Anda di halaman 1dari 10

2.

1 Perilaku Ihsan

2.1.1 Pengertian Perilaku Ihsan

Kata “ihsan” berasal dari kata kerja (fi’il) “Hasuna-yahsunu-Hasanan”, artinya baik,

dan berbuat baik berasal dari kalimat “Ahsan-Yuhsinu-Ihsanan”. Dalam etimologi

(asal-usul kata), ihsan adalah lawan kata “is’ah” (berbuat kejelekan). Secara mandiri

“Ihsan” memiliki arti kebaikan, membaguskan, lebih indah, kesenangan. Sementara

itu, di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ihsan adalah baik. -> footnote:

https://plus.kapanlagi.com/arti-ihsan-dalam-islam-makna-dalil-ciri-cirinya-lengkap-dengan-contohnya-

01061e.html (diakses 6 Agustus 2022).

Menurut istilah, ihsan pada umumnya diberi pengertian dari kutipan Nabi Muhammad

saw. dengan malaikat Jibril ketika beliau menjelaskan makna ihsan, yaitu.

ُ‫َأ ْن تَ ْعبُ َد هللاَ َكَأنَّكَ ت ََراهُ فَِإ ْن لَ ْم تَ ُك ْن ت ََراهُ فَِإنَّه‬ 

“Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau

tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)

Jadi, ihsan adalah menyembah Allah Swt. seolah-olah melihat-Nya, dan jika ia tidak

mampu membayangkan melihat-Nya, maka membayangkan bahwa sesungguhnya

Allah Swt. melihat perbuatan kita. Dengan kata lain, ihsan adalah beribadah dengan

ikhlas, baik yang berupa ibadah khusus (seperti salat dan sejenisnya) maupun ibadah

umum (aktivitas sosial). -> footnote: Sholeh Dimyathi, Pendidikan Agama Islam dan Budi

Pekerti, (Jakarta: Kemendikbud 2018), hlm 107.

2.1.2 Tiga Aspek Pokok Dalam Ihsan

Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah ibadah, ihsan

kepada sesama makhluk ciptaan Allah Swt., dan akhlak.


1. Ibadah

Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, baik dalam bentuk ibadah khusus

yang disebut ibadah mahdah (murni, ritual), seperti salat, puasa, dan

sejenisnya, ataupun ibadah umum yang disebut ibadah gairuh mahdah (ibadah

sosial), seperti belajar-mengajar, berdagang, makan, tidur, dan semua

perbuatan manusia yang tidak bertentangan dengan aturan agama. Hal ini

tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat

pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi dengan cita rasa yang sangat

kuat (menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa

memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-

Nya. Minimal seorang hamba merasakan bahwa Allah senantiasa

memantaunya, karena dengan inilah ia dapat menunaikan ibadah-ibadah

tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan

seperti yang diharapkan. Inilah maksud dari perkataan Rasulullah saw yang

berbunyi:

ُ‫َأ ْن تَ ْعبُ َد هللاَ َكَأنَّكَ ت ََراهُ فَِإ ْن لَ ْم تَ ُك ْن ت ََراهُ فَِإنَّه‬ 

“Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila

engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR.

Muslim)

Dengan begitu, ihsan kepada Allah Swt. mengandung dua tingkatan berikut

ini.

a. Beribadah kepada Allah Swt. seakan-akan melihat-Nya


Keadaan ini merupakan tingkatan ihsan yang paling tinggi, karena dia

berangkat dari sikap membutuhkan, harapan, dan kerinduan. Dia menuju

dan berupaya mendekatkan diri kepada-Nya.

b. Beribadah dengan penuh keyakinan bahwa Allah Swt. melihatnya

Kondisi ini lebih rendah tingkatannya daripada tingkatan yang pertama

karena sikap ihsannya didorong dari rasa diawasi dan takut akan hukuman.

Kedua jenis ihsan tersebut yang akan mengantarkan pelakunya kepada puncak

keikhlasan dalam beribadah kepada Allah Swt., jauh dari motif riya’.

2. Ihsan kepada sesama makhluk ciptaan Allah Swt.

Dalam muamalah, ihsan dijelaskan Allah Swt. pada surah Q.S an-Nisaa’/4:36

sebagai berikut :

‫هّٰللا‬
ِ ‫ار ِذى ْالقُرْ ٰبى َو ْال َج‬
‫ار‬ ِ ‫َوا ْعبُدُوا َ َواَل تُ ْش ِر ُكوْ ا بِ ٖه َش ْيـًٔا َّوبِ ْال َوالِ َد ْي ِن اِحْ َسانًا َّوبِ ِذى ْالقُرْ ٰبى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َم ٰس ِك ْي ِن َو ْال َج‬

‫َت اَ ْي َمانُ ُك ْم ۗ ِا َّن هّٰللا َ اَل ي ُِحبُّ َم ْن َكانَ ُم ْختَااًل فَ ُخوْ ر ًۙا‬ ِ ‫ب بِ ْال َج ۢ ْن‬
ْ ‫ب َوا ْب ِن ال َّسبِي ۙ ِْل َو َما َملَك‬ ِ ُ‫ْال ُجن‬
ِ ‫ب َوالصَّا ِح‬

“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan

sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-

kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga

jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki.

Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan

diri.”

Kemudian, dalam Q.S al-Qassah/28:77 Allah Swt. berfirman:

َ‫ض ۖ ِإ َّن هَّللا َ اَل ي ُِحبُّ ْال ُم ْف ِس ِدين‬


ِ ْ‫َوَأحْ ِس ْن َك َما َأحْ سَنَ هَّللا ُ ِإلَ ْيكَ ۖ َواَل تَب ِْغ ْالفَ َسا َد فِي اَأْلر‬

“… dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah

berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)


bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat

kerusakan.”.

Dengan begitu, berikut ini adalah ihsan kepada yang berhak mendapatkannya:

a. Ihsan kepada Kedua Orang Tua

Berbuat baik kepada kedua orangtua ialah dengan cara mengasihi,

memelihara, dan menjaga merek dengan sepenuh hati serta memenuhi

semua keinginan mereka selama tidak bertentangan dengan aturan Allah

Swt.. Mereka telah berkorban untuk kepentingan anak mereka sewaktu

masih kecil dengan perhatian penuh dan belas kasihan. Mereka mendidik

dan mengurus semua keperluan anak-anak ketika masih lemah. Selain itu,

orang tua memberikan kasih sayang yang tidak ada tandingannya. Semua

perbuatan baik orangtua semestinya mendapat balasan perbuatan yang baik

pula sebagai imbalan dari budi baiknya yang tulus, sebagaimana firmam

Allah Swt. dalam Q.S ar-Rahman/55:60 :

ُ‫هَلْ َجزَ ٓا ُء ٱِإْل حْ ٰ َس ِن ِإاَّل ٱِإْل حْ ٰ َسن‬

“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).”.

b. Ihsan kepada Kerabat Karib

Menjalin hubungan baik dengan karib kerabat adalah bentuk ihsan kepada

mereka. Silahturahmi merupakan kunci mendapatkan keridhaan Allah

Swt.. Sebab paling utama terputusnya hubungan seorang hamba dengan

Tuhannya adalah karena terputusnya hubungan silahturahmi.

Dalam hadis qudsi, dinyatakan bahwa Allah Swt. berfirman:

َ َ‫َأنَا اللَّ ُه وَ َأنَا الرَّ حْ مَنُ خَ لَقْتُ ال َّر ِح َم و‬


‫ش َققْتُ لَ َها مِنْ اسْ مِي َفمَنْ وَ صَ لَ َها وَ صَ ْلتُ ُه وَ مَنْ َقط َ َع َها بَتَتُّ ُه‬
“Aku adalah Allah. dan Aku adalah ar-Rahman (Zat Yang Maha

Penyayang). Aku menciptakan rahim dan aku memberikan sebuah nama

(rahim) untuknya yang aku ambil dari nama-Ku (ar-Rahman). Barang

siapa yang menyambung rahim, Aku akan terus mencurahkan rahmat

padanya. Barang siapa yang memutus rahim, Aku akan memutus rahmat

darinya.” (HR. at-Tirmizi).

c. Ihsan kepada Anak Yatim

Berbuat baik kepada anak yatim ialah dengan cara mendidiknya dan

memelihara hak-haknya. Banyak ayat dan hadis menganjurkan berbuat

baik kepada anak yatim, di antaranya adalah sabda Rasulullah saw.:

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َوَأنَا َوكَافِ ُل ْاليَتِ ِيم فِي ْال َجنَّ ِة هَ َك َذا َوَأشَا َر بِال َّسبَّابَ ِة َو ْال ُو ْسطَى‬
َ ِ ‫ع َْن َس ْه ٍل قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬

‫َّج بَ ْينَهُ َما َش ْيًئا‬


َ ‫َوفَر‬

“Dari Sahl ia berkata; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

"Aku akan bersama orang-orang yang mengurusi anak Yatim dalam

surga." Seperti inilah, beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan

jari tengah lalu beliau membuka sesuatu di antara keduanya.” (HR.

Bukhari) [No. 5304 Fathul Bari].

d. Ihsan kepada Fakir Miskin

Berbuat ihsan kepada orang miskin ialah dengan memberikan bantuan

kepada mereka terutama pada saat mereka mendapat kesulitan. Rasulullah

saw. bersabda:
‫َّاعي َعلَى اَأْلرْ َملَ ِة َو ْال ِم ْس ِكي ِن‬
ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّم َ الس‬
َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ ِ ‫ع َْن َأبِي هُ َري َْرةَ َر‬
َ َ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ ق‬
َ َ‫ال ق‬

َ َ‫يل هَّللا ِ َأوْ كَالَّ ِذي يَصُو ُم النَّه‬


‫ار َويَقُو ُم اللَّ ْي َل‬ ِ ِ‫ك َْال ُم َجا ِه ِد فِي َسب‬

“Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu

‘alaihi wasallam bersabda, “Orang yang membantu para janda dan

orang-orang miskin, (pahalanya) seperti orang yang berjihad dijalan

Allah atau seperti orang yang selalu berpuasa siang harinya dan selalu

shalat malam pada malam harinya”.” (HR: Bukhari).

e. Ihsan kepada Tetangga

Ihsan kepada tetangga dekat meliputi tetangga dekat dari kerabat atau

tetangga yang berada di dekat rumah, serta tetangga jauh, baik jauh karena

nasab ->footnote Nasab: Keturunan (terutama dari pihak bapak); pertalian keluarga

maupun yang berada jauh dari rumah.

Teman sejawat adalah yang berkumpul atas dasar pekerjaan, pertemanan,

perjalanan, ma’had -> footnote Ma’had: Lembaga pendidikan Islam untuk jenjang

pendidikan strata satu maupun yang lebih tinggi lagi; semacam pesantren dan

sebagainya. Mereka semua masuk ke dalam kategori tetangga. Seorang

tetangga kafir memiliki haksebagai tetangga saja, tetapi tetangga muslim

mempunyai dua hak, yaitu sebagai muslim dan sebagai tetangga.

Sedangkan tetangga muslim dan kerabat mempunyai tiga hak, yaitu

sebagai muslim, tetangga, dan kerabat.

Rasulullah saw. bersabda:

ُ‫الَ يَ ْد ُخ ُل ْال َجنَّةَ َم ْن الَ يَْأ َمنُ َجا ُرهُ بَ َواِئقَه‬


“Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak merasa aman

dari gangguannya.” (HR. Muslim).

f. Ihsan kepada Tamu

Ihsan kepada tamu, secara umum adalah dengan menghormati dan

menjamunya. Rasulullah saw. bersabda:

َ ‫وم اآل ِخ ِر فَ ْليُ ْك ِر ْم‬


 ُ‫ض ْيفَه‬ ِ َ‫و َم ْن َكانَ يُؤ ِمنُ بِاهللِ والي‬

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka

hendaknya dia memuliakan tamunya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Tamu yang datang dari tempat jauh, termasuk dalam sebutan ibnu sabil

(orang yang dalam perjalanan jauh). Cara berbuat ihsan terhadap ibnu sabil

yaitu dengan memenuhi kebutuhannya, menjaga hartanya, memelihara

kehormatannya, menunjukkan jalan jika ia meminta.

g. Ihsan kepada Karyawan/Pekerja

Kepada karyawan atau orang-orang yang terikat perjanjian kerja, termasuk

pembantu, tukang, dan sebagainya, diperintahkan agar membayar upah

mereka segera, tidak membebani mereka dengan sesuatu yang mereka

tidak sanggup melakukannya, menjaga kehormatannya, dan menghargai

pridainya. Jika ia pembantu rumah tangga, maka hendaklah ia diberi

makan dari apa yang kita makan, dan diberi pakaian dari apa yang kita

pakai.

h. Ihsan kepada Sesama Manusia

Kepada sesama manusia, hendaklah kita melembutkan ucapan, saling

menghargai satu sama lain dalam pergaulan, mencegah kemungkaran,


menunjuki jalan jika ia tersesat, mengajari mereka yang bodoh, dan tidak

mengganggu satu sama lain dengan tidak melakukan hal-hal yang dapat

mengusik serta melukai satu sama lain.

Rasulullah saw. bersabda:

ْ‫مَنْ َكانَ يُْؤ مِنُ ِباللَّ ِه وَ ا ْليَوْ ِم اآْل خ ِِر َف ْليَ ُق ْل خَ يْرً ا َاوْ ِليَصْ ُمت‬

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, hendaklah ia

berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim).

i. Ihsan kepada Binatang

Berbuat ihsan terhadap binatang adalah dengan memberinya makan jika ia

lapar, mengobatinya jika ia sakit, tidak membebaninya di luar

kemampuannya, tidak menyiksanya jika ia bekerja, dan

mengistirahatkannya jika ia lelah. Pada saat menyembelih, hendaklah

menyembelihnya dengan cara yang baik, tidak menyiksanya, serta

menggunakan pisau yang tajam.

ُ‫الذ ْب َحةَ َو ْلي ُِح َّد َأ َح ُد ُك ْم َش ْف َرتَه‬


َّ ‫َى ٍء فَِإ َذا قَت َْلتُ ْم فََأحْ ِسنُوا ْالقِ ْتلَةَ وَِإ َذا َذبَحْ تُ ْم فََأحْ ِسنُوا‬ َ ‫ِإ َّن هَّللا َ َكت‬
ْ ‫َب اِإل حْ سَانَ َعلَى ُك ِّل ش‬

َ ِ‫َو ْلي ُِرحْ َذب‬


ُ‫يحتَه‬

“Sesungguhnya Allah memerintahkan berbuat baik terhadap segala

sesuatu. Jika kalian hendak membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang

baik. Jika kalian hendak menyembelih, maka sembelihlah dengan cara

yang baik. Hendaklah kalian menajamkan pisaunya dan senangkanlah

hewan yang akan disembelih.” (HR. Muslim)

j. Ihsan kepada Alam Sekitar


Alam raya beserta isinya diciptakan untuk kepentingan manusia. Untuk

kepentingan kelestarian hidup alam dan manusia sendiri, alam harus

dimanfaatkan dengan penuh rasa tanggung jawab.

3. Akhlak

Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan

muamalah. Seseorang akan mencapai tingkat Ihsan dalam akhlaknya apabila ia

telah melakukan ibadah seperti yang menjadi harapan Rasulullah saw. yang

akan ditemukan dalam muamalah kehidupannya; bagaimana ia bermuamalah

dengan sesama manusia, lingkungannya, pekerjaannya, keluarganya, para

binatang, alam sekitarnya, dan bahkan terhadap dirinya sendiri.

2.1.3 Hikmah dan Manfaat Ihsan

Berbuat baik (Ihsan) kepada siapa pun, akan menjadi ‘stimulus’ terjadinya

balasan dari kebaikan yang dilakukan., sebagaimana janji Allah Swt. dalam al-Qur’an

bahwa kebaikan akan berbalas kebaikan. Lalu, ketika sudah berbuat ihsan terhadap

Allah Swt., seperti melaksanakan ibadah shalat, zikir, puasa, dan sebagainya dengan

khusyuk dan juga ikhlas, maka sudah dipastikan balasannya ialah surga.

3.1 Kesimpulan
Ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak. Oleh karena

itu, semua orang yang menyadari akan hal tersebut tentu akan berusaha dengan seluruh

potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. Siapa pun kita, apa pun

profesi kita, dimata Allah Swt. tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka

yang telah naik ketingkat Ihsan dalam seluruh sisi dan nilai hidupnya. Perintah- perintah

Allah untuk berbuat ihsan (baik) melalui surah al-Baqarah ayat 83 merupakan kewajiban

kita sebagai manusia untuk menjalankannya.

3.2 Saran

Anda mungkin juga menyukai