Anda di halaman 1dari 20

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan karunia-Nya sehingga kami dapat membuat makalah ini. Kami melakukan pembelajaran tentang perilaku Ihsan ini dan menampilkannya dalam bentuk makalah untuk mempermudah anda untuk mempelajari tentang perilaku Ihsan. Pengkajian tiap pembahasan tentang perilaku Ihsan lebih dititikberatkan pada keterkaitan antara pembahasan yang satu dengan pembahasan yang lain, tiap materi pokok dalam makalah ini disusun secara sistematis dengan mengelompokkan menjadi beberapa komponen yang saling berkaitan. Tujuannya adalah agar target pencapaian dalam satu pembahasan dapat terpenuhi. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang ada relevansinya dengan penyempurnaan makalah ini sangat kami harapkan. Kritik dan saran sekecil apapun akan kami perhatikan dan pertimbangkan guna penyempurnaan makalah ini. Dapat disebutkan bahwa makalah ini ditulis secara presisi, langsung ke inti

permasalahan, dengan membahas tentang perilaku Ihsan yang seharusnya di miliki setiap orang. Kami berharap makalah ini dapat diterima sebagai wujud dedikasi kami bagi terselenggaranya pembahasan tentang perilaku Ihsan dikalangan anak pelajar serta mendorong siswa untuk melakukan hal-hal yang positif. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Daftar Isi

Perilaku Ihsan Pengertian Perilaku Ihsan. Landasan Syari Ihsan.

Dalil-dalil yang terdapat dalam perilaku Ihsan. Hadis dan Riwayat yang terdapat dalam perilaku Ihsan. Tingkatan perilaku Ihsan. Yang berhak mendapatkan Ihsan. Keutamaan Ihsan. Makna Ihsan. Penerapan Makna Ihsan dalam Kehidupan. Kesimpulan dari perilaku Ihsan.

PERILAKU IHSAN

Pengertian Perilaku Ihsan Ihsan berasal dari kata adalah yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk masdarnya

, yang artinya kebaikan. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur`an mengenai hal ini.

Perilaku Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah SWT. Sebab, perilaku ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dariNya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat di mata Allah swt. Rasulullah saw. pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia.

Syaikh Abdurrahman as Sadi rahimahullah menjelaskan bahwa ihsan mencakup dua macam, yakni ihsan dalam beribadah kepada Allah dan ihsan dalam menunaikan hak sesama makhluk. Ihsan dalam beribadah kepada Allah maknanya beribadah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya atau merasa diawasi oleh-Nya. Sedangkan ihsan dalam hak makhluk adalah dengan menunaikan hak-hak mereka. Ihsan kepada makhluk ini terbagi dua, yaitu yang wajib dan sunnah. Yang hukumnya wajib misalnya berbakti kepada orang tua dan bersikap adil dalam bermuamalah. Sedangkan yang sunnah misalnya memberikan bantuan tenaga atau harta yang melebihi batas kadar kewajiban seseorang. Salah satu bentuk ihsan yang paling utama adalah berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepada kita, baik dengan ucapan atau perbuatannya. Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari akidah dan bagian terbesar dari keislamannya. Karena, Islam dibangun di atas tiga landasan utama, yaitu iman, Islam, dan ihsan, seperti yang telah diterangkan oleh Rasulullah saw. dalam haditsnya yang shahih. Hadist ini menceritakan saat Raulullah saw. menjawab pertanyaan Malaikat Jibril yang menyamar sebagai seorang manusia mengenai Islam, iman, dan ihsan. Setelah Jibril pergi, Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabatnya, Inilah Jibril yang datang mengajarkan kepada kalian urusan agama kalian. Beliau menyebut ketiga hal di atas sebagai agama, dan bahkan Allah swt.memerintahkan untuk berbuat ihsan pada banyak tempat dalam Al-Qur`an.

Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang berbuat baik. (QS. Al-Baqarah: 195)

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. An-Nahl: 90)

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka

kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.(QS. AlIsra: 7)

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (keba- hagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni'matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) se- bagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu ber- buat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashash: 77) Landasan Syari Ihsan Pertama, Al-Qur`anul Karim Dalam Al-Qur`an, terdapat 166 ayat yang berbicara tentang ihsan. Dari sini kita dapat menarik satu makna, betapa mulia dan agungnya perilaku dan sifat ini, hingga mendapat porsi yang sangat istimewa dalam Al-Qur`an. Berikut ini beberapa ayat yang menjadi landasan akan hal ini.

Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling. ( QS. Al Baqarah : 83 )

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada orang tuamu ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba

sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggabanggakan diri, (QS. An-Nisaa : 36) Kedua, As-Sunnah Rasulullah saw. pun sangat memberi perhatian terhadap masalah ihsan ini. Sebab, ia merupakan puncak harapan dan perjuangan seorang hamba. Bahkan, diantara hadist-hadist mengenai ihsan tersebut, ada beberapa yang menjadi landasan utama dalam memahami agama ini. Rasulullah saw. menerangkan mengenai ihsan, ketika ia menjawab pertanyaan Malaikat Jibril tentang ihsan dimana jawaban tersebut dibenarkan oleh Jibril, dengan mengatakan :

. Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. (HR. Muslim) Di kesempatan yang lain, Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kebaikan pada segala sesuatu, maka jika kamu membunuh, bunuhlah dengan baik, dan jika kamu menyembelih, sembelihlah dengan baik (HR. Muslim) Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal seorang hamba merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya, karena dengan inilah ia dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan. Inilah maksud dari perkataan Rasulullah saw yang berbunyi, Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah luas. Maka, selain jenis ibadah yang kita sebutkan tadi, yang tidak kalah pentingnya adalah juga jenis ibadah lainnya seperti jihad, hormat terhadap mukmin, mendidik anak, menyenangkan isteri, meniatkan

setiap yang mubah untuk mendapat ridha Allah, dan masih banyak lagi. Oleh karena itulah, Rasulullah saw. menghendaki umatnya senantiasa dalam keadaan seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ia ingin mewujudkan ihsan dalam ibadahnya.

Tingkatan Ibadah dan Derajatnya Berdasarkan nash-nash Al-Qur`an dan Sunnah, maka ibadah mempunyai tiga tingkatan, yang pada setiap tingkatan derajatnya masing-masing seorang hamba tidak dapat mengukurnya. Karena itulah, kita berlomba untuk meraihnya.Pada setiap derajat, ada tingkatan tersendiri dalam surga. Yang tertinggi adalah derajat muhsinin, ia menempati Jannatul Firdaus, derajat tertinggi di dalam surga. Kelak, para penghuni surga tingkat bawah akan saling memandang dengan penghuni surga tingkat tertinggi, laksana penduduk bumi memandang bintang-bintang di langit yang menandakan jauhnya jarak antara mereka.

Tingkatan al-Ihsan, yaitu tingkatan tertinggi dengan derajat yang berbeda-beda pula. Tingkatan ini akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori Muhsinun. Mereka adalah orang-orang yang telah melalui peringkat pertama dan yang kedua (peringkat takwa dan al-bir). Untuk dapat naik ke martabat ihsan dalam segala amal, hanya bisa dicapai melalui amalanamalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai oleh Allah, serta dilakukan atas dasar mencari ridha Allah. Kita sebelumnya telah membahas bahwa ihsan adalah beribadah kepada Allah dengan sikap seakan-akan kita melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka Allah melihat kita. Kini, kita akan membahas ihsan dari muamalah dan siapa saja yang masuk dalam bahasannya. Berikut ini adalah mereka yang berhak mendapatkan ihsan tersebut: 1) Ihsan kepada Orang Tua Allah SWT menjelaskan hal ini dalam kitab-Nya.

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali

janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. (QS. Al-isra : 23)

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (QS. Al-isra : 24) Ayat di atas mengatakan kepada kita bahwa ihsan kepada ibu-bapak adalah sejajar dengan ibadah kepada Allah. Dalam sebuah hadist riwayat Turmuzdi, dari Ibnu Amru bin Ash, Rasulullah saw. Bersabda :

Keridhaan Allah berada pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah berada pada kemurkaan orang tua. Dalil di atas menjelaskan bahwa ibadah kita kepada Allah tidak akan diterima, jika tidak disertai dengan berbuat baik kepada kedua orang tua. Apabila kita tidak memiliki kebaikan ini, maka bersamaan dengannya akan hilang ketakwaan, keimanan, dan keislaman. Dan Akhlak kepada sesama manusia yang paling utama kepada kedua orang tua, berakhlak kepada mereka adalah dengan berbakti kepada keduanya, baik ketika hidup ataupun setelah wafatnya, sebagimana hadits Nabi :

) Dari Abu Usaid Malik bin Rabiah As-Saidy berkata : Tatkala kami sedang bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba datang seseorang dari Bani Salamah seraya bertanya : Ya Rasulallah apakah masih ada kesempatan untuk saya berbakti kepada Ibu Bapak saya setelah keduanya wafat? Nabi menjawab : Ya, dengan mendoakan keduanya, memohon ampun unyuknya, melaksanakan janjinya dan menyambung silaturrahmi dari sanak saudarnya serta memuliakan teman-temannya 2) Ihsan kepada kerabat karib.

Ihsan kepada kerabat adalah dengan jalan membangun hubungan yang baik dengan mereka, bahkan Allah SWT menyamakan seseorang yang memutuskan hubungan silatuhrahmi dengan perusak dimuka bumi. Allah berfirman : Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan dimuka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan.? (Muhammad: 22) Silaturahmi adalah kunci untuk mendapatkan keridhaan Allah.Hal ini dikarenakan sebab paling utama terputusnya hubungan seorang hamba dengan Tuhannya adalah karena terputusnya hubungan silaturahmi. Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman: Aku adalah Allah, Aku adalah Rahman, dan Aku telah menciptakan rahim yang Kuberi nama bagian dari nama-Ku.Maka, barangsiapa yang menyambungnya, akan Ku sambungkan pula baginya dan barangsiapa yang memutuskannya, akan Ku putuskan hubunganku dengannya. (HR. Turmuzdi) Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda, Tidak akan masuk surga, orang yang memutuskan tali silaturahmi. (HR. Syaikahni dan Abu Dawud) 3) Ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin. Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Dawud, dan Turmuzdi, bahwa Rasulullah saw bersabda, Aku dan orang yang memelihara anak yatim di surga kelak akan seperti ini(seraya menunjukkan jari telunjuk jari tengahnya). Diriwayatkan oleh Turmuzdi, Nabi saw. Bersabda : Dari Ibnu Abbas bahwasanya Nabi SAW bersabda : Barangsiapadari Kaum Musliminyang memelihara anak yatim dengan memberi makan dan minumnya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga selamanya, selama ia tidak melakukan dosa yang tidak terampuni. 4) Ihsan kepada tetangga dekat, tetangga jauh, serta teman sejawat. Ihsan kepada tetangga dekat meliputi tetangga dekat dari kerabat atau tetangga yang berada di dekat rumah, serta tetangga jauh, baik jauh karena nasab maupun yang berada jauh dari rumah. Adapun yang dimaksud teman sejawat adalah yang berkumpul dengan kita atas dasar pekerjaan, pertemanan, teman sekolah atau kampus, perjalanan, mahad, dan sebagainya.Mereka semua masuk ke dalam katagori tetangga. Seorang tetangga kafir mempunyai hak sebagai tetangga saja,

tetapi tetangga muslim mempunyai dua hak, yaitu sebagai tetangga dan sebagai muslim, sedang tetangga muslim dan kerabat mempunyai tiga hak, yaitu sebagai tetangga, sebagai muslim dan sebagai kerabat. Rasulullah saw. menjelaskan hal ini dalam sabdanya : Dari Abdullah bin Masud RA berkata, bersabda Rasulullah SAW : Demi Yang jiwaku berada di tangan-NYA tidaklah selamat seorang hamba sampai hati dan lisannya selamat (tidak berbuat dosa) dan tidaklah beriman (sempurna keimanannya) seorang hamba sehingga tetangganya merasa aman dari gangguannya. (HR.Ahmad) Pada hadits yang lain, Rasulullah bersabda : Tidak beriman kepadaku barangsiapa yang kenyang pada suatu malam, sedangkan tetangganya kelaparan, padahal ia megetahuinya.(HR. ath-Thabrani) 5) Ihsan kepada ibnu sabil dan hamba sahaya. Rasulullah saw. bersabda mengenai hal ini : Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah memuliakan tamunya. (HR. Jamaah, kecuali Nasai) Selain itu, ihsan terhadap ibnu sabil adalah dengan cara memenuhi kebutuhannya, menjaga hartanya, memelihara kehormatannya, menunjukinya jalan jika ia meminta, dan memberinya pelayanan.

Pada riwayat yang lain, dikatakan bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, Ya, Rasulullah, berapa kali saya harus memaafkan hamba sahayaku? Rasulullah diam tidak menjawab.Orang itu berkata lagi, Berapa kali ya, Rasulullah?Rasul menjawab, Maafkanlah ia tujuh puluh kali dalam sehari. (HR. Abu Daud dan at-Turmuzdi). Dalam riwayat yang lain, Rasulullah saw bersabda, Jika seorang hamba sahaya membuat makanan untuk salah seorang diantara kamu, kemudian ia datang membawa makanan itu dan

telah merasakan panas dan asapnya, maka hendaklah kamu mempersilahkannya duduk dan makan bersamamu. Jika ia hanya makan sedikit, maka hendaklah kamu mememberinya satu atau dua suapan. (HR. Bukhari, Turmuzdi, dan Abi Daud) Adapun muamalah terhadap pembantu atau karyawan dilakukan dengan membayar gajinya sebelum keringatnya kering, tidak membebaninya dengan sesuatu yang ia tidak sanggup melakukannya, menjaga kehormatannya, dan menghargai pribadinya. Jika ia pembantu rumah tangga, maka hendaklah ia diberi makan dari apa yang kita makan, dan diberi pakaian dari apa yang kita pakai. Pada akhir pembahasan mengenai bab muamalah ini, Allah SWT menutupnya firman-Nya yang berbunyi :

Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman.Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari ni'mat. (QS. Al-Hajj: 38) Ayat di atas merupakan isyarat yang sangat jelas kepada siapa saja yang tidak berlaku ihsan.Bahkan, hal itu adalah pertanda bahwa dalam dirinya ada kecongkakan dan kesombongan, dua sifat yang sangat dibenci oleh Allah SWT. 6) Ihsan dengan perlakuan dan ucapan yang baik kepada manusia.

Rasulullah saw. bersabda, Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, hendaklah ia berkata yang baik atau diam. (HR. Bukhari dan Muslim) Masih riwayat dari Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda : Ucapan yang baik adalah sedekah. * Bagi manusia secara umum, hendaklah kita melembutkan ucapan, saling menghargai dalam pergaulan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegahnya dari kemungkaran, menunjukinya jalan jika ia tersesat, mengajari mereka yang bodoh, mengakui hak-hak mereka, dan tidak mengganggu mereka dengan tidak melakukan hal-hal dapat mengusik serta melukai mereka. 7) Ihsan dengan berlaku baik kepada binatang.

Berbuat ihsan terhadap binatang adalah dengan memberinya makan jika ia lapar, mengobatinya jika ia sakit, tidak membebaninya diluar kemampuannya, tidak menyiksanya jika ia bekerja, dan mengistirahatkannya jika ia lelah. Bahkan, pada saat menyembelih, hendaklah dengan menyembelihnya dengan cara yang baik, tidak menyiksanya, serta menggunakan pisau yang tajam. Inilah sisi-sisi ihsan yang datang dari nash Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. Beberapa contoh ihsan dalam hal muamalah Pada Perang Uhud, orang-orang Quraisy membunuh paman Rasulullah saw, yaitu Hamzah. Mereka mencincang tubuhnya, membelah dadanya, serta memecahkan giginya, kemudian seorang sahabat meminta Rasulullah saw. berdoa agar mereka diazab oleh Allah. Akan tetapi, Rasulullah malah berkata : Ya Allah, ampunilah mereka, karena mereka adalah kaum yang bodoh.

Keutamaan Ihsan Allah Subhanahu wa Taala berfirman,

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat ihsan. (QS. An Nahl: 128). Dalam ayat ini Allah menunjukkan keutamaan seorang muhsin yang bertakwa kepada Allah, yang tidak meninggalkan kewajibannya dan menjauhi segala yang haram. Kebersamaan Allah dalam ayat ini adalah kebersamaan yang khusus. Kebersamaan khusus yakni dalam bentuk pertolongan, dukungan, dan petunjuk jalan yang lurus sebagai tambahan dari kebersamaan Allah yang umum (yakni pengilmuan Allah). Makna dari firman Allah ( dan orang-orang

yang berbuat ihsan) adalah yang mentaati Rabbnya, yakni dengan mengikhlaskan niat dan tujuan dalam beribadah serta melaksankanan syariat Allah dengan petunjuk yang telah dijelasakan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Dalam ayat lain Allah berfirman,

Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang berbuat ihsan. (Al Baqarah:195) Ketika menafsirkan ayat ini Syaikh As Sadi menjelaskan bahwa ihsan pada ayat ini mecakup seluruh jenis ihsan. Hal ini karena tidak ada pembatasan pada ayat ini. Maka termasuk di dalamnya ihsan dengan harta, kemuliaan, pertolongan, perbuatan memrintahkan yang maruf dan mencegah dari yang mungkar, mengajarkan ilmu yang bermanfaat, dan perbuatan ihasan lain yng diperintahkan oleh Allah. Termasuk di dalamnya juga adalah ihsan dalam beribadah kepada Allah. Hal ini sebagaimnan sabda Nabi Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihatNya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.. Barangsiapa yang memiliki sifat ihsan tersebut, maka dia tergolong orang-orang yang Allah terangkan dalam firman-Nya Bagi orang-orang yang berbuat ihsan, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (melihat wajah Allah taala) (QS Yunus: 26) Allah akan bersamanya, memberinya petunjuk, membimbingnya, serta menolongnya dalam setiap urusannya. Allah Taala juga berfirman,

Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat ihsan (kebaikan) diantaramu pahala yang besar. (QS. Al Ahzab: 29)

Makna Ihsan Kata ihsan (berbuat baik) merupakan kebalikan dari kata al isaa-ah (berbuat buruk), yakni perbuatan seseorang untuk melakukan perbuatan yang maruf dan menahan diri dari dosa.Dia mendermakan kebaikan kepada hamba Allah yang lainnya baik melalui hartanya, kehormatannya, ilmunya, maupun raganya. Adapun yang dimaksud ihsan bila dinisbatkan kepada peribadatan kepada Allah adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasululluah shalallahu alaihi wa sallam dalam hadist Jibril :

Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? Beliau menjawab, Kamu menyembah Allah seakan akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu. (H.R. Muslim 102). Dalam hadits Jibril, tingkatan Islam yang ketiga ini memiliki satu rukun.Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan mengenai ihsan yaitu Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak mampu melihat-Nya, Allah akan melihatmu.Itulah pengertian ihsan dan rukunnya.

Penerapan Makna Ihsan dalam Kehidupan Sikap ihsan ini harus berusaha kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita berbuat amalan kataatan, maka perbuatan itu selalu kita niatkan untuk Allah. Sebaliknya jika terbesit niat di hati kita untuk berbuat keburukan, maka kita tidak mengerjakannya karena sikap ihsan yang kita miliki. Seseorang yang sikap ihsannya kuat akan rajin berbuat kebaikan karena dia berusaha membuat senang Allah yang selalu melihatnya. Sebaliknya dia malu berbuat kejahatan karena dia selalu yakin Allah melihat perbuatannya.Ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak seorang hamba. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha agar sampai pada tingkat tersebut. Siapa pun kita, di mata Allah tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ke tingkat ihsan dalam seluruh amalannya. Kalau kita cermati pembahasan di atas, untuk meraih derajat ihsan, sangat erat kaitannya dengan benarnya pengilmuan seseorang tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah. Pembiasaan perilaku ihsan yang mempunyai pengaruh cukup besar dalam membentuk perilaku, membina dan meningkatkan kualitas keimanan dan pengetahuan dikalangan siswa. Pembiasaan bagi siswa ini lebih dituntut untuk menekankan amaliah yang mendorong dalam berbuat baik, baik dalam perbuatan, ucapan dan lainnya.

KESIMPULAN Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah swt. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Sebaliknya, seorang

hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat di mata Allah swt. Rasulullah saw. pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia. Ketika kita mencermati pengertian ihsan dengan sempurnaseperti yang telah kita sebutkan sebelumnya, maka kita akan mendapatkan suatu kesimpulan bahwa ihsan memiliki dua sisi: Pertama, ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga keikhlasan dan jujur pada saat beramal. Ini adalah ihsan dalam tata cara (metode). Kedua, ihsan adalah senantiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, selama hal itu adalah sesuatu yang diridhai-Nya dan dianjurkan untuk melakukannya. Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari akidah dan bagian terbesar dari keislamannya. Karena, Islam dibangun di atas tiga landasan utama, yaitu iman, Islam, dan ihsan, seperti yang telah diterangkan oleh Rasulullah saw. dalam haditsnya yang shahih. ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga keikhlasan dan jujur pada saat beramal. Ini adalah ihsan dalam tata cara (metode). Kedua, ihsan adalah senantiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, selama hal itu adalah sesuatu yang diridhai-Nya dan dianjurkan untuk melakukannya. Untuk dapat naik ke martabat ihsan dalam segala amal, hanya bisa dicapai melalui amalan-amalan wajib dan amalanamalan sunnah yang dicintai oleh Allah, serta dilakukan atas dasar mencari ridha Allah swt. Bagi manusia secara umum, hendaklah kita melembutkan ucapan, saling menghargai dalam pergaulan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegahnya dari kemungkaran, menunjukinya jalan jika ia tersesat, mengajari mereka yang bodoh, mengakui hak-hak mereka, dan tidak mengganggu mereka dengan tidak melakukan hal-hal dapat mengusik serta melukai mereka. Kesimpulannya, ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat tersebut. Siapapun kita, apapun profesi kita, di mata Allah tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ketingkat ihsan dalam seluruh sisi dan nilai hidupnya. Semoga kita semua dapat mencapai hal ini, sebelum Allah swt. mengambil ruh ini dari kita.

1. 3.

Hakikat Ihsan

Ihsan berarti berbuat baik. Orang yang berbuat Ihsan disebut muhsin berarti orang yang berbuat baik.setiap perbuatan yang baik yang nampak pada sikap jiwa dan prilaku yang sesuai atau dilandaskan pada aqidah dan syariat Islam disebit Ihsan. Dengan demikian akhlak dan Ihsan adalah dua pranata yang berada pada suatu sistem yang lebih besar yang disebut akhlaqul karimah[5] Adapun dalil mengenai Ihsan dari hadits adalah potongan hadits Jibril yang sangat terkenal (dan panjang), seperti yang diriwayatkan oleh Umar bin Khattab, ketika nabi ditanya mengenai Ihsan oleh malaikat Jibril dan nabi menjawab:

Hendaklah engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihatNya. Tapi jika engkau tidak melihatNya, maka sesungguhnya Alloh melihatmu..

Hadits tersebut menunjukan bahwa untuk melakukan Ihsan, sebagai rumusnya adalah memposisikan diri saat beribadah kepada Alloh seakan-akan kita bisa melihatNya, atau jika belum bisa memposisikan seperti itu maka posisikanlah bahwa kita selalu dilihat olehNya sehingga akan muncul kesadaran dalam diri untuk tidak melakukan tindakan selain berbuat Ihsan atau berbuat baik.
[5] Wahhab, Muhammad bin Abdul, 2004 , Tiga Prinsip Dasar dalam Islam,Riyadh: Darussalam, hlm.2324

Makalah Ihsan Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah swt. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Sebaliknya, seorang hamba yang tidak mampu mencapai target ini akan kehilangan kesempatan yang sangat mahal untuk menduduki posisi terhormat di mata Allah swt. Rasulullah saw. pun sangat menaruh perhatian akan hal ini, sehingga seluruh ajaran-ajarannya mengarah kepada satu hal, yaitu mencapai ibadah yang sempurna dan akhlak yang mulia. Oleh karenanya, seorang muslim hendaknya tidak memandang ihsan itu hanya sebatas akhlak yang utama saja, melainkan harus dipandang sebagai bagian dari akidah dan bagian terbesar dari keislamannya. Karena, Islam dibangun di atas tiga landasan utama, yaitu iman, Islam, dan ihsan,

seperti yang telah diterangkan oleh Rasulullah saw. dalam haditsnya yang shahih. Hadist ini menceritakan saat Raulullah saw. menjawab pertanyaan Malaikat Jibril yang menyamar sebagai seorang manusia mengenai Islam, iman, dan ihsan. Setelah Jibril pergi, Rasulullah saw. bersabda kepada para sahabatnya, Inilah Jibril yang datang mengajarkan kepada kalian urusan agama kalian. Beliau menyebut ketiga hal di atas sebagai agama, dan bahkan Allah swt. memerintahkan untuk berbuat ihsan pada banyak tempat dalam Al-Qur`an. Dan berbuat baiklah kalian, karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Baqarah: 195) Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan Pengertian Ihsan Ihsan berasal dari kata hasana yuhsinu, yang artinya adalah berbuat baik, sedangkan bentuk masdarnya adalah ihsanan, yang artinya kebaikan. Allah swt. berfirman dalam Al-Qur`an mengenai hal ini. Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri (Al-Isra: 7) . Dan berbuat baiklah (kepada oraang lain) seperti halnya Allah berbuat baik terhadapmu (QS. Al-Qashash: 77) Ibnu Katsir mengomentari ayat di atas dengan mengatakan bahwa kebaikan yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kebaikan kepada seluruh makhluk Allah swt. Landasan Syari Ihsan Pertama, Al-Qur`anul Karim Dalam Al-Qur`an, terdapat 166 ayat yang berbicara tentang ihsan dan implementasinya. Dari sini kita dapat menarik satu makna, betapa mulia dan agungnya perilaku dan sifat ini, hingga mendapat porsi yang sangat istimewa dalam Al-Qur`an. Berikut ini beberapa ayat yang menjadi landasan akan hal ini. Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Baqarah: 195) Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan . (QS An-Nahl: 90) serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia . (QS. Al-Baqarah: 83) . (QS. An-Nahl: 90)

Dan berbuat baiklah terhadap dua orang ibu bapak, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan para hamba sahayamu . (QS. An-Nisaa`: 36)

Kedua, As-Sunnah Rasulullah saw. pun sangat memberi perhatian terhadap masalah ihsan ini. Sebab, ia merupakan puncak harapan dan perjuangan seorang hamba. Bahkan, di antara hadist-hadist mengenai ihsan tersebut, ada beberapa yang menjadi landasan utama dalam memahami agama ini. Rasulullah saw. menerangkan mengenai ihsan ketika ia menjawab pertanyaan Malaikat Jibril tentang ihsan dimana jawaban tersebut dibenarkan oleh Jibril, dengan mengatakan, Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. (HR. Muslim) Di kesempatan yang lain, Rasulullah bersabda, Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kebaikan pada segala sesuatu, maka jika kamu membunuh, bunuhlah dengan baik, dan jika kamu menyembelih, sembelihlah dengan baik. (HR. Muslim) Tiga Aspek Pokok dalam Ihsan Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah ibadah, muamalah, dan akhlak. Ketiga hal inilah yang menjadi pokok bahasan kita kali ini. 1. Ibadah Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal seorang hamba merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya, karena dengan inilah ia dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan. Inilah maksud dari perkataan Rasulullah saw yang berbunyi, Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu sendiri sangatlah luas. Maka, selain jenis ibadah yang kita sebutkan tadi, yang tidak kalah pentingnya adalah juga jenis ibadah lainnya seperti jihad, hormat terhadap mukmin, mendidik anak, menyenangkan isteri, meniatkan setiap yang mubah untuk mendapat ridha Allah, dan masih banyak lagi. Oleh karena itulah,

Rasulullah saw. menghendaki umatnya senantiasa dalam keadaan seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ia ingin mewujudkan ihsan dalam ibadahnya. Tingkatan Ibadah dan Derajatnya Berdasarkan nash-nash Al-Qur`an dan Sunnah, maka ibadah mempunyai tiga tingkatan, yang pada setiap tingkatan derajatnya masing-masing seorang hamba tidak dapat mengukurnya. Karena itulah, kita berlomba untuk meraihnya. Pada setiap derajat, ada tingkatan tersendiri dalam surga. Yang tertinggi adalah derajat muhsinin, ia menempati Jannatul Firdaus, derajat tertinggi di dalam surga. Kelak, para penghuni surga tingkat bawah akan saling memandang dengan penghuni surga tingkat tertinggi, laksana penduduk bumi memandang bintang-bintang di langit yang menandakan jauhnya jarak antara mereka. Adapun tiga tingkatan tersebut adalah sebagai berikut. 1. Tingkat at-Takwa, yaitu tingkatan paling bawah dengan derajat yang berbeda-beda. 2. Tingkat al-Bir, yaitu tingkatan menengah dengan derajat yang berbeda-beda. 3. Tingkat al-Ihsan, yaitu tingkatan tertinggi dengan derajat yang berbeda-beda pula. Pertama, Tingkat Takwa Tingkat takwa adalah tingkatan dimana seluruh derajatnya dihuni oleh mereka yang masuk kategori al-Muttaqun, sesuai dengan derajat ketakwaan masing-masing. Takwa akan menjadi sempurna dengan menunaikan seluruh perintah Allah dan meninggalkan seluruh larangan-Nya. Hal ini berarti meninggalkan salah satu perintah Allah dapat mengakibatkan sanksi dan melakukan salah satu larangannya adalah dosa. Dengan demikian, puncak takwa adalah melakukan seluruh perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya. Namun, ada satu hal yang harus kita pahami dengan baik, yaitu bahwa Allah swt. Maha Mengetahui keadaan hamba-hamba-Nya yang memiliki berbagai kelemahan, yang dengan kelemahannya itu seorang hamba melakukan dosa. Oleh karena itu, Allah membuat satu cara penghapusan dosa, yaitu dengan cara tobat dan pengampunan. Melalui hal tersebut, Allah swt. akan mengampuni hamba-Nya yang berdosa karena kelalaiannya dari menunaikan hak-hak takwa. Sementara itu, ketika seorang hamba naik pada peringkat puncak takwa, boleh jadi ia akan naik pada peringkat bir atau ihsan. Peringkat ini disebut martabat takwa, karena amalan-amalan yang ada pada derajat ini membebaskannya dari siksaan atas kesalahan yang dilakukannya. Adapun derajat yang paling

rendah dari peringkat ini adalah derajat dimana seseorang menjaga dirinya dari kekalnya dalam neraka, yaitu dengan iman yang benar yang diterima oleh Allah swt. Kedua, Tingkat al-Bir Peringkat ini akan dihuni oleh mereka yang masuk kategori al-Abrar. Hal ini sesuai dengan amalan-amalan kebaikan yang mereka lakukan dari ibadah-ibadah sunnah serta segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah swt. hal ini dilakukan setelah mereka menunaikan segala yang wajib, atau yang ada pada peringkat sebelumnya, yaitu peringkat takwa. Peringkat ini disebut martabat al-Bir (kebaikan), karena derajat ini merupakan perluasan pada hal-hal yang sifatnya sunnah, sesuatu sifatnya semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah dan merupakan tambahan dari batasan-batasan yang wajib serta yang diharamkan-Nya. Amalanamalan ini tidak diwajibkan Allah kepada hamba-hamba-Nya, tetapi perintah itu bersifat anjuran, sekaligus terdapat janji pahala di dalamnya. Akantetapi, mereka yang melakukan amalan tambahan ini tidak akan masuk kedalam kelompok al-bir, kecuali telah menunaikan peringkat yang pertama, yaitu peringkat takwa. Karena, melakukan hal pertama merupakan syarat mutlak untuk naik pada peringkat selanjutnya. Dengan demikian, barangsiapa yang mengklaim dirinya telah melakukan kebaikan sedang dia tidak mengimani unsur-unsur kaidah iman dalam Islam, serta tidak terhindar dari siksaan neraka, maka ia tidak dapat masuk dalam peringkat ini (al-bir). Mengenai hal ini, Allah swt. berfirman dalam kitab-Nya, Bukanlah kebaikan dengan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebaikan itu adalah takwa, dan datangilah rumah-rumah itu dari pintu-pintunya dan bertakwalah kepada Allah agar kalian beruntung. (QS. l-Baqarah: 189) Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar seruan orang yang menyeru kepada iman, yaitu: Berimanlah kamu kepada Tuhanmu, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesahan-kesalahan kami dan wafatkanlah kami bersama orang-orang yang banyak berbuat baik. (QS. Ali Imran: 193) Ketiga, Tingkatan Ihsan Tingkatan ini akan dicapai oleh mereka yang masuk dalam kategori Muhsinun. Mereka adalah orang-orang yang telah melalui peringkat pertama dan yang kedua (peringkat takwa dan al-bir). Ketika kita mencermati pengertian ihsan dengan sempurna seperti yang telah kita sebutkan sebelumnya maka kita akan mendapatkan suatu kesimpulan bahwa ihsan memiliki dua sisi: Pertama, ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga keikhlasan dan jujur pada

saat beramal. Ini adalah ihsan dalam tata cara (metode). Kedua, ihsan adalah senantiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah yang dapat mendekatkan diri kepada Allah, selama hal itu adalah sesuatu yang diridhai-Nya dan dianjurkan untuk melakukannya. Untuk dapat naik ke martabat ihsan dalam segala amal, hanya bisa dicapai melalui amalanamalan wajib dan amalan-amalan sunnah yang dicintai oleh Allah, serta dilakukan atas dasar mencari ridha Allah swt.

Tingkatan Ihsan Syaikh Sholeh Alu Syaikh hafidzahullah memberikan penjelasan bahwa inti yang dimaksud dengan ihsan adalah membaguskan amal. Batasan minimal seseorang dapat dikatakan telah melakukan ihsan di dalam beribadah kepada Allah yaitu apabila di dalam memperbagus amalannya niatnya ikhlas yaitu semata-mata mengharap pahala-Nya dan sesuai dengan sunnah Nabi shalallahu alaihi wa sallam. Inilah kadar ihsan yang wajib yang harus ditunaikan oleh setiap muslim yang akan membuat keislamannya menjadi sah. Adapun kadar ihsan yang mustahab (dianjurkan) di dalam beribadah kepada Allah memiliki dua tingkatan, yaitu : Pertama, Tingkatan Muroqobah. Yakni seseorang yang beramal senantiasa merasa diawasi dan diperhatikan oleh Allah dalam setiap aktivitasnya. Ini berdasarkan sabda Nabi shalallahu alaihi wa sallam jika kamu tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu. Tingkatan muroqobah yaitu apabila seseorang tidak mampu memperhatikan sifat-sifat Allah, dia yakin bahwa Allah melihatnya. Tingkatan inilah yang dimiliki oleh kebanyakan orang. Apabila seseorang mengerjakan shalat, dia merasa Allah memperhatikan apa yang dia lakukan, lalu dia memperbagus shalatnya tersebut. Hal ini sebagaimana Allah firmankan dalam surat Yunus,
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya (QS. Yunus: 61)

Kedua, Tingkatan Musyahadah Tingkatan ini lebih tinggi dari yang pertama, yaitu seseorang senantiasa memperhatikan sifat-sifat Allah dan mengaitkanseluruh aktifitasnya dengan sifat-sifat tersebut. Inilah realisasi dari sabdaNabi Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya Pada tingkatan ini seseorang beribadah kepada Allah, seakan-akan dia melihat-Nya. Perlu ditekankan bahwa yang dimaksudkan disini bukanlah melihat dzat Allah, namun melihat sifat-sifat-Nya, tidak sebagaimana keyakinan orangorang sufi. Yang mereka sangka dengan tingkatan musyahadah adalah melihat dzat Allah. Ini jelas merupakan kebatilan. Yang dimaksud adalah memperhatikan sifat-sifat Allah, yakni dengan memperhatikan pengaruh sifat-sifat Allah bagi makhluk. Apabila seorang hamba sudah memiliki ilmu dan keyakinan yang kuat terhadap sifat-sifat Allah, dia akan mengembalikan semua tanda kekuasaan Allah pada nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dan inilah tingkatan tertinggi dalam derajat ihsan. (Lihat Syarh Arbain an Nawawiyah penjelasan hadist ke 2, Syaikh SholehAlu Syaikh.)

Anda mungkin juga menyukai