Oleh :
Pembimbing :
Abdul Mutholib
Para ahli tafsir sepakat bahwa yang dimaksud dengan ahsana amala
adalah akhlashuhum lillah dan atba’uhum lisysyariah. Semua ibadah yang
diperintahkan dalam Islam bertujuan untuk membentuk manusia
membentuk manusia taqwa.
Hakikat Ibadah
Ibnu Taimiyah berkata: “makna asal dari kata ibadah adalah tunduk,
namun ibadah yang diperintahkan oleh syariat adalah perpaduan antara
ketaatan sempurna dan kecintaan yang sempurna. Ibnu Qoyyim mengatakan
bahwa ibadah adalah gabungan antara ketaatan yang penuh dan cinta yang
sempurna. Maka yang taat kepada Allah tapi tidak cinta kepada-Nya maka
ia belum dikatakan beribadah.
Artinya: “Katakanlah: “jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-
saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya,dan tempat
tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai dari Allah dan rasulNya
dan dari berjihad di jalanNya. Maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusannya, dan Allah tidak member petunjuk kepada
orang-orang yang fasik”. (QS At Taubah 24)
Dan yang mencintai Allah tapi tidak taat kepadaNya maka ia belum
dikatakan beribadah kepada Allah. “katakanlah jika kamu benar-benar
mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu, Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imran
31)
3. Memperkokoh ihsan.
“راك
َ َي َُّللاَ َكأَنه َك ت ََراهُ فَإِ إن لَ إم ت َ ُك إن ت ََراهُ فَإِنهه
ان أ َ إن ت َ إعبُدَ ه
ُ س ِ “َ إ
َ اْلحإ
“Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu
melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Allah Melihat
kamu.” (HR.Bukhari).[1]
Artinya: “Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu
berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan, berilah kabar gembira
kepada orang-orang yang merendahkan diri (kepada Allah).” (Al-
Hajj, 22: 34).
Artinya: “Tiga sifat yang jika ada pada diri seseorang, ia akan meraih
manisnya iman: (1) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain
keduanya, (2) Ia mencintai seseorang, tidaklah mencintainya
melainkan karena Allah, (3) Ia membenci untuk kembali kepada
kekafiran -setelah Allah menyelamatkannya darinya- sebagaimana ia
benci apabila dilempar ke dalam api.” (Hadits Muttafaq ‘Alaihi)
ُ َم َحبهة:َب َما فِي َها؟ قَال َو َما أَ إ:َ قِيل.ب َما فِي َها
ُ َطي سا ِكيإنُ أَ إه ِل الدُّ إنيَا خ ََر ُجوا ِم إن َها َو َما ذَاقُوا أَ إ
َ َطي َ َم
ُهللاِ َو َم إع ِرفَتُهُ َو ِذ إك ُره
7. Ketujuh dan kedelapan, memupuk khauf (rasa takut) dan raja’ (pengharapan)
kepada Allah Ta’ala.
Jika kita beribadah dengan benar, akan muncul dalam diri kita
khauf (rasa takut) jangan-jangan ibadah kita tidak diterima dan tidak
diridhoi-Nya. Meskipun begitu kita pun akan senantiasa memunculkan
raja’ (pengharapan) terhadap kemurahan, pengampunan dan kasih
sayang Allah Ta’ala.
Khauf dan Raja’ ini hendaknya tumbuh seimbang dalam diri seorang
muslim. Jangan sampai khauf menyebabkan manusia putus asa dari
rahmat dan ampunan Allah Ta’ala, dan jangan sampai raja’
menyebabkan manusia menganggap remeh ancaman dan siksa-Nya,
س هب ُحوا ِب َح إم ِد َر ِب ِه إم َو ُه إم ََل ُ إِ هن َما يُؤإ ِم ُن ِبآ َيا ِتنَا الهذِينَ إِذَا ذُ ِك ُروا ِب َها خ َُّروا
َ س هجدًا َو
ط َمعًا َو ِم هما َ اج ِع َي إدعُونَ َر هب ُه إم خ إَوفًا َو
ِ ضَ ع ِن إال َم
َ تَتَ َجافَى ُجنُوبُ ُه إم. ََي إستَ إك ِب ُرون
ََرزَ إقنَا ُه إم يُ إن ِفقُون
“Sesungguhnya orang yang benar-benar percaya kepada ayat ayat
Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat ayat itu
mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan
lagi pula mereka tidaklah sombong. Lambung mereka jauh dari tempat
tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh
rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezki yang
Kami berikan.” (as-Sajdah:15-16).[6]
Sebagian mufassir mengatakan bahwa makna ‘an ‘ibadatiy (dari
menyembah-Ku) dalam ayat di atas adalah ‘an du’aiy (dari berdoa
kepada-Ku).
10. Terwujudnya sikap khusyu’ (lembut, tenang, tunduk, dan kerendahan diri di
hadapan Allah Ta’ala).
Secara bahasa khusyu’ berarti as-sukuun (diam/tenang) dan at-
tadzallul (merendahkan diri). Sifat mulia ini bersumber dari dalam hati
yang kemudian pengaruhnya terpancar pada anggota badan manusia.
Kekhusyu’an hati akan terindikasikan oleh kekhusyu’an lahir
apabila dilakukan dengan tuma’ninah.
Imam Ibnu Rajab berkata: “Asal (sifat) khusyu’ adalah
kelembutan, ketenangan, ketundukan, dan kerendahan diri dalam hati
manusia (kepada Allah Ta’ala). Tatkala Hati manusia telah khusyu’
maka semua anggota badan akan ikut khusyu’, karena anggota badan
(selalu) mengikuti hati, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam: “Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh
manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik maka
akan baik seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk
maka akan buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal
daging itu adalah hati manusia”.
Maka jika hati seseorang khusyu’, pendengaran, penglihatan,
kepala, wajah dan semua anggota badannya ikut khusyu’, (bahkan)
semua yang bersumber dari anggota badannya”
Allah Ta’ala menyebut orang-orang yang khusyu’ di antaranya dalam
firman-Nya berikut ini,
http://www.dakwatuna.com/2008/08/28/909/buah-ibadah/#ixzz6lPkqRprc. (n.d.).
Jasiman, L. (n.d.). Nataijul Ibadah. In syarah rasmul bayan tarbiyah (1 ed.). Jl.
Empu Tantular 5 Songgolangit Solo: Aulia Press Solo.
Jasiman, L. (n.d.). Nataijul Ibadah. In syarah rasmul bayan tarbiyah (Best Seller
ed.). Jl. Empu Tantular 5 Songgolangit Solo: Aulia Press Solo.
Jasiman, L. (n.d.). syarah rasmul bayan tarbiyah. In syarah rasmul bayan tarbiyah
(Refisi ed.). Jl. Empu Tantular 5 Songgolangit: Aulia Press Solo.
http://www.dakwatuna.com/2008/08/28/909/buah-ibadah/#ixzz6lPlcrDJw
http://www.dakwatuna.com/2008/08/28/909/buah-ibadah/#ixzz6lPoYSvC1
https://bincangsyariah.com/khazanah/al-sajdah-ayat-15-16-menjadi-mukmin/
https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-21