Anda di halaman 1dari 2

Daya beli masyarakat menurun

Badan Pusat Statistik mencatat kenaikan indeks harga konsumen atau inflasi pada
April 2021. Inflasi bulanan tercatat 0,13 persen, lebih tinggi dibandingkan dua
bulan sebelumnya, yakni 0,1 persen dan 0,08 persen. Inflasi, antara lain, didorong
kenaikan harga bahan pangan yang permintaannya biasa meningkat pada bulan
Ramadhan.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Setianto,
menyebutkan, inflasi inti bulanan pada April 2021 mencapai 0,14 persen, melonjak
dibandingkan dengan Maret 2021 yang deflasi 0,03 persen. ”Namun, tren
tahunannya menunjukkan, inflasi April 2021 sebesar 1,18 persen, lebih rendah
dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang tercatat 1,21 persen,” ujarnya.

Berdasarkan pengeluaran masyarakat, kelompok makanan, minuman, dan


tembakau memberikan andil inflasi tertinggi, yakni 0,05 persen. Inflasi pada
kelompok pengeluaran ini mencapai 0,2 persen dibandingkan dengan bulan
sebelumnya.

Adapun komoditas yang menyumbang inflasi di kelompok ini, antara lain, daging
ayam ras, minyak goreng, jeruk, anggur, pepaya, ikan segar, ayam hidup, dan apel.
Menurut Setianto, daging ayam ras menyumbang inflasi tertinggi, yakni 0,06
persen, dibandingkan dengan komoditas lain, terutama karena kenaikan harga
jagung pakan.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia,


Mohammad Faisal, berpendapat, pergerakan inflasi inti menunjukkan laju
konsumsi masyarakat masih lambat. Padahal, data mobilitas masyarakat
menunjukkan, pergerakan masyarakat hampir mendekati situasi normal sebelum
pandemi Covid-19. Hal ini menunjukkan, peningkatan mobilitas warga tidak
sebanding dengan kenaikan konsumsi.

Oleh karena itu, upaya mengangkat daya beli masyarakat mesti bersifat jangka
panjang agar dapat menjaga komponen konsumsi. Penciptaan lapangan kerja yang
bersifat padat karya perlu diperkuat agar masyarakat memperoleh pendapatan tetap
secara bulanan.

Pada masyarakat menengah ke bawah, khususnya, pendapatan tersebut langsung


ditransmisikan menjadi belanja untuk kebutuhan sehari-hari. Di sisi lain, kata
Faisal, tunjangan hari raya bersifat jangka pendek karena tidak rutin diberikan
setiap bulan.

Tahun ini, pemerintah mengalokasikan anggaran penanganan Covid-19 dan


pemulihan ekonomi nasional senilai Rp 553,09 triliun. Anggaran difokuskan pada
empat aspek, yaitu kesehatan Rp 104,7 triliun, perlindungan sosial Rp 150,96
triliun, program prioritas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah Rp 141,36
triliun, serta dukungan usaha mikro, kecil, dan menengah dan korporasi Rp 156,06
triliun.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto


mengatakan, alokasi anggaran diputuskan hampir setara dengan realisasi tahun
2020, yakni Rp 579,78 triliun. Kebijakan ini mempertimbangkan pandemi yang
belum akan tertangani sampai vaksinasi selesai.

Anda mungkin juga menyukai