Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“IMAN KEPADA ALLAH”

DOSEN : EKAWATI S. Th. I., M.S.I


DI SUSUN OLEH : ABD. AZIS GAFFAR

INSTITUT AGAMA ISLAM AS’ADIYAH


2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Iman kepada Allah swt. Adalah asas dan pokok akan adanya keimanan kepada
kitab-Nya. Kemudian seorang hamba meyakini bahwa Allah swt adalah Rabb dan
pemilik segala sesuatu, Dialah satu-satunya pencipta, pengatur segala sesuatu, dan
Dialah satu-satunya yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Semua sesembahan selain Dia adalah sesembahan yang batil, dan beribadah
kepada selain-Nya adalah kebatilan. Dan hanya Allah lah yang berhak disembah.
Tiada tuhan selain Allah.
Iman kepada Allah ini dan rukun iman lainnya termaktub di dalam alquran Surat
An-Nisa Ayat 136.
Manfaat iman kepada Allah swt. Diantaranya:
Kebahagiaan:Masing-masing orang memiliki standar kebahagiaannya
tersendiri. Ada yang menilai kebahagiaan dari uang, percintaan, Keluarga,
prestasi, hingga Sukses Dunia Akhirat. Percayalah kepada Allah. Lakukan yang
terbaik serta berdoa dan Allah akan melakukan sisanya. Jika Anda mengukur
kebahagiaan dari materi, Allah berkuasa untuk memberikan harta yang Anda
inginkan. Jika Anda mengukur kebahagiaan dari pasangan hidup, Allah sudah
menjanjikan bahwa manusia hidup berpasang-pasangan, bahwa jodoh ada di
tangan Allah dan Anda hanya perlu berusaha dan berserah diri kepada-Nya.
Kedamaian:Mempercayai Allah artinya Anda akan Hidup Bahagia dengan
damai. Orang yang tidak mempercayai Allah SWT akan hidup dalam rasa cemas,
selalu meragukan keberadaan Allah SWT yang pada akhirnya membuatnya
merasakan hidup yang tidak damai. Dalam kedamaian Anda akan merasakan Jiwa
Tenang dan sehat. Tanpa rasa damai tentunya Anda akan merasakan ketakutan,
depresi, dan banyak masalah lain yang membebani hidup Anda. Cara mengatasi
depresi menurut islam adalah dengan berhenti meragukan keberadaan Allah SWT,
dengan begitu Anda akan menemukan kehidupan yang tenang. Sementara
menyangkal keberadaan Allah SWT akan membuat Anda terus hidup dalam
keraguan dan tidak ada jawaban yang akan Anda dapat.

1
B. Rumusan masalah
1. Mengetahui pengertian iman kepada Allah swt
2. Mengetahui proses iman kepada Allah
3. Mengetahui apa itu wujudullah
4. Mengetahui tauhidullah
5. Mengetahui hakikat dan dampak imana kepada Allah swt.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman Kepada Allah
Kata Iman berasal dari bahasa arab yaitu “‫ ” امن‬yang artinya aman, damai,
tentram. Dalam pengertian lain adalah keyakinan atau kepercayaan 1. Kata iman
tersusun dari tiga huruf (hamzahmim-nun), Kemudian disebutkan dalam kitab
Mu’jam Mufahros jumlah keseluruhan ayat di dalam Al-Qur’an tempat dimana
kata-kata berakar pada huruf a-m-n ada 387.2 Sedangkan kata iman itu sendiri
mempunyai arti membenarkan atau mempercayai. (at-tasdiq) yang merupakam
lawan dari kata Al-Kufr dan At-Taqdzib. 3
Menurut al-Baidhawi berkata bahwa Iman secara bahasa merupakan ungkapan
tentang membenarkan sesuatu. Kata iman diambil dari kata al-amn, seperti
bahwasannya orang yang membenarkan sesuatu, maka dia (akan) mengamankan
hal yang diyakini kebenarannya itu dari pendustaan dan ketidak
cocokan/perbedaan. 4
Menurut M. Quraish Shihab iman yang benar akan melahirkan aktifitas yang
benar sekaligus kekuatan menghadapi tantangan, bukannya kelemahan yang
melahirkan angan-angan dan mengantar kepada keinginan terjadinya sesuatu yang
tidak sejalan dengan ketentuan hukumhukum Allah yang berlaku di alam raya,
atau yang bertentangan dengan akal sehat dan hakikat ilmiah5
Iman kepada Allah adalah percaya dan meyakini dengan sepenuh hati bahwa
Allah itu ada dengan segala sifat kesempurnaan-Nya. Iman kepada Allah meliputi
tiga unsur penting, yaitu meyakini lewat hati, mengikrarkan lewat lisan, dan
mewujudkan lewat perbuatan (amal). Seseorang tidak dapat dikatakan beriman
jika hanya melakukan satu atau dua dari tiga komponen tersebut. Ketiganya harus
ada, tidak bisa dipisah-pisahkan satu sama lain. Seseorang yang mengaku beriman
tetapi hatinya ragu-ragu akan keberadaan Allah, akan jatuh pada kemunafikan.
Adapun yang meyakini adanya kekuatan, kekuasaan, atau sembahan selain Allah
Swt. akan jatuh pada kemusyrikan.

1
Zaini, Syahminan, Kuliah Aqidah Islam, (Surabaya:Al-Ikhlas,1983), hlm.51
2
2Muhammad Shidqi ‘Athori, al-Mu’jam al-Mufahros li Ahfadz Al-Qur’an al-Karim, (Beirut: Dar Fikr,
2010). Hlm 14-20
3
Muhammad Ibnu Mukrim Ibn Manzur Al-Afriki Al-Misri. Lisan al-Arabi (Beirut: dar sodir), hlm. 21
4
Al-Baydawi, Abdullah bin ‘Umar, Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil, Jld. I, ditahqiq oleh Aburrahman
al-Mir’asyly, (Beirut: Dar Ihya’ at-Turats Al-‘Arabi 1418H), hlm. 38
5
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Memfungsikan Wahyu dalam Kehidupan, jilid II (Tangerang:
Lentera Hati, 2010), hlm. 18

3
Keimanan kepada Allah Swt. dapat dipupuk melalui pemahaman terhadap
sifat-sifat Allah Swt. dan ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang
keimanan. Selain itu, juga dapat melalui tanda-tanda yang menunjukkan
kebenaran dan keberadaan Allah Swt., baik melalui dalil agama maupun ilmu
pengetahuan dan teknologi. Seseorang yang meyakini Allah Swt. sebagai
Tuhannya, ia setiap saat menyadari bahwa segala sesuatu yang dikerjakannya
pasti diketahui oleh Allah Swt. Dengan demikian, orang tersebut selalu berusaha
agar yang ia kerjakan mendapatkan keridaan di sisi-Nya. Hal ini karena keimanan
kepada Allah Swt. harus meliputi tiga unsur, yaitu keyakinan dalam hati, ikrar
dengan lisan, dan pembuktian dengan anggota badan.
Jika ada seseorang yang hanya meyakini dalam hati terhadap keberadaan Allah
Swt., tetapi tidak membuktikannya dengan amal perbuatan serta ikrar dengan
lisan, berarti keimanannya belum sempurna. Ketiga unsur keimanan tersebut
memang harus terpadu tanpa bisa dipisahkan. Iman kepada Allah Swt. juga
merupakan rukun iman yang pertama dan utama. Umar bin Khattab menjelaskan
bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, “Iman ialah bahwa engkau beriman
kepada Allah Swt., kepada malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada rasul-
rasul-Nya, kepada hari kiamat, kepada qadar yang baik dan yang buruk.” (H.R.
Muslim). Berdasarkan hadis tersebut, sebelum kita mengimani kepada yang lain,
harus memiliki keteguhan iman kepada Allah Swt. Allah Swt. adalah Tuhan yang
menciptakan, mengadakan, dan menghancurkan ciptaan-Nya. Kita sebagai
makhluk-Nya harus beribadah.6
B. Proses Iman Kepada Allah
Proses Terbentuknya Iman & Taqwa
Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan
yang berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan
yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya dengan
benih iman. Berbagai pengaruh terhadap seseorang akan mengarahkan
iman/kepribadian seseorang, baik yang datang dari lingkungan keluarga,
masyarakat, pendidikan, maupun lingkungan termasuk benda-benda mati seperti
cuaca, tanah air, dan lingkungan flora serta fauna.
Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik
yang disengaja maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman
seseorang. Tingkah laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan
contoh dan teladan bagi anak-anak. Tingkah laku yang baik maupun yang buruk
akan ditiru anak-anaknya. Jangan diharapkan anak beperilaku baik, apabila orang
tuanya selalu melakukan perbuatan yang tercela. Dalam hal ini Nabi SAW
6
https://doc.lalacomputer.com

4
bersabda, Setiap anak, lahir membawa fitrah. Orang tuanya yang berperan
menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.Pada dasarnya
proses pembentukan iman juga demikian. Diawali dengan proses perkenalan,
kemudian meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran Allah adalah
langkah awal dalam mencapai iman kepada allah.Jika seseorang tidak mengenal
ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah.Seseorang
yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada Allah, maka ajaran Allah
harus diperkenalkan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu dari
tingkat verbal sampai tingkat pemahaman. Bagaimana seorang anak menjadi
mukmin, jika kepada mereka tidak diperkenalkan al-Quran.
Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan,
karena tanpa pembiasan, seseorang bisa saja semula benci berubah menjadi
senang. Seorang tidak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang
diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, agar kelak setelah
dewasa menjadi senang dan terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah.
Berbuat sesuatu secara fisik adalah satu bentuk tingkah laku yang mudah
dilihat dan diukur.Tetapi tingkah laku tidak terdiri atas perbuatan yang tampak
saja. Didalamnya tercakup juga sikap-sikap mental yang tidak mudah ditanggapi
kecuali secara tidak langsung (misalnya, melalui ucapan atau perbuatan yang
diduga dapat menggambarkan sikap mental tersebut), bahkan secara tidak
langsung itu adakalanya cukup sulit menarik kesimpulan yang teliti. Di dalam
tulisan ini dipergunakan istilah tingkah laku dalam arti luas dan dikaitkan dengan
nilai-nilai hidup, yakni seperangkat nilai yang diterima oleh manusia sebagai nilai
yang penting dalam kehidupan, yaitu iman. Yang dituju adalah tingkah laku yang
merupakan perwujudan nilai-nilai hidup tertentu, yang disebuttingkah laku
terpola.Dalam keadaan tertentu, arah, dan intensitas tingkah laku dapat
dipengaruhi melalui campur tangan secara langsung, yakni dalam bentuk
intervensi terhadap interaksi yang terjadi. Dalam hal ini dijelaskan beberapa
prinsip dengan mengemukakan implikasi metodologinya, yaitu :
1. Prinsip pembinaan berkesinambunganProses pembentukan iman atau suatu
proses yang penting, terus terang, dan tidak berkesudahan. Belajar adalah suatu
proses yang memungkinkan orang semakin lama semakin mampu bersikap
selektif. Implikasinya ialah diperlukan motivasi sejak kecil dan berlangsung
seumur hidup. Oleh karena itu penting mengarahkan proses motivasi agar
membuat tingkah laku lebih terarah dan selektif menghadapi nilai-nilai hidup
yang patut diterima atau yang seharusnya ditolak.
2. Prinsip Internalisasi dan individu.Prinsip ini menekankan pentingnya
mempelajari iman sebagai prosas (internalisasi dan individuasi). Implikasi

5
metodologinya ahila bahwa pendekatan untuk membentuk tingkah laku yang
mewujudkan nilai-nilai itu iman tidak dapat hanya mengutamakan nilai-nilai itu
dalam bentuk jadi, tetapi juga harus mementingkan proses dan cara pengenalan
nilai hidup tersebut.
3. Prinsip sosialisasi.Pada umumnya nilai-nilai hidup baru benar-benar
mempunyai arti apabila telah memperoleh dimensi sosial. Implikasi
metodologinya ahila bahwa usa pembentukan tingkah laku mewujudkan nilai
iman hendaknya tidak diukur keberhasilannya terbatas pada tingkat individual
( yaitu hanya dengan memperhatikan kemampuan seseorang dalam kedudukannya
sebagai individu), tetapi perla mengutamakan penelian dalam kaitan kehidupan
interaksi sosial (proses sosialisasi orang tersebut.
4. Prinsip konsistensi dan koherensi.Nilai iman lebih mudah tumbuh terkselerasi,
apabila sejak semula ditangani secara consisten, yaitu secara tetap dan konsekuen,
serta secara koheren, yaitu tanpa mengandung pertentengan antara nilai yang satu
dengan nilai lainnya. Implikasi metodologinya adalah bahwa usa yang
dikembangkan untuk mempercepat tumbuhnya tingkah laku yang mewujudkan
nilai iman hendaknya selalu consisten dan koheren.
5. Prinsip integrasi.Hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan
setiap orang pada problemtica kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas
dan menyeluruh. Makin integral pendekatan seseorang terhadap kehidupan ,
makin fungsional pula hubungan setiap bentuk tingkah laku yang berhubungan
dengan nilai iman yang dipelajari. Implikasi metodeloginya ahila agar nilai iman
hendaknya dapat dipelajari seseorang tidak sebagai ilmu dan keterampilan tingkah
laku yang terpisah-pisah, tetapi melalui pendekatan yang integratif, dalam kaitan
problematik kehidupan yang nyata.
Aplikasi terbentuknya iman dan takwa:
1. Pembiasaan diri atau penanaman sejak diniKetika dalam kehidupan berumah
tangga, tentu orangtua mempunyai tanggung jawab besar dalam mendidik anak-
anaknya untuk kelak menjadi manusia yang pandai, cerdas, jujur dan berperilaku
baik. Untuk itu, dalam berperilaku orangtua haruslah berhati-hati. Anak-anak
sangat mudah menirukan perilaku orangtuanya, entah itu baik atau buruk. Dalam
mendidik seorang anak, haruslah dibiasakan berperilaku baik sejak dini. Supaya
anak tersebut terbiasa hingga kedepannya. Contoh: Anak-anak sejak dini sudah
diajarkan atau diajak sholat tarawih saat bulan ramadhan. Kalau sudah dibiasakan
sejak dini maka akan menjadi kebiasaan anak tersebut sholat terawih ketika bulan
ramadhan tiba.

6
2. Lingkungan dan dorongan saling berkaitanOrang tua harus mendukung dan
memberi dorongan ketika dilingkungan daerah setempat ada kegiatan keagamaan
misalnya pengajian, tahlilan, TPQ dll.
3. PendidikanPengaruh pendidikan keluarga secara langsung dan tidak langsung
baik yang disengaja maupun tidak amat berpengaruh terhadap iman seseorang.
Tingkah laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan contoh-contoh
teladan bagi anak-anaknya. Tingkah laku baik atau buruk akan dengan mudah
ditirukan oleh anak, karena seorang anak bisa dengan mudah menangkap perilaku
orangtuanya, apakah itu baik atau buruk mereka belum bisa memilahnya dengan
baik. Makadari itu apabila kelak kita sudah berumah tangga berikan teladan yang
baik untuk anak-anak kita.
4. Petunjuk yang kuasaDi dalam Al Qur'an sudah dijelaskan tentang larangan-
larangan dan perintah-perintah yang harus kita patuhi. Makadari itu kita harus
berusaha untuk melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Contoh khamr itu dilarang oleh agama, maka sebagai umat mukmin janganlah kita
berani mencoba meminumnya. Lalu sholat lima waktu, berbakti kepada oarng tua,
menghargai umat beragama merupkan perintah Alloh yang tertuang dalam Al
Qur'an, maka senantiasalah kita melakukan hal-hal tersebut.7
C. Wujudullah
Wujudullah terdiri dari 2 kata yaitu wujud yang berartikan keberadaan
disambung dengan kata Allah . Secara terminologi wujud adanya Allah SWT
adalah sesuatu yang bersifat aksiomatis8.
Bukti bahwa Allah swt. Itu ada dapat di temukan dalam dalil-dalil yang
terdapat dalama Al- Qur’an. Contohnya seperti ayat di bawah ini :

‫ربِّ ُك ْم‬S ُ ‫ُور ِه ْم ُذ ِّريَّتَهُ ْم َوَأ ْشهَ َدهُ ْم َعلَى َأ ْنفُ ِس ِه ْم َألَس‬
َ Sِ‫ْت ب‬ َ ُّ‫َوِإ ْذ َأخَ َذ َرب‬
ِ ‫ك ِم ْن بَنِي آ َد َم ِم ْن ظُه‬
َ‫قَالُوا بَلَى َش ِه ْدنَا َأ ْن تَقُولُوا يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة ِإنَّا ُكنَّا ع َْن هَ َذا غَافِلِين‬
“dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): ‘Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: ‘Betul (Engkau
Tuhan kami), Kami menjadi saksi’. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: ‘Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-
orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)’” (QS. Al-A’raf, 7: 172).9
D. Tauhidullah
77
https://dokumen.tips
8
Abduh, syeikh Muhammad, Risalah Tauhid, Jakarta : Bulan Bintang, 1976
9
https://catalog.uinsby.ac.id

7
Istilah Tauhid berasal dari kata a-ha-da, yang berarti satu atau tunggal. Dari
segi bahasa, Tauhid bermakna menunggalkan atau mengesakan. Sedangkan dari
segi istilah, Tauhid berarti mengesakan Allah swt, baik dari segi zat, nama, siifat,
dan perbuatan-Nya
Secara terminologi, tauhid ialah suatu ilmu yang menerangkan tentang
wujudullah (adanya Allah) dan kerasulan para Rasul-Nya dengan sifat wajib,
mustahil, dan jaiz yang dimiliki, serta membahas keimanan yang berhubung al-
Quran dan Hadist.
Macam-macam tauhid
a. Tauhid Rububiyah
Tauhid rububiyah yaitu, mengesakan Allah dalam hal apapun, seperti
penciptaan, pemberi rezeki, pemilikan dan hal apapun. Seorang muslim wajib
percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah karena Allah dan Allah tidak
menggunakan bantuan apapun dalam melakukan apa yang dikehendakinya.
Allah swt. berfirman : “Allah, tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan
Dia Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya; tidak
mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada
yang dapat memberi syafa’at disisi Alloh tanpa izin-Nya. Alloh mengetahui apa-
apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Alloh melainkan apa yang dikehendaki-Nya.” (al-
Baqoroh ayat 255).
b. Tauhid Uluhiyah
Tauhid uluhiyah yaitu menjalankan ibadah hanya kepada Allah SWT. Seorang
muslim harus beribadah sesuai dengan perintah Allah dan menjauhi segala
larangan Allah SWT.
Allah swt. berfirman : “Dan Rabb-mu adalah Allah Yang Maha Esa, tidak ada
sesembahan yang diibadahi dengan benar melainkan Dia, Yang Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang.” [Al-Baqarah: 163].
c. Tauhid Asma’ Wa Shifat
Tauhid asma’ wa shifat adalah meng-Esakan sifat dan nama Allah. Allah
mempunyai nama dan sifat istimewa yang tidak ada pada mahluk manapun.
Allah swt. berfirman
“Allah yang tiada Tuhan selain Dia, yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata,
Dia-lah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dialah Allah yang tiada

8
Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang Maha Sejahtera, yang
Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha perkasa, yang
Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang
mereka persekutukan. Dialah Allah yang Menciptakan, yang Mengadakan, yang
membentuk Rupa, yang mempunyai asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa
yang di langit dan bumi. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
(Qs al-Hasyr: 22-24).10
E. Hakikat dan Dampak Iman Kepada Allah
Hakikat atau Esensi iman Kepada Allah SWT adalah tauhid yaitu mengesakan-
Nya, baik dalam zat, Asma, Was-Shiffat maupun af’al (perbuatan)-Nya. Dalam
memaknai kehidupan, seseorang yang beriman atau yakin bahwa Allah SWT
sebagai Tuhan11, maka perbuatan yang dilakukannya akan sesuai dengan wahyu
Allah yaitu sesuai dengan aturan kitab Al-Quran. Seseorang yang percaya dengan
ke-esaan Allah SWT akan berusaha terus memaknai hidupnya atas perintah yang
disampaikan oleh Allah.12

Iman kepada Allah Subhanahuwata’ala adalah satu hakikat besar yang


mencakupi seluruh kehidupan,manusia.Apabila iman bersemi dalam hati
seseorang, maka iman itu akan terus menjelmakan kesannya dalam bentuk amal
perbuatan, kegiatan dan perjuangan yang mengharapkan Allah
Subhanahuwata’ala atau redha-Nya. Dia ta’at kerana Allah Subhanahuwata’ala.
Dia tunduk dan patuh kepada titah perintah Allah Subhanahuwata’ala sama ada
dalam hal yang kecil mahupun besar.

Tidak bersekongkol bersama-sama hakikat Iman itu dengan hawa nafsu dan
syahwat yang sering mengajak manusia menyeleweng daripada ajaran Allah
Subhanahuwata’ala. Bahkan iman itu akan mengajak nafsu dan syahwat untuk
tunduk mengikut ajaran Muhammad Sallallahu’alaihiwasallam yang didatangkan
daripada Allah Subhanahuwata’ala.

Imanlah yang akan mencernakan keseluruhan aspek kehidupan manusia yang


meliputi bisikan jiwa, cetusan hati, keinginan roh, kecenderungan fitrah,
gerakan jasmani, tindak balas pancaindera dan semua perbuatan sama ada

10
https://www.studocu.com
11
Tohihiko Izutsu, Konsep Kepercayaan Dalam Theology Islam, (Yogyakarta: Fiara Wacana, tt) hlm. 01
12
Syeikh Abdurohman As-Sa’idi, Hakikiat, Pokok-Pokok, dan Buah Iman, (Jakarta: Darul HAQ, 2015). hlm

9
semasa bersendirian mahupun di depan orang ramai mengikut kehendak Allah
Subhanahuwata’ala.13

Dampak iman kepada Allah swt.

Keimanan yang benar kepada Allah subhanahu wa ta’ala akan


menumbuhkan rasa cinta yang kuat kepada-Nya dan mengagungkan-Nya. Selain itu,
akan tampak sekali dalam diri manusia rasa khasyah dan takut dari-Nya serta
selalu berharap kepada-Nya, yang kemudian mendorongnya untuk beribadah.

Sebagian salaf berkata, “Siapa yang menyembah Allah subhanahu wa


ta’ala karena rasa cinta semata, dia seorang zindik. Siapa yang menyembah-Nya
karena penuh harap (raja`) semata, dia seorang pengikut Murjiah. Adapun yang
menyembah-Nya karena rasa takut saja, dia pengikut Khawarij. Adapun yang
menyembah-Nya karena cinta, takut, dan penuh harap, dialah seorang mukmin
ahli tauhid.”14

BAB III
13
https://dakwahdantarbiah.com
14
al-Madkhal li ad-Dirasatil ‘Aqidah al-Islamiyah hlm. 120

10
PENUTUP
A. Kesimpulan
Iman kepada Allah adalah percaya dan meyakini dengan sepenuh hati
bahwa Allah itu ada dengan segala sifat kesempurnaan-Nya. Iman kepada Allah
meliputi tiga unsur penting, yaitu meyakini lewat hati, mengikrarkan lewat lisan,
dan mewujudkan lewat perbuatan (amal)

Proses Iman Kepada Allah Proses Terbentuknya Iman & Taqwa Benih iman
yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang
berkesinambungan.
Mengenal ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada
allah.Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak
mungkin beriman kepada Allah.Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi
mukmin kepada Allah, maka ajaran Allah harus diperkenalkan sedini mungkin
sesuai dengan kemampuan anak itu dari tingkat verbal sampai tingkat
pemahaman.
Seorang tidak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan
Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, agar kelak setelah dewasa menjadi
senang dan terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah.
Berbuat sesuatu secara fisik adalah satu bentuk tingkah laku yang mudah
dilihat dan diukur.Tetapi tingkah laku tidak terdiri atas perbuatan yang tampak
saja.
Didalamnya tercakup juga sikap-sikap mental yang tidak mudah ditanggapi
kecuali secara tidak langsung (misalnya, melalui ucapan atau perbuatan yang
diduga dapat menggambarkan sikap mental tersebut), bahkan secara tidak
langsung itu adakalanya cukup sulit menarik kesimpulan yang teliti.
Di dalam tulisan ini dipergunakan istilah tingkah laku dalam arti luas dan
dikaitkan dengan nilai-nilai hidup, yakni seperangkat nilai yang diterima oleh
manusia sebagai nilai yang penting dalam kehidupan, yaitu iman.
Yang dituju adalah tingkah laku yang merupakan perwujudan nilai-nilai hidup
tertentu, yang disebuttingkah laku terpola.Dalam keadaan tertentu, arah, dan
intensitas tingkah laku dapat dipengaruhi melalui campur tangan secara langsung,
yakni dalam bentuk intervensi terhadap interaksi yang terjadi. Iman kepada Allah
Subhanahuwata’ala adalah satu hakikat besar yang mencakupi seluruh
kehidupan,manusia.Apabila iman bersemi dalam hati seseorang, maka iman itu
akan terus menjelmakan kesannya dalam bentuk amal perbuatan, kegiatan dan
perjuangan yang mengharapkan Allah Subhanahuwata’ala atau redha-Nya.

11
DAFTAR PUSTAKA
Zaini, Syahminan, Kuliah Aqidah Islam, (Surabaya:Al-Ikhlas,1983)
Muhammad Shidqi ‘Athori, al-Mu’jam al-Mufahros li Ahfadz Al-Qur’an al-
Karim, (Beirut: Dar Fikr, 2010)
Muhammad Ibnu Mukrim Ibn Manzur Al-Afriki Al-Misri. Lisan al-Arabi (Beirut:
dar sodir)
Al-Baydawi, Abdullah bin ‘Umar, Anwar at-Tanzil wa Asrar at-Ta’wil, Jld. I,
ditahqiq oleh Aburrahman al-Mir’asyly, (Beirut: Dar Ihya’ at-Turats Al-‘Arabi
1418H)
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Memfungsikan Wahyu dalam
Kehidupan, jilid II (Tangerang: Lentera Hati, 2010)
https://doc.lalacomputer.com
https://dokumen.tips
Abduh, syeikh Muhammad, Risalah Tauhid, Jakarta : Bulan Bintang, 1976
https://catalog.uinsby.ac.id
https://www.studocu.com
Tohihiko Izutsu, Konsep Kepercayaan Dalam Theology Islam, (Yogyakarta: Fiara
Wacana, tt)
Syeikh Abdurohman As-Sa’idi, Hakikiat, Pokok-Pokok, dan Buah Iman, (Jakarta:
Darul HAQ, 2015)
https://dakwahdantarbiah.com
al-Madkhal li ad-Dirasatil ‘Aqidah al-Islamiyah 

man kepada Allah SWT


tercantum dalam rukun
iman dimana posisi iman

12
kepada Allah SWT berada
pada urutan pertama, karna
pada dasarnya tidak ada
yang lebih agung dari pada
Allah sang Pencipta alam
semesta.
menjelaskan arti Iman
kepada Allah SWT sebagai
sikap muslim yang
meyakini
wujud atau adanya Allah
Yang Maha Suci. Orang
yang memiliki Iman
kepada All

13

Anda mungkin juga menyukai