Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Arti iman dalam Al-Qur’an maksudnya membenarkan dengan
penuh Keyakinan bahwa Allah SWT. mempunyai kitab-kitab yang
diturunkan kepada hamba-hambaNya dengan kebenaran yang nyata
dan petunjuk yang jelas. Dan bahwaNya Al-Qur’an adalah kalam
Allah yang Ia firmankan dengan sebenarnya
Mnurut Ali bin Abi Talib mengatakan bahwa iman adalah ucapan
dengan lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan
dengan anggota.
seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman)
sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila
seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi
tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan,
maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang
sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu
kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Iman yang buruk menunjukan iman yang lemah. Karena pada
dasarnya keimanan yang kokoh akan mengantarkan seseorang pada
jalan kebaikan. Sedangkan keimanan yang buruk merupakan cerminan
dari iman yang lemah. Keimanan yang buruk bisa terpancar baik dari
dalam hatinya maupun dari sikap dan moril sehari-harinya.
Setiap orang memiliki pehaman yang berbeda-beda, terutama
dalam hal keimanan. Terkadang seseorang terlena dengan hal-hal yang
terlalu biasa. Hal-hal yang sering terjadi sehari-harinya. Apabila kita
terlalu menikmati hidup tanpa memikirkan akhirat maka iman kita
perlu dipertanyakan. Bukankah nikmat ketenangan itu adalah salah
satu anugerah yang diberikan Tuhan kepada umatnya. Kita sebagai
umatnya patutlah untuk mengimani dan berserah diri hanya kepada
Khadiratnya.
Ahlak adalah manifestasi dari iman, maka baik atau buruknya
iman seseorang bisa dilihat dari ahlaknya. Akan tetapi seseorang tidak
bisa mengklaim iman orang lain apakah baik atau buruk, karena
keimanan itu terpancar dari qolbunya. Bagaimana ia mengimani
Tuhannya, Malaikatnya, Kitab-kitab Sucinya, Takdirnya, Serta
mengimani hari pembalasan yang akan datang. Wa’llahu Allam
Bi’sawab.

B. Rumusan Masalah
Setelah mempertimbangkan persoalan yang muncul seperti dalam
uraian sebelumnya, maka hal-hal yang perlu mendapat jawaban cukup
memadai dalam penelitian ini adalah:
1. Apa pengertian dari iman serta arti dari iman itu sendiri ?
2. Mengapa ahlak merupakan manifestasi dari iman ?
3. Apa saja perbuatan yang merupakan tanda dari lemahnya
iman?
4. Apa saja yang bisa membuat seseorang termotivasi untuk
menanamkan iman yang baik?

C. Tujuan Penulisan
Makalah ini dimaksudkan mampu:
1. Mengungkapkan berbagai pengertian dan pemahaman mengenai
iman
2. Mengerti dan paham akan arti dari rukun iman
3. Mengetahui perbuatan yang menunjukan lemahnya iman dan cara
memotivasi diri untuk menanamkan iman yang baik.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Iman dan Penjelasan Arti Iman


Pengertian iman dari bahasa Arab yang artinya percaya.
Sedangkan menurut istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati,
diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan
demikian, pengertian iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati bahwa
Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan kesempurnaanNya,
kemudian pengakuan itu diikrarkan dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal
perbuatan secara nyata.
Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman)
sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang
mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan
lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat
dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut
merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi
seseorang. Allah memerintahkan agar ummat manusia beriman kepada-Nya,
sebagaimana firman Allah
ِ 4‫ ا‬4َ‫ ت‬4‫ ِك‬4‫ ْل‬4‫ ا‬4‫و‬4َ 4‫ ِه‬4ِ‫ل‬4‫ و‬4‫ ُس‬4‫ َر‬4‫ى‬4ٰ 4َ‫ ل‬4‫ َع‬4‫ل‬4َ 4‫ َّز‬4َ‫ ن‬4‫ ي‬4‫ ِذ‬4َّ‫ل‬4‫ ا‬4‫ب‬
4‫ ي‬4‫ ِذ‬4َّ‫ل‬4‫ ا‬4‫ب‬ ِ 4‫ ا‬4َ‫ ت‬4‫ ِك‬4‫ ْل‬4‫ ا‬4‫و‬4َ 4‫ ِه‬4ِ‫ل‬4‫ و‬4‫ ُس‬4‫ر‬4َ 4‫ َو‬4ِ ‫هَّلل‬4‫ ا‬4ِ‫ ب‬4‫ا‬4‫ و‬4ُ‫ ن‬4‫ ِم‬4‫ آ‬4‫ا‬4‫ و‬4ُ‫ ن‬4‫ َم‬4‫ آ‬4‫ن‬4َ 4‫ ي‬4‫ ِذ‬4َّ‫ل‬4‫ ا‬4‫ ا‬4َ‫ ه‬4ُّ4‫ َأ ي‬4‫ ا‬4َ‫ي‬
‫ اَل اًل‬4‫ض‬ َ 4َّ4‫ ل‬4‫ض‬ َ 4‫ ْد‬4َ‫ ق‬4َ‫ ف‬4‫ ِر‬4‫خ‬4ِ ‫آْل‬4‫ ا‬4‫م‬4ِ 4‫و‬4ْ 4َ‫ ي‬4‫ ْل‬4‫ ا‬4‫ َو‬4‫ ِه‬4ِ‫ ل‬4‫ ُس‬4‫ ُر‬4‫ َو‬4‫ ِه‬4ِ‫ ب‬4ُ‫ ت‬4‫ ُك‬4‫ َو‬4‫ ِه‬4ِ‫ ت‬4‫ اَل ِئ َك‬4‫ َم‬4‫و‬4َ 4ِ ‫هَّلل‬4‫ ا‬4ِ‫ ب‬4‫ر‬4ْ 4ُ‫ ف‬4‫ ْك‬4َ‫ ي‬4‫ن‬4ْ 4‫ َم‬4‫و‬4َ 4ۚ 4‫ ُل‬4‫ ْب‬4َ‫ ق‬4‫ن‬4ْ 4‫ ِم‬4‫ل‬4َ 4‫ َز‬4‫َأ ْن‬
4‫ ا‬4ً‫د‬4‫ ي‬4‫ع‬4ِ 4َ‫ب‬
artinya: “Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan
RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan
kepada RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa
ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-
rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat
jauh.” (Q.S. An Nisa : 136)
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa Bila kita ingkar kepada Allah, maka
akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan
kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya
adalah untuk kebaikan manusia.
Mnurut Ali bin Abi Talib mengatakan bahwa iman adalah ucapan dengan
lidah dan kepercayaan yang benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota.
Menurut Aisyah r.a. “iman kepada Allah itu mengaku dengan lisan dan
membenarkan dengan hai dan mengerjakan dengan anggotanya.. menurut
pendapat Imam Al-Ghazali iman yakni pengakuan dengan lidah (lisan)
membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan rukun-
rukun (anggota-anggota).

1. Pengertian Iman Dalam Al-Qur’an dan Hadist


Arti iman dalam Al-Qur’an maksudnya membenarkan dengan penuh
Keyakinan bahwa Allah SWT. mempunyai kitab-kitab yang diturunkan kepada
hamba-hambaNya dengan kebenaran yang nyata dan petunjuk yang jelas. Dan
bahwaNya Al-Qur’an adalah kalam Allah yang Ia firmankan dengan
sebenarnya.
Arti Iman dalam Hadits maksudnya iman yang merupakan pembenaran
batin. Rasullallah menyebutkan hal-hal lain sebagai iman, seperti akhlak yang
baik, bermurah hati, sabar, cinta Rasul, cinta sahabat, rasa malu dan
sebagainya.
Menurut bahasa iman berarti pembenaran hati, sedangkan menurut istilah
iman alaha membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, dan
mengamalkan dengan anggota badan. Penjelasan mengenai Iman yaitu sebagai
beriukut:
a. Membenarkan dengan hati maksudnya menerima segala apa yang di bawa
oleh Rasullullah.
b. Mengikrarkan dengan lisan maksudnya mengucapkan dua kalimah
syahadat “Laa ilaha illallahu wa anna Muhammadan Rasullullah” (tidak
ada sesembahan yang hak kecuali Allah dan bahwa Nabi Muhammad
adalah utusan Allah).
c. Mengamalkan dengan anggota badan maksudnya hati mengamalkan dalam
bentuk keyakinan, sedang anggota badan mengamalkan dalam bentuk
ibadah-ibadah sesuai dengan fungsinya.

2.Rukun Iman
Rukun Iman adalah tiang-tiang fondasi keimanan dari seorang muslim,
apabila ia memiliki dan mengamalkan rukun iman, maka dia akan memiliki
keimanan yang kuat. Dan apabila ia mengabaikan rukun iman dalam hidupnya,
maka ia akan dengan mudah diguncang hatinya dengan berbagai masalah dan
kegelisahan dalam keimanan.
Terdapat enam rukun iman, yang didasarkan pada ayat-ayat Jibril pada
kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim yang diriwayatkan oleh Umar bin
Khattab. Berikut keenam rukun iman tersebut:
a. Iman kepada Allah SWT
Yaitu percaya kepada Allah, orang yang beriman kepada Allah akan
mendapatkan ketengan jiwa yang muncul dari kalbu secara ikhlas. Adapun
yang utama kita beriman kepada Allah yaitu kita menyakini bahwa tiada Tuhan
selain Allah.
Hal pertama yang wajib di amalkan oleh seorang muslim untuk menambah
keimanannya dalam islam adalah anda harus mengimani tentang keberadaan
Allah Subhanallahu wa ta’ala. Seperti halnya saat anda ingin menjadi seorang
muslim sepenuhnya, maka anda harus mengucapkan dua kalimat syahadat yang
menunjukkan bahwa anda bersedia untuk beriman.
“Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi
Muhammad adalah utusan Allah.” Hal ini menunjukkan bahwa saat anda
memilih islam sebagai agama anda, maka anda harus mengakui keesaan dari
Allah dan tidak ada dzat apapun yang mampu menjadi pesaing maupun mampu
menjadi sekutu Nya.
Cara beriman kepada Allah ada dua macam, yaitu beriman kepada Allah
secara rububuiah yang berarti bahwa tiada yang mampu mencipta, menguasai
dan mengatur alam semesta kecuali Allah. Dan secara uluhiah yang berarti
bahwa tidak ada dzat yang berhak disembah kecuali Allah dan mengingkari
adanya tuhan lain selain Allah.
Mengimani sifat Allah, yakni wujud, qidam, baqa’, almumatsalatu lil
hawaditsi, qiyamuhu binafsihi, wahdaniyat, qudrat, iradah, ilmu, hayat, sama’,
bashar’ kalam, qadiran, muridan, ‘aliman, hayyan, samian, basyiran,
mutakalliman. Mengimani sifat Allah dapat membantu anda untuk terus
menambah keimanan kepada Allah.

b. Iman kepada para Malaikat 


Semua makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT. dapat dibagi kepada
dua macam: pertama, yang ghaib (al-ghaib), dan kedua, yang nyata (as-
syahadah). Yang membedakan keduanya adalah bisa dan tidak bisanya
dijangkau oleh pancaindera manusia. Seseuatu yang tidak bisa dijangkau oleh
pancaindera manusia digolongkan kepada yang ghaib, sedangkan sesuatu yang
bisa dijangkau oleh pancaindera manusia digolongkan kepada yang as-
shahadah atau nyata.
Bagaimana kita mengimani dan mengetahui wujud malaikat yaitu, pertama
melalui akhbar yang disampaikan oeh Rasullullah SAW baik berupa Al-Qur’an
maupun Sunnah. Kedua lewat bukti-bukti nyata yang ada dalam semesta yang
menunjukan bahwa Malaikat itu ada.
Secara etimologis kata Malaikah adalah bentuk jamak dari malak, berasal
dari al-alukah artinya ar-risalah (missi atau pesan). Secara terminologis
Malaikat adalah makhluk ghaib yang diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya
dengan wujud dan sifat-sifat tertentu. Jumlah Malaikat yang wajib kita tahu ada
sepuluh dengan masing-masing tugas yang Allah berikan kepadanya.

c. Iman kepada Kitab-kitab


Secara etimologis kata kitab adalah bentuk masdhar dari kata ka-ta-ba
yang berarti menulis. Setelah menjadi masdhar berarti tulisan, atau yang
ditulis.
Secara terminologis Al-Kitab adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah
SWT. kepada para Nabi dan RasulNya. Adapun kitab-kitab yang wajib kita
tahu ada empat,yaitu:
1) Kitab Taurat
Kitab taurat merupakan kitab yang diturunkan kepada Nabi Musa AS
sebagai petunjuk kepada kaumnya. Karena Nabi Musa saat itu menjadi Nabi
yang diutus kepada Bani Israil, maka kitab Taurat merupakan kitab petunjuk
yang di gunakan sebagai pedoman bagi Bani Israil. Isi dari kitab Taurat
merupakan 10 perintah tuhan atau dikenal sebagai The Ten Commandements.
2) Kitab Zabur
Kitab Zabur diturunkan kepada Nabi Daud AS. Kitab ini ditujukan sebagai
petunjuk dan pedoman kepada para kaum Nabi Daud. Kitab ini disebut juga
sebagai “Mazmur” dan memiliki isi berupa nyanyian dan pujian kepada Allah
Subhanallahu wa ta’ala atas segala nikmat dan rahmat yang telah Dia berikan
kepada kaum Nabi Daud pada saat itu.
3) Kitab Injil
Kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa AS. Sama halnya dengan kitab
Taurat, kitab Injil diturunkan sebagai petunjuk dan pedoman bagi kaum Israil.
Isi dari kitab Injil adalah pokok tatacara untuk menjadalani kehidupan secara
zuhud, dimana kita di haruskan untuk meninggalkan berbuat kerusakan dan
memiliki sifat ketamakan saat di dunia.
4) Kitab Al Qur’an
Berbeda dengan kitab-kitab yang lainnya, Al Qur’an merupakan kitab
yang di turunkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salam untuk
digunakan sebagai pedoman seluruh umat manusia di dunia. Kitab ini
diturunkan melalui perantara malaikat Jibril dan secara berangsur-angsur atau
tidak secara langsung, serta apabila kita membacanya maka kita mendapat
pahala.

d. Iman Kepada Para Rasul


Secara etimologis Nabi berasal dari na-ba artinya ditinggikan, atau dari
kata na-ba-a artinya berita. Dalam hal ini seorang Nabi adalah seseorang yang
ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT. Dengan memberinya berita (wahyu).
Sedangkan Rasul berasal dari kata ar-sa-la artinya mengutus. Setelah dibentuk
menjadi Rasul berarti yang diutus. Dalam hal ini seorang Rasul adalah seorang
yang diutus oleh Allah SWT. untuk menyampaikan misi, pesan (ar-risalah).
Secara terminologis Nabi dan Rasul adalah manusia biasa, laki-laki, yang
dipilih oleh Allah SWT. untuk menerima wahyu. Apabila tidak diirigi dengan
kewajiban menyampaikan atau membawa satu misi tertentu, maka dia disebut
Nabi saja. Namun bila diikuti dengan kewajiban menyampaikannya atau
membawa satu misi tertentu maka dia disebut juga Rasul. Adapun jumlah Nabi
dan sekaligus Rasul ada dua puluh lima orang.
Diantara 25 nabi ini terdapat 5 orang rasul yang memiliki kelebihan
dibandingkan nabi-nabi lain dan memiliki gelar Ulul Azmi yang berarti Nabi
atau rasul yang memiliki kesabaran yang luar biasa. 5 orang rasul tersebut
adalah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa dan Nabi Muhammad.
Kelima Nabi atau rasul ini wajib memiliki sifat jujur, dapat dipercaya, amanah
dan cerdas.

e. Iman kepada Hari Akhir


Yang dimaksud hari akhir adalah kehidupan yang kekal sesudah
kehidupan yang kekal sesudah kehidupan di dunia fana ini berakhir, termasuk
semua proses dan peristiwa yang terjadi pada Hari itu, mulai dari kehancuran
alam semesta dan seluruh isinya, serta berakhirnya seluruh kehidupan
(Qiyamah), kebangkitan seluruh umat manusia dari dalam kubur (Ba’ats),
dikumpulkannya seluruh umat manusia di padang mahsyar (Hasyr),
perhitungan seluruh amal perbuatan manusia di dunia (Hisab), penimbangan
amal perbuatan tersebut untuk mengetahui perbandingan amal baik dan amal
buruk (Wazn), sampai kepada pembalasan dengan surga atau neraka (Jaza’).
Menanamkan keyakinan bahwa hari akhir itu akan benar-benar ada dan
terjadi membuat anda menjadi lebih meningkatkan ketakwaan kepada Allah
Subhanallahu wa ta’ala, agar mendapatkan ampunan dari segala dosa dan
diselamatkan dan di berikan tempat di surga nantinya. Hari kiamat da
kedahsyatannya pun telah banyak disebutkan serta dikisahkan dalam Al Qur’an
maupun hadis. Allah berfirman dalam surat Al Hajj ayat 6-7,
ٌ )‫اع َة آتِ َي‬
‫)ة اَل‬ َّ َّ‫ َوَأن‬.‫ش ْي ٍء َق)دِي ٌر‬
َ ) ‫الس‬ َ ِّ ‫ٰ َذلِ َك ِبَأنَّ هَّللا َ ه َُو ا ْل َح ُّق َوَأ َّن ُه ُي ْح ِيي ا ْل َم ْو َت ٰى َوَأ َّن ُه َعلَ ٰى ُكل‬

ِ ‫ث َمنْ فِي ا ْلقُ ُب‬


‫ور‬ ُ ‫َر ْي َب فِي َها َوَأنَّ هَّللا َ َي ْب َع‬
Artinya “Yang sedemikian itu supaya kamu mengerti bahwa Tuhan Allah itu
Tuhan yang benar dan Tuhan itu menghidupkan segala yang telah mati. Lagi
Allah itu maha kuasa atas segala sesuatu. Dan sesungguhnya kiamat itu pasti
datang, tidak ragu lagi. Tuhan Allah benar-benar akan membangkitkan orang-
orang yang ada dalam kubur.”

f. Iman kepada Qadha dan Qadar


Secara etimologis Qadha adalah bentuk masdhar dari kata kerja qadha
yang berari kehendak atau ketetapan hukum. Dalam hali ini Qadha adalah
kehendak atau ketetapan hukum Allah SWT. terhadap segala sesuatu.
Sedangkan Qadar secara etimologis adalah bentuk masdhar dari qadara yang
berarti ukuran atau ketentuan. Dalam hali ini Qadar adalah ukuran atau
ketentuan Allah SWT. terhadap segala sesuatu. Secara terminologis ada ulam
yang berpenapat kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama, dan
ada pula ynag membedakannya. Yang membedakan, mendefinisikan Qadar
sebagai: “Ilmu Allah SWT. Tentang apa-apa yang akan terjadi pada seluruh
makhlukNya pada masa yang akan datanh”. Dan Qadha adalah: “Penciptaan
segala sesuatu oleh Allah SWT. Sesuai dengan ilmu dan IradahNya”. 

3. Hal - hal yang membatalkan iman


Pembatal iman atau “nawaqidhul iman” adalah sesuatu yang dapat
menghapuskan iman sesudah iman masuk didalamnya yakni antara lain:
a. Mengingkari rububiyah Allah atau sesuatu dari kekhususan-
kekhususanNya, atau mengaku memiliki sesuatu dari kekhususan tersebut
atau membenarkan orang yang mengakuinya.
b. sombong serta menolak beribadah kepada Allah
c. menjadikan perantara dan penolong yang ia sembah atau ia mintai
(pertolongan) selain Allah.
d. .menolak sesuatu yang ditetapkan Allah untuk diriNya atau yang
ditetapkan oleh RasulNya.
e. mendustakan Rasullullah.
f. mengolok-olok atau mengejek-ejek Allah atau Al-Qur’an atau agama
Islam atau pahala dan siksa yang sejenisnya, atau mengolok-olk
Rasullullah atau seorang Nabi, baik itu gurauan maupn sungguhan, dan
lain sebagainya

B. Ahlak Sebagai Manifestasi Keimanan Seseorang

Salah satu dari beberapa tugas Nabi Muhammad saw di muka bumi adalah
untuk menyempurnakan akhlak manusia. Rasulullah SAW bersabda,
“Bahwasanya aku diutus Allah untuk menyempurnakan keluhuran akhlak.” (HR.
Ahmad).
Beliau begitu lembut tutur katanya, santun perangainya, dan bijaksana
dalam bersikap. Keluhuran akhlak beliau dapat kita mengerti karena beliau
merupakan manusia yang terjaga dan dijaga langsung oleh Allah swt. Bahkan
ketika beliau berbuat sedikit saja kesalahan langsung mendapat teguran dari Allah
swt. Akan tetapi yang lebih penting lagi kita perlu cermati adalah keluhuran
akhlak beliau ini merupakan manifestasi keimanan beliau yang begitu besar dan
mendalam kepada Allah swt. Tugas di atas tentu saja tidak bersifat parsial tetapi
justru holistik atau menyatu, berkait dan berkelindan. Dengan demikian kita
pahami bahwa akhlak mulia itu tidak berdiri sendiri di suatu sisi lalu keimanan itu
berdiri di sisi yang lainnya. Keduanya adalah satu kesatuan.
Dalam suatu hadits dinyatakan bahwa sesungguhnya Allah swt tidak
memerlukan ibadah yang kita kerjakan, melainkan ibadah yang seorang muslim
lakukan adalah demi kebaikan diri mereka sendiri. “Bacalah Kitab (Al-Quran)
yang diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan laksanakanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar. Dan (ketahuilah)
mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah yang lain).
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Ankabut: 45).
Allah swt berfirman, “Bahwasanya Aku menerima shalat hanya dari
orang yang bertawadhu dengan shalatnya dengan keagunganKu yang tidak terus
menerus berdosa, menghabiskan waktunya sepanjang hari untuk berdzikir
kepadaKu, kasih sayang kepada fakir miskin, ibnu sabil, janda, serta mengasihi
orang yang mendapat musibah.” (terjemah Hadits Qudsi, Hadits Riwayat Al
Bazzar).
Kondisi faktual iman seseorang dapat diketahui dari perilaku dan
akhlaknya. Iman yang kokoh kuat akan dimanifestasikan dalam bentuk akhlak
yang baik dan mulia. Sedangkan akhlak yang buruk dan hina adalah gambaran
yang diberikan oleh imannya yang lemah. Sosok yang lemah imannya akan
mudah tergelincir kepada perbuatan buruk yang merugikan dirinya. Akhlak
sendiri adalah suatu sikap perilaku yang spontan dan tidak dibuat-buat. Oleh
karena itu reaksi spontan dari kebaikan iman seseorang adalah perilaku dan
akhlaknya yang baik.
Guna menjaga stabilitas tingkat keimanan Allah swt telah memperingatkan
pada kita dalam firmannya yaitu “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah
kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. At
Taubah: 119).
Tuntutan atas iman dan takwa seseorang adalah dengan berbuat baik dan
benar. Manifestasi dari ketinggian iman seseorang adalah akhlak dan perbuatan
baik yang dilakukan. Rasulullah saw telah memberikan gambaran kelemahan
iman seseorang yang berwujud pada hilangnya rasa malu. Rasulullah saw
bersabda, “Rasa malu dan iman itu sebenarnya padu menjadi satu, maka
bilamana lenyap salah satunya hilang pulalah yang lain.”
Berbagai macam bentuk ibadah sebagaimana termaktub dalam rukun
Islam seperti shalat, puasa, zakat, dan haji serta ibadah-ibadah sunnah lainnya
adalah program-program yang telah diajarkan oleh Islam. Semua program ibadah
itu ditetapkan sebagai sarana untuk mensucikan jiwa dan memelihara
kehidupannya yang mulia dalam cahaya iman takwa. Sehingga bagi jiwa-jiwa suci
yang kehidupannya selalu dipandu cahaya kebenaran itu yang kesehariannya
adalah mereka-mereka yang berakhlak yang mulia, berperilaku yang santun,
berbudi pekerti yang baik. Sekali lagi, intisari ibadah adalah untuk mensucikan
jiwa, hati, dan pikiran untuk memperluas dan memperdalam hubungan dan
interaksi dengan Allah swt dan juga sesama manusia serta makhluk Allah swt
lainnya.
Rasulullah saw bersabda, “Kaum mukminin yang paling sempurna
imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya di antara mereka.” (HR.
Ahmad dan Abu Dawud).
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di
antara kalian dan orang yang paling dekat duduknya denganku pada hari kiamat
adalah orang yang paling baik akhlaknya di antara kalian.” (HR. Bukhari)

1. Pengertian dan Jenis-Jenis Akhlak Tercela

Akhlak tercela atau perangai buruk (su-ul khuluq) adalah sifat, sikap, atau
perilaku yang dibenci Allah SWT dan merusak hubungan harmonis dengan
sesama manusia. Akhlak tercela wajib dijauhi umat Islam.

Dalam Q.S. 49:12 kita dapati larangan Allah SWT untuk berperangai
buruk, berupa menghina atau mengolok-olok orang lain, mencela sesama
mukmin, memanggil seseorang dengan nama panggilan yang buruk atau tidak
disukai yang dipanggil, berprasangka, mencari-cari kesalahan orang lain
(tajassus), serta bergunjing atau membicarakan aib orang lain.
Berikut uraian singkat sifat-sifat atau perilaku yang tergolong perangai
buruk yang dilarang Islam.

a.Menghina
Menghina adalah mengeluarkan kata-kata yang merendahkan dan
menyakiti hati orang lain, termasuk mengolok-olok, mencela,
melaknat/mengutuk, memaki, dan mengejek. 
“Cukuplah kejelekan seseorang jika ia menghina saudaranya yang
Muslim” (HR Muslim).“Memaki sesama Muslim itu kedurhakaan,” (HR Muttafaq
‘Alaih).“Mukmin itu bukanlah pencela dan bukan pelaknat dan bukan yang jelek
perangai dan bukan yang kotor lidah” (HR Ibnu Mas’ud).

“Barangsiapa yang mengejek saudaranya lantaran satu dosa, tidak ia mati


melainkan melakukan dosa itu” (HR Tirmidzi). Celaan tidak saja dilarang dalam
hubungan antar manusia, bahkan kepada makanan pun dilarang. Ketika ada
makanan yang tidak kita sukai yang disajikan buat kita, jangan dicela. Rasulullah
Saw sama sekali tidak pernah mencela makanan. Bila beliau menyukainya, beliau
memakannya. Dan jika beliau tidak menyukainya, maka ditinggalkannnya
makanan tersebut (HR Ahmad dari Abu Hurairah).

b. Buruk Sangka

“Jauhilah buruk sangka karena sesungguhnya prasangka itu sedusta-dusta


omongan” (HR Muttafaq ‘Alaih). Buruk sangka itu menuduh atau memandang
orang lain dengan “kacamata hitam” atau negative thinking, seraya
menyembunyikan kebaikan mereka dan membesar-besarkan keburukan mereka. 

c. Bergunjing / Ghibah

Pada malam Isra' --dalam rangkaian peristiwa Isra Mi'raj-- Nabi


Muhammad Saw melewati suatu kaum yang sedang mencakar-cakar wajah
mereka sendiri dengan kukunya. Nabi Saw bertanya kepada Malaikat Jibril yang
mendapinginya waktu itu, "Apa itu Jibril?". Malaikat penyampai wahyu Allah itu
menjawab, "Itulah gambaran orang yang suka menggunjing sesamanya (ghibah)". 
Ghibah adalah membicarakan kejelekan atau aib orang lain atau menyebut
masalah orang lain yang tidak disukainya, sekalipun hal tersebut benar-benar
terjadi.
Oleh Allah SWT ghibah diidentikkan dengan "memakan daging mayat
saudara sendiri" (Q.S. al-Hujurat:12). Meskipun kejelekan atau kekurangan orang
lain itu faktual, benar-benar terjadi alias sesuai dengan kenyataan, tetap saja itu
ghibah.
Ghibah termasuk akhlak tercela. Tersirat di dalamnya perbuatan tercela
lain seperti sombong, merasa diri paling baik dan benar, serta menghina orang
lain. Ketercelaan ghibah dapat dirasakan betapa tersinggung perasaan kita, atau
sakit hatinya kita, bahkan betapa marahnya kita, jika kejelakan dan kekurangan
kita dibicarakan orang lain.

Namun demikian, tidak selamanya ghibah itu dilarang. Al-Hasan


sebagaimana dikutip Imam Al-Ghazali menyebutkan, "Ada tiga golongan tidak
termasuk menggunjing jika menyebut aib mereka, yaitu orang yang mengikuti
hawa nafsu, orang fasik yang melakukan kefasikan secara terang-terangan, dan
pemimpin yang menyeleweng". Memperingatkan sesama Muslim atas kejahatan
seseorang pun termasuk ghibah yang dibolehkan.

d. Dengki 

Hasad merupakan sikap batin, keadaan hati, atau rasa tidak senang, benci, dan
antipati terhadap orang lain yang mendapatkan kesenangan, nikmat, memiliki
kelebihan darinya. Sebaliknya, ia merasa senang jika orang lain mendapatkan
kemalangan atau kesengsaraan. Sikap ini termasuk sikap kaum Yahudi yang
dibenci Allah (maghdhub). 

"Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika
kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya..." (Q.S. 3: 120).
"Janganlah kamu mengharap-harapkan sesuatu yang telah dilebihkan Allah pada
sebagian darimu atas sebagian yang lain" (Q.S. 4:32).
"Hindarilah hasad, karena sesungguhnya hasad itu menghapus semua amal
kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar" (H.R. Abu Daud).
"Janganlah kalian saling benci, jangan bersikap hasad, jangan saling
membelakangi, dan jangan bermusuhan. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang
besaudara!" (H.R. Bukhari dan Muslim).

Sikap hasad ini berbahaya karena dapat merusak nilai persaudaraan atau
menumbuhkan rasa permusuhan secara diam-diam. Hasad juga dapat mendorong
seseorang mencela, menjelek-jelekkan, dan mencari-cari kelemahan atau
kesalahan orang lain dan menimbulkan prasangka buruk (suudzan).

e. Serakah

Serakah atau tamak yaitu sikap tidak puas dengan yang menjadi hak atau
miliknya, sehingga berupaya meraih yang bukan haknya. Setiap orang berpotensi
bersikap serakah. "Jika seseorang sudah memiliki dua lembah emas, pastilah ia
akan mencari yang ketiganya sebagai tambahan dari dua lembah yang sudah ada
itu" (H.R. Bukhari dan Muslim).

"Jika seorang anak Adam telah memiliki harta benda sebanyak satu lembah,
pasti ia akan berusaha lagi untuk memiliki dua lembah. Dan andaikata ia telah
memiliki dua lembah, ia akan berusaha lagi untuk memiliki tiga lembah. Memang
tidak ada sesuatu yang dapat memenuhi keinginan anak Adam kecuali tanah
(tempat kubur, yakni mati). Dan Allah akan menerima tobat mereka yang
bertobat" (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Tirmidzi).

f. Kikir (Bakhil).

Kikir adalah penyakit hati. Sifat kikir ini bersumber dari ketamakan, cinta
dunia, atau suka kemegahan. Orang yang terbebas dari sifat kikir termasuk orang
beruntung (Q.S. Al-Hasyr:9). “Dua perkara tidak akan berkumpul pada seorang
mukmin: sifat kikir dan perangai jelek” (HR Tirmidzi).

g. Riya’

Riya’ adalah sikap ingin dipuji orang lain. Lawan ikhlas ini haram hukumnya.
Nabi Saw menyebutnya sebagai syirik kecil (syirkul ashgar).
“Sesungguhnya yang aku paling takuti atas umatku adalah syirik kecil, yaitu
riya’” (HR Ahmad). 

Riya’ merupakan lawan atau kebalikan dari ikhlas (semata-mata karena Allah
SWT). Ikhlas merupakan salah satu syarat diterimanya amal-ibadah oleh Allah
SWT (maqbul). "Padahal mereka tidaklah diperintahkan kecuali agar beribadah
pada Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas) pada-Nya dalam menjalankan
agama dengan lurus..." (Q.S. Al-Bayinah:5, juga Q.S. 4:146, 7:29, Az-
Zumar:2,11, 2:139, Luqman:32).

h.Berdusta
Berkata dusta adalah salah satu ciri kaum munafik, selain mengkhianati
kepercayaan dan mengingkari janji (HR Bukhari dan Muslim). 
“Dan jauhilah perkataan dusta” (Q.S. 22:30).
“Jauhilah kedustaan karena sesungguhnya kedustaan (kadzib) itu memimpin
kepada kedurhakaan dan kedurhakaan membawa ke neraka” (HR Muttafaq
‘Alaih).

i. Bermusuhan. 

Bermusuhan adalah sikap bertentangan dengan semangat ukhuwah


Islamiyah (persaudaraan dalam Islam). Orang Muslim harus menjauhi saling
bermusuhan.
“Janganlah kamu saling benci dan saling berpaling muka” (HR Muslim).
“Tidak halal bagi seorang Muslim mendiamkan saudaranya ((tidak saling bicara)
selama lebih dari tiga hari, keduanya bertemu lalu saling berpaling muka
(bermusuhan). Yang paling baik di antara mereka adalah yang memulai
mengucapkan salam (mengajak damai)” (HR Bukhari dan Muslim).
“Janganlah kamu putus-memutuskan hubungan baik, belakang-membelakangi,
benci-membenci, hasad menghasad. Hendaklah kamu menjadi hamba Allah yang
bersaudara satu sama lain dan tidak halal bagi Muslim mendiamkan saudaranya
lebih dari tiga hari” (HR Bukhari dan Muslim).

j. Mengadu-domba (Namimah).

Mengadu-domba adalah mendorong dua pihak atau lebih untuk saling


bermusuhan. “Tidak akan masuk sorga orang yang memutuskan persaudaraan
(mengadu domba)” (HR Muttafaq ‘Alaih). “Maukah kamu aku beritahukan
tentang ‘adh-hu? Yaitu mengumpat, mengadu-domba dengan omongan di antara
manusia” (HR Muslim).
2. Tanda Iman Sedang Lemah
a. Ketika Anda sedang melakukan kedurhakaan atau dosa. Sebab, perbuatan
dosa jika dilakukan berkali-kali akan menjadi kebiasaan. Jika sudah menjadi
kebiasaan, maka segala keburukan dosa akan hilang dari penglihatan Anda.
Akibatnya, Anda akan berani melakukan perbuatan durhaka dan dosa secara
terang-terangan.
Ketahuilah, Rasululllah saw. pernah berkata, “Setiap umatku mendapatkan
perindungan afiat kecuali orang-orang yang terang-terangan. Dan,
sesungguhnya termasuk perbuatan terang-terangan jika seseirang melakukan
suatu perbuatan pada malam hari, kemudian dia berada pada pagi hari
padahal Allah telah menutupinya, namun dia berkata, ‘Hai fulan, tadi malam
aku telah berbuat begini dan begini,’ padahal sebelum itu Rabb-nya telah
menutupi, namun kemudian dia menyibak sendiri apa yang telah ditutupi
Allah dari dirinya.” (Bukhari, 10/486)
Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada pezina yang di saat berzina dalam
keadaan beriman. Tidak ada pencuri yang si saat mencuri dalam keadaan
beriman. Begitu pula tidak ada peminum arak di saat meminum dalam
keadaan beriman.” (Bukhari, hadits nomor 2295 dan Muslim, hadits nomor
86)
b. Ketika hati Anda terasa begitu keras dan kaku. Sampai-sampai menyaksikan
orang mati terkujur kaku pun tidak bisa menasihati dan memperlunak hati
Anda. Bahkan, ketika ikut mengangkat si mayit dan menguruknya dengan
tanah. Hati-hatilah! Jangan sampai Anda masuk ke dalam ayat ini,
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras
lagi.” (Al-Baqarah:74)
c. Ketika Anda tidak tekun dalam beribadah. Tidak khusyuk dalam shalat.
Tidak menyimak dalam membaca Al-Qur’an. Melamun dalam doa. Semua
dilakukan sebagai rutinitas dan refleksi hafal karena kebiasaan saja. Tidak
berkonsentrasi sama sekali. Beribadah tanpa ruh. Ketahuilah! Rasulullah
saw. berkata, “Tidak akan diterima doa dari hati yang lalai dan main-main.”
(Tirmidzi, hadits nomor 3479)
d. Ketika Anda terasas malas untuk melakukan ketaatan dan ibadah. Bahkan,
meremehkannya. Tidak memperhatikan shalat di awal waktu. Mengerjakan
shalat ketika injury time, waktu shalat sudah mau habis. Menunda-nunda
pergi haji padahal kesehatan, waktu, dan biaya ada. Menunda-nunda pergi
shalat Jum’at dan lebih suka barisan shalat yang paling belakang.
Waspadalah jika Anda berprinsip, datang paling belakangan, pulang paling
duluan. Ketahuilah, Rasulullah saw. bersabda, “Masih ada saja segolongan
orang yang menunda-nunda mengikuti shaff pertama, sehingga Allah pun
menunda keberadaan mereka di dalam neraka.” (Abu Daud, hadits nomor
679)
Allah swt. menyebut sifat malas seperti itu sebagai sifat orang-orang
munafik. “Dan, apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan
malas.”
Jadi, hati-hatilah jika Anda merasa malas melakukan ibadah-ibadah rawatib,
tidak antusias melakukan shalat malam, tidak bersegera ke masjid ketika
mendengar panggilan azan, enggan mengerjakan shalat dhuha dan shalat
nafilah lainnya, atau mengentar-entarkan utang puasa Ramadhan.
e. Ketika hati Anda tidak merasa lapang. Dada terasa sesak, perangai berubah,
merasa sumpek dengan tingkah laku orang di sekitar Anda. Suka
memperkarakan hal-hal kecil lagi remeh-temeh. Ketahuilah, Rasulullah saw.
berkata, “Iman itu adalah kesabaran dan kelapangan hati.” (As-Silsilah Ash-
Shahihah, nomor 554)
f. Ketika Anda tidak tersentuh oleh kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Tidak
bergembira ayat-ayat yang berisi janji-janji Allah. Tidak takut dengan ayat-
ayat ancaman. Tidak sigap kala mendengar ayat-ayat perintah. Biasa saja
saat membaca ayat-ayat pensifatan kiamat dan neraka. Hati-hatilah, jika
Anda merasa bosan dan malas untuk mendengarkan atau membaca Al-
Qur’an. Jangan sampai Anda membuka mushhaf, tapi di saat yang sama
melalaikan isinya.
Ketahuilah, Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang
beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka,
dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

3. Inspirasi Berakhlak yang Baik


Banyak ayat Al-Qur’an yang dan hadist yang menjelaskan tentang
pentingya berakhlak baik. “Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah dan
janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan
sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik.”
Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah hamba-hamba Allah di pagi hari
melainkan dua malaikat turun kepadanya, kemudian salah satu dari keduanya
berkata, Ya Allah, berilah ganti kepada orang yang berinfaq. Malaikat satunya
berkata, Ya Allah berilah kerusakan kepada orang yang tidak mau berinfaq.”
(HR Bukhari).
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah itu dermawan yang
menyukai kedermawanan, menyukai akhlak-akhlak yang mulia, dan membenci
akhlak yang buruk. (Terjemah, Muttafaquh alaih).
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan)
perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An Nahl: 90)
“Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, Janganlah
kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua,
kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Dan bertutur katalah yang
baik kepada manusia, laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Tetapi
kemudian kamu berpaling (mengingkari) kecuali sebagian kecil dari kamu, dan
kamu (masih menjadi) pembangkang.” (Al Baqarah: 83)
“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan
sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh,
teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh,
Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri. (An Nisa:
36).
Rasulullah saw bersabda, “Takutlah kalian kepada neraka, kendati hanya
dengan separuh biji kurma.” (HR. Bukhari).
Hasan Al Bashri berkata, “Akhlak yang baik ialah wajah yang berseri-seri,
memberikan bantuan, dan tidak mengganggu.”
Abdullah bin Al Mubarak berkata, “Akhlak yang baik itu ada pada tiga
perkara, menjauhi hal-hal yang diharamkan, mencari hal-hal yang halal, dan
memperbanyak menanggung tanggungan.
Ulama yang lain mengatakan, “Hendaknya seseorang banyak merasa
malu, sedikit mengganggu, banyak kebaikannya, benar tutur katanya, sedikit
bicara, banyak kerja, sedikit salahnya, sedikit berlebih-lebihan, berbuat baik,
menyambung hubungan kekerabatan, tenang, sabar, bersyukur, ridha, lembut,
menepati janji, tidak meminta-minta, tidak melaknat, tidak menghina, tidak
mengadu domba, tidak menggunjing, tidak gegabah, tidak dengki, tidak kikir,
berwajah ceria, mencintai seseorang karena Allah, membenci orang
karenaNya.”
DAFTAR PUSTAKA
Muthamainah, Rukun iman :pengertian, urutan, penjelasan, makna, Januari
2018.
Putri Lurita, Ahlaq manifestasi iman, Maret 2013.

Anda mungkin juga menyukai