PEMBAHASAN
Kita sebagai umat Islam memang selayaknya harus berakhlak baik kepada
Allah karena Allah-lah yang telah menyempurnakan kita sebagai manusia yang
sempurna. Untuk itu akhlak kepada Allah itu harus yang baik-baik, jangan akhlak
yang buruk. Seperti kalau kita sedang diberi nikmat, kita harus bersyukur kepada
Allah SWT.
Menurut pendapat Quraish Shihab bahwa titik tolak akhlak kepada Allah SWT
adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah SWT. Dia
memiliki sifat-sifat terpuji, demikian agung sifat itu, jangankan manusia, malaikat pun
tidak akan mampu menjangkaunya.
Seorang yang berakhlak luhur adalah seorang yang mampu berakhlak baik
terhadap Allah Ta‟ala dan sesamanya.
1. Akhlak yang baik kepada Allah, yaitu meyakini bahwa segala amalan yang kita
c. Ikhlas
Selanjutnya menurut Sayyid Sabiq ada dua dampak positif dari khauf:
Raja‟ atau harap adalah memautkan hati kepada sesuatu yang disukai
pada masa yang akan datang. Raja‟ harus didahului oleh usaha yang sungguh-
sungguh. Barangsiapa yang harapan dan penantiannya menjadikannya berbuat
ketaatan dan mencegahnya dari kemaksiatan, berarti harapannya benar.
f. Syukur
dilakukannya. Syukurnya seorang hamba berkisar atas tiga hal, yang apabila
ketiganya tidak berkumpul, maka tidaklah dinamakan bersyukur, yaitu:
mengakui nikmat dalam batin, membicarakannya secara lahir, dan
menjadikannya sebagai sarana untuk taat kepada Allah SWT.
Tiga dimensi syukur yaitu hati, lisan dan jawariah (anggota badan).
Orang yang bersyukur kepada Allah akan mendapatkan banyak keutamaan
dan manfaat, diantaranya:
1) Mendapatkan tambahan nikmat dari Allah SWT
Setiap Muslim meyakini, bahwa Allah SWT adalah sumber segala sumber
dalam kehidupannya. Allah SWT adalah pencipta dirinya, pencipta jagad raya dengan
segala isinya, Allah SWT adalah pengatur alam semesta yang demikian luasnya. Allah
SWT adalah pemberi hidayah dan pedoman hidup dalam kehidupan manusia, dan lain
sebagainya. Sehingga manakala hal seperti ini mengakar dalam diri setiap Muslim,
maka akan terimplementasikan dalam realita bahwa Allah SWT-lah yang pertama
kali harus dijadikan
prioritas dalam berakhlak. Jika kita perhatikan, akhlak terhadap Allah SWT ini
merupakan pondasi atau dasar dalam berakhlak terhadap siapapun dimuka bumi ini.
Jika seseorang tidak memiliki akhlak positif terhadap Allah, maka ia tidak akan
mungkin memiliki akhlak positif terhadap siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia
memiliki akhlak yang karimah terhadap Allah SWT, maka ini merupakan pintu
gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap orang lain. Diantara akhlak
terhadap Allah SWT adalah:
Hal pertama yang harus dilakukan seorang Muslim dalam beretika kepada
Allah SWT adalah dengan mentaati segala perintah-perintah-Nya. Sebab
bagaimana mungkin ia tidak mentaati-Nya, padahal Allah SWT-lah yang telah
Hal kedua yang harus dilakukan seorang Muslim kepada Allah SWT adalah
memiliki rasa tanggung jawab atas amanah yang diberikan padanya. Karena pada
hakikatnya kehidupan ini pun merupakan amanah dari Allah SWT. Oleh
karenanya, seorang mukmin senantiasa meyakini apapun yang Allah berikan
padanya, maka itu merupakan amanah yang kelak akan dimintai pertanggung
jawaban dari Allah. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah bersabda: Dari
Ibnu Umar ra, Rasulullah SAW bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian bertanggung jawab
terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang amir (presiden/ imam/ ketua) atas
manusia, merupakan pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas apa yang
dipimpinnya. Seorang suami merupakan pemimpin bagi keluarganya, dan ia
bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang wanita juga merupakan
pemimpin atas rumah keluarganya dan juga anak-anaknya, dan ia bertanggung
jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta
tuannya, dan ia bertanggung jawab terhadap apayang dipimpinnya. Dan setiap
kalian adalah pemimpin, dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.”
(HR. Muslim)
Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari sifat
lalai dan lupa. Karena hal ini memang merupakan tabiat manusia. Oleh karena
itulah, etika kita kepada Allah SWT, manakala sedang terjerumus dalam
“kelupaan” sehingga berbuat kemaksiatan kepada-Nya adalah dengan segera
bertaubat kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur‟an Allah berfirman: ”Dan juga
orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
mereka sendiri ,mereka ingat akan Allah ,lalu memohon ampun terhadap dosa-
dosa mereka. Dan siapakah yang dapat mengampuni dosa selain Allah dan
mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedang mereka mengetahui.”
(QS. Ali-Imran: 135).
Seseorang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT akan memiliki obsesi
dan orientasi dalam segala aktivitasnya hanya kepada Allah SWT. Dia tidak
beramal dan beraktivitas untuk mencari keridhaan atau pujian atau apapun dari
9|Akhlak Kepada Allah SWT
manusia. Bahkan terkadang untuk mencapai keridhaan Allah tersebut, terpaksa
harus mendapatkan ketidaksukaan dari para manusia lainnya. Dalam sebuah hadits
Rasulullah SAW pernah menggambarkan kepada kita:
“Barang siapa yang mencari keridhaan Allah dengan adanya kemurkaan
manusia, maka Allah akan memberikan keridhaan manusia juga. Dan barang
siapa yang mencar ikeridhaan manusia dengan cara kemurkaan Allah, maka
Allah akan mewakilkan kebencian-Nya pada manusia.” (HR. Tirmidzi, Al-Qadha
dan Ibnu Asakir).
Dan hal seperti ini sekaligus merupakan bukti keimanan yang terdapat dalam
dirinya. Karena orang yang tidak memiliki kesungguhan iman, orientasi yang
dicarinya tentulah hanya keridhaan manusia. Ia tidak akan peduli, apakah Allah
SWT menyukai tindakannya atau tidak. Yang penting ia dipuji oleh orang lain.
Akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT
adalah merealisasikan segala ibadah kepada Allah SWT. Baik ibadah yang
bersifat mahdhah ataupun ibadah yang ghairu mahdhah. Karena pada hakikatnya,
seluruh aktiivitas sehari-hari adalah ibadah kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur‟an
Allah SWT berfirman:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku” (QS. Adh-Dhariyat: 56)
10 | A k h l a k K e p a d a A l l a h S W T
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Seorang muslim itu harus berahlak baik kepada Allah SWT. Karena kita
sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menyembah kepada
Allah SWT sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya “dan tidaklah Kami
(Allah) ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.”
Dari uraian-uraian diatas dapat dipahami bahwa akhlak terhadap Allah
SWT, manusia seharusnya selalu mengabdikan diri hanya kepada-Nya semata
dengan penuh keikhlasan dan bersyukur kepada-Nya, sehingga ibadah yang
dilakukan ditujukan untuk memperoleh keridhaan-Nya.
Dalam melaksanakan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah, terutama
melaksanakan ibadah-ibadah pokok, seperti shalat, zakat, puasa, haji, haruslah
menjaga kebersihan badan dan pakaian, lahir dan batin dengan penuh keikhlasan.
Tentu yang tersebut bersumber kepada Al-Qur'an yang harus dipelajari dan
dipelihara kemurniannya dan pelestariannya oleh umat Islam.
B. SARAN
11 | A k h l a k K e p a d a A l l a h S W T
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Yunahar. 2005. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman
Islam (LPPI).
Shalih Bin Ibrahim Shalih Alusy Syaikh Ali Shalih Al-Hazza. 2015. Mulia dengan Takwa
Surabya: Pustaka Elba
Choirul Anam Al-Kadiri. 2010. 8 langkah Mencapai Ma‟rifatullah. Jakarta: Sinar Grafika
Offset
Abdullah Arjun. 2018. Cinta perspektif Imam Al-Ghazali. Skripsi. Bandung: UIN Sunan Gunug
Jati Bandung
Fadhlina Arief. 2012. Wangsa Konsep Ikhlas Dalam Alquran (Kajian Tafsir Tematik Surat Al-
Ikhlas). Sulesana
12 | A k h l a k K e p a d a A l l a h S W T