Anda di halaman 1dari 143

A.

Pengertian Iman
Iman secara bahasa berarti at-tashdiiq (pembenaran),
Kebanyakan orang menyatakan bahwa kata iman
berasal dari kata kerja amina-yu’manu-amanah yang
berarti percaya. Oleh karena itu, iman yang berarti
percaya menunjuk sikap batin yang terletak dalam hati.
Akibatnya, orang yang percaya kepada Allah dan
selainnya seperti yang ada dalam rukun iman, walaupun
dalam sikap kesehariannya tidak mencerminkan
ketaatan dan kepatuhan (taqwa) kepada yang telah
dipercayainya, masih disebut orang yang beriman. Hal
itu disebabkan karena adanya keyakinan mereka bahwa
yang tahu tentang urusan hati manusia adalah Allah dan
dengan membaca dua kalimah syahadat telah menjadi
Islam.
Dalam surah al-Baqarah ayat 165 :
Artinya: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.
Adapun orang-orang yang beriman amat sangat
cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-
orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka
melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu
kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat
berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).”
Oleh karena itu beriman kepada Allah berarti amat
sangat rindu terhadap ajaran Allah, yaitu Al-Quran
menurut Sunnah Rasul. Hal itu karena apa yang
dikehendaki Allah,
Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthabrani,
iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati,
diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal
perbuatan (Al-Immaanu ‘aqdun bil qalbi waigraarun
billisaani wa’amalun bil arkaan). Dengan demikian,
iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara hati,
ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan
sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.
Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain
dalam al-Qur’an, mengandung arti positif. Dengan
demikian, kata iman yang tidak dikaitkan dengan kata
Allah atau dengan ajarannya, dikatakan sebagai
iman haq. Sedangkan yang dikaitkan dengan selainnya,
disebut iman bathil.

Definisi Iman Secara Istilah Syar’iy


1. Al-Imaam Ismaa’iil bin Muhammad At-Taimiy
rahimahullah berkata :
‫اإليمان في الشرع عبارة عن جميع الطاعات الباطنة والظاهرة‬
“Iman dalam pengertian syar’iy adalah satu perkataan
yang mencakup makna semua ketaatan lahir dan batin”
[Al-Hujjah fii Bayaanil-Mahajjah, 1/403].

2. Al-Imaam Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata :


‫ وهو‬،‫ قول القلب‬: ‫ والقول قسمان‬.‫حقيقة اإليمان مركبة من قول وعمل‬
‫ عمل‬: ‫ والعمل قسمان‬.‫ وهو التكلّم بكلمة اإلسالم‬،‫ وقول اللسان‬،‫االعتقاد‬
‫ زال‬،‫ فإذا زالت هذه األربعة‬.‫ وعمل الجوارح‬،‫ وهو نيته وإخالصه‬،‫القلب‬
‫ لم تنفع بقية األجزاء‬،‫ وإذا زال تصديق القلب‬،‫اإليمان بكماله‬
“Hakekat iman terdiri dari perkataan dan perbuatan.
Perkataan ada dua : perkataan hati, yaitu i’tiqaad; dan
perkataan lisan, yaitu perkataan tentang kalimat Islam
(mengikrarkan syahadat – Abul-Jauzaa’). Perbuatan
juga ada dua : perbuatan hati, yaitu niat dan
keikhlasannya; dan perbuatan anggota badan. Apabila
hilang keempat hal tersebut, akan hilang iman dengan
kesempurnaannya. Dan apabila hilang pembenaran
(tashdiiq) dalam hati, tidak akan bermanfaat tiga hal
yang lainnya” [Ash-Shalaah wa Hukmu Taarikihaa, hal.
35]. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian iman
adalah pembenaran dengan segala keyakinan tanpa
keraguan sedikitpun mengenai yang datang dari Allah
SWT dan rasulNya.

Pengertian Ikhlas
Ikhlas bisa diartikan menjadikan Allah sebagai satu-
satunya tujuan dari ketaatan, maksudnya adalah
mendekatkan diri kepada Allah tanpa sesuatu yang lain
atau membersihkan perbuatan dari keinginan untuk
diperhatikan orang lain. Amal dan ikhlas itu adalah dua
faktor yang tidak boleh dipisahkan antara yang satu
dengan yang lain, amal itu laksana tubuh dan ikhlas
sebagai ruhnya. Beramal dan ikhlas haruslah berjalan
beriringan agar mendapatkan manfaat dan ridho dari
Allah. Ikhlas merupakan salah satu rahasia diri dalam
beribadah kepada Allah karena hanya dengan
keikhlasan seseorang dapat beribadah dengan penuh
kekhusyuan.

Ikhlas pada dasarnya ialah suci murni dan tidak


bercampur dengan pamrih apapun. Menurut syariat,
ikhlas ialah mengerjakan ibadah kebajikan karena Allah
semata-mata dan mengharap keridhoan-Nya.

Dalam surah al-Bayyinah ayat 5 disebutkan:

‫وما امرو اال ليعبد هللا مخلصين له الدين حنفاء ويقيموالصالة ويؤتوا‬
‫الزكاة وذلك دين القيمة‬

“Dan tidaklah mereka disuruh, kecuali supaya


menyembah Allah serta mentulus-ikhlaskan agama
bagi-Nya sambil cenderung kepada tauhid supaya
mereka menegakkan sholat, memberikan zakat dan
itulah agama yang lurus.”

Ikhlas memang seharusnya menjadi landasan setiap


peribadatan. Tanpa keikhlasan, amal perbuatan yang
dilakukan seseorang menjadi sia-sia bahkan bisa
mendatangkan dosa. Karena ketidakikhlasan hanya
berbeda tipis dengan sebuah kesombongan. Sebagai
ganti sebuah kekhlasan, Allah menjanjikan pahala yang
sama sekali tidak terduga, yakni keridhoan-Nya dan
pertolongan di hari semua orang mencari sebuah
pertolongan tetapi tak menemukannya.

Tetapi pada kenyataannya sifat ikhlas ini sangatlah sulit


untuk dilakukan. Sudah berapa banyak kita saksikan
orang-orang yang beramal tetapi tidak meninggalkan
bekas yang baik dan tidak membawa efek yang positif
bagi dirinya dan bagi orang lain. Ibarat orang berlayar
tiada sampai ke batas atau ibarat berjalan tidak sampai
ke pulau idaman. Semangatnya hilang, daya dan
kekuatannya berkurang maka akhirnya kembali pulang
dengan tangan hampa, rugi tenaga, rugi waktu, dan rugi
harta tanpa pernah mendapatkan apa-apa.

Apa sebabnya? Hal itu adalah karena ikhlas tidak


menjadi landasan tempat berpijaknya amal, karena ia
tidak mau berbuat melainkan untuk mengharap
keuntungan dan suatu pamrih yang tak berharga dan
beramal hanyalah mengharapkan pujian serta
sanjungan. Maka karenanya ia rugi moral dan material.
Karena apa yang dilakukannya tidak dilandasi dengan
jiwa yang ikhlas sehingga apa yang telah dilakukannya
hanyalah sia-sia belaka.

Agar perbuatan atau amal apapun yang kita lakukan


tidak berakhir sia-sia dan bisa membuahkan hasil yang
sempurna maka hendaklah keikhlasan menjadi dasar
dalam setiap amal yang kita kerjakan. Hendaklah kita
berusaha untuk mensucikan diri kita dari berbagai
pamrih duniawi, misalnya berharap mendapat pujian
dari orang lain atau pamrih-pamrih yang lain dari
sesama manusia. Dari keterangan tersebut bisa kita
ketahui bahwa ikhlas merupakan sarana penyucian diri
dari berbagai pamir duniawi.

Ketaqwaan Dalam Islam


Ketaqwaan Dalam Islam / takwa ,yaitu memelihara diri
dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintah-
Nya dan menjauhi segala larangan-Nya; tidak cukup
diartikan dengan takut saja. Adapun arti lain dari taqwa
adalah:
1. Melaksanakan segala perintah Allah
2. Menjauhkan diri dari segala yang dilarang Allah
(haram)
3. Ridho (menerima dan ikhlas) dengan hukum-hukum
dan ketentuan Allah
Taqwa berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah yang
artinya memelihara. “memelihara diri dalam menjalani
hidup sesuai tuntunan/petunjuk allah” Adapun dari asal
bahasa arab quraish taqwa lebih dekat dengan kata
waqa Waqa bermakna melindungi sesuatu, memelihara
dan melindunginya dari berbagai hal yang
membahayakan dan merugikan. Itulah maka, ketika
seekor kuda melakukan langkahnya dengan sangat hati-
hati, baik karena tidak adanya tapal kuda, atau karena
adanya luka-luka atau adanya rasa sakit atau tanahnya
yang sangat kasar, orang-orang Arab biasa mengatakan
Waqal Farso Minul Hafa (Taj).
Dari kata waqa ini taqwa bisa di artikan berusaha
memelihara dari ketentuan allah dan melindungi diri
dari dosa/larangan allah. bisa juga diartikan berhati hati
dalam menjalani hidup sesuai petunjuk allah.
Kedudukan Taqwa : Wasiat seluruh Nabi : 4 : 131 Dan
sesungguhnya kami telah memerintahkan orang-orang
yang diberi kitab sebelum kamu dan kamu juga, untuk
bertaqwa kepada Allah 26 : 10-11 Dan ingatlah ketika
Tuhanmu menyeru Musa, “Datangilah kaum yang
Zalim itu”, Yaitu kaum Fir’aun, mengapa mereka tidak
bertaqwa ? 26 : 123-124 Kaum Aad telah mendustakan
para Rasul, ketika saudara mereka, Hud berkata,
“Mengapa kamu tidak bertaqwa?” 26 :141-142 Kaum
Tsamud telah mendustakan para Rasul, ketika saudara
mereka, Saleh berkata, ” Mangapa kamu tidak bertaqwa
?” 26 : 160-161 Kaum Luth telah mendustakan para
Rasul, ketika saudara mereka, Luth berkata, ” Mengapa
kamu tidak bertaqwa?” 26 :176-177 Kaum Aikah telah
mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka,
Syu’aib berkata, ” Mangapa kamu tidak bertaqwa ?” 37
: 123-124 2 : 21, Wahai orang-orang yang beriman,
sembahlah Tuhanmu yang menciptakan kamu dan
orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa
Taqwa : Mutiara Penuh Pesona Surat Ali’Imran Ayat
133: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu (Allah SWT) dan surga yang luasnya seluas
langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang
taqwa (muttaqin).
Allah SWT menguraikan tanda-tanda orang yang
taqwa, dalam Surat Ali’Imran Ayat 134:
(yaitu) Orang-orang yang berinfaq (karena Allah SWT),
baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan mereka yang pemaaf
terhadap (kesalahan) manusia. Dan Allah mencintai
orang-orang yang berbuat kebajikan.
Marilah terlebih dahulu kita coba memahami apakah itu
Taqwa. Taqwa memiliki tiga tingkatan.
Pertama : Ketika seseorang melepaskan diri dari
kekafiran dan mengada-adakan sekutu-sekutu bagi
Allah, dia disebut orang yang taqwa. Didalam
pengertian ini semua orang beriman tergolong taqwa
meskipun mereka masih terlibat beberapa dosa.
Kedua : Jika seseorang menjauhi segala hal yang tidak
disukai Allah SWT dan RasulNya (SAW), ia memiliki
tingkat taqwa yang lebih tinggi.
Ketiga : orang yang setiap saat selalu berupaya
menggapai cinta Allah SWT, ia memiliki tingkat taqwa
yang lebih tinggi lagi.
Dari Abu Hurairah juga, bahwa Rasulullah SAW
memperingatkan, “Pada hari kiamat, hak-hak seseorang
pasti akan ditunaikan, sampai-sampai peradilan domba
yang tidak bertanduk yang mendapat yang mendapat
kesusahan dari domba yang bertanduk. Tirmidzi
berkata, “Ini adalah hadits-hadits Hasan Sahih. (Lihat:
Jami’al-Tirmidzi, juz vii, halaman 98 hadits no: 1049
(Tuhfat al-Ahwa))
Inilah yang menyebabkan para sahabat ketakutan dan
menangis waktu ditunjuk menjadi pemimpin/amir,
karena terbayang betapa besarnya tanggung jawabnya,
terbayang betapa banyaknya orang-orang yang berhak
atas dirinya. Seandainya dia tidak bisa menunaikan hak-
hak orang-orang.
Dewasa ini kemajuan sains dan teknologi telah
mencapai perkembangan yang sangat pesat, termasuk di
Negara kita Indonesia. Pembangunan di Negara kita
juga telah mencapai kemajuan yang demikian pesat,
terutama sejak bergulirnya era reformasi hingga saat ini.
Karenanya, seiring dengan itu, marilah kita umat Islam
secara bersama-sama ikut ambil bagian dengan secara
aktif, terutama dalam pembangunan mrntal spiritual,
agar umat Islam tidak sekedar maju dalam segi fisik
saja, namun juga kokoh mentalnya, tidak mudah
terjebak dalam pemikiran yang merusak.
Dalam abad teknologi ultra moderen sekarang ini,
manusia telah diruntuhkan eksistensinya sampai
ketingkat mesin akibat pengaruh morenisasi. Roh dan
kemuliaan manusia telah diremehkan begitu rendah.
Manusia adalah mesin yang dikendalikan oleh
kepentingan financial untuk menuruti arus hidup yang
materialistis dan sekuler. Martabat manusia berangsur-
angsur telah dihancurkan dan kedudukannya benar-
benar telah direndahkan. Modernisai adalah merupakan
gerakan yang telah dan sedang dilakukan oleh Negara-
negara Barat Sekuler untuk secara sadar atau tidak,
akan menggiring kita pada kehancuran peradaban.
Sebagaimana telah kita saksikan dalam kehidupan
sehari-hari, baik secara langsung maupun melalui media
cetak dan elektronik, mulai dari prilaku, gaya hidup,
norma pergaulan dan tete kehidupan yang dipraktekkan,
dipertontonkan dan dicontohkan oleh orang-orang Barat
akhir-akhir ini semakin menjurus pada kemaksiatan.
Apa yang mereka suguhkan sangat berpengaruh
terhadap pola piker umat Islam. Tak sedikit dari orang-
orang Islam yang secara perlahan-lahan menjadi lupa
akan tujuan hidupnya, yang semestinya untuk ibadah,
berbalik menjadi malas ibadah dan lupa akan Tuhan
yang telah memberikannya kehidupan. Akibat pengaruh
modernisasi dan globalisasi banyak manusia khususnya
umat Islam yang lupa bahwa sesungguhnya ia
diciptakan bukanlah sekedar ada, namun ada tujuan
mulia yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT.
Kondisi diatas meluaskan segala hal dalam aspek
kehidupan manusia. Sehingga tidak mengherankan
ketika batas-batas moral, etika dan nilai-nilai tradisional
juga terlampaui. Modernisasi yang berladangkan diatas
sosial kemasyarakatan ini juga tidak bisa mengelak dari
pergeseran negatif akibat modernisasi itu sendiri.
Peningkatan intensitas dan kapasitan kehidupan serta
peradaban manusia dengan berbagai turunannya itu juga
meningkatan konstelasi sosial kemasyarakatan baik
pada level individu ataupun level kolektif. Moralitas,
etika dan nilai-nilai terkocok ulang menuju
keseimbangan baru searah dengan laju modernisasi.
Pegerakan ini tentu saja mengguncang perspektif
individu dan kolektif dalam tatanan kemasyarakatan
yang telaha ada selama ini. Hasrat bukanlah sifat baru
kemanusiaan. Namun hadir dalam jaman yang penuh
tawaran dan godaan dengan berbagai kesempatan dan
kemampuan untuk meraihnya dengan berbagai cara,
telah menjadikan hasrat manusia sebagai dalang utama
berbagai kerusakan moral, etika dan nilai-nilai.
Berbagai peristiwa hukum dan kriminal baik di area
publik ataupun pemerintahan telah hadir sebagai limbah
modernisasi yang tersaji transparan di sepan publik.
Sebut saja KKN di pemerintahan, kriminal, kejahatan
sexual dan berbagai penyimpnagan lainnya. Seolah-olah
pakem moral, etika dan aturan-aturan yang berlaku
tidak lagi menjadi hal penghalang bagi berbagai
penyimpangan-penyimpangan tersebut. Kekhawatiran
atas pergeseran itu telah mencajadi wacana hangat
diseluruh lapisan masyarakat. Namun laju modernisasi
dengan berbagai turunan dan efek negatifnya terus saja
mengalami percepatan seakan tak peduli dengan
kecemasan itu.
Modernisai dengan konotasi itu merupakan
penghambaan dan penjajahan terhadap bangsa-bangsa
di dunia agar tunduk pada prinsip-prinsip barat yang
rusak dan menyesatkan. Globakisasi merupakan
program yang bertujuan untuk mendayagunakan
teknologi sebagai alat untuk mengokohkan kedudukan
kepentingan Negara adidaya, memperbudak bangsa-
bangsa lemah, menyedot sumber daya alamnya,
meneror rakyatnya, manghambat perjalanannya,
memadamkan kekuatannya, menghapus identitasnya
dan mengubur keasliannya, reformasinya serta
pembangunan peradabannya. Dengan kata lain
globalisasi merupakan gurita yang menelikung dan
mencekik leher dunia Islam.
Bentuk kebudayaan dan peradaban masyarakat modern
mengikuti pola kehidupan, cara, ukuran, dan konsep
Barat, termasuk teori, partai, perspektif pemikiran
ideologis, dan politiknya. Masyarakat modern
merupakan cetak biru masyarakat Barat, sehingga
pertumbuhan dan perkembangan mereka meninggalkan
model masyarakat tradisional, bahkan berlawanan.
Meskipun struktur dan elemen-elemen masyarakat
modern lemah dan rapuh dibandingkan dengan
masyarakat tradisional, namun mereka mendominasi
sektor-sektor terpenting dan strategis. Mereka
berkepentingan mewujudkan persatuan dua bentuk
masyarakat yang ada dengan mengkondisikan
masyarakat tradisional untuk menerima modernisasi.
Maka terjadilah kontradiksi-kontradiksi antar keduanya
secara mendalam dan esensial. Masyarakat modern
cenderung agresif dan otoriter dalam menghadapi
masyarakat tradisional. Mereka menggunakan
pendekatan apa saja yang memungkinkan untuk
menyodorkan modernisasi kepada masyarakat
tradisional. Masyarakat modern lebih mengutamakan
alternatif-alternatif Barat daripada kembali ke
pandangan hidup masyarakat tradisional. Akan tetapi,
sikap tersebut tidak dapat mencegah hal sebaliknva dari
masyarakat tradisional dalam keimanan, perasaan
nasionalisme, kemerdekaan, dan kehormatan.
Perubahan kepercayaan, pemikiran, kebudayaan, dan
peradaban merupakan prasyarat bagi perubahan
ekonomi, politik, dan sebagainya. Itulah sebabnya,
ketika masyarakat modern tak dapat
mengakomodasikan apa yang tersedia di
lingkungannya, mereka memilih alternatif atau model
dari negara imperialis yang menjadi pusat-pusat
kekuatan dunia. Secara politis, mereka berlindung pada
negara-negara tersebut. Terbukalah kemungkinan
konfrontasi antara kekuatan eksternal dengan kekuatan
internal (kekuatan Islam) bila Islam hendak ditampilkan
sebagai kekuatan nyata.
Melihat strategi yang dicanangkan Barat dalam isu
globalisasi di atas sungguh amat busuk. Mereka
mempunya agenda terselubung dalam mengikis habis
ajaran Islam yang dianut bangsa timur. Penyebaran itu
mereka lakukan melalui penyebaran informasi dengan
sistem teknologi moderennya yang dapat mengirim
informasi keseluruh penjuru dunia. Melalui jalur ini
mereka menguasai public opini yang tidak jarang berisi
serangan, hinaan, pelecehan dan hujatan terhadap Islam
dan mengesankan agama Islam sebagai teroris. Perang
yang mereka lancarkan bukan hanya perang senjata
namun juga perang agama. Mereka berusaha meracuni
dan menodai kesucian Islam lewat idiologi sekuler,
politik, ekonomi, sosbud, teknologi, komunikasi,
keamanan dan sebagainya. Dengan berbagai cara
mereka berusaha menjauhkan umat Islam dari
agamanya. Secara perlahan-lahan tapi pasti mereka
menggerogoti Islam dari dalam dan tujuan akhirnya
adalah melenyapkan Islam dari muka bumi.
Morernisasi bagi umat Islam tidak perlu diributkan,
diterima ataupun ditolak, namun yang paling penting
dari semua adalah seberapa besar peran Islam dalam
menata umat manusia menuju tatanan dunia baru yang
lebih maju dan beradab. Bagi kita semua, ada atau
tidaknya istilah modernisasi dan globalisasi tidak
menjadi masalah, yang penting ajaran Islam sudah
benar-benar diterima secara global, secara mendunia
oleh segenap umat manusia, diterapkan dalam
kehidupan masing-masing pribadi, dalam berkeluarga,
bertetangga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sebagai umat Islam hendaknya nilai modern jangan kita
ukur dari modernnya pakaiannya, perhiasan dan
penampilan, namun moderen bagi umat Islam adalah
moderen dari segi pemikiran, tingkah laku, pergaulan,
ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, social budaya,
politik dan keamanan yang dijiwai akhlakul karimah,
dan disertai terwujudnya masyarakat yang adil,
makmur, sejahtera dalam naungan ridha Allah SWT.
Masyarakat modern tidak mempunyai program revolusi,
melainkan mempunyai program dominasi kekuasaan.
Ini karena masyarakat modern tidak mengambil model
perubahan dari bangsanya, tetapi dari Barat. Padahal
suatu revolusi tidak akan berhasil kecuali bila berasal
dari dalam (bangsa). Dengan kata lain, tidak ada
revolusi dalam rangka perubahan positif dan mendasar
yang dapat mempersatukan dan membebaskan umat,
melenyapkan kezaliman, serta memotivasi orang-orang
untuk bekerja, mengajar, dan berkreasi, melainkan yang
bersumber pada ajaran Islam.
Modernisasi yang memperkuat daya produktifitas dan
komsumtifitas adalah penguatan langsung pada
kapasitas dan intensitas kehidupan manusia modern dari
aspek materialistik. Dalam teory ekology baik
organisasi atau kemasayrakatan, komunitas akan selalu
berjalan kearah titik equalibirium (kesetimbangan) nya.
Ketika modernisasi secara umum yang dipersepsikan
selama ini mengembangkan aspek materialistik
manusia, maka aspek non material seperti spiritual akan
mengikuti perkembangan nya demi keseimbangan yang
semestinya. Sehingga gejala kembali ke Agama dan
spiritual adalah arus utama modernisasi yang mesti
terjadi. Jika tidak modernisasi tak akan pernah lengkap.
Jadi kembali keagama dengan menyemarakan
kehidupan spritual bukanlah gerakan tradisional,
konsrvatif atau kontra modernisasi. Namun
sesungguhnya gejala itu adalah atribut modernisasi
juga. Sehingga tak akan lengkap kemodern-an
seseorang atau komunitas jika laju spiritualnya tak
berkembang menyimbangi laju materialistik.
IMPLEMENTASI IMAN DAN TAQWA DALAM
KEHIDUPAN
Aktualisasi taqwa adalah bagian dari sikap bertaqwa
seseorang. Karena begitu pentingnya taqwa yang harus
dimiliki oleh setiap mukmin dalam kehidupan dunia ini
sehingga beberapa syariat islam yang diantaranya puasa
adalah sebagai wujud pembentukan diri seorang muslim
supaya menjadi orang yang bertaqwa, dan lebih sering
lagi setiap khatib pada hari jum’at atau shalat hari raya
selalu menganjurkan jamaah untuk selalu bertaqwa.
Begitu seringnya sosialisasi taqwa dalam kehidupan
beragama membuktikan bahwa taqwa adalah hasil
utama yang diharapkan dari tujuan hidup manusia
(ibadah).
Aktualisasi taqwa adalah bagian dari sikap bertaqwa
seseorang. Karena begitu pentingnya taqwa yang harus
dimiliki oleh setiap mukmin dalam kehidupan dunia ini
sehingga beberapa syariat islam yang diantaranya puasa
adalah sebagai wujud pembentukan diri seorang muslim
supaya menjadi orang yang bertaqwa, dan lebih sering
lagi setiap khatib pada hari jum’at atau shalat hari raya
selalu menganjurkan jamaah untuk selalu bertaqwa.
Begitu seringnya sosialisasi taqwa dalam kehidupan
beragama membuktikan bahwa taqwa adalah hasil
utama yang diharapkan dari tujuan hidup manusia
(ibadah).
Taqwa adalah satu hal yang sangat penting dan harus
dimiliki setiap muslim. Signifikansi taqwa bagi umat
islam diantaranya adalah sebagai spesifikasi pembeda
dengan umat lain bahkan dengan jin dan hewan, karena
taqwa adalah refleksi iman seorang muslim. Seorang
muslim yang beriman tidak ubahnya seperti binatang,
jin dan iblis jika tidak mangimplementasikan
keimanannya dengan sikap taqwa, karena binatang, jin
dan iblis mereka semuanya dalam arti sederhana
beriman kepada Allah yang menciptakannya, karena
arti iman itu sendiri secara sederhana adalah “percaya”,
maka taqwa adalah satu-satunya sikap pembeda antara
manusia dengan makhluk lainnya. Seorang muslim
yang beriman dan sudah mengucapkan dua kalimat
syahadat akan tetapi tidak merealisasikan keimanannya
dengan bertaqwa dalam arti menjalankan segala
perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, dan
dia juga tidak mau terikat dengan segala aturan
agamanya dikarenakan kesibukannya atau asumsi
pribadinya yang mengaggap eksistensi syariat agama
sebagai pembatasan berkehendak yang itu adalah hak
asasi manusia, kendatipun dia beragama akan tetapi
agamanya itu hanya sebagai identitas pelengkap dalam
kehidupan sosialnya, maka orang semacam ini tidak
sama dengan binatang akan tetapi kedudukannya lebih
rendah dari binatang, karena manusia dibekali akal yang
dengan akal tersebut manusia dapat melakukan analisis
hidup, sehingga pada akhirnya menjadikan taqwa
sebagai wujud implementasi dari keimanannya.
Taqwa adalah sikap abstrak yang tertanam dalam hati
setiap muslim, yang aplikasinya berhubungan dengan
syariat agama dan kehidupan sosial. Seorang muslim
yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan
perintah Tuhannya dan menjauhi segala laranganNya
dalam kehidupan ini. Yang menjadi permasalahan
sekarang adalah bahwa umat islam berada dalam
kehidupan modern yang serba mudah, serba bisa
bahkan cenderung serba boleh. Setiap detik dalam
kehidupan umat islam selalu berhadapan dengan hal-hal
yang dilarang agamanya akan tetapi sangat menarik
naluri kemanusiaanya, ditambah lagi kondisi religius
yang kurang mendukung. Keadaan seperti ini sangat
berbeda dengan kondisi umat islam terdahulu yang
kental dalam kehidupan beragama dan situasi zaman
pada waktu itu yang cukup mendukung kualitas iman
seseorang. Olah karenanya dirasa perlu mewujudkan
satu konsep khusus mengenai pelatihan individu
muslim menuju sikap taqwa sebagai tongkat penuntun
yang dapat digunakan (dipahami) muslim siapapun.
Karena realitas membuktikan bahwa sosialisasi taqwa
sekarang, baik yang berbentuk syariat seperti puasa dan
lain-lain atau bentuk normatif seperti himbauan khatib
dan lain-lain terlihat kurang mengena, ini dikarenakan
beberapa faktor, diantaranya yang pertama muslim
yang bersangkutan belum paham betul makna dari
taqwa itu sendiri, sehingga membuatnya enggan untuk
memulai, dan yang kedua ketidaktahuannya tentang
bagaimana, darimana dan kapan dia harus mulai merilis
sikap taqwa, kemudian yang ketiga kondisi sosial
dimana dia hidup tidak mendukung dirinya dalam
membangun sikap taqwa, seperti saat sekarang
kehidupan yang serba bisa dan cenderung serba boleh.
Oleh karenanya setiap individu muslim harus paham
pos – pos alternatif yang harus dilaluinya, diantaranya
yang paling awal dan utama adalah gadhul bashar
(memalingkan pandangan), karena pandangan (dalam
arti mata dan telinga) adalah awal dari segala tindakan,
penglihatan atau pendengaran yang ditangkap oleh
panca indera kemudian diteruskan ke otak lalu
direfleksikan oleh anggota tubuh dan akhirnya berimbas
ke hati sebagai tempat bersemayam taqwa, jika
penglihatan atau pendengaran tersebut bersifat negatif
dalam arti sesuatu yang dilarang agama maka akan
membuat hati menjadi kotor, jika hati sudah kotor maka
pikiran (akal) juga ikut kotor, dan ini berakibat pada
aktualisasi kehidupan nyata, dan jika prilaku, pikiran
dan hati sudah kotor tentu akan sulit mencapai sikap
taqwa. Oleh karenanya dalam situasi yang serba bisa
dan sangat plural ini dirasa perlu menjaga pandangan
(dalam arti mata dan telinga) dari hal – hal yang
dilarang agama sebagai cara awal dan utama dalam
mendidik diri menjadi muslim yang bertaqwa. Menjaga
mata, telinga, pikiran, hati dan perbuatan dari hal-hal
yang dilarang agama, menjadikan seorang muslim
memiliki kesempatan besar dalam memperoleh taqwa.
Karena taqwa adalah sebaik–baik bekal yang harus kita
peroleh dalam mengarungi kehidupan dunia yang fana
dan pasti hancur ini, untuk dibawa kepada kehidupan
akhirat yang kekal dan pasti adanya. Adanya kematian
sebagai sesuatu yang pasti dan tidak dapat dikira-
kirakan serta adanya kehidupan setelah kematian
menjadikan taqwa sebagai obyek vital yang harus
digapai dalam kehidupan manusia yang sangat singkat
ini. Memulai untuk bertaqwa adalah dengan mulai
melakukan hal-hal yang terkecil seperti menjaga
pandangan, serta melatih diri untuk terbiasa
menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala
laranganNya, karena arti taqwa itu sendiri sebagaimana
dikatakan oleh Imam Jalaluddin Al-Mahally dalam
tafsirnya bahwa arti taqwa adalah “imtitsalu
awamrillahi wajtinabinnawahih”, menjalankan segala
perintah Allah dan menjauhi segala laranganya.
HAKIKAT MANUSIA MENURUT ISLAM
Menurut Islam, manusia adalah makhluk ciptaan Allah;
ia tidaklah muncul dengan sendirinya atau berada oleh
dirinya sendiri. Al-Quran surat al-’Alaq ayat 2
menjelaskan bahwa manusia itu diciptakan Tuhan dari
segumpal darah; Al-Quran surat al-Thariq ayat 5
menjelaskan bahwa manusia dijadikan oleh Allah; Al-
Quran surat al-Rahman ayat 3 menjelaskan bahwa Al-
Rahman (Allah) itulah yang menciptakan manusia.
Masih banyak sekali ayat Al-Quran yang menjelaskan
bahwa yang menjadikan manusia adalah Tuhan. Jadi,
manusia adalah makhluk ciptaan Allah.
Hakikat wujudnya yang lain ialah bahwa manusia
adalah makhluk yang perkembangannya dipengaruhi
oleh pembawaan dan lingkungan. Dalam teori yang
dikembangkan di dunia Barat, dikatakan bahwa
perkembangan seseorang hanya dipengaruhi oleh
pembawaan (nativisme). Sebagai lawannya berkembang
pula teori yang mengatakan bahwa perkembangan
seseorang hanya ditentukan oleh lingkungannya
(empirisme). Sebagai sintesisnya dikembangkan teori
ketiga yang mengatakan bahwa perkembangan
seseorang ditentukan oleh pembawaan dan
lingkungannya (konvergensi).
Dalam Alqur’an ada 3 kata yang digunakan untuk
menunjukan arti manusia, yaitu
1. insan / ins / annas
2. basyar
3. bani adam / dzurriyat adam
Sedangkan yang paling banyak di jelaskan dalam
alquran adalah Basyar dan insan . kata Basyar
menunjukan manusia dari sudut lahiriyahnya ( fisik)
serta persamaanya dengan manusia seluruhnya , seperti
firman Allah dalam surat Al-Anbiya : 34-35:

“kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang


manusiapun sebelum kamu ( Muhamad ) maka apabila
kamu mati apakah mereka akan kekal ? tiap – tiap yang
berjiwa akan mati. kami akan menguji kamu dengan
kebaikan dan keburukan sebagai cobaan (yang sebenar-
benarnya) dan hanya kepada kami kamu dikembalikan ”
(Al-Anbiya : 34-35)
Kata Insan digunakan untuk menunjuk manusia dengan
segala totalitasnya , fisik psikis, jasmani dan rohani. di
dalam diri manusia terdapat tiga kemampuan yang
sangat potensial untuk membentuk struktur
kerohaniahan , yaitu nafsu , akal dan rasa.
Nafsu merupakan tenaga potensial yang berupa
dorongan untuk berbuat kreatif dan dinamis yang yang
dapat berkembang kepada dua arah , yaitu kebaikan dan
kejahatan.
Akal sebagai potensi intelegensi berfungsi sebagai filter
yang menyeleksi mana yang benar dan mana yang salah
yang didorong oleh nafsu akal akan membawa manusia
untuk memahami , meneliti dan menghayati alam dalam
rangka memperoleh ilmu pengetahuandan kesejahteraan
.
Rasa merupakan potensi yang mengarah kepada nilai –
nilai etika, estetika dan agama.
¨bÎ) tûïÏ%©!$# (#qä9$s% $oYš /z’ ª!$# §NèO
(#qßJ»s)tFó™$# Ÿxsù ì$öqyz óOÎgøŠ n=tæ Ÿwur öNèd
š cqçRt“ øts† ÇÊÌÈ “Sesungguhnya orang yang
mengatakan : tuhan kami adalah Allah, kemudian
mereka berIstiqomah maka tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan mereka tiada pula berduka” (Qs Al
Ahqaf : 13)
Ketiga potensi Dasar diatas membentuk Struktur
kerohaniahan yang berada Di dalam diri manusia yang
kemudian akan membentuk manusia sebagai insan.
Konsep basyar dan insan merupakan konsep islam
tentang manusia sebagai individu . Sedangkan dalam
Hubungan social Alqur’an memberikan istilah Annas
yang merupakan jamak dari kata insane dan perwujudan
kualitas keinsanian manusia ini tidak terlepas dari
konteks sosialnya dengan lingkungan.
Menurut al- Toumy al- Syaibani definisi manusia
adalah:
1. Manusia sebagai makhluk Allah yang paling mulia
di muka bumi.
2. Manusia sebagai khalifah di muka bumi.
3. Insan makhluk sosial yang berbahasa.
4. Insan mempunyai tiga dimensi yaitu: badan, akal
dan ruh
5. Insan dengan seluruh perwatakannya dan ciri
pertumbuhannya adalah hasil pencapaian 2 faktor, yaitu
faktor warisan dan lingkungan
6. Manusia mempunyai motivasi, kecenderungan dan
kebutuhan awal baik yang diwarisi mauun yang
diperoleh dalam proses sosialisasi.
7. Manusia mempunyai perbedaan sifat antara yang
satu dengan yang lainnya.
8. Insan mempunyai sifat luwes, lentur, bisa dibentuk
, bisa diubah
Hakikat manusia menurut Allah adalah makhluk yang
dimuliakan, dibebani tugas, bebas memilih dan
bertanggung jawab.
1. Makhluuq (yang diciptakan)
a. Berada dalam fitrah Fitrah dapat membawa
manusia ke arah kebaikan misalnya hati nurani dapat
membedakan mana yang baik, dan mana yang buruk.
[QS Ar Ruum:30]b. Lemah Sebagai makhluk,
manusia juga lemah karena manusia juga diciptakan
dengan keterbatasan akal dan fisik. [QS An
Nisaa’:48]c. Bodoh Beban amanat yang begitu
besar dari Allah, diterima oleh manusia, disaat makhluk
lainnya tidak menyanggupi amanat tersebut karena
beratnya amanat tersebut. [QS Al
Ahzab;72]d. Memiliki kebutuhan Sebagai makhluk
yang terbatas secara fisik dan kemampuan. Maka sangat
mungkin manusia memiliki kebutuhan atau kehendak
kepada Allah. [QS Faathir:15]
1. Mukarram (yang dimuliakan)
a. Ditiupkan ruh [QS As Sajdah:9]
b. Diberi keistimewaan [QS Al Isra:70]
c. Ditundukkan alam untuknya . Semua alam ini
termasuk dengan isinya ini Allah peruntukkan untuk
manusia. [QS Al Jaatsiyah:12-13]
2. Mukallaf (yang mendapatkan beban)
Ibadah Manusia secara umum diciptakan oleh Allah
untuk beribadah sebagai konsekuensi dari
kesempurnaan yang diperolehnya. [QS Adz
Dzaariyaat:56]b. Khilafah Allah mengetahui siapa
sebenarya manusia, sehingga Allah tetap menjadikan
manusia sebagai khalifah di bumi walaupun malaikat
tidak setuju. [QS Al Baqarah:30]
3. Mukhayyar (yang bebas mamilih)
Manusia diberi kebebasan memilih untuk beriman atau
kafir pada Allah. [QS Al kahfi :29]
4. Majziy (yang mendapat balasan)
a. Surga Manusia diminta pertanggungjawaban atas
segala sesuatu yang dilakukannya, Allah menyediakan
surga untuk mereka yang beriman dan beramal soleh
yaitu mereka yang menjalankan perintah Allah dan
menjauhi larangannya. [QS As Sajdah:19, Al Hajj:14]
b. Neraka Balasan di akhirat terhadap perbuatan
manusia adalah bentuk keadilan yang Allah berikan di
akhirat. Mereka yang tidak menjalankan perintah Allah
mendapatkan hukuman yang setimpal yaitu dimasukkan
ke dalam neraka. [QS As Sajdah:20]
Persamaan dan perbedaan manusia dengan makhluk
lain
Dibanding makhluk lainnya manusai mempunyai
kelebihan-kelebihan. Kelebihan-kelebihan itu
membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Kelebihan manusia adalah kemampuan untuk bergerak
dalam ruang yang bagaimanapun, baik didarat, dilaut,
maupun diudara. Sedangkan binatang bergerak diruang
yang terbatas. Walaupun ada binatang yang bergerak
didarat dan dilaut, namun tetap saja mempunyai
keterbatasan dan tidak bisa melampaui manusia.
Disamping itu, manusia diberi akal dan hati, sehingga
dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa
al-Quran menurut sunah rasul. Dengan ilmu manusia
mampu berbudaya. Allah menciptakan manusia dalam
keadaan sebaik-baiknya (at-Tiin : 95:4). Namun
demikian, manusia akan tetap bermartabat mulia kalau
mereka sebagai khalifah ( makhluk alternatif ) tetap
hidup dengan ajaran Allah ( QS. Al-An’am : 165 ).
Karena ilmunya itulah manusia dilebihkan ( bisa
dibedakan ) dengan makhluk lainny.
Jika manusia hidup dengn ilmu selain ilmu Allah,
manusia tidak bermartabat lagi. Dalam keadaan
demikian manusia disamakan dengan binatang, “mereka
itu seperti binatang ( ulaaika kal an’aam ), bahkan lebih
buruk dari binatang ( bal hum adhal ). Dalam keadaan
demikian manusia bermartabat rendah ( at-Tiin : 4 ).
Tujuan Hidup manusia
Sebagai makhluk yang paling sempurna yang telah
diciptakan oleh allah didunia, peranan manusia dalam
kehidupan di bumi tentulah sangat vital. oleh karena itu
dalam hidup manusia memiliki banyak sekali tujuan.
Adapun tujuan – tujuan tersebut dapat dikelompokan
menjadi dua
A. dilihat dari arahnya, dibedakan menjadi :
1. Tujuan Hidup vertikal : Mencari ridho Allah
2. Tujuan hidupo horizontal :
Ø Bahagia di dunia dan akhirat
Ø rahmat bagi semua manusia dan seluruh alam
B. Dilihat dari segi lingkunganya :
1. tujuan hidup pribadi
2. tujuan hidup anggota keluarga
3. tujuan hidup anggota lingkungan
4. tujuan hidup warga negara / Bangsa
5. tujuan hidup warga dunia
6. tujuan hidup alam semesta
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan suatu
konsep etika politik modern dengan gagasan pokok
penghargaan terhadap manusia dan kemanusiaan.
Gagasan ini membawa kepada sebuah tuntunan moral
bagaimana seharusnya manusia memperlakukan ke
sesama manusia. Tuntunan moral tersebut merupakan
ajaran inti dari semua agama. Sebab, semua agama
mengajarkan pentingnya penghargaan dan
penghormatan terhadap manusia. Tuntunan moral itu
diperlukan untuk melindungi seseorang atau suatu
kelompok yang lemah (al-mustad’afin) dari tindakan
dzalim yang semena-mena yang biasanya datang dari
mereka yang kuat dan berkuasa. Karena itu, esensi dari
konsep hak asasi manusia adalah penghormatan
terhadap kemanusiaan seseorang tanpa kecuali dan
tanpa ada diskriminasi berdasarkan apapun dan demi
alasan apapun, serta pengakuan terhadap martabat
manusia sebagai makhluk termulia di muka bumi.

Pengertian HAM
a) Secara Umum
Ø Hak asasi manusia adalah hak-hak yang telah dipunyai
seseorang sejak ia dalamkandungan dan merupakan
pemberian dari Tuhan.HAM Berlaku secara universal
Ø Tercantum dalam UUD 1945 Republik Indonesia,
seperti pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2,
pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1

b) HAM Menurut Konsep Barat


Istilah hak asasi manusia baru muncul setelah
Revolusi Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi
dengan tokoh-tokoh gereja untuk merampas hak-hak
rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari
penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa
dari kedua kaum ini, muncullah perlawanan rakyat dan
yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui
aturan tentang hak asasi manusia.
Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia
dari Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di
Amerika pengumuman dilakukan tahun 1773. Hak asasi
ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis
dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta
dideklarasikan pada 26 Agustus 1789. Kemudian
deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia
dikeluarkan pada Desember 1948.
Dalam istilah modern, yang dimaksud dengan hak
adalah wewenang yang diberikan oleh undang-undang
kepada seseorang atas sesuatu tertentu dan nilai
tertentu. Dan dalam wacana modern ini, hak asasi
dibagi menjadi dua:
Ø Hak asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu
menurut kelahirannya, seperti: hak hidup, hak
kebebasan pribadi dan hak bekerja.
Ø Hak asasi yang diperoleh manusia sebagai bagian dari
masyarakat sebagai anggota keluarga dan sebagai
individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak
berumah-tangga, hak mendapat keamanan, hak
mendapat keadilan dan hak persamaan dalam hak.
Terdapat berbagai klasifikasi yang berbeda mengenai
hak asasi manusia menurut pemikiran barat, diantaranya
:
1. Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk
di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan
serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di
dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat.
2. Pembagian hak menjadi tiga: hak kebebasan
kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani,
dan hak kebebasan membentuk perkumpulan dan
perserikatan.
3. Pembagian hak menjadi dua: kebebasan negatif yang
memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk
kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi
pelayanan negara kepada warganya.

c) HAM Menurut Konsep Islam


Hak asasi manusia dalam Islam tertuang secara
jelas untuk kepentingan manusia, lewat syari’ah Islam
yang diturunkan melalui wahyu. Menurut syari’ah,
manusia adalah makhluk bebas yang mempunyai tugas
dan tanggung jawab, dan karenanya ia juga mempunyai
hak dan kebebasan. Dasarnya adalah keadilan yang
ditegakkan atas dasar persamaan atau egaliter, tanpa
pandang bulu. Sistem HAM Islam mengandung
prinsip-prinsip dasar tentang persamaan, kebebasan dan
penghormatan terhadap sesama manusia. Persamaan,
artinya Islam memandang semua manusia sama dan
mempunyai kedudukan yang sama, satu-satunya
keunggulan yang dinikmati seorang manusia atas
manusia lainya hanya ditentukan oleh tingkat
ketakwaannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah
dalam Surat Al-Hujarat ayat 13, yang artinya sebagai
berikut : “Hai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan
kamu dari laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di
antara kaum adalah yang paling takwa.”
2. DEMOKRASI

Secara etimologi Demokrasi berarti “Pemerintahan


oleh Rakyat”. Inilah yang menyebabkan demokrasi
dengan istilah-istilah pemerintahan lainnya di mana
tidak mempunyai hak paten dari rakyat. Amerika
mendefinisikan demokrasi sesuai dengan apa yang di
ucapkan oleh presiden ke-16 mereka, Abraham Lincoln
(1809-1865): “Pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat”. Dengan kata lain di dalam demokrasi
terdapat partisipasi rakyat luas (public) dalam
mengambil keputusan yang berdampak kepada
kehidupan bermasyarakat.
Secara literatur, demokrasi berarti kekuasaan dari
rakyat, berasal dari bahasa Yunani demos (rakyat) dan
kratos (kekuasaan).
Secara historis, istilah Demokrasi telah dikenal
sejak abad ke-5 SM, yang pada awalnya sebagai
respons terhadap pengalaman buruk monarki dan
kediktatoran di Negara-negara kota Yunani kuno.

a) Demokrasi dalam Islam dilandasi atas tiga hal :


> Musyawarah (syura)
Kepada semua pimpinan organisasi diminta
menyelesaikan sesuatu dengan musyawarah. Dengan
musyawarah tidak terjadi otoriter dan kesewenang-
wenangan.
> Ijma
Ijma’ adalah kesepakatan ulama di suatu negeri atas
hukum sesuatu yang disepakati bersama. Misal :
membukukan Al Quran.
> Ijtihad
Ijtihad adalah mengerahkan sesuatu dengan segala
kesungguhan. Atau mengerahkan segala potensi dan
kemampuan semaksimal mungkin untuk menetapkan
untuk menetapkan hukum hukum Islam
b) Konsep Demokrasi dalam Islam
Konsep demokrasi tidak sepenuhnya bertentangan dan
tidak sepenuhnya sejalan dengan Islam
> Demokrasi tersebut harus berada di bawah payung
agama.
> Rakyat diberi kebebasan untuk menyuarakan
aspirasinya.
> Pengambilan keputusan senantiasa dilakukan
dengan musyawarah.
> Suara mayoritas tidaklah bersifat mutlak meskipun
tetap menjadi pertimbangan utama dalam musyawarah.
> Musyawarah atau voting hanya berlaku pada
persoalan ijtihadi; bukan pada persoalan yang sudah
ditetapkan secara jelas oleh Alquran dan Sunah.
> Produk hukum dan kebijakan yang diambil tidak
boleh keluar dari nilai-nilai agama.
> Hukum dan kebijakan tersebut harus dipatuhi oleh
semua warga.
Demokrasi dalam Islam berbeda dengan Demokrasi
barat dalam beberapa hal penting, di antaranya :
• Islam mengakui bahwa kedaulatan hanya di tangan
Allah dan para wali-Nya yang terpilih, yaitu sebagai
khalifah. Seorang khalifah memerintah suatu negara
atas nama Allah. Dia bukanlah pemimpin yang berdiri
sendiri dan bebas berkehendak sesuai kehendak hatinya.
Al-Quran menyatakan bahwa segala sesuatu yang ada
di langit dan di bumi adalah milik Allah SWT dan tiada
seorangpun yang sederajat dengan-Nya.
• Al-Quran menjelaskan : “katakanlah (wahai
Muhammad): Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan
(kedaulatan), engkau berikan kerajaan kepada yang
engkau kehendaki dan engkau cabut kerajaan dari yang
engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang
engkau kehendaki dan engkau hinakan orang yang
engkau kehendaki” (Qs. Al-Imran :26).
Etika Moral Dan Akhlak Dalam Islam
 Pengertian
Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal
dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan
atau adat. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika
diartikan ilmu pengetahuan tentang azaz-azaz akhlak
(moral). Dari pengertian kebahsaan ini terlihat bahwa
etika berhubungan dengan upaya menentukan tingkah
laku manusia. Adapun arti etika dari segi istilah, telah
dikemukakan para ahli dengan ungkapan yang berbeda-
beda sesuai dengan sudut pandangnya. Menurut ahmad
amin mengartikan etika adalah ilmu yang menjelaskan
arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya
dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus
dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan
menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang
seharusnya diperbuat.

Arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin,


mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adapt
kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia
dikatan bahwa moral adalah pennetuan baik buruk
terhadap perbuatan dan kelakuan.Selanjutnya moral
dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan
untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai,
kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara layak
dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Berdasarkan kutipan tersebut diatas, dapat dipahami
bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk
memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan
nilai (ketentuan) baik atau buruk, benar atau salah. Jika
pengertian etika dan moral tersebut dihubungkan satu
dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa antara
etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-
sama membahas tentang perbuatan manusia selanjutnya
ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.

Ahlak ialah hal ihwan yang melekat pada jiwa


(Sanubari). Dari situ timbul perbuatan-perbuatan secara
mudah tanpa dipikir panjang dan diteliti terlebih dahulu
(Spontanitas). Apabila hal ihwal atau tingkah laku itu
menimbulkan perbuatan-perbuatan baik dan terpuji
menurut pikiran dan syari’ah, maka tingkah laku itu
disebut ahklak yang baik. Apabila menimbulkan
perbuatan-perbuatan yang buruk, maka tingkah laku
disebut ahklak yang buruk. Ahklak terpuji dan baik
tidak akan terbentuk begitu saja, landasan dalam islam
adalah al-qur’an dan al-hadits, yakni kitab Allah dan
sunnah rasullnya. Dari kedua landasan inilah dijelaskan
kreteria demi kreteria antara kebajikan dan kejahatan,
keutamaan dan keburukan, terpuji dan tercelah. Kedua
Landasan itupula yang dapat dijadikan cermin dan
ukuran akhlak muslim. Ukuran itu ialah iman dan takwa
semakin tinggi keimanan dan ketakwaan semakin tinggi
keimanan dan ketakwaan seseorang, akan seakin baik
pula ahlaknya, namun sebaliknya, semakin rendah nilai
keimanan dan ketakwaan seseorang maka akan semakin
rendah pula kualitas ahlaknya.

 Karakteristik etika dalam islam


Etika dalam Islam memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia
kepada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri
dari tingkah laku yang buruk.
2. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi
sumber moral, ukuran baik dan buruknya perbuatan
seseorang didasarkan kepada al-Qur’an dan al-
Hadits yang shohih.
3. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif,
dapat diterima dan dijadikan pedoman oleh seluruh
umat manusia kapanpun dan dimanapun mereka
berada.
4. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah
manusia kejenjang akhlak yang luhur dan mulia
serta meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya
memanusiakan manusia.
Etika islam merupakan pedoman mengenai perilaku
individu maupun masyarakat di segala aspek kehidupan
yang sesuai dengan ajaran islam.

 Hubungan tasawuf dengan akhlak

Antara Ilmu Akhlak dan Ilmu Tasawuf memiliki


hubungan yang berdekatan. Pengertian Ilmu Tasawuf
adalah Ilmu yang dengannya dapat diketahui hal-hal
yang terkait dengan kebaikan dan keburukan jiwa.
Tujuan Ilmu Tasawuf itu sendiri adalah untuk
mendekatkan diri kepada Allah dengan cara
membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan
menghias diri dengan perbuatan yang terpuji.
Dengan demikian dalam proses pencapaian tujuan
bertasawuf seseorang hares terlebih dahulu berakhlak
mulia.Pada dasarnya bertasawuf adalah melakukan
serangkaian ibadah seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan
sebagainya. Hubungan antara Ilmu Akhlak dengan Ilmu
Tasawuf lebihlanjutr dapat diuraikan sebagai berikut:
Ketika mempelajari tasawuf ternyata pula bahwa Al-
Qur'an dan AI-Hadist mementingkan akhlak. AI-Qur'an
dan Al-Hadist menekankan mlai-nilai kejujuran,
kesetiakawanan, persaudaraan, rasa kesosialan, rasa
keadilan, tolong-menolong, murah hati, suka memberi
maaf, sabar, baik sangka, berkata benar, pemurah,
keramahan, bersih hati, berani, kesucian, hemat,
menepati janji, disiplin, mencintai iImu dan berfikir
lurus. Nilai-nilai serupa ini yang harus dimiliki oleh
seorang muslim dan dimasukkan ke dalam dirinya dari
semasa ia kecil. Jadi hubungan antara Ilmu Akhlak dan
Ilmu Tasawuf dalam Islam ialah bahwa akhlak
merupakan pangkal tolak tasawuf, sedangkan tasawuf
adalah esensi dari akhlak itu sendiri.

 Aktualisasi akhlak dalam kehidupan masyarkat

Kedudukan akhlak dalam agama Islam adalah identik


dengan pelaksanaan agama Islam itu sendiri dalam
segala bidang kehidupan. Maka pelaksanaan akhlak
yang mulia adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban
dan menjauhi segala larangan-larangan dalam agama,
baik yang berhubungan dengan Allah maupun yang
berhubungan dengan makhluknya, dirinya sendiri,
orang lain dan lingkungannya dengan sebaik-baiknya,
seakan-akan melihat Allah dan apabila tidak bisa
melihat Allah maka harus yakin bahwa Allah selalu
melihatnya sehingga perbuatan itu benar-benar
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Akhlak yang perlu diaktualisasikan dalam kehidupan


adalah sebagai berikut:
1. Akhlak kepada Allah swt.
a. Mentauhidkan Allah swt. (QS. Al-Ikhlas/112:1-4)
b. Beribadah kepada Allah swt. (QS. Adz-
Dzaariyat/51:56)
c. Berdzikir kepada Allah swt. (QS. Ar- Ra’d/13:28)
d. Tawakkal kepada Allah swt. (QS. Hud/111:123)

2. Akhlak terhadap diri sendiri


a. Sabar (QS. Al-Baqarah/2:153)
b. Syukur (QS. An-Nahl/16:14)
c. Tawaddu (QS. Luqman/31:18)
d. Iffah, yaitu mensucikan diri dari perbuatan terlarang
(QS. Al-Isra/17:26)
e. Amanah (QS. An-Nisa/14:58)
f. yajaah (QS. Al-Anfaal/18:15-16)
g. Qanaah (QS. Al-I?sra/17:26)
3. Akhlak terhadap orang lain
1. Akhlak terhadap kedua orang tua (QS. Al-
Isra/17:23-24)
2. Akhlak terhadap keluarga, yaitu mengembangkan
kasih sayang, keadilan dan perhatian. (QS. An-
Nahl/16:90 dan QS. At-Tahrim/66:6)
3. Akhlak terhadap tetangga (QS. An-Nisa/4:36)
4. Akhlak terhadap lingkungan
Berakhlak terhadap lingkungan hidup adalah di mana
manusia menjalin dan mengembangkan hubungan yang
harmonis dengan alam sekitarnya. Allah menyediakan
kekayaan alam yang melimpah hendaknya disikapi
dengan cara mengambil dan memberi dari dan kepada
alam serta tidak dibenarkan segala bentuk perbuatan
yang merusak alam. Maka alam yang terkelola dengan
baik dapat memberi manfaat yang berlipat ganda,
sebaliknya alam yang dibiarkan merana dan diambil
manfaatnya saja justru mendatangkan malapetaka bagi
manusia. (QS. Al-Qashash/28:77, QS. ar-Rum/30:41,
dan QS. Hud/11:61)
1. Pengertian IPTEK dan SENI

Berdasarkan sudut pandang filsafat ilmu, pengetahuan


dan ilmu pengetahuan mempunyai makna yang
berbeda. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang
diketahui manusia melalui pancaindra. Sedangkan ilmu
adalah pengetahuan yang telah disusun,
diklasifikasikan, dan diverifikasi sehingga
menghasilkan kebenaran objektif dan dapat diuji ulang
secara ilmiah. Dalam Al-Quran ilmu digunakan dalam
proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan
sehingga memperoleh kejelasan.
Teknologi merupakan produk ilmu pengetahuan.
Perbedaan ilmu pengetahuan dan teknologi terletak
pada sudut pandang budayanya karena teknologi
termasuk salah satu unsur budaya dan hasil dari
penerapan praktis ilmu pengetahuan. Sebuah teknologi
dapat berdampak negatif berupa ketimpangan-
ketimpangan dalam kehidupan manusia dan
lingkungannya yang berakibat kehancuran alam
semesta jika kita atau seorang ilmuan tidak
menerapkannya secara fungsional. Sedangkan dampak
positifnya berupa kemajuan dan kesejahteraan bagi
manusia.
Seni adalah hasil ungkapan akal dan budi manusia
dengan segala prosesnya, seni juga merupakan ekspresi
jiwa seseorang kemudian hasil ekspresi jiwa tersebut
dapat berkembang menjadi bagian dari budaya manusia,
karena seni itu diidentik dengan keindahan, keindahan
yang hakiki identik dengan kebenaran. Keduanya
memiliki nilai yang sama yaitu keabadian.
Benda-benda yang diolah secara kreatif oleh
tangan-tangan halus sehingga muncul sifat-sifat
keindahan dalam pandangan manusia secara umum,
itulah sebagai karya seni. Seni yang lepas dari nilai-
nilai ketuhanan tidak akan abadi karena ukurannya
adalah nafsu bukan akal dan budi. Seni mempunyai
daya tarik yang selalu bertambah bagi orang-orang
yang kematangan jiwanya terus bertambah.
Islam sebagai agama yang mengandung aturan, moral,
aqidah dan syariah, senantiasa mengukur sesuatu
(benda-benda, karya seni, aktivitas) dengan
pertimbangan-pertimbangan ketiga aspek tersebut. Oleh
karena itu, seni yang bertentangan atau merusak moral,
akidah dan
syariat, tidak akan diakui sebagai sesuatu yang bernilai
seni. Dengan demikian, semboyan seni untuk seni tidak
dapat diterima dalam islam.
2. Syarat-syarat Ilmu

Dari sudut pandang filsafat, ilmu lebih khusus


dibandingkan dengan pengetahuan. Suatu pengetahuan
dapat dikategorikan sebagai ilmu apabila memenuhi
tiga unsur pokok sebagai berikut:
1) Ontologi artinya bidang studi yang bersangkutan
memiliki obyek studi yang jelas. Obyek studi harus
dapat diidentfikasikan, dapat diberi batasan, dapat
diuraikan, sifat-sifatnya yang esensial. Obyek studi
sebuah ilmu ada dua yaitu obyek material dan obyek
formal.
2) Epistimologi artinya bidang studi yang
bersangkutan memiliki metode kerja yang jelas. Ada
tiga metode kerja suatu bidang studi yaitu metode
deduksi, induksi dan induksi.
3) Aksiologi artinya bidang studi yang bersangkutan
memiliki nilai guna atau kemanfaatannya. Bidang studi
tersebut dapat menunjukkan nilai-nilai teoritis, hukum-
hukum, generalisasi, kecenderungan umum, konsep-
konsep dan kesimpulan-kesimpulan logis, sistematis
dan koheren. Dalam teori dan konsep terseubut tidak
terdapat kerancuan atau kesemerawutan pikiran, atau
penetangan kondtradiktif diantara satu sama lainnya.

3. Sumber Ilmu Pengetahuan

Dalam pemikiran Islam ada dua sumber ilmu yaitu akal


dan wahyu. Keduanya tidak boleh dipertentangkan,
karena manusia diberi kebebasan dalam
mengembangkan akal budinya berdasarkan tuntutan al-
Qur’an dan sunnah rasul. Atas dasar itu, ilmu dalam
pemikiran Islam ada yang bersifat abadi (perennial
knowledge) dan tingkat kebenarannya bersifat mutlak
(absolute) karena bersumber dari wahyu Allah dan ilmu
yang bersifat perolehan (aquired knowledge) tingkat
kebenarannya bersifat nisbi (relative) karena bersumber
dari akal pikiran manusia.
Maka dari itu tidak ada istilah final dalam suatu produk
ilmu pengetahuan, sehingga setiap saat selalu terbuka
kesempatan untuk melakukan kjian ulang atau
perbaikan kembali. Kedua sumber ilmu tadi akan
dijelaskan sebagai berikut:
1) Sumber ilmu dari Allah SWT atau Wahyu
Ilmu yang bersumber pada agama atau Allah SWT
diturunkan kepada manusia melalui para Rasul-Rasul
Allah, berupa wahyu Allah yang diabadikan dalam
kitab suci masing-masing diantaranya:
a. Zabur (mazmur), kitab Nabi Daud as.
b. Taurat (thorah), kitab Nabi Musa as.
c. Injil, kitab Nabi Isa al-masih as.
d. Al-Quranul karim, kitab Nabi Muhammad SAW.
2) Sumber ilmu dari akal atau Filsafat
Semua ilmu pengetahuan yang kita kenal sekarang ini
bersumber dari Filsafat (Philosophia), yang dianggap
sebagai induk dari segala ilmu pengetahuan. Filsafat
pada masa itu mencakup pula segala pemikiran
mengenai masyarakat. Lama-kelamaan sejalan dengan
perkembangan zaman dan tumbuhnya peradaban
manusia, berbagai ilmu pengetahuan yang semula
tergabung dalam filsafat, memisahkan diri dan
berkembang mengejar tujuan masing-masing. Dalam
islam kita juga mengenal banyak ilmuwan-ilmuwan
atau para filosof misalnya, Imam Hanafi, Imam Maliki,
Imam Syafi'i, dan Imam Hambali adalah tokoh islam
dalam bidang ilmu fiqih, Abu Hasan Al Asy'ari adalah
tokoh ilmuwan muslim di bidang ilmu tauhid, Imam
Ghazali adalah tokoh yang terkenal dalam bidang ilmu
tafsir, ilmu fiqih, ilmu filsafat, dan ilmu akhlak, Ibnu
Sina adalah tokoh dalam bidang kedokteran dan filsafat,
Al Biruni adalah ahli dalam ilmu fisika dan ilmu
astronomi, Jabir ibn Hayyan adalah ahli kimia dari
kalangan kaum muslimin, Al Khawarizmi di bidang
matematika dan Al Mas'udi yang terkenal sebagai ahli
geografi serta sejarah.
Dari berbagai ragam ilmu pengetahuan yang berinduk
dari filsafat tersebut pada garis besarnya dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
a. Ilmu-ilmu Alamiah (Natural Sciences), yang
meliputi fisika, kimia, astronomi, biologi, botani dan
sebagainya.
b. Ilmu-ilmu Sosial (Social Sciences), yang terdiri
dari sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, politik,
sejarah, hukum dan sebagainya.
c. Ilmu-ilmu budaya (Humanities), yang terdiri dari
cinta kasih, agama, ilmu, budaya, kesenian, bahasa,
kesusastraan dan sebagainya.

4. Integrasi Iman, Ipteks dan Amal

Dalam pandangan Islam, agama, ilmu pengetahuan,


teknologi dan senimempunyai hubungan yang harmonis
dan dinamis yang terintegrasi dalam suatu sistem
Dienul Islam (agama islam). Dalam Al-Quran surat
Ibrahim: 24-25, Allah telah memberian ilustrasi indah
tentang integrasi antara iman, ilmu dan amal. Unsur
tersebut mengumpamakan bangunan Islam seperti
sebatang pohon yang kokoh. Iman diidentikkan dengan
akar dari sebuah pohon yang menopang tegaknya
ajaran Islam. Ilmu diidentikkan dengan
batang pohon yang mengeluarkan cabang-
cabang ilmu pengetahuan. Sedangkan teknologi dan
seni ibarat buah dari pohon itu. Pengembangan IPTEKS
yang terlepas dari keimanan dan ketakwaan tidak akan
menghasilkan manfaat bagi umat manusia dan alam
lingkungannya bahkan menjadi malapetaka bagi
kehidupannya sendiri. Ilmu-ilmu yang dikembangkan
atas dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allah
akan memberikan jaminan kemanfaatan bagi
kehidupan umat manusia termasuk bagi lingkungannya
serta mencerminkan suatu ibadah dalam prektiknya.
Semua satu kesatuan tersebut tidak lepas dari sumber-
sumber kebenaran ilmiah dimana ada sebuah
keterkaitan Al-Quran dan Alam Semesta.

5. Batasan pengembangan IPTEKS dalam islam


a. Al-Quran
b. Hadist
c. Ijtihad
Orang yang melakukan ijtihadnya dengan benar (para
mujtahid) akan mendapat dua pahala.
Seni akan menjadi haram jika:
a. Seni suara dan seni musik (membuat orang lupa
akan Allah), Al-Khamr (minuman arak) , dan al-qainat
(penyanyi cabul).
b. Seni rupa (gambar, terutama patung), yang ada
hubungannya dengan jiwa kemusyrikan dan
penyembahan berhala. Pelukisan Tuhan merupakan
menyekutukanNya sehingga itu merupakan kesenian
yang diharamkan.

6. Keutamaan Orang Berilmu dan Beramal


Perbuatan baik seseorang tidak akan bernilai amal
shaleh apabila perbuatan tersebut tidak dibangun atas
nilai-nilai iman dan ilmu yang benar. Sama halnya
dengan perkembangan IPTEKS yang lepas dari
keimanan dan ketakwaan tidak akan bernilai ibadah
serta tidak akan menghasilkan kemaslahatan bagi umat
manusia dan alam lingkungannya. Manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna,
kesempurnaannya karena dibekali seperangkat potensi.
Potensi yang paling utama adalah akal. Dan akal
tersebut berfungsi untuk berpikir hasil pemikirannya
adalah ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Ilmu-ilmu yang dikembangkan atas dasar keimanan dan
ketakwaan pada Allah SWT, akan memberikan jaminan
kemaslahatan bagi kehidupan umat manusia termasuk
bagi lingkungannya. Allah berjanji dalam Q.S 58(Al-
Mujadalah):11:
‫َللاُ الَّذِينَ ِم ْن ُك ْمآ َ َمنُوا َوالَّذِينَ دَ َر َجات ٍْال ِع ْل َمأُوتُوا‬
َّ ِ‫َي ْرفَع‬
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu
beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Menurut Al-Gazhali bahwa makhluk yang paling mulia
adalah manusia, sedangkan sesuatu yang paling mulia
pada diri manusia adalah hatinya, tugas utama pendidik
adalah menyempurnakannya, membersihkan dan
mengiringi peserta didik agar hatinya selalu dekat
kepada Allah swt, melalui perkembangan ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu, para pendidik akan selalu
dikenang oleh anak didiknya. Kemudian al-Gazhali
memberikan argumentasi yang kuat, baik berdasarkan
al-Qur’an as Sunnah, maupun argumentasi secara
rasional. Sehingga kita dapat mengatakan bahwa
mengajarkan ilmu bukan hanya termasuk aspek ibadah
kepada Allah swt, melainkan juga termasuk khalifah
Allah swt, karena hati orang alim telah dibukakan oleh
Allah SWT.
Keutamaan orang yang berilmu menurut Al-Ghazali :
- Bagaikan matahari, selain menerangi dirinya juga
penerang orang lain.
- Bagaikan minyak kasturi yang selalu menyebarkan
keharuman bagi orang yang berpapasan dengannya.

7. Tanggung jawab Ilmuwan Terhadap Lingkungan


Pada hakikatnya manusia dan alam itu satu, dan berada
dibawah hokum serta aturan yang satu yaitu hukum
alam. Kemudian gunung, daratan, padang pasir, sungai,
hutan, danau, semuanya itu hanyalah bagian dari alam
saja. Ketika manusia berbuat baik terhadap
lingkungannya berarti baik pula terhadap dirinya
sendiri, dan sebaliknya. Para ilmuan tidak hanya
memegang tanggungjawab terhadap permasalahan
sosial namun juga tanggung jawab terhadap lingkungan
sekitar. Dalam dimensi etis atau religious seorang
ilmuan hendaknya tidak melanggar kepatutan
berdasarkan keilmuan yang ditekuninya. Karena
tanggung jawab ilmuwan merupakan ikhtiar mulia
sehingga seorang ilmuwan tidak mudah tergoda, apalagi
tergelincir untuk menyalahgunakan ilmu yang dapat
merusak kehidupan alam.
Allah memberikan kita alam dengan potensi yang
melimpah yang bisakita pakai untuk kebutuhan rohani,
kebutuhan lahiriah namun di sisi lain Allah juga
memerintahkan kita untuk mengembangkannya, tetap
menjaga eksistensinya guna memenuhi kebutuhan anak
cucu kita selanjutnya. Mengabdi kepada AllahSWT
dapat dilakukan beberapa cara, yaitu:

a. Mengabdi langsung kepada Allah (vertikal)

b. Menjaga hubungan sesama manusia (horizontal)

c. Dan hubungan kita dengan alam sekitar (diagonal).

Ada dua fungsi utama manusia di dunia, yaitu sebagai


abdun (hamba Allah) dan khalifah fil ardhi. Essensi dari
abdun adalah ketaatan kepada Allah, dan essensi
khalifah adalah tanggung jawab terhadap diri sendiri
dan alam lingkungannya. Manusia sebagai khalifah
bertanggung jawab untuk menjaga keseimbangan alam
dan lingkungannya, mengeksplorasi sumberdaya alam
untuk sesuatu yang bermanfaat. Oleh karena itu,
tanggung jawab kekhalifahan banyak bertumpu pada
ilmuwan dan para intelektual yang mampu
memanfaatkan sumber daya alam ini.
Kerukunan antar umat beragama menurut
pandangan Islam
Kerukunan adalah istilah yang dipenuhi oleh muatan
makna “baik” dan “damai”. Intinya, hidup bersama
dalam masyarakat dengan “kesatuan hati” dan
“bersepakat” untuk tidak menciptakan perselisihan dan
pertengkaran (Depdikbud, 1985:850) Bila pemaknaan
tersebut dijadikan pegangan, maka “kerukunan” adalah
sesuatu yang ideal dan didambakan oleh masyarakat
manusia. Namun apabila melihat kenyataan, ketika
sejarah kehidupan manusia generasi pertama keturunan
Adam yakni Qabil dan Habil yang berselisih dan
bertengkar dan berakhir dengan terbunuhnya sang adik
yaitu Habil; maka apakah dapat dikatakan bahwa
masyarakat generasi pertama anak manusia bukan
masyarakat yang rukun? Apakah perselisihan dan
pertengkaran yang terjadi saat ini adalah mencontoh
nenek moyang kita itu? Atau perselisihan dan
pertengkaran memang sudah sehakekat dengan
kehidupan manusia sehingga dambaan terhadap
“kerukunan” itu ada karena “ketidakrukunan” itupun
sudah menjadi kodrat dalam masyarakat manusia?.
Pertanyaan seperti tersebut di atas bukan menginginkan
jawaban akan tetapi hanya untuk mengingatkan bahwa
manusia itu senantiasa bergelut dengan tarikan yang
berbeda arah, antara harapan dan kenyataan, antara cita-
cita dan yang tercipta.
Manusia ditakdirkan Allah Sebagai makhluk social
yang membutuhkan hubungan dan interaksi sosial
dengan sesama manusia. Sebagai makhluk social,
manusia memerlukan kerja sama dengan orang lain
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan
material maupun spiritual.
Ajaran Islam menganjurkan manusia untuk bekerja
sama dan tolong menolong (ta’awun) dengan sesama
manusia dalam hal kebaikan. Dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan umat Islam dapat berhubungan dengan
siapa saja tanpa batasan ras, bangsa, dan agama.
A. Kerja sama intern umat beragama
Persaudaraan atau ukhuwah, merupakan salah satu
ajaran yang mendapat perhatian penting dalam islam.
Al-qur’an menyebutkan kata yang mengandung arti
persaudaraan sebanyak 52 kali yang menyangkut
berbagai persamaan, baik persamaan keturunan,
keluarga, masyarakat, bangsa, dan agama. Ukhuwah
yang islami dapat dibagi kedalam empat macam,yaitu :
- Ukhuwah ’ubudiyah atau saudara sekemakhlukan dan
kesetundukan kepada Allah.
- Ukhuwah insaniyah (basyariyah), dalam arti seluruh
umat manusia adalah bersaudara, karena semua berasal
dari ayah dan ibu yang sama;Adam dan Hawa.
- Ukhuwah wathaniyah wannasab,yaitu persaudaraan
dalam keturunan dan kebangsaan.
- Ukhuwwah fid din al islam, persaudaraan sesama
muslim.
Esensi dari persaudaraan terletak pada kasih sayang
yang ditampilkan bentuk perhatian, kepedulian,
hubungan yang akrab dan merasa senasib
sepenanggungan. Nabi menggambarkan hubungan
persaudaraan dalam haditsnya yang artinya ” Seorang
mukmin dengan mukmin yang lain seperti satu tubuh,
apabila salah satu anggota tubuh
terluka, maka seluruh tubuh akan merasakan
demamnya. Ukhuwwah adalah persaudaraan yang
berintikan kebersamaan dan kesatuan antar sesama.
Kebersamaan di akalangan muslim dikenal dengan
istilah ukhuwwah Islamiyah atau persaudaraan yang
diikat oleh kesamaan aqidah.
Persatuan dan kesatuan sebagai implementasi ajaran
Islam dalam masyarakat merupakan salah satu prinsip
ajaran Islam.
Salah satu masalah yang di hadapi umat Islam sekarang
ini adalah rendahnya rasa kesatuan dan persatuan
sehingga kekuatan mereka menjadi lemah.
Salah satu sebab rendahnya rasa persatuan dan kesatuan
di kalangan umat Islam adalah karena randahnya
penghayatan terhadap nilai-nilai Islam.
Persatuan di kalangan muslim tampaknya belum dapat
diwujudkan secara nyata. Perbedaan kepentingan dan
golongan seringkali menjadi sebab perpecahan umat.
Perpecahan itu biasanya diawali dengan adanya
perbedaan pandangan di kalangan muslim terhadap
suatu fenomena. Dalam hal agama, di kalangan umat
islam misalnya seringkali terjadi perbedaan pendapat
atau penafsiran mengenal sesuatu hukum yang
kemudian melahirkan berbagai pandangan atau
madzhab. Perbedaan pendapat dan penafsiran pada
dasarnya merupakan fenomena yang biasa dan
manusiawi, karena itu menyikapi perbedaan pendapat
itu adalah memahami berbagai penafsiran.
Untuk menghindari perpecahan di kalangan umat islam
dan memantapkan ukhuwah islamiyah para ahli
menetapkan tiga konsep,yaitu :
1. Konsep tanawwul al ’ibadah (keragaman cara
beribadah). Konsep ini mengakui adanya keragaman
yang dipraktekkan Nabi dalam pengamalan agama yang
mengantarkan kepada pengakuan akan kebenaran
semua praktek keagamaan selama merujuk kepada
Rasulullah. Keragaman cara beribadah merupakan hasil
dari interpretasi terhadap perilaku Rasul yang
ditemukan dalam riwayat (hadits).
2. Konsep al mukhtiu fi al ijtihadi lahu ajrun(yang salah
dalam berijtihad pun mendapatkan ganjaran). Konsep
ini mengandung arti bahwa selama seseorang mengikuti
pendapat seorang ulama, ia tidak akan berdosa, bahkan
tetap diberi ganjaran oleh Allah , walaupun hasil ijtihad
yang diamalkannya itu keliru. Di sini perlu dicatat
bahwa wewenang untuk menentukan yang benar dan
salah bukan manusia, melainkan Allah SWT yang baru
akan kita ketahui di hari akhir. Kendati pun demikian,
perlu pula diperhatikan orrang yang mengemukakan
ijtihad maupun orang yang pendapatnya diikuti,
haruslah orang yang memiliki otoritaskeilmuan yang
disampaikannya setelah melalui ijtihad.
3. Konsep la hukma lillah qabla ijtihadi al mujtahid
(Allah belum menetapkan suatu hukum sebelum upaya
ijtihad dilakukan seorang mujtahid). Konsep ini dapat
kita pahami bahwa pada persoalan-persoalan yang
belum ditetapkan hukumnya secara pasti, baik dalam al-
quran maupun sunnah Rasul, maka Allah belum
menetapkan hukumnya. Oleh karena itu umat
islam,khususnya para mujtahid, dituntut untuk
menetapkannya melalui ijtihad. Hasil dari ijtihad yang
dilakukan itu merupakan hukum Allah bagi masing-
masing mujtahid, walaupun hasil ijtihad itu berbeda-
beda.
Ketiga konsep di atas memberikan pemahaman bahwa
ajaran Islam mentolelir adanya perbedaan dalam
pemahaman maupun pengalaman. Yang mutlak itu
hanyalah Allah dan firman-fiman-Nya,sedangkan
interpretasi terhadap firman-firman itu bersifat relatif.
Karena itu sangat dimungkinkan untuk terjadi
perbedaan. Perbedaan tidak harus melahirkan
pertentangan dan permusuhan. Di sini konsep Islam
tentang Islah diperankan untuk menyelesaikan
pertentangan yang terjadi sehingga tidak menimbulkan
permusuhan, dan apabila telah terjadi, maka islah
diperankan untuk menghilangkannya dan menyatukan
kembali orang atau kelompok yang saling bertentangan.
B. Kerja sama antar umat beragama
Memahami dan mengaplikasikan ajaran Islam dalam
kehidupan masyarakat tidak selalu hanya dapat
diharapkan dalam kalangan masyarakat muslim. Islam
dapat diaplikasikan dalam masyarakat manapun, sebab
secara esensial ia merupakan nilai yang bersifat
universal. Kendatipun dapat dipahami bahwa Isalam
yang hakiki hanya dirujukkan kepada konsep al-quran
dan As-sunnah, tetapi dampak sosial yanag lahirdari
pelaksanaan ajaran isalam secara konsekwen ddapat
dirasakan oleh manusia secara keseluruhan.
Demikian pula pada tataran yang lebih luas, yaitu
kehidupan antar bangsa,nilai-nilai ajaran Islam menjadi
sangat relevan untuk dilaksanakan guna menyatukan
umat manusia dalam suatu kesatuan kkebenaran dan
keadilan.
Dominasi salah satu etnis atau negara merupakan
pengingkaran terhadap makna Islam, sebab ia hanya
setia pada nilai kebenaran dan keadilan yang bersifat
universal.
Universalisme Islam dapat dibuktikan anatara lain dari
segi, dan sosiologo. Dari segi agama, ajaran Islam
menunjukkan universalisme dengan doktrin
monoteisme dan prinsip kesatuan alamnya. Selain itu
tiap manusia, tanpa perbedaan diminta untuk bersama-
sama menerima satu dogma yang sederhana dan dengan
itu ia termasuk ke dalam suatu masyarakat yang
homogin hanya denga tindakan yang sangat mudah
,yakni membaca syahadat. Jika ia tidak ingin masuk
Islam, tidak ada paksaan dan dalam bidang sosial ia
tetap diterima dan menikmati segala macam hak kecuali
yang merugikan umat Islam.
Ditinjau dari segi sosiologi, universalisme Islam
ditampakkan bahwa wahyu ditujukan kepada semua
manusia agar mereka menganut agama islam, dan
dalam tingkat yang lain ditujukan kepada umat Islam
secara khususu untuk menunjukan peraturan-peraturan
yang harus mereka ikuti. Karena itu maka pembentukan
masyarakat yang terpisah merupakan suatu akibat wajar
dari ajaran Al-Qur’an tanpa mengurangi universalisme
Islam.
Melihat Universalisme Islam di atas tampak bahwa
esensi ajaran Islam terletak pada penghargaan kepada
kemanusiaan secara univarsal yang berpihak kepada
kebenaran, kebaikan,dan keadilan dengan
mengedepankan kedamaian.;menghindari pertentangan
dan perselisian, baik ke dalam intern umat Islam
maupun ke luar. Dengan demikian tampak bahwa nilai-
nilai ajaran Islam menjadi dasar bagi hubungan antar
umat manusia secara universal dengan tidak mengenal
suku,bangsa dan agama.
Hubungan antara muslim dengan penganut agama lain
tidak dilarang oleh syariat Islam, kecuali bekerja sama
dalam persoalan aqidah dan ibadah. Kedua persoalan
tersebut merupakan hak intern umat Islam yang tidak
boleh dicamputi pihak lain, tetapi aspek sosial
kemasyarakatan dapat bersatu dalam kerja samayang
baik.
Kerja sama antar umat bergama merupakan bagian dari
hubungan sosial anatar manusia yang tidak dilarang
dalam ajaran Islam. Hubungan dan kerja sama ydalam
bidang-bidang ekonomi, politik, maupun budaya tidak
dilarang, bahkan dianjurkan sepanjang berada dalam
ruang lingkup kebaikan.
PENGERTIAN MASYARAKAT MADANI
Masyarakat Madani adalah masyarakat yang beradab,
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, serta
masyarakat yang maju dalam penguasaan ilmu
pengetahuan, dan teknologi.
CIRI-CIRI MASYARAKAT MADANI
1. Menjunjung tinggi nilai, norma, dan hukum yang
ditopang oleh iman dan teknologi.
2. Mempunyai peradaban yang tinggi ( beradab ).
3. Mengedepankan kesederajatan dan transparasi (
keterbukaan ).
4. Free public sphere (ruang publik yang bebas)
5. Demokratisasi
6. Toleransi
7. Pluralisme
8. Keadilan Sosial (Social justice)
9. Partisipasi sosial
10. Supermasi hukum

MASYARAKAT MADANI DALAM SEJARAH


Ada dua masyarakat madani dalam sejarah yang
terdokumentasi sebagai masyarakat madani, yaitu:
1) Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi
Sulaiman.
2) Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat,
perjanjjian Madinah antara Rasullullah SAW beserta
umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama
Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan
Khazraj. Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga
unsur masyarakat untuk saling menolong, menciptakan
kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-
Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah
SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh
terhadap keputusan-keputusannya, dan memberikan
kebebasan bagi penduduknya untuk memeluk agama
serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang
dianutnya.
Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat
Madani
Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110
Artinya:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk


manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah
dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya
ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka,
di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.

Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan


bahwa umat Islam adalah umat yang terbaik dari semua
kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di antara
aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan
kualitas SDMnyadibanding umat non Islam.
Keunggulan kualitas umat Islam yang dimaksud dalam
Al-Qur’an itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.
Karakteristik Masyarakat Madani
Ada beberapa karakteristik masyarakat madani,
diantaranya:
1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-
kelompok ekslusif kedalam masyarakat melalui kontrak
sosial dan aliansi sosial.
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-
kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat
dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang
didominasi oleh negara dengan program-program
pembangunan yang berbasis masyarakat.
4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu
dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi
volunter mampu memberikan masukan-masukan
terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya
terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan
(trust) sehingga individu-individu mengakui
keterkaitannya dengan orang lain dan tidak
mementingkan diri sendiri.
7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan
lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam
perspektif.
8. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah
masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya
Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan sebagai
landasan yang mengatur kehidupan sosial.
9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat,
baik secara individu maupun secara kelompok
menghormati pihak lain secara adil.
10. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal
individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya.
11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi
pihak lain yang telah diberikan oleh Allah sebagai
kebebasan manusia dan tidak merasa terganggu oleh
aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.
12. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
13. Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat
tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan
dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan untuk
umat manusia.
14. Berakhlak mulia.
BUDAYA AKADEMIK DAN ETOS KERJA
DALAM ISLAM

2.1 Budaya Akademik

a. Pengertian Budaya Akademik.


Cara hidup masyarakat ilmiah yang majemuk,
multikultural yang bernaung dalam sebuah institusi
yang mendasarkan diri pada nilai-nilai kebenaran ilmiah
dan objektifitas.
Budaya Akademik (Academic Culture) dapat dipahami sebagai suatu totalitas dari kehidupan
dan kegiatan akademik yang dihayati, dimaknai dan diamalkan oleh warga masyarakat akademik, di
lembaga pendidikan tinggi dan lembaga penelitian.
Kehidupan dan kegiatan akademik diharapkan
selalu berkembang, bergerak maju bersama dinamika
perubahan dan pembaharuan sesuai tuntutan zaman.
Perubahan dan pembaharuan dalam kehidupan dan
kegiatan akademik menuju kondisi yang ideal
senantiasa menjadi harapan dan dambaan setiap insan
yang mengabdikan dan mengaktualisasikan diri melalui
dunia pendidikan tinggi dan penelitian, terutama
mereka yang menggenggam idealisme dan gagasan
tentang kemajuan. Perubahan dan pembaharuan ini
hanya dapat terjadi apabila digerakkan dan didukung
oleh pihak-pihak yang saling terkait, memiliki
komitmen dan rasa tanggung-jawab yang tinggi
terhadap perkembangan dan kemajuan budaya
akademik.
Budaya akademik sebenarnya adalah budaya
universal. Artinya, dimiliki oleh setiap orang yang
melibatkan dirinya dalam aktivitas akademik.
Membangun budaya akademik bukan perkara yang
mudah. Diperlukan upaya sosialisasi terhadap kegiatan
akademik, sehingga terjadi kebiasaan di kalangan
akademisi untuk melakukan norma-norma kegiatan
akademik tersebut.
Pemilikan budaya akademik ini seharusnya
menjadi idola semua insan akademisi perguruaan tinggi,
yakni dosen dan mahasiswa. Derajat akademik tertinggi
bagi seorang dosen adalah dicapainya kemampuan
akademik pada tingkat guru besar (profesor).
Sedangkan bagi mahasiswa adalah apabila ia mampu
mencapai prestasi akademik yang setinggi-tingginya.
Khusus bagi mahasiswa, faktor-faktor yang
dapat menghasilkan prestasi akademik tersebut ialah
terprogramnya kegiatan belajar, kiat untuk berburu
referensi aktual dan mutakhir, diskusi substansial
akademik, dsb. Dengan melakukan aktivitas seperti itu
diharapkan dapat dikembangkan budaya mutu (quality
culture) yang secara bertahap dapat menjadi kebiasaan
dalam perilaku tenaga akademik dan mahasiswa dalam
proses pendidikan di perguruaan tinggi.
Oleh karena itu, tanpa melakukan kegiatan-
kegiatan akademik, mustahil seorang akademisi akan
memperoleh nilai-nilai normative akademik. Bisa saja
ia mampu berbicara tentang norma dan nilai-nilai
akademik tersebut didepan forum namun tanpa proses
belajar dan latihan, norma-norma tersebut tidak akan
pernah terwujud dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Bahkan sebaliknya, ia tidak segan-segan melakukan
pelanggaran dalam wilayah tertentu, baik disadari
ataupun tidak.
Kiranya, dengan mudah disadari bahwa
perguruan tinggi berperan dalam mewujudkan upaya
dan pencapaian budaya akademik tersebut. Perguruan
tinggi merupakan wadah pembinaan intelektualitas dan
moralitas yang mendasari kemampuan penguasaan
IPTEK dan budaya dalam pengertian luas disamping
dirinya sendirilah yang berperan untuk perubahan
tersebut.
Berarti budaya akademik :
1. Mahasiswa yang terlibat dalam berbagai bidang
studi dan keahlian
(disiplin ilmu).
2. Bernaung dibawah Institusi Educative (Perguruan
Tinggi) yaitu:
- Akademi
- Universitas
- Sekolah Tinggi
- Institut, dll
3. Memfokuskan diri pada kajian Ilmu, Penelitian,
Penemuan dan sebagainya
secara ilmiah.
4. Untuk pengembangan ilmu baru dan bermanfaat
bagi kehidupan masyarakat atau Perguruan Tinggi yang
mendorong mahasiswa melaksanakan Tridharma
Perguruan Tinggi (Pendidikan, Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat).

b. Pembahasan Tentang Budaya Akademik


Dari berbagai Forum terbuka tentang
pembahasan Budaya Akademik yang berkembang di
Indonesia, menegaskan tentang berbagai macam
pendapat di antaranya :
1) Konsep dan Ciri-Ciri Perkembangan Budaya
Akademik
Dalam situasi yang sarat idealisme, rumusan
konsep dan pengertian tentang Budaya Akademik yang
disepakati oleh sebagian besar responden adalah budaya
atau sikap hidup yang selalu mencari kebenaran ilmiah
melalui kegiatan akademik dalam masyarakat
akademik, yang mengembangkan kebebasan berpikir,
keterbukaan, pikiran kritis-analitis, rasional dan
obyektif oleh warga masyarakat yang akademik.
Konsep dan pengertian tentang Budaya
Akademik tersebut didukung perumusan karakteristik
perkembangannya yang disebut “Ciri-Ciri
Perkembangan Budaya Akademik” yang meliputi
berkembangnya :
(1) penghargaan terhadap pendapat orang lain secara
obyektif
(2) pemikiran rasional dan kritis-analitis dengan
tanggungjawab moral
(3) kebiasaan membaca
(4) penambahan ilmu dan wawasan
(5) kebiasaan meneliti dan mengabdi kepada
masyarakat
(6) penulisan artikel, makalah, buku
(7) diskusi ilmiah
(8) proses belajar-mengajar, dan
(9) manajemen perguruan tinggi yang baik

2) Tradisi Akademik
Pemahaman mayoritas responden mengenai
Tradisi Akademik adalah tradisi yang menjadi ciri khas
kehidupan masyarakat akademik dengan menjalankan
proses belajar-mengajar antara dosen dan mahasiswa,
menyelenggarakan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, serta mengembangkan cara-cara berpikir
kritis-analitis, rasional dan inovatif di lingkungan
akademik.
Tradisi menyelenggarakan proses belajar-
mengajar antara guru dan murid, antara pandito dan
cantrik, antara kiai dan santri sudah mengakar sejak
ratusan tahun yang lalu, melalui lembaga-lembaga
pendidikan seperti padepokan dan pesantren. Akan
tetapi tradisi-tradisi lain seperti menyelenggarakan
penelitian adalah tradisi baru. Demikian pula, tradisi
berpikir kritis-analitis, rasional dan inovatif adalah
kemewahan yang tidak terjangkau tanpa terjadinya
perubahan dan pembaharuan sikap mental dan tingkah
laku yang harus terus-menerus diinternalisasikan dan
disosialisasikan dengan menggerus sikap mental
paternalistik dan ewuh-pakewuh yang berlebih-lebihan
pada sebagian masyarakat akademik yang mengidap
tradisi lama, terutama dalam paradigma patron-client
relationship yang mendarah daging.

3) Kebebasan Akademik
Pengertian tentang “Kebebasan Akademik”
yang dipilih oleh 144 orang responden adalah
Kebebasan yang dimiliki oleh pribadi-pribadi anggota
sivitas akademika (mahasiswa dan dosen) untuk
bertanggungjawab dan mandiri yang berkaitan dengan
upaya penguasaan dan pengembangan Iptek dan seni
yang mendukung pembangunan nasional. Kebebasan
akademik meliputi kebebasan menulis, meneliti,
menghasilkan karya keilmuan, menyampaikan
pendapat, pikiran, gagasan sesuai dengan bidang ilmu
yang ditekuni, dalam kerangka akademis.
Kebebasan Akademik mengiringi tradisi
intelektual masyarakat akademik, tetapi kehidupan dan
kebijakan politik acapkali mempengaruhi dinamika dan
perkembangannya. Dalam rezim pemerintahan yang
otoriter, kiranya kebebasan akademik akan sulit
berkembang. Dalam kepustakaan internasional
kebebasan akademik dipandang sebagai inti dari budaya
akademik dan berkaitan dengan kebebasan.
Dalam masyarakat akademik di Indonesia,
kebebasan akademik yang berkaitan dengan kebebasan
berpendapat telah mengalami penderitaan yang panjang,
selama puluhan tahun diwarnai oleh pelarangan dan
pembatasan kegiatan akademik di era pemerintahan
Suharto. Kini kebebasan akademik telah berkembang
seiring terjadinya pergeseran pemerintahan dari Suharto
kepada Habibie, dan makin berkembang begitu bebas
pada pemerintahan Abdurrahman Wahid, bahkan
hampir tak terbatas dan tak bertanggungjawab, sampai
pada pemerintahan Megawati, yang makin sulit
mengendalikan perkembangan kebebasan berpendapat.
Selain itu, kebebasan akademik kadangkala juga
berkaitan dengan sikap-sikap dalam kehidupan
beragama yang pada era dan pandangan keagamaan
tertentu menimbulkan hambatan dalam perkembangan
kebebasan akademik, khususnya kebebasan
berpendapat. Dapat dikatakan bahwa kebebasan
akademik suatu masyarakat-bangsa sangat tergantung
dan berkaitan dengan situasi politik dan pemerintahan
yang dikembangkan oleh para penguasa. Pelarangan
dan pembatasan kehidupan dan kegiatan akademik yang
menghambat perkembangan kebebasan akademik pada
lazimnya meliputi
(1) penerbitan buku tertentu
(2) pengembangan studi tentang ideologi tertentu, dan
(3) pengembangan kegiatan kampus, terutama
demonstrasi dan diskusi yang bertentangan dengan
ideologi dan kebijakan pemerintah atau Negara
5. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Kehidupan Umat Beragama Bangsa
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan
Umat Beragama Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal
sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan predikat
ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata
dunia internasional. Indonesia adalah Negara yang
majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari
beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin
kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan
Republik Indonesia kita.
Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai
dipertanyakan oleh banyak kalangan karena ada
beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama.
Ketika bicara peristiwa yang terjadi di Indonesia hampir
pasti semuanya melibatkan umat muslim, hal ini karena
mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam.
Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat
beberapa aliran yang tidak terkoordinir, sehingga
apapun yang diperbuat oleh umat Islam menurut
sebagian umat non muslim mereka seakan-seakan
merefresentasikan umat muslim.
Paradigma toleransi antar umat beragama guna
terciptanya kerukunan umat beragama perspektif
Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
1. Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak
suku merupakan satu komunitas (ummatan wahidah).
2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam
dan antara komunitas Islam dan komunitas lain
didasarkan atas prinsip-prinsi:
a. Bertentangga yang baik
b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c. Membela mereka yang teraniaya
d. Saling menasehati
e. Menghormati kebebasan beragama.
Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:
1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga
negara tanpa diskriminasi yang didasarkan atas suku
dan agama;
2) pemupukan semangat persahabatan dan saling
berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama
serta saling membantu dalam menghadapi musuh
bersama. Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis
dari Agama” (Ronald Robertson, ed.) misalnya,
mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul
sebagai masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang
memiliki heterogenitas di bidang agama.
Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas
agama merupakan kondisi kesetabilan politik. Sebab
bila kepercayaan yang berlawanan bicara mengenai
nilai-nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena
politik, maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh
dari kompromi.
Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat
Indonesia yang sejak semula bercirikan majemuk
banyak kita temukan upaya masyarakat yang mencoba
untuk membina kerunan antar masayarakat. Lahirnya
lembaga-lembaga kehidupan sosial budaya seperti
“Pela” di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara,
“Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga”
di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti
kerukunan umat beragama dalam masyarakat.
Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar
umat beragama di Indonesia yang saat ini sedang diuji
kiranya perlu membangun dialog horizontal dan dialog
Vertikal. Dialog Horizontal adalah interaksi antar
manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling
pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan
pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminis
dan interdependen.
Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang
menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada
kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang bukan
sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia
yang berkal budi, yang kreatif, yang berbudaya.
II. Implementasi Pancasila sebagai Paradigma
Kehidupam Kampus
Menurut saya, implementasi pancasila sebagai
paradigma kehidupan kampus adalah seperti contoh-
contoh paradigma pancasila diatas kehidupan kampus
tidak jauh berbeda dengan kehidupan tatanan Negara.
Jadi kampus juga harus memerlukan tatanan
pumbangunan seperti tatanan Negara yaitu politik,
ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama.
Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara maka sebagai makhluk pribadi
sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada
hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani
manusia.
Unsur jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa,dan
kehendak. Sebagai mahasiswa yang mempunyai rasa
intelektual yang besar kita dapat memanfaatkan fasilitas
kampus untuk mencapai tujuan bersama.
Pembangunanyang merupakan realisasi praksis dalam
Kampus untuk mencapai tujuan seluruh mahsiswa harus
mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subyek
pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Oleh karena
itu hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi
pembangunan pengembangan kampus itu sendiri.
Konsep Halalan Thayyiban dalam Makanan
Oleh Asep Setiawan el-Banjary
Mahasiswa Pascasarjana Institut Studi Islam
Darussalam Gontor

Salah satu aktivitas yang menentukan dan menyita


banyak waktu dalam kehidupan manusia adalah kegiatan
makan dan minum. Hal ini wajar sebab kebutuhan
pangan merupakan kebutuhan primer manusia, di
samping kebutuhan sandang dan papan. Dengan
mengonsumsi makanan dan minuman, kebutuhan
jasmani dapat dipenuhi. Dengannya, tubuh kita menjadi
sehat, kuat dan bertenaga sehingga dapat menjalankan
aktivitas sehari-hari dengan baik.
Namun demikian, orang sering tidak sadar dengan hal-
hal yang perlu diperhatikan terkait makanan dan
minuman ini. Banyak sekali orang yang tidak memiliki
spiritual awareness (kesadaran spiritual). Umumnya
mereka menganggap makan dan minum adalah urusan
dunia ansich yang tidak ada kaitannya dengan agama.
Ada juga yang tidak peduli dengan sesuatu yang
dimakannya baik dari sisi zatnya maupun dari sisi cara
memperolehnya. Padahal, dalam urusan makan dan
minum ini, Islam menaruh perhatian yang cukup serius.
Dalam Surah Quraisy ayat 3-4 diterangkan bahwa
Allah menjadikan kecukupan kebutuhan pangan sebagai
salah satu sebab utama kenyamanan dalam beribadah. Di
samping itu, makanan dan minuman yang dikonsumsi
akan secara langsung mempengaruhi tubuh baik secara
fisik maupun psikis. Hadis Nabi SAW menjelaskan hal
ini, seperti yang diriwayatkan sahabat Abu Hurairah RA,
bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Perut adalah telaga bagi raga. Pembuluh-pembuluh
darah berujung padanya. Jika perut sehat, pembuluh-
pembuluh itu akan sehat. Sebaliknya, jika perut sakit,
pembuluh darah pun akan ikut sakit.” (HR Thabrani).
Berkenaan dengan persoalan ini, Imam al-Ghazali
mengumpamakan urusan makanan dalam agama, ibarat
fondasi pada sebuah bangunan. Menurutnya, jika fondasi
itu kuat dan kokoh, maka bangunan itu pun akan berdiri
tegak dan kokoh. Demikian sebaliknya, apabila pondasi
itu lemah dan rapuh, niscaya bangunan itu pun akan
ambruk dan runtuh. Al-Ghazali lalu mengutip sebuah
hadis yang diriwayatkan Imam Thabrani: “Perbaikilah
makananmu, niscaya Allah akan mengabulkan doamu.”
Oleh karena itu, dalam ajaran Islam, kita hanya
diperbolehkan mengonsumsi makanan atau minuman
yang jelas halal lagi baik (thayyib). Allah SWT
berfirman, yang artinya:
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik
(halalan thayyiban) dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan.
Karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata
bagimu.” (QS. al-Baqarah: 168).
Berdasarkan landasan teologis di atas, dapat kita
fahami bahwa Islam sangat memperhatikan urusan
makan dan minum. Islam menganjurkan kepada kita
supaya ketika mengonsumsi makanan atau minuman,
mesti memperhatikan apa yang kita makan dan minum
baik dari sisi zatnya maupun cara memperolehnya.
Dalam hal ini, harus halal dan juga baik (thayyib). Lalu,
seperti apakah konsep halâl dan thayyib dalam Islam?

Pengertian halal
Dalam kitab Mu’jam Mufradat Alfadh al-Qur’an al-
Karim, al-Raghib al-Isfahani mengatakan bahwa kata
halal, secara etimologi berasal dari kata halla-yahullu-
hallan wa halalan wa hulalan yang berarti melepaskan,
menguraikan, membubarkan, memecahkan,
membebaskan dan membolehkan. Sedangkan secara
terminologi, kata halal mempunyai arti hal-hal yang
boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat
dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Atau
segala sesuatu yang bebas dari bahaya duniawi dan
ukhrawi.
Al-Jurjani dalam kitab at-Ta’rifat menjelaskan bahwa
pada dasarnya, kata halal merujuk kepada dua arti.
Pertama, kebolehan menggunakan benda-benda atau apa
yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani
seperti makanan, minuman dan obat-obatan. Kedua,
kebolehan memanfaatkan, memakan, meminum dan
mengerjakan sesuatu yang semuanya ditentukan
berdasarkan ketetapan nash.
Dalam al-Qur’an, kata halal disebutkan untuk
menjelaskan beberapa permasalahan seperti masalah
muamalah, kekeluargaan, perkawinan dan terkait dengan
masalah makanan ataupun rezeki. Namun demikian, kata
halal tersebut lebih banyak digunakan dalam
menerangkan masalah makanan, minuman dan rezeki.
Keterangan tersebut antara lain kita dapati dalam Surah
al-Baqarah: 168, Surah al-Maidah: 4-5, 87-88, dan 96,
Surah an-Nisa: 160, Surah al-A`raf: 157, Surah al-Anfal:
69, Surah an-Nahl: 114, Surah at-Tahrim: 1, dan Surah
al-Hajj: 30.

Pengertian thayyib (baik)


Kata thayyib menurut al-Isfahani, menunjukkan sesuatu
yang benar-benar baik. Bentuk jamak dari kata ini adalah
thayyibât yang diambil dari derivasi thaba-yathibu-
thayyib-thayyibah dengan beberapa makna, yaitu: zaka
wa thahara (suci dan bersih), jada wa hasuna (baik dan
elok), ladzdza (enak), dan halal (halal).
Menurut al-Isfahani, pada dasarnya, kata ini berarti
sesuatu yang dirasakan enak oleh indra dan jiwa, atau
segala sesuatu selain yang menyakitkan dan menjijikkan.
Sedangkan Ibnu Taimiyah menerangkan dalam kitab
Majmu’ Fatawa bahwa yang dimaksud dengan thayyib
adalah yang membuat baik jasmani, rohani, akal dan
akhlak manusia. Menurutnya, lawan dari kata thayyib ini
adalah khabits (bentuk jamaknya khabaits) yaitu sesuatu
yang menjijikkan dan dapat merusak fisik, psikis, akal
dan akhlak seseorang.
Dalam al-Qur’an, kata thayyib ini disebutkan beberapa
kali dalam bentuk yang berbeda. Terkait dengan
makanan, al-Qur’an menyebutkan kata thayyiban dengan
diawali kata halalan dalam bentuk mufrad mudzakkar
(laki-laki tunggal) sebanyak empat kali untuk
menjelaskan sifat makanan yang halal sebagaimana yang
terdapat dalam Surah al-Baqarah: 168, Surah al-Maidah:
88, Surah al-Anfal: 69, dan Surah an-Nahl: 114.
Sedangkan yang tidak ada kaitannya dengan makanan,
al-Qur’an menyebutkan kata thayyibah dalam bentuk
mufrad muannats (perempuan tunggal) pada sembilan
tempat, yaitu pada Surah Aal Imran: 38, Surah at-
Taubah: 72, Surah Yunus: 22, Surah Ibrahim: 24 (dalam
ayat ini disebut dua kali), Surah an-Nahl: 97, Surah an-
Nur: 61, Surah Saba: 15, dan Surah ash-Shaff: 12. Dan
sebanyak dua kali dalam bentuk mufrad mudzakkar yaitu
pada Surah an-Nisa: 43 dan Surah al-Maidah: 6.
Di samping itu, dalam bentuk jamaknya (thayyibat),
kata ini disebutkan sebanyak sepuluh kali dengan
merujuk pada empat pengertian yaitu; sifat makanan,
sifat usaha atau rezeki, sifat perhiasan dan sifat
perempuan. Seperti yang terdapat pada Surah al-Maidah:
4-5, Surah al-A`raf: 157, Surah al-Anfal: 26, Surah
Yunus: 93, Surah an-Nahl: 72, Surah al-Isra: 70, Surah
al-Mu’minun: 51, Surah Ghafir: 64 dan Surah al-
Jatsiyah: 16.

Hidangan yang halal dan thayyib


Untuk memenuhi kebutuhan primer hamba-Nya, Allah
SWT dengan kasih sayang-Nya menganugerahkan bumi
beserta isinya untuk dikelola dan dimanfaatkan dengan
sebaik-baiknya oleh manusia. Kendati demikian, bukan
berarti kita dapat memanfaatkan bumi beserta isinya itu
dengan mengeksploitasi sebebas-bebasnya. Namun harus
sesuai dengan apa yang digariskan syariat. Terkait dalam
hal makanan dan minuman, tidak semua yang di bumi
ini, baik binatang, tumbuhan maupun benda-benda
lainnya itu halal dan baik (thayyib) bagi manusia. Ada
yang memang dibolehkan (halal) dan ada yang dilarang
(haram). Ada yang baik (thayyib), ada pula yang tidak
baik (khabits).
Dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa halal dan thayyib ini
merupakan syarat mutlak yang tidak bisa ditawar oleh
manusia dalam mengonsumsi makanan dan minuman.
Dalam Islam, ketetapan tentang haram dan halal segala
sesuatu, termasuk urusan makanan, adalah hak absolut
Allah dan Rasul-Nya. Seperti yang telah disinggung di
atas bahwa persyaratan halal ini terkait dengan standar
syariat yang melegislasinya, dalam arti boleh secara
hukum. Adapun thayyib berkenaan dengan standar
kelayakan, kebersihan dan efek fungsional bagi manusia.
Maka, bisa jadi suatu makanan itu halal tapi tidak thayyib
atau sebaliknya. Maka bila dua syarat ini tidak terpenuhi
dalam suatu makanan atau minuman, semestinya ia tidak
boleh dikonsumsi.
Sebagai contoh, bila di hadapan kita terhidang sepiring
gule kambing yang begitu menggoda baik dari sisi rasa,
tampilan, dan baunya, namun ternyata kambing itu tidak
disembelih secara islami, ataupun kambingnya hasil
curian, maka gule kambing tersebut tidak halal dan kita
tidak boleh menyantapnya. Tegasnya, Allah SWT hanya
menyuruh kepada kita makan dan minum dari sesuatu
yang betul-betul halal dan thayyib.
Dari uraian singkat di atas, dapat kita simpulkan bahwa
aktivitas makan dan minum bukan hanya urusan duniawi
semata. Akan tetapi ia sangat terkait dengan urusan
agama. Islam menaruh perhatian yang sangat besar
padanya. Secara tegas Islam menyuruh kita untuk
memperhatikan apa yang kita makan dan dari mana kita
mendapatkannya. Kita pun disuruh memakan dan
meminum sesuatu yang benar-benar halal dan thayyib
dan menghindari yang buruk (khabaits).
Demikian pula dengan salah satu doa yang biasa
dipanjatkan seorang Muslim dalam kesehariannya,
“Allahumma inna nas’aluka rizqan wasi’an halalan
thayyiban mubarakan,” ya Allah, sesungguhnya kami
memohon kepada-Mu rezeki yang luas, halal lagi thayyib
serta penuh berkah. Wallahu a`lam.
Konsep Pernikahan Islami
Rasulullah saw bersabda:
‫النكاح سنتي فمن رغب عن سنتي فليس مني‬
"Pernikahan adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak
menyukai sunnahku berarti bukan dari golonganku."
Allah SWT berfirman:
ً ‫َو ِم ْن آيَاتِ ِه أَ ْن َخلَقَ لَ ُك ْم ِم ْن أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَ ْز َوا ًجا ِلتَ ْس ُكنُوا إِلَ ْي َها َو َجعَ َل بَ ْينَ ُك ْم َم َودَّة‬
ً‫َو َر ْح َمة‬
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang." (QS. Ar Ruum: 21)
Pernikahan merupakan sunnatullah yang di dalamnya
terdapat hikmah besar untuk kelangsungan kehidupan
manusia. Sunnatullah inilah yang harus terus
diperjuangkan dan dipertahankan hingga tercipta
keluarga yang sakinah mawadah wa rahmah. Sakinah,
dalam artian tenang dan tentram, yaitu harus ada saling
percaya, dan memahami antar suami istri. Mawaddah,
Mahabbah atau cinta, yakin harus ada saling mencintai
antar pasangan. Rahmah, yaitu ridho Allah SWT,
dengan mendapatkan keturunan yang thoyyib.
Banyak sekali macam-macam pernikahan yang kini
terjadi, terutama di Indonesia. Lalu apa pandangan
syariat terhadap pernikahan-pernikahan tersebut. Dalam
coretan ini akan disebutkan hal-hal tersebut.
Pernikahan antar Saudara Dekat
Pernikahan merupakan sunnatullah yang tidak
selayaknya ditinggalkan oleh setiap umat Islam.
Pernikahan bukan hanya sekedar ikatan, namun di
dalamnya terdapat hak-hak yang akan dipertanggung
jawabkan nantinya dihadapan Allah. Maka dari itu
banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum menuju ke
jenjang pernikahan, diantaranya adalah, selektif dalam
memilih pasangan. Dalam hal ini Rasulullah saw
menganjurkan untuk memilih pasangan bukan dari
kerabat dekat. Sedangkan batasan saudara terdekat yang
boleh dinikahi adalah anak paman atau bibi, baik dari
pihak ayah atau ibu.
Memang, dalam kacamata warga Negara Indonesia
pernikahan dengan saudara dekat itu dianggap tabu,
apalagi bagi siapa yang kuat memegang adat jawa.
Namun dalam syariat Islam pernikahan dengan saudara
dekat ini tidak dilarang, namun disunahkan untuk
memilih pasangan dari kerabat jauh. Mengapa
demikian?! Tentunya karena adanya hikmah di balik
semua itu, diantaranya:
1.Pada dasarnya, perikahan itu disyariatkan dengan
tujuan untuk merekatkan ukhuwah, dan memperbanyak
ikatan persaudaraan antar sesama, karena pernikahan itu
secara otomatis akan mengikatkan tali kekeluargaan
antara keluarga calon pengantin putra dan putri, dan
tentunya setiap keduanya pasti memiliki sanak saudara,
dan jika pernikahan itu terjalin maka bertambahlah
jumlah anggota keluarga dan sanak saudara. Firman
Allah SWT dalam surat Al hujurat ayat 13:
ُ ‫اس ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَ َك ٍر َوأ ُ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم‬
‫شعُوبًا َوقَبَا ِئ َل‬ ُ َّ‫َيا أَيُّ َها الن‬
‫ارفُوا‬ َ ‫ِلتَ َع‬
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. "
Secara rasio, Kerabat dekat itu sudah ada ikatanya,
maka untuk apa mengikatnya lagi?! maka lewat ayat ini
kita memperbanyak ikatan ukhuwah dan persaudaraan
dengan yang lainnya, agar tercipta umat yang satu.
2.Pernikahan dengan saudara dekat itu memberikan
efek negatif dalam sisi biologis, dan kesehatan. Seperti
yang disebutkan Rasulullah saw bahwasanya, hal
tersebut akan melemahkan syahwat, dan menjadikan
anak tumbuh dengan badan yang kurus.
Disisi lain, pernikahan Rasulullah saw dengan Sayyidah
Zaenab, yang mana beliau adalah putri dari bibinya
Nabi sendiri (atau sepupu Nabi). Hal ini terjadi sebagi
penjelasan kepada umat Islam bahwa menikahi anak
bibi atau paman adalah boleh dan tidak dilarang, karena
sepupu tidak termasuk dalam catatan mahram.
Pernikahan di bawah umur
Pernikahan di bawah umur atau pernikahan dini, dalam
syariat Islam bukan hal yang dilarang, karena tidak ada
persyaratan baligh dalam pernikahan. Kecuali bagi
seorang janda yang belum baligh, maka wali janda
tersebut tidak boleh menikahkannya kecuali jika telah
baligh, karena keharusan adanya izin dari si janda
tersebut, jika akan menikah. Hanya dalam undang-
undang pernikahan di Indonesia lah yang memberikan
batas awal diperbolehkannya menikah, yaitu: laki-laki
19 th dan perempuan 16 th. Tentu saja, hal ini dilakukan
untuk meminimalis angka perceraian di Indonesia.
Pernikahan dini itu sulit, apalagi jika kedua mempelai
belum memiliki persiapan mental yang matang. Namun,
ketika ada mashlahah bagi kedua belah pihak dari
pernikahan dini tersebut, maka pernikahan ini sangat
dianjurkan, seperti: adanya kerusakan moral, maraknya
pergaulan bebas, tidak adanya seseorang yang menjaga
wanita tersebut, dsb. Tapi, dengan catatan orang tua
harus terus mengawasi dan membimbing kedua
mempelai agar pernikahannya tetap utuh dan terjaga.
Memang, ketika melihat hak dan tanggung jawab yang
dipikul dalam sebuah pernikahan, maka alangkah
baiknya jika menikah dalam usia yang matang, dengan
persiapan yang matang, dan memiliki mental yang kuat,
agar mampu menghadapi badai kehidupan yang
nantinya akan tercipta keluarga yang baik, abadi,
sakinah, mawadah wa rahmah.
Dari uraian di atas, pernikahan Rasulullah saw dengan
Aisyah binti Abu Bakar ra bukanlah hal yang perlu
diperdebatkan, meskipun sedikit tabu jika seseorang
yang berusia tua menikah dengan seseorang yang masih
belia. Syubhat dan tuduhan yang dilemparkan dari
musuh-musuh Islam adalah hal yang tidak mendasar
sama sekali, dan jawaban dari syubhat tersebut adalah:
Menikahkan seorang wanita dalam usia dini merupakan
adat dan kebiasaan orang arab Quraisy, dan pada saat
itu Aisyah yang masih kecil sebelumnya telah dilamar
oleh seorang kafir Quraisy, Mut'am bin Adiy. Karena
buruk perilaku orang tersebut Abu Bakar, sebagai wali
Aisyah, lebih memilih Rasulullah saw yang berperangai
sangat mulia. Kalaulah Aisyah ra tidak menikah dengan
Rasulullah saw saat itu, pastinya beliau dinikahkan
dengan orang lain di usia yang dini pula.
Pernikahan Rasulullah saw dengan Aisyah merupakan
perintah langsung dari Allah SWT, yang di dalamnya
terdapat amru nubuwwah, dan bukan atas kehendak dan
kemauan Rasulullah saw sendiri, disebutkan dalam
sebuah riwayat:
، ‫ ' أريتك في المنام مرتين‬: ‫أنه ] صلى هللا عليه وسلم [ قال لعائشة‬
، ‫ فأكشف‬، ‫ هذه زوجتك‬: ‫ فقال‬، ‫رأيت الملك يحملك في سرقة من حرير‬
‫ إن يكن هذا من عند هللا يمضه‬: ‫ فقلت‬، ‫فإذا هي أنت‬
"Sesungguhnya Rasulullah saw berkata kepada Aisyah
ra: aku telah memimpikanmu dua kali, aku melihat
malaikat membawa tandu yg tertutup sutra, dan
malaikat pun berkata: ini istrimu wahai Rasulullah,
kemudian aku buka, dan itu kamu wahai Aisyah, dan
Asiyah pun berkata, kalaulah itu dari Allah maka aku
Ridhlo."
Allah SWT telah mengirim Aisyah ra sebagai
pendamping Rasulullah saw dengan harapan bahwa,
nantinya ada seseorang yang akan menggambarkan
kepada umat tentang bagaiman kehidupan Rasulullah
saw di dalam rumah. Tentunya, karena disetiap gerak-
gerik beliau adalah wahyu, dan setiap hembusan nafas
beliau adalah uswah dan suri tauladan untuk seluruh
umat manusia.
Pernikahan Tanpa Wali
Menurut madzhab Syafi'i, keberadaan wali saat ijab
qobul merupakan rukun dari sahnya sebuah pernikahan,
jadi tanpa wali, penikahan itu tidak akan sah. Dalam
artian lain, seorang wanita tidak boleh dan tidak sah
menikahkan dirinya sendiri. Maksud dari wali di sini
adalah wali untuk pengantin perempuan. Sedangkan
wali tersebut adalah sebagai berikut:
1.Ayah
2.Kakek
3.Saudara kandung laki-laki
4.Saudara seayah
5.Anak laki-laki dari saudara sekandung
6.Anak laki-laki dari saudara seayah
7.Paman kandung
8.Paman seayah
9.Anak laki-laki dari paman kandung
10.Anak laki-laki dari paman seayah
11.Hakim atau penghulu
Hak wali di atas dalam menikahkan seorang wanita
harus sesuai dengan urutan yang tertera, jika ada yang
pertama tidak boleh masuk yang kedua, begitu juga
seterusnya.
Saat ini banyak ditemukan bahwa seorang wanita
menikah tanpa ada persetujuan dari walinya, karena dia
telah memiliki calon yang sekufu atau sederajat. Dalam
masalah ini, pernikahan wanita tersebut tanpa izin dari
wali atau bahkan tidak ada wali ketika ijab qobul, maka
pernikahan tersebut adalah batal. Sedangkan calonnya
yang kufu', sebenarnya cukup membuat seorang wali
wajib menikahkannya dengan pilihannya tersebut,
kecuali jika sang wali memiliki calon lain yang kufu'
juga atau lebih kufu', maka boleh sang wali menolak
pernikahan tersebut, dan memaksa wanita tersebut
untuk menikah dengan pilihan walinya, karena wali
memiliki hak dalam hal tersebut. Namun, alangkah
baiknya jika sang wali bermusyawarah dengan wanita
tersebut dengan baik, dan sama-sama melihat
kemaslahatan dalam sebuah pernikahan, agar tidak
muncul kekecewaan di kemudian hari.
Nikah Paksa
Nikah paksa yang sering terjadi, menurut pandangan
Islam itu boleh, namun harus memenuhi syarat-
syaratnya, diantaranya:
-Wali wanita tersebut adalah ayahnya atau kakeknya
(bukan yang lainnya)
-Harus dengan orang yang sekufu (sederajat)
-Calon suami harus mampu memberikan mahar yang
sesuai
-Tidak ada permusuhan yang terlihat antara kedua
mempelai, dan juga wali mereka
Namun, demi kemaslahatan bersama, maka alangkah
baiknya jika adanya keterbukaan, dan komunikasi
dengan semuanya, karena ketika awal dari
pernikahannya saja kurang baik, maka bagaimana
seterusnya. Bahkan untuk mempersempit lubang
perceraian diantara keduanya.
Nikah Sirri
Nikah sirri, menurut Imam Syafi'i adalah penikahan
tanpa dihadiri wali atau dua saksi, dan tentunya
menurut definisi ini, nikah tersebut tidak sah dan batal.
Namun, pernikahan sirri yang sering terjadi di
Indonesia adalah pernikahan syar'i, yang telah
memenuhi syarat dan rukunnya namun tidak tercatat
dalam buku sipil atau KUA. Dalam masalah ini,
menurut pandangan syariat nikah ini adalah sah, akan
tetapi demi melihat kepada kemaslahatan dalam
berwarga Negara maka seharusnya pernikahan tersebut
dicatat dalam buku sipil, untuk menjaga wanita dari
tindakan-tindakan kriminal yang mungking terjadi, dan
juga untuk membela hak-hak wanita tersebut.
Nikah Mut'ah (Kawin Kontrak)
Nikah Mut'ah atau biasa disebut dengan nikah kontrak,
adalah pernikahan dalam masa dan jangka waktu
tertentu, dan berakhir dengan berakhirnya masa yang
telah disepakati ketika akad nikah, dengan tujuan
tertentu.
Pernikahan ini berbeda jauh dengan yang diperbolehkan
saat ini, banyak hak-hak dan kewajiban yang
seharusnya dipenuhi, menjadi terhapus. Seperti ketidak
adanya kewajiban nafaqah, tidak ada penetapan nasab
bagi anaknya, dan juga tidak menjadikan istri dan anak
keturunannya nanti sebagai ahli waris, kecuali, jika
disebutkan dalam syarat pernikahan tersebut, sedangkan
kemahraman mushoharoh (keluarga besan) itu tetap
adanya.
Sejarah Nikah Mut'ah
Pada awalnya nikah mut'ah itu dilarang, namun pada
saat perang khoibar terjadi, dan pada saat itu para
sahabat Rasulullah saw harus pergi ke medan perang,
dan tidak ada istri-istri mereka yang akan melayani
mereka selama di medan perang, kemudian para sahabat
mengadu kepada Rasulullah saw tentang hal tersebut,
dan meminta untuk memotong syahwat mereka,
kemudian Rasulullah saw melarang hal tersebut dan
membolehkan nikah mut'ah, karena adanya syiddatul
hajah.Namun, pada tahun itu juga pernikahan ini
diharamkan kembali. Seperti yang disebutkan dalam
hadist nabi Muhammad saw:
‫نهى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم عن المتعة عام خيبر‬
"Rasulullah saw telah melarang nikah mut'ah pada
tahun Khoibar" (HR. Bukhari dan Muslim)
Kemudian pada saat Fathul Makkah, pernikahan mut'ah
ini dibolehkan kembali, selama 3 hari saja, dan
kemudian diharamkan kembali. Namun, pengharaman
yang kedua ini tidak banyak diketahui oleh para
sahabat, dan pada saat haji wada' Rasulullah saw
mengumumkan kepada seluruh umat Islam bahwa nikah
mut'ah itu haram sampai hari kiamat. Dalam sabda
Rasulullah saw:
‫ وقد حرم هللا ذلك إلى يوم‬، ‫كنت أذنت لكم في االستمتاع من النساء‬
‫القيامة‬
"Saya telah mengizinkan bagimu nikah mut'ah, dan
Allah telah mengharamkannya hingga hari kiamat."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hukum Nikah Mut'ah
Madzahib arba'ah sepakat bahwa nikah mut'ah
merupakan nikah yang fasad atau rusak dan haram
hukumnya, meskipun ada ridho dan kesepakatan antara
kedua belah pihak.
Dan terjadinya perbedaan pendapat antara ahlu sunnah
dan syi'ah tentang pengharaman nikah ini adalah karena
adanya rukhshoh, diperbolehkannya nikah ini dalam
beberapa waktu yang kemudian hukum tersebut dinashk
(dihapus) dengan diharamkannya nikah tersebut. Kaum
Syiah perpendapat bahwa tidak ada nashk
(penghapusan) hukum di sana (padahal telah terjadi
beberapa kali pe-nashk-an hukum tersebut), jadi nikah
mutah ini tetap boleh dalam pandangan kaum Syiah.
Hikmah Diperbolehkannya Pernikahan Mut'ah
1.Saddu-d daro'i (menghindari kerusakan)
Memotong syahwat yang pernah sahabat Rasulullah
saw minta ketika perang Khoibar mengakibatkan
terputusnya regenerasi islami. Padahal generasi penerus
itu sangatlah penting sebagai benteng penerus agama
Islam.
2.Menghindari zina
Ketika Rasulullah saw membolehkan mut'ah pada saat
perang Khaibar tidak lain agar para sahabat yang ikut
berperang pada saat itu, tidak mendekat atau bahkan
masuk dalam lingkaran zina, karena tidak bisa
mengendalikan hawa nafsunya. Maka dari itu
Rasulullah saw membolehkan nikah mut'ah, tentunya
karena adanya besar maslahah di dalamnya.
Hikmah Dilarangnya Pernikahan Mut'ah
Pernikahan kontrak sebenarnya merupakan bentuk
pendzoliman terhadap kaum wanita khususnya,
bagaimana tidaK?! Karena dalam pernikahan tersebut
wanita hanya dijadikan alat pemuas hawa nafsu saja,
sedangkan hak-hak yg seharusnya didapatkan wanita
dalam pernikahan tersebut tidak didapatkannya (seperti
nafaqoh, penetapan nasab, hak waris, dsb). Bahkan,
bisa jadi pernikahan ini malah menyakitkan perasaan
seorang wanita yang begitu lembut. Padahal pernikahan
itu berdiri bukan hanya dari dan untuk kemaslahatan
salah satu dari mempelai, tapi untuk keduanya, atau
bahkan untuk seluruh keluarganya.
Disisi lain, tujuan pernikahan yang seharusnya 'ala
dawam atau untuk selamanya, tidak tercapai, bahkan
pernikahan hanya dijadikan ajang permainan saja.
Lihat, Apa jadinya jika pernikahan itu hanya untuk
main-main saja?! Dan jika ini terjadi bisa jadi hilang
qimah (harga) dari sebuah pernikahan, bahkan
pernikahan bukan hal yang sakral lagi.
Penutup
Pernikahan yang Allah syariatkan untuk umat manusia
merupakan hal besar, yang menyimpan hikmah besar di
dalamnya, hanya terkadang hal tersebut kurang
dimengerti oleh banyak orang, sehingga menganggap
remeh sebuah pernikahan.
Problematika Lingkungan Sosial Budaya Bangsa
Indonesia
Indonesia merupakan salah satu di antara sedikit negara
di dunia yang memiliki karakteristik sebagai negara
multietnik. Di Indonesia diperkirakan terdapat 931 etnik
dengan 731 bahasa. Ada etnis yang besar dan ada yang
kecil. Etnis besar di Indonesia antara lain: Jawa, Sunda,
Madura, Melayu, Bali, Minangkabau, Batak, Dayak,
Bugis, dan Cina. Sebagai Negara yang multietnis, tidak
hanya bentuk fisik melainkan juga sistem religi, hukum,
arsitektur, obat-obatan, makanan, dan kesenian orang
Indonesia pun berbeda-beda menurut etnisnya.

Indonesia juga merupakan sebuah negara yang


mempunyai tradisi religi atau agama yang cukup kuat.
Ada lima agama besar di Indonesia, yakni Islam,
Katolik, Protestan, Hindu, dan Buddha. Dalam beberapa
tahun ini, setelah tahun 1998, Kong Hu Cu juga mulai
kembali berpengaruh di Indonesia. Indonesia ibarat
sebuah taman yang ditumbuhi aneka bunga berwarna-
warni. Akan tetapi, jika keragaman itu tidak dikelola
dengan baik, konflik akan mudah pecah.

A. Masalah-masalah Sosial Pemicu Konflik

1. Menguatnya Primordialisme dan Etnosentrisme


Ikatan primodial pada dasarnya berakar pada identitas
dasar yang dimiliki oleh para anggota suatu kelompok
etnis, seperti tubuh, nama, bahasa, agama atau
kepercayaan, sejarah dan asal-usul (Issac, 1993: 48-58).
Identitas dasar ini merupakan sumber acuan bagi para
anggota suatu kelompok etnik dalam melakukan
intreaksi sosialnya. Oleh karena itu, identitas dasar
merupakan suatu acuan yang sangat mendasar dan
bersifat umum, serta menjadi kerangka dasar bagi
perwujudan suatu kelompok etnik. Identitas dasar
diperoleh secara askriptif dan tidak mudah untuk
mengingkarinya, identitas dasar muncul dalam interaksi
social antar kelompok etnik.

Dalam interaksi tersebut para pelaku dari berbagai


kelompok etnik akan menyadari bahwa terdapat
perbedaan kelompok di antara mereka. Identitas dasar
kemudian menjadi suatu pembeda antara berbagai
kelompok etnik yang sedang berinteraksi. Identitas
dasar merupakan sumber adanya ikatan primodial, suatu
ikatan yang lahir dari hubungan-hubungan keluarga
atau hubungan darah (garis keturunan), hubungan ras,
lingkungan kepercayaan atau keagamaan, serta bahasa
atau dialek tertentu. Suatu persamaan hubungan darah,
dialek, ras, kebiasaan dan sebagainya yang melahirkan
ikatan emosional (Greetz, 1992:3) yang kadang
kadarnya berlebihan sehingga dapat menjadi sesuatu
yang bersifat destruksif. Ikatan-ikatan tersebut Geerz
dapat dianggap sebagai “warisan” dari sifat sosial yang
telah ada suatu “kelangsungan yang
berkesinambungan” dan sebagian besar merupakan
ikatan keluarga, namun lebih dari itu merupakan
warisan yang berasal dari kelahiran di tengah-tengah
masyarakat beragama tertentu, yang berbicara dalam
dialek bahasa tertentu, dan mengikuti praktik-praktik
sosial tertentu (Isaacs, 1993:45).Dalam kehidupan
sehari-hari identitas dasar suatu kelompok etnik
seringkali dimanipulasi (Cohen, 1971). Identitas dasar
dapat dinon-aktifkan, diaktifkan, dipersempit dapat
dimungkinkan karena identitas dasar itu bukanlah
sesuatu yang masih seperti batu melainkan cair,
sehingga dapat mengalir dan berkembang dalam rangka
penyesuaian-penyesuaian dalam kehidupan.

Kesadaran etnik yang bersumber pada identitas dasar


suatu kelompok etnikmerupakan suatu hal yang pasti
dialami setiap orang. Identitas dasar ini merupakan
sumber terbentuknya ikatan primordial. Ikatan
primordial dapat diekspresikan dalam berbagai bentuk
aktivitas hidup manusia. Indonesia telah memulai
program desentralisasi yang cukup radikal yang telah
menimbulkan banyak permasalahan yang cukup rumit,
khususnya tentang hubungan keuangan antara pusat dan
daerah, dan juga kemungkinan melebarnya jurang
ketimpangan jika kabupaten-kabupaten yang lebih kaya
maju sangat pesat, meninggalkan kabupaten-kabupaten
lainnya.

2. Ketidakadilan Sosial
Di negara yang sangat besar dan terdiri dari beragam
etnis, selalu ada potensi bahaya dimana konflik
ketenagakerjaan, pertanahan, atau konflik atas sumber
daya alam akan muncul ke permukaan sebagai konflik
antar etnis dan konflik antar agama. Ketika
pemerintahan Orde Baru runtuh, terbuka format politik
baru yang memungkinkan pemunculan kembali
berbagai pertikaian yang terjadi di masa lampau.
Munculnya berbagai konflik ini akan menimbulkan
dampak yang sangat buruk, yaitu menurunnya
kepercayaan kepada lembaga-lembaga politik yang
akan membahayakan keberlanjutan masa depan
reformasi ekonomi Indonesia.

Ketidakadilan social, budaya, dan ekonomi menjadi


lapisan subur bagi tumbuhnya konflik. Terbuka
kemungkinan berbagai kepentingan dari luar sengaja
memanaskan suhu. Namun, ketidakadilan mendorong
meletusnya konflik. Agama atau etnik menjadi
seringkan digunakan sebagai legitimasi pembenar.
Mereka kini menjadi lebih sadar akan hak-hak mereka,
bukan saja hak di bidang politik tetapi juga hak di
bidang ekonomi, misalnya atas pangan, kesehatan, atau
pekerjaan. Ketika masyarakat menekankan identitas
kedaerahan dan identitas etnisnya, mereka tidak sekedar
menuntut otonomi atau kebebasan politik yang lebih
besar, tetapi mereka juga menyuarakan bahwa sebagian
dari hak sosial dan ekonomi dasar mereka belum
terpenuhi.

B Alternatif Pemecahan Masalah

1. Membangun Hubungan Kekuatan


Dalam masyarakat yang multietnik, pola dan model
pergaulan yang etnosentrik dapat berakibat
kontraproduktif. Usaha bisnis yang maju pesat dan
dikuasai oleh satu kelompok etnis sama seperti
menyimpan bom waktu yang pada saat tertentu akan
menimbulkan ledakan sosial. Sosialisasi kesadaran
multietnik dapat dilaksanakan melalui konsep proses
sosial, yaitu suatu cara berhubungan antarindividu atau
antarkelompok atau individu dengan kelompok yang
menimbulkan bentuk hubungan tertentu. Dari hubungan
ini diharapkan mereka semakin saling mengenal,
semakin akrab, lebih mudah bergaul, lebih percaya pada
pihak lain, dan akhirnya dapat bekerjasama dan
bersinergi. Kesemuanya ini dapat dipahami sebagai
bagian dari peradaban manusia. Proses sosialisasi
dimulai dari interaksi social dengan perilaku imitasi,
sugesti, identifikasi, dan simpati (Pidarta, 1997:147).
Interaksi social akan terjadi apabila memenuhi dua
syarat: kontak sosial dan komunikasi. Setiap
masyarakat saling berinteraksi satu dengan lainnya, dan
saling beradaptasi pada lingkungan secara totalitas.
Lingkungan ini mencakup lembaga sosiopolitik
masyarakat dan elemen organik lainnya.
Dari hasil interaksi social diharapkan tidak ada strata
sosial antaretnik, dan seharusnya ada pembentukan
peradaban atau akultrasi antaretnik. Peradaban adalah
jaringan kebudayaan. Biasanya setiap budaya memiliki
wilayah (Cohen,1970:64). Peradaban itu dapat dibuat
melalui saling ketergantungan antaretnik. Saling
ketergantungan ini dapat berupa program (kegiatan),
dengan adanya kegiatan hubungan kekuatan (power
relationships) semakin erat. Kegiatan tersebut dapat
berupa: perdagangan, kesenian dan pendidikan.
Hubungan kekuatan (HK) dalam bentuk saling
ketergantungan akan meningkatkan adaptasi antaretnik,
dan dapat menimbulkan peradaban baru. Peradabanitu
adalah kebudayaan yang sudah lebih maju (Pidarta,
1997: 158). Bila kebudayaan diartikan cara hidup yang
dikembangkan oleh anggota-anggota masyarakat, ini
berarti ‘kerjasama’ adalah suatu kebudayaan. Misalnya,
kerjasama antar etnik Cina dan Jawa dalam distribusi
mobil dapat menciptakan hubungan kekuatan yang
kokoh.

2. Membangun Budaya Toleransi


Istilah budaya toleransi (culture of tolerance)
tampaknya belum banyak dikenal dalam wacana sosial-
politik Indonesia, karena selama masa otoriter Orde
Baru, toleransi menjadi salah satu nilai yang
dimobilisasikan dan diintroduksikan secara represif
dalam paket ideologi uniformitas Pancasila. Dalam
alam militeristik tersebut, setiap gerakan yang berbau
keagamaan, kedaerahan, ataupun kesukuan yang
eksklusif cenderung dianggap sebagai pembangkangan
SARA, dan biasanya ditindak dengan tegas oleh aparat
negara. Karena itu, toleransi lebih banyak dipahami
sebagai ideologi kaum penguasa dan bukan bagian dari
proses kebudayaan masyarakat bangsa. Sejalan dengan
berakhirnya masa despotisme Orde Baru, masa-masa
romantis ideologi Pancasila juga berakhir. Penataran-
penataran P4 di berbagai level dengan bermacam-
macam pola pun dihentikan dengan berbagai dampak,
baik positif maupun negatif.

Nilai toleransi merupakan salah satu nilai dalam


khazanah budaya berpikir positif. Ir. Jero Wacik,
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI Kabinet
Indonesia Bersatu baru saja menerbitkan sebuah buku
saku berjudul Budaya Berpikir Positif (2005). Menurut
Wacik, budaya berpikir positif, ---yakni cara berpikir
manusia yang senantiasa melihat sisi positif, optimistik,
integratif dan realistik terhadap berbagai permasalahan
hidup, sesungguhnya telah hidup dalam kebudayaan
setiap etnik di bumi Nusantara ini. "Semakin sering kita
berpikir positif, semakin banyak kita memiliki sahabat.
Sekat-sekat primordialisme di antara kita akan menjadi
semakin menipis. Sebaliknya, semakin sering kita
berpikir negatif, semakin banyak pula kita memiliki
musuh.

3. Pendidikan
Pendidikan adalah proses membuat orang berbudaya
dan beradab. Pendidikan adalah kunci bagi pemecahan
masalah-masalah social dan melalui pendidikan
masyarakat dapat direkonstruksi. Rekonstruksi berarti
reformasi budaya dengan melalui pendidikan reformasi
dapat dijalankan, terutama reformasi budi pekerti,
reformasi kebudayaan (keindonesiaan), dan reformasi
nasionalisme (NKRI). Pendidikan yang dinginkan
masyarakat ialah proses pendidikan yang bias
mempertahankan dan meningkatkan keselarasan hidup
dalam pergaulan manusia. Konsep sosialisasi
pendidikan yang dapat diterapkan adalah cara
berhubungan antarindividu atau antarkelompok atau
individu dengan kelompok yang menimbulkan bentuk
hubungan tertentu. Sekolah dapat dijadikan sarana
pembauran multietnik. Guru harus membina siswa agar
bisa memiliki kebiasaan hidup yang harmonis,
bersahabat, dan akrab dengan sesama teman dari
berbagai latar belakang etnik. Proses pembelajaran di
kelas multietnik dapat menghasilkan peradaban baru
sesuai dengan harapan reformasi. Untuk ini, harud
disusun kembali hal-hal yang menyangkut teori, model,
strategi pengajaran multietnik sebagai sarana
menjalankan reformasi pendidikan dan kebudayaan.
ASI, Pandangan Kesehatan dan Islam
Air Susu Ibu (ASI) yang merupakan anugrah Ilahi
untuk pertumbuhan bayi kini semakin tergeser oleh
penggunaan susu formula. Penyebabnya adalah semakin
meningkatnya angka partisipasi angkatan kerja
perempuan, kuatnya penetrasi iklan susu formula
beserta distribusinya hingga ke desa-desa disertai
budaya modern yang mempengaruhi ibu menyusui
sesegera mungkin menyapih anaknya. Pentingnya
penggunaan ASI itulah sehingga dipandang perlu
dibuatkan RPP Pemberian ASI pada yang akan berlaku
secara nasional dan Peraturan Daerah yang berlaku
dalam wilayah Sulawesi Selatan, agar ASI tidak
tergantikan oleh susu formula.

Mengutip DR Abdul Basith Jamal & DR Daliya Shadiq


Jamal (2011), beberapa pusat penelitian telah banyak
mengadakan eksperimen untuk membuat ASI tiruan,
melalui uji coba bahan-bahan kimiawi yang disuntikkan
ke dalam kelenjar susu pada beberapa binatang
menyusui. Maksud dari eksperimen ini, adalah untuk
membuat susu buatan yang memiliki kandungan
kimiawi yang sama dengan susu murni (ASI). Dan
hasilnya, seperti yang kita dapatkan sekarang ini, di
pasaran banyak terdapat susu buatan yang dijual di
toko-toko, baik untuk komsumsi bayi, maupun anak-
anak, bahkan untuk orang dewasa. Namun para
ilmuwan berdasarkan penelitian yang mereka lakukan
menegaskan, bahwa susu buatan mustahil dapat
menggantikan fungsi susu murni, karena kandungan
yang dimiliki keduanya tidak bisa sama persis.
Tentunya, pengakuan di atas, menunjukkan kegagalan
susu buatan dalam memainkan perannya sebagai
pengganti susu murni (ASI).

Sebagai anugerah Ilahi, ASI merupakan bahan makanan


terbaik untuk bayi karena memiliki kandungan semua
zat gizi yang diperlukan bayi dalam masa enam bulan
pertama sejak lahir. Pemberian ASI juga lebih fleksibel
karena ibu bayi dapat memberikannya walau sedang
dalam keadaan sakit, haid, bepergian atau tidur. Jadi
ASI selalu siap untuk diberikan pada bayi dan tidak
memerlukan persiapan juga tidak membutuhkan biaya
alias tidak dibeli. Bisa dibandingkan dengan susu
formula yang harus memerlukan persiapan waktu untuk
menyajikannya dan mengeluarkan uang untuk
mendapatkannya.

Kandungan zat gizi ASI seperti adanya protein dan


lemak, mengandung laktosa dan vitamin, ada zat besi,
garam, kalsium dan fosfat serta memiliki kandungan air
yang cukup sekalipun berada pada iklim panas. ASI
memiliki kandungan protein dan lemak yang tepat
untuk kebutuhan bayi dalam jumlah yang pas.
Kandungan laktosa (gula susu) ASI juga sangat tepat
untuk kebutuhan bayi disamping kandungan vitamin
sehingga tidak perlu lagi menyediakan vitamin
tambahan selama enam bulan pertama.

Besarnya faedah ASI bagi bayi baru lahir menyebabkan


potensi terkena penyakit diare lebih kecil dibandingkan
dengan bayi yang diberikan susu formula. Demikian
pula gangguan kesehatan lainnya seperti gangguan
saluran pernafasan dan telinga tengah serta penyakit
infeksi lainnya.

Imunitas bayi pengkonsumsi ASI terhadap penyakit


infeksi disebabkan oleh ASI bebas bakteri sehingga
terjamin kebersihannya. ASI juga mengandung antibodi
(zat kekebalan) imunoglobulin terhadap bakteri infeksi
yang membantu bayi terlindungi dari ancaman penyakit
infeksi hingga sang bayi bisa memproduksi sendiri
antibodinya. Kandungan sel darah putih (leukosit)
dalam ASI juga turut membantu mencegah penyakit
infeksi pada bayi.

Didalam ASI juga terdapat zat yang disebut faktor


bifidus yang membantu bakteria khusus yaitu
laktobacillus bifidus, tumbuh dalam usus halus bayi.
Laktobacillus bitidus inilah yang mencegah bakteri
berbahaya yang dapat menyebabkan diare. Kandungan
laktoferin dalam ASI juga turut membantu mencegah
pertumbuhan beberapa bakteria berbahaya.

Keuntungan bagi ibu yang menyusui bayinya dengan


ASI dapat membantu menghentikan pendarahan setelah
melahirkan serta membantu mencegah kehamilan
berikutnya. Keuntungan psikologis sangat baik bagi ibu
dan bayi karena dapat terbangun hubungan ikatan
secara emosional. Hubungan psikologis yang baik
antara ibu dan bayi kelak membantu kecerdasan
emosional sang anak ketika memasuki dunia
pendidikan. Menyusui bagi ibu bayi tidaklah membuat
payudara menjadi jelek dan kurang menarik lagi bagi
suami.

Menurut Abd-Alda’em Al-Kheel, banyak studi yang


dilakukan di tiga puluh negara menunjukkan ibu yang
menyusui bayinya kurang terkena kanker payudara.
Rahim melebar dua puluh kali selama kehamilan dan
melahirkan. Penelitian menunjukkan menyusui
bermanfaat untuk membantu rahim kembali ke ukuran
normal. Sebaliknya ibu yang tidak menyusui bayinya
ukuran rahimnya tetap lebih dari batas normal. Selain
itu, menyusui juga melindungi dari kanker rahim.
Penyusuan alami membantu ibu untuk mengurangi
berat badannya dan melindungi dirinya dari
kegemukan. Bahkan ia juga bekerja sebagai analgesik
alami rasa sakit bagi ibu juga. Penyusuan alami juga
membantu ibu dan anak untuk tidur nyenyak.

Bagi bayi, ASI lebih mudah dicerna dan tidak pernah


basi. Meski ibu bayi tidak menyusui anak bayinya
beberapa hari, ASI tetap hangat dan tidak mengenal
basi. Bandingkan dengan susu formula yang sudah pasti
basi bila tidak segera dikonsumsi dalam waktu
tertentu. ASI juga mengandung enzim khusus (lipase)
yang mencerna lemak dan mempercepat pertumbuhan
anak hingga tahun kedua sejak lahir.

Penelitian menunjukkan bahwa sistem kekebalan bayi


tumbuh lebih cepat ketika ia diberi susu ibu. Hal ini
disebabkan dalam air susu ibu mengandung unsur
kekebalan yang disebut “mucins” yang mengandung
banyak protein dan karbohidrat. Mucins berfungsi
menghilangkan ancaman serangan kuman penyakit dari
tubuh bayi tanpa efek samping. Sedangkan
imunoglobulin juga turut membantu bayi selama tiga
bulan pertama untuk melindungi tubuh dari serangan
kuman.

Meski demikian, ditengah masyarakat masih tumbuh


pemahaman yang keliru tentang ASI. Misalnya
pemahaman, apabila mengkonsumsi bumbu masakan
yang keras mengandung cabai, dapat mempengaruhi
rasa ASI. Memang terkadang, kandungan ASI tidak
selalu sama karena terdapat keragaman jenis makanan
yang dikonsumsi sang ibu bayi. Keragaman jenis
makanan adalah termasuk kategori keragaman yang
normal dan jarang mengganggu kesehatan bayi.

Pandangan Islam

Manfaat ASI telah disebutkan dalam Al Quran, “Dan


Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik)
kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”
(QS Luqman: 14).

Dengan demikian, sejak 14 abad yang lalu masyarakat


Muslim telah mengenal pengetahuan akan manfaat ASI
bagi kesehatan bayi. Perintah menyapih anak dalam dua
tahun relevan dengan temuan ilmiah tentang manfaat
ASI. Misalnya dalam tulisan Rex D. Russell, “Design
in Infant Nutrition” (http:// www. icr.org/pubs/imp-
259.html). Russell mengatakan bahwa menyusui bayi
selama dua tahun setelah kelahiran sungguh amat
bermanfaat.
Para ilmuwan dibidang kesehatan awal Abad 20 sepakat
bahwa makanan sempurna untuk bayi adalah air susu
ibu. Riset selama setengah abad, para ilmuwan
menemukan manfaat baru dari susu ibu bahwa ASI
memberikan kekebalan tubuh terhadap berbagai bakteri
dan virus. Para ilmuwan menemukan bahwa jumlah
bakteri dalam usus bayi yang diberi susu sapi adalah
sepuluh kali lipat lebih banyak daripada yang ada dalam
usus bayi yang diberi susu ibu. Rekomendasi para
ilmuwan tersebut kemudian diadopsi oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO). Bagi masyarakat Islam,
anjuran penggunaan air susu ibu sudah diperintahkan
Al-Qur’an empat belas abad yang lalu.

Anda mungkin juga menyukai