Anda di halaman 1dari 9

MERAIH KASIH ALLAH SWT DENGAN IHSAN

- PENDIDIKAN AGAMA ISLAM -

D
I
S
U
S
U
N

OLEH:

Nama : Achmad Rafi


Kelas : XII MIPA 4
No.Absen : 2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 PENGERTIAN IHSAN

Ihsan (bahasa Arab: ‫" ;إحسان‬kesempurnaan" atau "terbaik")


adalah seseorang yang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan
jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut
membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.

Dari pengertian ihsan di atas, maka yang menjadi landasan dasar


dari Ihsan antara lain sebagai berikut :

 Muraqabatullah yang meliputi merasa selalu dalam pengawasan Allah swt


dan sikap Ihsan sebagai hamba Allah swt. sebagaimana keterangan dalam
hadits sabda Nabi Muhammad saw.
 Ihsanullah yang meliputi merasakan kebaikan Allah dalam segala hal dan
sikap Ihsan sebagai khalifah Allah swt.

B. Dalil-dalil Tentang Ihsan dalam Al-Quran


1. Ihsan adalah Perintah Allah
َ‫ يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُون‬  ۚ ‫ َوإِيتَا ِء ِذي ْالقُرْ بَ ٰى َويَ ْنهَ ٰى َع ِن ْالفَحْ َشا ِء َو ْال ُمن َك ِر َو ْالبَ ْغ ِي‬ ‫ان‬
ِ ‫س‬َ ‫ َواإْل ِ ْح‬ ‫إِ َّن هَّللا َ يَأْ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل‬

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan  berbuat kebajikan,


memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dapat mengambil pelajaran.
[QS. An-Nahl : 90]

Dalam tafsir As-Sa’di disebutkan : Ihsan (berbuat kebajikan) adalah keutamaan


yang dianjurkan seperti memberikan manfaat kepada manusia dengan harta,
badan, ilmu dan segala sesuatu yang bermanfaat lainnya. Hingga berbuat baik
pada hewan ternak pun juga termasuk ihsan.
2. Berbuat Baiklah Kepada Setiap Orang
ِ ‫ َو ِذي ْالقُرْ بَ ٰى َو ْاليَتَا َم ٰى َو ْال َم َسا ِك‬ ‫سانًا‬
‫ين َوقُولُوا‬ َ ‫إِ ْح‬ ‫ق بَنِي إِس َْرائِي َل اَل تَ ْعبُ ُدونَ إِاَّل هَّللا َ َوبِ ْال َوالِ َدي ِْن‬
َ ‫َوإِ ْذ أَخ َْذنَا ِميثَا‬
َ‫ْرضُون‬ ِ ‫صاَل ةَ َوآتُوا ال َّز َكاةَ ثُ َّم تَ َولَّ ْيتُ ْم إِاَّل قَلِياًل ِّمن ُك ْم َوأَنتُم ُّمع‬
َّ ‫اس ُح ْسنًا َوأَقِي ُموا ال‬ ِ َّ‫لِلن‬

Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah
kamu menyembah selain Allah, dan  berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum
kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata
yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian
kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan
kamu selalu berpaling.
[QS. Al-Baqarah : 83]

As-Sa’di menafsirkan : Yakni berbaktilah kepada kedua orang tua. Perintah ini
bersifat kebaikan secara umum, baik itu dengan ucapan maupun perbuatan.
Termasuk juga larangan berbuat buruk kepada kedua orang tua, atau tidak
berbuat baik mesikupun tidak berbuat buruk. Karena, jika berbuat baik adalah
suatu kewajiban, maka melakukan kebalikannya adalah sebuah larangan.

Kebalikan dari berbuat baik pada kedua orang tua itu ada dua (yaitu) :
 1. Berbuat buruk, yang mana ini merupakan kejahatan yang paling besar
 2. Tidak berbuat baik, tidak juga berbuat buruk, dan ini diharamkan, akan
tetapi tidak sama dengan yang pertama
Demikian pula berbuat baik kepada kerabat dengan bersilaturahmi, berbuat baik
pada anak-anak yatim, dan juga orang miskin sama wajib hukumnya. Adapun
rincian dalam berbuat baik ini tidak terbatas pada bilangan, akan tetapi sesuai
dengan ketetapan.

Kemudian, pada perintah selanjutnya Allah perintahkan untuk berbuat baik


kepada manusia secara umum, Allah berfirman (yang artinya) : “serta ucapkanlah
kata-kata yang baik kepada manusia”. Diantara ucapan yang baik adalah
memerintahkan pada kebaikan, melarang dari kemungkaran, mengajarkan ilmu,
menyebarkan salam, wajah berseri, dan lain sebagainya.

Apabila seseorang tidak mampu berbuat baik pada orang dengan hartanya maka
Allah perintahkan dengan perbuatan baik kepada setiap makhluk yang mampu ia
kerjakan, yaitu dengan ucapan yang baik. Maka dari itu ayat ini juga mengandung
larangan berkata buruk, bahkan kepada orang kafir sekalipun.
3. Bersikap Baik Ketika Membayar Diat
‫ فَ َم ْن ُعفِ َي لَهُ ِم ْن‬  ۚ ‫ ْالحُرُّ بِ ْالحُرِّ َو ْال َع ْب ُد بِ ْال َع ْب ِد َواأْل ُنثَ ٰى بِاأْل ُنثَ ٰى‬  ۖ ‫صاصُ فِي ْالقَ ْتلَى‬ َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ْالق‬
َ ِ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكت‬
ٰ
ٌ‫ فَ َم ِن ا ْعتَد َٰى بَ ْع َد َذلِكَ فَلَهُ َع َذاب‬  ۗ ٌ‫يف ِّمن َّربِّ ُك ْم َو َرحْ َمة‬ ٌ ِ‫ك ت َْخف‬ ٰ َ ‫ َوأَدَا ٌء إِلَ ْي ِه بِإِ ْح‬ ‫ُوف‬
َ ِ‫ َذل‬  ۗ ‫سا ٍن‬ ِ ‫ع بِ ْال َم ْعر‬ٌ ‫أَ ِخي ِه َش ْي ٌء فَاتِّبَا‬
‫أَلِي ٌم‬

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan


dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang
mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar
(diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian
itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa
yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.
[QS. Al-Baqarah : 178]

4. Berbuat Baiklah Sebagaimana Allah Berbuat Baik Padamu


‫ َواَل تَب ِْغ ْالفَ َسا َد فِي‬  ۖ َ‫ َوأَحْ ِسن َك َما أَحْ َسنَ هَّللا ُ إِلَ ْيك‬ ‫ا‬ ۖ َ‫ك ِمنَ ال ُّد ْني‬ َ َ‫َصيب‬ َ ‫ َواَل ت‬  ۖ َ‫ك هَّللا ُ ال َّدا َر اآْل ِخ َرة‬
ِ ‫َنس ن‬ َ ‫َوا ْبت َِغ فِي َما آتَا‬
ْ ْ ‫هَّللا‬
َ‫ إِ َّن َ اَل يُ ِحبُّ ال ُمف ِس ِدين‬  ۖ ‫ض‬ ِ ْ‫ا ر‬َ ‫أْل‬

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
[QS. Al-Qashash : 77]
Asy-Syaukani menafsirkan : maksud dari “dan berbuat baiklah (kepada orang
lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu” adalah berbuat baiklah
kepada hamba-hamba Allah sebagaimana Allah berbuat baik padamu yakni Allah
telah memberikan nikmat dunia kepadamu.

BAB II

PEMBAHASAN
1.2 TIGA ASPEK POKOK DALAM IHSAN

Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah
ibadah, muamalah, dan akhlak. Ketiga hal inilah yang menjadi pokok bahasan
dalam ihsan.

a) Ibadah

Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis
ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu
menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan
mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan
ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat
(menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa
memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-
Nya. Minimal seorang hamba merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya,
karena dengan inilah ia dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik
dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan

seperti yang diharapkan. Inilah maksud dari perkataan Rasulullah saw yang
berbunyi,

“Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika


engkau tak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”

Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah
luas. Maka, selain jenis ibadah yang kita sebutkan tadi, yang tidak kalah
pentingnya adalah juga jenis ibadah lainnya seperti jihad, hormat terhadap
mukmin, mendidik anak, menyenangkan isteri, meniatkan setiap yangmubah
untuk mendapat ridha Allah, dan masih banyak lagi. Oleh karena itulah, Rasulullah
saw. menghendaki umatnya senantiasa dalam keadaan seperti itu, yaitu
senantiasa sadar jika ia ingin mewujudkan ihsan dalam ibadahnya.

b) Muamalah

Dalam bab muamalah, ihsan dijelaskan Allah swt. pada surah An-Nisaa’ ayat 36,
yang berbunyi sebagai berikut, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kepada dua
orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga
yang dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.”

Kita sebelumnya telah membahas bahwa ihsan adalah beribadah kepada Allah
dengan sikap seakan-akan kita melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya,
maka Allah melihat kita. Kini, kita akan membahas ihsan dari muamalah dan siapa
saja yang masuk dalam bahasannya. Berikut ini adalah mereka yang berhak
mendapatkan ihsan tersebut:

a. ihsan kepada kedua orang tua b. ihsan kepada karib kerabat c. ihsan kepada
anak yatim dan fakir miskin d. ihsan kepada tetangga dekat, tetangga jauh, serta
teman sejawat e. ihsan kepada ibnu sabil dan hamba sahaya f. ihsan dengan
perlakuan dan ucapan yang baik kepada manusia g. ihsan dalam hal muamalah h.
ihsan dengan berlaku baik kepada binatang

c) Akhlak

Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan muamalah.
Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya apabila ia telah
melakukan ibadah seperti yang menjadi harapan Rasulullah dalam hadits yang
telah dikemukakan di awal tulisan ini, yaitu menyembah Allah seakan-akan
melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah
senantiasa melihat kita. Jika hal ini telah dicapai oleh seorang hamba, maka
sesungguhnya itulah puncak

ihsan dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah menjadi akhlak atau perilaku,
sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan dalam ibadahnya akan terlihat
jelas dalam perilaku dan karakternya.

Jika kita ingin melihat nilai ihsan pada diri seseorang —yang diperoleh dari hasil
maksimal ibadahnya– maka kita akan menemukannya dalam muamalah
kehidupannya. Bagaimana ia bermuamalah dengan sesama manusia,
lingkungannya, pekerjaannya, keluarganya, dan bahkan terhadap dirinya sendiri.
Berdasarkan ini semua, maka Rasulullah saw. mengatakan dalam sebuah hadits,
“Aku diutus hanyalah demi menyempurnakan akhlak yang mulia.”

1.3 PERBUATAN-PERBUATAN YANG MERUSAK IHSAN


Berikut ini adalah sikap dan perbuatan yang dapat merusak ihsan dalam
diri, antara lain :

 Sikap dan perbuatan Sombong. Dalam sebuah hadits diterangkan :


sombong adalah menolak kebenaran dan suka meremehkan orang lain.
(HR. Muslim)
 Sikap Serakah dan Egois. Mengenai serakah dan egois Nabi Muhammad
saw, bersabda : seandainya seorang anak Adam sudah mempunyai dua
lembah harta, maka ia akan mencari lembah yang ketiganya. Dan tidak akan
merasa puas perutnya, melainkan dengan dimasukkan ke dalam tanah. (HR.
Bukhari dan Muslim)
 Sikap Iri Dengki. Nabi saw. bersabda : Sesungguhnya dengki itu akan
memakan habis kebaikan, seperti api yang melalap habis kayu bakar. (HR.
At-Tirmidzi). Sikap iri Dengki akan menjadi penghambat dalam kesuksesan,
menyia-nyiakan energy, menghilangnya kesempatan untuk kerja sama dan
akan menghilangkan kesempatan belajar.

  Firman Allah swt. : 

‫ر َوأَ ۡبقَ ٰى‬ٞ ‫خَي‬ ُ ‫َواَل تَ ُم َّد َّن ع َۡين َۡيكَ إِلَ ٰى َما َمتَّ ۡعنَا بِ ِٓۦه أَ ۡز ٰ َو ٗجا ِّم ۡنهُمۡ ز َۡه َرةَ ۡٱل َحيَ ٰو ِة ٱل ُّد ۡنيَا لِن َۡفتِنَهُمۡ فِي ۚ ِه َو ِر ۡز‬
ۡ َ‫ق َربِّك‬

  Artinya : Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah
Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan
dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah
lebih baik dan lebih kekal.  (QS. Thaha [20]: 131).

 Ghibah atau menggunjing


 Sikap berburuk Sangka
 Sikap Dendam
 Sikap Kikir atau pelit

Pangkal atau sumber segala sumber dari Kesalahan Manusia


Berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asaakir, menerangkan
bahwa : ada tiga sifat tercela yang menjadi sumber penyebab atau asal dari
kesalahan manusia. Tiga sifat tercela tersebut yaitu :

 Sifat sombong. Jauhi dan hindarilah sifat sombong, karena Iblis terbawa


sifat sombong yang menolak perintah Allah swt. untuk bersujud
menghormati Nabi Adam AS
 Sifat serakah. Jauhi dan hindarilah sifat serakah, karena Nabi Adam terbawa
sifat serakah yang menyebabkan dia makan dari pohon yang dilarang oleh
Allah swt.
 Sifat dengki. Jauhi dan hindarilah sifat dengki, karena salah satu dari putra
Nabi Adam membunuh saudaranya sendiri karena sifat dengki.

1.4 MENERAPKAN PERILAKU MULIA

Sikap dan perilaku  mulia yang dapat kita amalkan dikehidupan nyata


sangat banyak sekali, contohnya saja sebagai berikut:

1. Bersikap Qana’ah, yaitu menerima semua jenis kenikmatan yang dianugrahkan


Allah SWT. Baik yang kita anggap kecil, maupun besar, dengan rasa ikhlas dan
penuh kerelaan. Tanpa adanya sifat Qana’ah ini kita tidak akan pernah merasakan
rasa syukur.

2. Berusaha mengesakan atau mentauhidkan Allah, dan tidak pernah


menyekutukannya dengan suatu apapun yang ada dimuka bumi ini. Sebagai mana
firman Allah, dalam Quran Sura Al ikhlas, bahwa dijelaskan Allah itu esa/ahad.
Tidak beranak, tidak pula diperanakan.

3. Berusaha mentaati Allah Swt dalam segala keadaan dan menjauhi larangannya


sebagai bentuk syukur kita kepada Allah Swt.

1.5 HIKMAH DAN MANFAAT IHSAN

a. Orang yang ihsannya kuat akan rajin berbuat kebaikan karena dia
berusaha membuat senang Allah yang selalu melihatnya.

b. Orang yang ihsannya kuat akan merasa malu berbuat kejahatan karena
dia selalu yakin Allah melihat perbuatannya.

c. Ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Ihsan Secara Bahasa dan Istilah. Secara bahasa ihsan berarti berbuat


baik. Ihsan adalah kebalikan dari Isa'ah yang berarti berbuat buruk. Sedangkan
pengertian ihsan secara istilah itu terdiri dari dua jenis : Ihsan dalam Ibadah
kepada Allah. Ihsan Kepada Sesama Makhluk.

-SELESAI-

Anda mungkin juga menyukai