Nim : 021649469
1. Kata “akhlak” (Akhlaq) berasal dari bahasa Arab, merupakan bentuk jamak dari
”khuluq” yang menurut bahasa berarti budi pekerti,perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa akhlak adalah “sifat yang tertanam dalam jiwa
yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran
dan pertimbangan”. Sedangkan Abdullah Darraz mengemukakan bahwa akhlak
adalah “suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap yang membawa kecendrungan
kepada pemilihan pada pihak yang benar (akhlak yang baik) atau pihak yang jahat
(akhlak yang buruk)”. Jadi kesimpulannya Akhlak adalah ilmu yang menentukan
batas antara baik dan buruk , antara yang terpuji dan yang tercela , tentang perkataan
atau perbuatan manusia lahir dan batin.
Akhlak mulia ialah tingkah laku yang dilakukan secara berulang-ulang dan terus
menerus. Jika hanya sekali melakukannya, maka tidak dapat disebut dengan perbuatan
terpuji. Manusia bisa berakhlak baik jika timbul dengan sendirinya didorong oleh
tuntunan sesuai ayat-ayat suci Al Quran dan Islam.
Dua Hal penting yang berhubungan dengan akhlak:
a. Perbuatan perbuatan itu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama,
sehingga menjadi suatu kebiasaan bagi pelakunya.
b. Perbuatan-perbuatan itu dilakukan karena dorongan jiwanya, bukan karena
adanya tekanan dari luar,seperti adanya paksaan yang menimbulkan ketakutan
atau bujukan dengan harapan mendapatkan sesuatu.
2. Bagaimana cara mendapatkan kesempurnaan akhlak ? Berikut ini akan disebutkan
beberapa cara untuk mendapatkan kesempurnaan akhlak.
a. Mengetahui akhlak yang baik dan kebutuhan seseorang terhadapnya.
b. Mengetahui akhlak yang yang buruk dan bahayanya.
c. Menjaga pengetahuan tentang akhlak yang baik dan akhlak yang buruk.
d. Mempunyai perhatian yang tinggi untuk mengokohkan nilai-nilai aqidah Islam
dalam jiwa terutama iman kepada Allah dan hari akhir.
e. Melakukan perbuatan baik yang dapat membantu atau memudahkan
jiwa untuk menerima akhlak yang baik dan meninggalkan akhlak yang
buruk. Firman Allah : [قَ ْد َأ ْفلَ َح َم ْن زَ َّكاهَا / sesungguhnya beruntunglah orang yang
menyucikan jiwa itu, (QS. Asy-Syams:9)]
f. Melakukan berbagai ibadah yang wajib dan sunnah. Ibadah-ibadah ritual jika
dilakukan dengan baik akan berpengaruh besar pada akhlak pelakunya.
3. Terkait akhlak mulia kepada khaliq, hendaknya tercakup didalamnya tiga
perkara berikut:
a. Membenarkan berita-berita dari Allaah, baik berita tersebut terdapat dalam Al
Qur’an ataupun disampaikan melalui lisan rasul-Nya yang mulia dalam hadits-
haditsnya. Meskipun terkadang berita-berita dalam Al Qur’an dan hadits-hadits
shahih itu tak sejalan dengan keterbatasan akal kita, hendaknya kita kesampingkan
akal kita yang terbatas dan membenarkan berita tersebut dengan sepenuh
keimanan tanpa adanya keraguan. Karena “Dan siapakah yang lebih benar
perkataan(nya) daripada Allah?” (QS. An Nisaa: 87)
Konsekuensi dari pembenaran tersebut adalah hendaknya berjuang
mempertahankan kebenaran berita tersebut dan tidak roboh oleh argumen-
argumen para pemuja akal yang seringkali datang menebarkan syubhat yang
meracuni pikiran.
b. Melaksanakan hukum-hukum-Nya, meskipun terasa berat realitanya, ketika kita
harus melawan hawa nafsu, akan tetapi hendaknya kita berakhlak mulia kepada
Allah dengan menjalankan hukum-Nya dengan lapang dada dan penuh suka cita
dan bukan mengharap penilaian manusia. Misalnya, ketika kita menjalani puasa
wajib menahan lapar dan dahaga bukanlah hal ringan bagi hawa nafsu kita.
Namun, akhlak mulia kepada Allah adalah dengan menjalani hal tersebut dengan
lapang dada dan ketundukan serta kepuasan jiwa.
c. Sabar dan ridha kepada takdir-Nya, kendatipun terkadang pahit dan tak
menyenangkan, hendaknya seorang insan berakhlak mulia kepada Allah dengan
kesabaran menjalani takdir tersebut karena dibalik hal itu tentunya Allah
menyimpan hikmah yang besar dan tujuan yang terpuji.