Anda di halaman 1dari 9

Bismillah, UTS AKHLAK …

Nama : Suriyanti

Nim : 1903329009

Kelas : Prosus

1. Jelaskan perbedaan Akhlaq, Etika, dan Moral ?

Akhlak pada dasarnya melekat dalam diri seseorang, bersatu dengan perilaku atau perbuatan.
Jika perilaku yang melekat itu buruk, maka disebut akhlak yang buruk atau akhlak mazmumah.
Sebaliknya, apabila perilaku tersebut baik disebut akhlak mahmudah.

Perbedaan antara akhlak dengan moral dan etika dapat dilihat dari dasar penentuan atau
standar ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Standar baik dan buruk akhlak berdasarkan
Al Qur’an dan Sunnah Rasul, sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau
kesepakatan yang dibuat olehsuatu masyarakat jika masyarakat menganggap suatu perbuatan itu
baik maka baik pulalah nilai perbuatan itu.

Dengan demikian standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal, sedangkan
standar akhlak bersifat universal dan abadi. Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan cermin
dari apa yang ada dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak yang baik merupakan dorongan dari
keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam prilaku nyata sehari-hari. Inilah
yang menjadi misi diutusnya Rasul sebagaimana disabdakannya :“ Aku hanya diutus untuk
menyempurnakan akhlak manusia.”(Hadits riwayat Ahmad).

Secara umum dapat dikatakan bahwa akhlak yang baik pada dasarnya adalah akumulasi dari
aqidah dan syari’at yang bersatu secara utuh dalam diri seseorang. Apabila aqidah telah
mendorong pelaksanaan syari’at akan lahir akhlak yang baik, atau dengan kata lain akhlak
merupakan perilaku yang tampak apabila syari’at Islam telah dilaksanakan berdasarkan aqidah
A. Pengertian Akhlak mulia

Akhlak berasal dari bahasa Arab jama’ dari bentuk mufradatnya“khuluqun” yang berari
budi pekerti, perangai, tingkah laku dan tabiat. Sedangkan menurut istilah adalah pengetahuan
yang menjelaskan tentang baik dan buruk (benar dan salah), mengatur pergaulan manusia, dan
menentukan tujuan akhir dari usaha dan pekerjaannya.

Definisinya sederhanya saja, sebagaimana ulama menerangkan:

‫ف اَأْل َذى َواحْ تِ َما ُل اَأْل َذى‬


ُّ ‫بَ ْذ ُل النَّدَى َو َك‬

“Akhlak mulia adalah:

 berbuat baik kepada orang lain


 Menghindari sesuatu yang menyakitinya
 dan menahan diri ketika disakiti”

[Madarijus Salikin II/318-319]

Akhlak yang bermanfaat adalah akhlak yang dilakukan seseorang dengan mengharapkan
pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala agar ia mendapatkan surga dan derajat yang tinggi di
akhirat nanti. Allah Ta’ala berfirman:

ْ ُ‫ِإنَّ َما ن‬
﴾٩﴿ ‫ط ِع ُم ُك ْم لِ َوجْ ِه اللَّـ ِه اَل نُ ِري ُد ِمن ُك ْم َج َزا ًء َواَل ُش ُكورًا‬

“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan


Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS.
Al-Insan[76]: 9)

B. Pengertian Etika

Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat
tertentu, Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat, karena itu yang menjadi standar
baik dan buruk itu adalah akal manusia. Jika dibandingkan dengan moral, maka etika lebih
bersifat teoritis sedangkan moral bersifat praktis. Moral bersifat lokal atau khusus dan etika
bersifat umum.

C. Pengertian Moral

Moral berasal dari bahasa Latin mores yang berarti adat kebiasaan. Moral selalu
dikaitkan dengan ajaran baik buruk yang diterima umum atau masyarakat. Karena itu adat
istiadat masyarakat menjadi standar dalam menentukan baik dan buruknya suatu perbuatan.

2. Mengapa kita harus berakhlaq kepada Allah SwT?

Allah Ta’ala telah mengisyaratkan hal ini dalam firman-Nya,

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah
seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-
Isra’ [17]: 23)

Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk menjaga akhlak kepada
kedua orang tua. Kedua orang tua kita adalah manusia yang paling berhak untuk mendapatkan
sikap dan perlakuan yang baik dari kita. Namun, sebelum Allah Ta’ala menyebutkan perintah
berbuat baik alias berakhlak kepada orang tua, Allah Ta’ala terlebih dahulu menyebutkan hak-
Nya, yaitu perintah untuk beribadah hanya kepada Allah Ta’ala dan tidak menyekutukan-Nya
dengan sesuatu apa pun. Hal ini mengisyaratkan, akhlak kepada Allah Ta’ala, yaitu tauhid,
adalah hak yang lebih agung dan lebih harus diperhatikan sebelum hak kedua orang tua.

Demikian juga dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.


Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-
banggakan diri.” (QS. An-Nisa’ [4]: 36)

Dalam ayat di atas, sebelum Allah Ta’ala memerintahkan manusia untuk berakhlak kepada
sesama manusia, yaitu sembilan golongan yang Allah sebutkan (orang tua, kerabat, anak yatim,
orang miskin, tetangga yang dekat, tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan budak),
Allah Ta’ala perintahkan untuk berakhlak terlebih dahulu kepada Allah Ta’ala, yaitu
mentauhidkan-Nya dalam ibadah.Hal ini menunjukkan, tanpa akhlak kepada Allah Ta’ala,
semua itu hanyalah sia-sia belaka dan tidak ada nilainya di sisi Allah Ta’ala.

3. Apa saja adab berakhlaq kepada Allah SwT? Jelaskan masing-masing ?

a. Iman Dan Tidak Kufur

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk beriman kepada-


Nya dan kepada perkara-perkara yang wajib diimani. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada
kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
Barangsiapa yang kafir kepada Allah , malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
dan hari Kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.[an-Nisâ’/4:136]

b. Syukur Dan Tidak Kufur Nikmat.

Nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hambanya sangat banyak, oleh karena itu
kewajiban seorang hamba untuk mensyukurinya adalah dengan mengakui bahwa nikmat itu
datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala , memuji-Nya dengan lidah, dan mempergunakan
nikmat-nikmat tersebut untuk keridhaan-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah
kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari(nikmat)-Ku.[al-Baqarah/2:152]
c. Mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala Dan Tidak Melupakan-Nya.

Manusia hendaklah selalu mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak melupakan-Nya.
Karena kewajiban hamba adalah mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan kecintaan yang
paling tinggi. Seseorang yang mencintai sesuatu, dia akan selalu mengingat dan menyebutnya
serta tidak melupakannya. Orang yang melupakan Allah Azza wa Jalla , Allah Subhanahu wa
Ta’ala pun akan melupakannya; Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membiarkannya dalam
kesusahan. Allah Azza wa Jalla berfirman :

Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan
mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. [al-Hasyr/59:19]

d. Taat Dan Tidak Bermaksiat.

selalu berusaha mentaati Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya, dan mengembalikan
segala perkara yang diperselisihkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri
(ulama dam umarâ’) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’ân) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya. [an-Nisâ’ / 4:59]

e. Tidak Mendahului Allah Subhanahu Wa Ta’ala Dan Rasul-Nya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan
bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.[al-
Hujurât/49:1]

f. Takut Terhadap Siksa-Nya


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah
kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. [al-Mâidah/5: 44].

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Takut itu ada beberapa
macam: Pertama : Takut karena ibadah, merendahkan diri, pengagungan, dan ketundukan. Inilah
yang dinamakan khauf sirr. Ini tidak pantas kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala .
Barangsiapa menyekutukan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala bersama Allah Subhanahu wa
Ta’ala (dengan takut ini-pen) dia adalah orang yang melakukan syirik akbar. Contoh : Orang
yang takut kepada patung, orang yang telah mati, atau orang-orang yang mereka sangka sebagai
wali dan mereka yakini bisa mendatangkan manfaat dan bahaya bagi mereka, sebagaimana
dilakukan oleh sebagian penyembah kubur, dia takut kepada penghuni kubur melebihi takutnya
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala “. [al-Qaulul Mufîd, 2/166; penerbit: Dârul ‘ Âshimah].

g. Malu Kepada-Nya

Seorang muslim akan selalu menyadari bahwa ilmu Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
pengawasan-Nya itu meliputi segala sesuatu, termasuk semua keadaannya. Oleh karena itu
hatinya penuh dengan rasa hormat dan pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala . Dia
malu berbuat maksiat dan menyelisihi keridhaan-Nya. Karena bukanlah merupakan adab, ketika
seorang hamba menampakkan perbuatan maksiatnya kepada tuannya atau membalas
kebaikannya dengan keburukan-keburukan, padahal tuannya selalu mengawasinya.

h. Bertaubat Kepada-Nya

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa di antara sifat manusia adalah
banyak berbuat dosa dan kesalahan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Semua anak Adam banyak berbuat kesalahan, dan sebaik-baik orang-orang yang banyak
berbuat kesalahan adalah orang-orang yang banyak bertaubat. [HR. Tirmidzi, no. 2499; Ibnu
Mâjah; Ahmad; ad-Dârimi. Dihasankan oleh Syaikh al-Albâni]
Oleh karena itu sepantasnya seorang manusia agar selalu memperbanyak taubat dan tidak
putus asa dari rahmat dan ampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

i. Husnuzhan (Berbaik Sangka) Kepada-Nya.

Termasuk adab kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah berbaik sangka kepada-Nya.
Karena merupakan adab dan prasangka yang buruk, ketika seseorang bermaksiat kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan dia menyangka bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak
mengawasinya dan tidak akan membalasnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan hal
ini dalam firman-Nya:

Kamu sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan
kulitmu kepadamu, namun kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa
yang kamu kerjakan. Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka
kepada Rabbmu, prasangka itu telah membinasakan kamu, maka kamu menjadi termasuk orang-
orang yang merugi. [Fushshilat/41: 22-23]

Demikian juga termasuk buruk sangka, ketika seorang hamba melakukan ketaqwaan dan
ketaatan, lalu dia menyangka bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan membalas amal
baiknya.

4. Bagaimana adab berakhlaq terhadap diri sendiri? Jelaskan ..

Sebagai seorang muslim, hendaknya kita menjaga kesehatan jasmani dan rohani sekaligus
meninggalkan apapun yang dapat merusak kesehatan. Kesehatan adalah sesuatu yang begitu
berharga maka hendaklah kita bersyukur atas nikmat sehat yang telah Allah berikan. . Dari Ibn
Abbas ra berkata: Rasulullah saw bersabda: “Ada dua kenikmatan yang banyak orang tertipu,
yaitu nikmat sehat dan waktu senggang.” (Shahih al-Bukhari 6412).

Setiap umat muslim sepatutnya memelihara diri dengan sifat-sifat terpuji, antara lain mampu
mengontrol hawa nafsu, bersikap sabar, tabah dan rendah hati, memelihara diri dari hal-hal yang
dilarang agama, malu terhadap perkara-perkara bathil, menjaga kesederhanaan, jujur,
memanfaatkan waktu dengan baik, haus ilmu, ingat mati, rajin muhasabah dan mujahadah.

Seorang muslim selayaknya menjadi pribadi yang pemurah dan dermawan, bersikap sabar
dan tenang, pemaaf serta bijaksana dalam mengahdapi segala problematika kehidupan.
Disamping itu, seorang muslim harus menjauhi perbuatan tercela diantaranya bunuh diri, malas-
malasan, putus asa, sombong, riya, berbohong, kikir, dendam, gila ketenaran dan jabatan,
tergesa-gesa dan segala perbuatan tercela lainnya. Singkatnya, segala perilaku baik maupun
buruk yang kita lakukan bukan hanya berdampak bagi diri sendiri melainkan berdampak pula
bagi orang lain. Saat kita gemar mengoreksi diri sendiri dan memiliki motivasi untuk lebih baik
maka akan membawa dampak baik dalam muamalah terhadap kehidupan di sekitar kita.

Islam meninggikan dan mengutamakan orang-orang yang mau menghiasi diri mereka dengan
akhlak yang mulia. Dalam sebuah hadits,Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,“Sebaik-baik kalian adalah yang paling mulia akhlaknya” (HR Bukhari dan Muslim)

Dan beliau juga bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan yang
paling dekat tempattinggalnyadenganku pada hari kiamat adalah yang paling mulia akhlaknya”
(HR. Tirmidzi, shahih)

Dengan adab dan akhlak mulia pulalah kelak pada hari kiamat timbangan kebaikan seseorang
bisa lebih berat daripada timbangan kejelekannya sebagaimana sabda Nabi, “Tidak ada sesuatu
pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang
mulia” (HR. Tirmidzi, shahih)

Anda mungkin juga menyukai