebut,
maka dia tergolong orang-orang yang Allah terangkan
dalam firman-Nya

‫“ ِلَّلِذيَن َأْح َس ُنوا اْل ُحْس َن ى َو ِز َي اَد ٌة‬

Bagi orang-orang yang berbuat ihsan, ada pahala yang


terbaik (surga) dan tambahannya (melihat wajah Allah
ta’ala)” ( QS Yunus: 26 )
Allah akan bersamanya, memberinya petunjuk,
membimbingnya, serta menolongnya dalam setiap
urusannya.
Allah Ta’ala juga berfirman,

‫َو ِإن ُك نُتَّن ُتِر ْد َن َهللا َو َر ُس وَلُه َو الَّد اَر ْاَألِخَر َة َفِإَّن َهللا َأَع َّد‬
‫ِلْلُمْح ِس َن اِت ِمنُك َّن َأْج ًر ا َع ِظ يًم ا‬

“Dan jika kamu sekalian menghendaki


(keridhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta
(kesenangan) di negeri akhirat, maka
sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa
yang berbuat ihsan (kebaikan) diantaramu
pahala yang besar.”
(QS. Al Ahzab: 29)
Penerapan Makna Ihsan dalam Kehidupan

Sikap ihsan ini harus berusaha kita terapkan dalam


kehidupan sehari-hari. Jika kita berbuat amalan
kataatan, maka perbuatan itu selalu kita niatkan
untuk Allah. Sebaliknya jika terbesit niat di hati kita
untuk berbuat keburukan, maka kita tidak
mengerjakannya karena sikap ihsan yang kita miliki.
Seseorang yang sikap ihsannya kuat akan rajin
berbuat kebaikan karena dia berusaha membuat
senang Allah yang selalu melihatnya. Sebaliknya dia
malu berbuat kejahatan karena dia selalu yakin Allah
melihat perbuatannya.
Ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah,
muamalah, dan akhlak seorang hamba. Oleh karena
itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu
akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang
dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. Siapa
pun kita, apa pun profesi kita, di mata Allah tidak ada
yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang
telah naik ke tingkat ihsan dalam seluruh amalannya.
Kalau kita cermati pembahasan di atas, untuk
meraih derajat ihsan, sangat erat kaitannya dengan
benarnya pengilmuan seseorang tentang nama-
nama dan sifat-sifat Allah.

Anda mungkin juga menyukai