Anda di halaman 1dari 8

HUBUNGAN ANTARA IMAN,IBADAH,DAN AKHLAK

Oleh

M.Azlan Rizky Ritonga

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM “UISU” PEMATANGSIANTAR

Abstrak: Kualitas iman yang dimiliki oleh seseorang mempengaruhi terhadap sikapnya
dalam beribadah. Semakin tinggi kualitas keimanan seseorang semakin tinggi pula
ketaatanya, sebaliknya keimanan yang rendah berimplikasi kepada sikap atau ketaatan
beribadah yang tidak maksimal. Itu semua juga berpengaruh terhadap akhlak
mereka.Hubungan antara ibadah, iman dan akhlak sangat erat dan antara satu sama lain tidak
dapat dipisahkan. Ibadah merupakan amal saleh, sedangkan amal saleh merupakan
implementasi dari iman kepada Allah SWT. Sementara itu akhlak merupakan hasil dari
semua itu. Al-Qur’an banyak menyebutkan orang-orang yang beriman berbarengan dengan
orang-orang beramal saleh, misalnya antara lain dalam QS. Al-Ashr 1-3:“Demi masa,
sesungguhnya manusia dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal
saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran”. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang beriman tetapi tidak
mengerjakan amal saleh belum dapat disebut sebagai seorang mukmin yang sempurna.
Demikian juga sebaliknya, karena amal saleh termasuk di dalamnya ibadah khusus,
merupakan implementasi dari iman itu sendiri.

Kata Kunci: iman,ibadah,akhlak

1
Abstract: The quality of a person's faith influences his attitude in worship. The higher the
quality of a person's faith, the higher his obedience, conversely, low faith has implications for
an attitude or devotion to worship that is not optimal. All of this also affects their morals. The
relationship between worship, faith and morals is very close and cannot be separated from
each other. Worship is pious deeds, while pious deeds are the implementation of faith in
Allah SWT. Meanwhile, morals are the result of all that. The Qur'an often mentions people
who believe together with people who do good deeds, for example in the QS. Al-Ashr 1-3:
"For the sake of time, indeed humans are in loss, except for those who believe and do good
deeds and advice advises them to obey the truth and advice advises them to adhere to
patience." This shows that a person who believes but does not do righteous deeds cannot yet
be called a perfect believer. Likewise, vice versa, because pious deeds, including special
worship, are an implementation of faith itself.

Keywords: faith, worship, morals

1. Pembahasan

A. Pengertian iman,ibadah,dan akhlak

Iman secara lughat atau secara bahasa berasal dari lafadz tashdiq yang artinya percaya
(baik percaya kepada yang benar atau kepada yang bathil atau campuran
keduanya). Sedangkan menurut syara’ iman adalah membenarkan dengan hati, mengikrarkan
dengan lisan serta mengamalkan dengan perbuatan. Yang dimaksud membenarkan dengan
hati yaitu mempercayai dan meyakini segala yang dibawa Rasulullah saw. Yang dimaksud
dengan mengikrarkan dengan lisan adalah mengucap dua kalimah syahadat. Sedangkan
maksud dari mengamalkan dengan perbuatan yaitu hati mengamalkan dalam bentuk
keyakinan dan badan mengamalkan dalam bentuk ibadah jika syarat – syarat diatas terpenuhi
maka seorang dapat dikatakan “Mukmin”.
Konsep iman adalah pokok yang mendasari keseluruhan pemikiran tentang keyakinan dan
kepercayaan dalam hal-hal keagamaan.
Konsep iman yang dikemukakan oleh aliran-aliran yang ada dalam teologi islam kesemuanya
memiliki perbedaan, meskipun terdapat sedikit persamaan. Berikut akan di jelaskan konsep
iman pada tiap aliran-aliran tersebut yaitu:
a. Konsep iman menurut asy’ariah

2
Asy’ariah berpendapat bahwasanya akal manusia tidak dapat sampai kepada
kewajiban mengetahui Tuhan. Dan manusia mengetahuinya melalui wahyu. Menurut mereka
iman ialah at-tasdiqu billah, yaitu membenarkan kabar tentang adanya Allah. Dalam batasan
lengkapnya, iman ialah pengakuan dalam hati tentang ke-Esaan Allah dan tentang kebenaran
rasul serta segala apa yang yang mereka bawa. Menurut mereka iman bukan ma-rifat atau
amal.
b. Konsep iman menurut mu’tazilah
Mu’tazilah berpendapat bawa akal manusia bisa sampai mengetahui kepada
kewajiban mengetahui tuhan. Menirut mereka iman bukanlah tads(membenarkan) tetapi amal
yang timbul akibat dari mengetahui tuhan. Menurut mereka iman bukan hanya dengan
pengakuan dan ucapan lisan, tetapi juga direalisasikan oleh perbuatan-perbuatan.
c. Konsep iman menurut maturidiah Bukhara
Sama halnya dengan asy’ariah, maturidiah Bukhara berpendapat bahwa akal manusia
tidak bisa sampai kewajiban mengetahui Tuhan. Menurut mereka iman tidak bisa mengambil
bentuk ma’rifah atau amal, tetapi haruslah merupakan tads. Dan menurut mereka iman adalah
kunci masuk surga dan amal akan menentukan tingkatan yang akan dimasuki seseorang
dalam surga.
d. Konsep menurut maturidiah Samarkand
Maturidiah samarkand sependapat dengan mu’tazilah, bahwa akal manusia akan
sampai mengetahui Tuhan dan iman bukanlah hanya sekedar tads malainkan ma’rifah atau
amal.
Kata ibadah dalam bahasa Arab merupakan bentuk mahsdar dari kata-kata
‘abdun yang arti generiknya menunjuk pada pengertian patuh dan tunduk, menghambakan
dan menghinakan diri. Secara umum pengertian ibadah dapat dibagi menjadi dua bagian
yaitu ibadah dalam pengertian umum dan ibadah dalam pengertian khusus. Ibadah dalam
pengertian umum, ialah segala aktivitas jiwa dan raga manusia (makhluk, yang
diciptakan) yang ditujukan kepada Allah (al-Khaliq, Sang Maha Pencipta), sebagai tanda
ketundukkan dan kepatuhan hamba tersebut kepada-Nya. Sedangkan ibadah dalam pengertian
khusus, ialah semua kegiatan ibadah yang ketentuannya telah digariskan oleh nash-nash al-
Qur’an maupun hadis, yang ketentuan-ketentuan itu tidak boleh ditambah, dikurangi atau
diubah.
Di dalam kata ibadah terkandung makna ketundukan yang mendalam, berasal dari
getaran jiwa yang merasakan kebesaran dari apa yang disembah (al-Ma’bud), dan dari

3
keyakinan tentang adanya suatu kekuatan tak terbatas yang dimilki apa yang disembah itu.
Getaran jiwa karena merasakan kemahaagungan yang disembah itu sendiri merupakan roh
atau jiwa dari suatu ibadah. Sebagaimana dikatakan oleh Al-Imam ibn Katsir dalam tafsir
menjelaskan bahwa “ Ibadah itu, ialah suatu pengertian yang mengumpulkan kesempurnaan
cinta, tunduk dan takut”. Akan tetapi, tidak cukup sekadar demikian saja, suatu ibadah dalam
Islam harus pula dibarengi dengan perasaan kepasrahan mutlak kepada Allah, karena suatu
ibadah yang tidak disertai dengan penyerahan diri secara mutlak, sama dengan menentang
tindakan ibadah itu sendiri. Penyerahan diri itu mengandung arti yang seluas-luasnya, bahwa
seseorang yang melakukan ibadah menyatakan pengakuan diri sebagai makhluk (yang
diciptakan) dan sebagai hamba, yang disembah adalah al-Khaliq (Yang Mencipta) dan
Tuhan. Kesadaran seperti inilah yang melahirkan getaran jiwa, setiap kali seorang hamba
mendengar nama Tuhan disebut dan ayat-ayat Tuhan dibacakan.
Ibadah itu mensyukuri nikmat Allah SWT. Atas dasar inilah tidak diharuskan kita, baik
oleh syara’ maupun oleh akal, beribadah kepada selain Allah SWT. Karena
Allah sendiri yang berhak menerimanya, lantaran Allah sendiri yang memberikan nikmat
yang paling besar kepada kita yaitu hidup, wujud dan segala yang berhubungan dengannya.
Kita meyakini benar bahwa Allah-lah yang memberikan nikmat kepada kita. Maka
mensyukuri “orang” yang memberikan nikmat itu wajib. Dan kita yakin pula bahwa Tuhan
menimbulkan bencana atas hamba-Nya yang enggan mengibadati-Nya didalam dunia ini dan
akan memberi balasan yang setimpal di akherat kelak kepada mereka yang taat dan yang
maksiat masing-masing menurut yang layak mereka peroleh.Untuk mewujudkan ibadah
hamba itu, Tuhan memerintahkan hamba beribadat kepada-Nya. Tuhan mengeluarkan
perintah-Nya ini, sebenarnya adalah suatu keutamaan-Nya yang besar kepada kita. Jika kita
renungi hakikat ibadah, kita pun yakin bahwa perintah beribadah itu pada hakikatnya berupa
peringatan, memperingatkan kita menunaikan kewajiban terhadap “orang” yang telah
melimpahkan karunia-Nya.
Diterima tidaknya ibadah-ibadah itu terkait kepada dua faktor yang penting:
Ibadah dilaksanakan atas dasar ikhlas.Firman Allah SWT:
Artinya: “Katakan olehmu, bahwasanya aku diperintahkan menyembah Allah (beribadah
kepada-Nya) seraya mengikhlaskan taat kepada-Nya, dan diperintahkan supaya aku
merupakan orang pertama yang menyerahkan diri kepada-Nya”. (QS. Az-Zumar/39:11-12)
Ibadah dilakukan secara yang sah (sesuai petunjuk syara’). Firman allah swt:

4
Atrinya: “Barang siapa mengharap suoaya menjumpai Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan
amal yang shalih. Dan janganlah ia mensyarikatkan seseorang dengan Tuhannya dalam
ibadahnya itu”. (QS. Al Kahfi/18:110)

B. Hubungan Ibadah dan Iman

Jika seorang muslim menunaikan atau melakukan suatu ibadah dengan sungguh-sungguh,
niscaya hal itu akan berdampak pada meningkatnya keimanan yang ada didalam dirinya.
Sebelumnya dikatakan bahwa ibadah adalah manifestasi atau pernyataan pengabdian seorang
muslim pada tuhan-Nya, sedangkan iman adalah bentuk batin atau rasa agama islam.
Kehidupan batin religi dari muslim diisi oleh iman. Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah
sepakat bahwa iman mengalami turun nai, kuat dan lemah, pasang dan surut. Ia akan menguat
dengan amal shaleh atau ketaatan dan menurun dengan maksiat.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Baqarah : 21

‫َيا َاُّيَها الَّناُس اْع ُبُد ْو ا َر َّبُك ُم اَّلِذ ْي َخ َلَقُك ْم َو اَّلِذ ْيَن ِم ْن َقْبِلُك ْم َلَع َلُك ْم َتَّتُقْو َن‬

Artinya : ‘’hai manusia, beribadahlah kamu kepada tuhanmu yang telah menciptakan kamu
dan orang-orang yang sebelum kamu, supaya menjadikan kamu bertaqwa kepada-Nya.’’
(QS. Al-Baqoroh : 21)

Dalam ayat yang lainnya, Allah SWT juga berfirman :

‫ِاَّنَم ا اْلُم ْؤ ِم ُنْو َن اَّلِذ ْيَن ِاَذ ا ُذ ِكَر ُهللا َو ِج َلْت ُقُلْو ُبُهْم َو ِاَذ ا ُتِلَيْت َع َلْيِه ْم َء ايُتُه َز اَد ْتُهْمِء ْيَم اًنا َو َع َلى َر ِّبِهْم َيَتَو َّك ُلْو َن‬
Artinya : ‘’sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut
nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya,
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada tuhanlah mereka
bertawakkal.’’ (QS. Al-Anfaal : 2)

Oleh karena itu, ibadah yang kita lakukan haruslah berbasis pada keimanan dan
keikhlasan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

Artinya : ‘’barang siapa yang puasa dibulan ramadhan karena iman dan ikhlas, maka
diampuni dosa yang telah lalu.’’ (HR. Bukhari)

Drs Sidi Gazalba mengatakan kalau diperhatikan hubungan arkanul islam dan arkanul
iman, nyatalah yang kedua digerakkan oleh yang pertama. Apabila arkanul iman tidak

5
disadari, orang tidak akan melakukan arkanul islam. Manakala arkanul iman tidak penuh
disadari, arkanul islam juga tidak akan penuh dilaksanakan. Arkanul iman sebagai kesadaran,
pasif sifatnya. Arkanul islam sebagai pengabdian, aktif sifatnya. Iman yang pasif menjdi aktif
dalam pernyataannya. Pernyataan itu adalah sistem dan bentuk hubungan manusia dengan
tuhan yang dinamakan ibadah. Arkanul islam adalah manifestasi dari arkanul iman. Ibadah
adalah akibat yang logis dari iman. Apabila makhluk telah mengakui khaliq-Nya, akan
terjalinlah hubungan sebagai akibat dari pengakuan itu. Bentuk dan sistem hubungan adalah
sebagaimana diperintahkan Yang Maha Kuasa itu. Manifestasi atau pernyataan hubungan
inilah yang dinamakan ibadah. Kembali kita dapat berkata disini, iman itu adalah urat
tunggang ibadah ia adalah asas tempat berpijak pengabdian manusia pada tuhan.

Orang yang menyatakan dirinya bertaqwa kepada Allah tidak mungkin melepaskan
dirinya dari keharusan beriman kepada Allah SWT. Dalam ajaran syariat islam, sebagai bukti
bahwa seseorang itu bertaqwa kepada Allah, maka ia akan bersedia dan bersungguh-sungguh
dalam beribadah kepada Allah menurut cara yang telah ditentukan Allah melalui lisan Rasul-
Nya.

Dalam bukunya muhammad muhyidin, menjadi penting bagi kita untuk mengetahui
dan memahami hubungan antara ibadah dengan iman, ilmu, dan amal. Beliau mengatakan
bahwa iman membutuhkan ilmu dan bukti amal. Orang bisa beramal sebab dia mengetahui
ilmunya, dan ilmu yang baik merupakan manifestasi iman yang baik pula.

Tetapi bagaimana dengan ibadah? Apakah iman sama dengan ibadah? Lalu
bagaimana iman dengan ilmu? Apakah ilmu menjadi dasar dalam ibadah? Atau justru
ibadahlah yang menjadi landasan bagi ilmu? Atau keduanya memiliki wilayah yang berbeda?

Lalu dengan amal? Apakah amal sama dengan ibadah? Apakah semua ibadah adalah
amal atau semua amal adalah ibadah? Atau amal menjadi bagian dari ibadah? Atau justru
ibadahlah yang menjadi bagian dari amal? Pertanyaan-pertanyaan tersebut, walaupun
barangkali sudah sering kita tanyakan, tetapi sering pula kita tidak memperoleh jawabannya
secara jelas dan meyakinkan. Atau tidak banyak yang mengetahui dan memahami hubungan
antara ibadah dengan iman, ilmu dan amal.

Sebelumnya, Muhammad Muhyidin dalam memaparkan hubungan antara manusia


dan iman serta tingkatan-tingkatan menuju iman, beliau membuat suatu gambaran skematis
yaitu dimula dari manusia – akhlak – ibadah – ilmu – iman. Seperti yang kita ketahui skema

6
tersebut, manusia adalah kita, umat islam. Kita berada pada posisi paling bawah, sedangkan
keimanan berada pada posisi paling atas. Antara kita, manusia, dan iman dihubungkan
dengan akhlak, ibadah dan ilmu. Kesatuan antara kita akhlak, ilmu dan iman disebut dengan
islam. Jadi seorang muslim, orang yang beragama islam adalah seorang yang memiliki
akhlak, ibadah, ilmu dan iman. Kemudian sebagaimana yang sering kita dengar-dengar,
hidup itu adalah ibadah, maka bagaimana menjelaskan persoalan ini apabila dikaitkan dengan
hubungan antara ibadah, iman dan ilmu sebagaimana telah dibuat skema sebelumnya?

Dalam point ini, ibadah menjadi sel dari hubungan antara ilmu dan iman, sedangkan
pada point sebelumnya, keseluruhan aktifitas hidup dimana dalam hidup kita menggunakan
akal dan hati adalah ibadah. Dengan kata lain, apabila kita meyakini bahwa hidup adalah
ibadah, maka seharusnya kita yakin pula bahwa iman dan ilmu termasuk ibadah.Jika logika
ini diterima, seharusnya kita tidak boleh membedakan antara ibadah, ilmu, dan iman, sebab
membedakannya berarti meyakini ketidaksamaan antara ketiganya berarti bertentangan
dengan konsep bahwa hidup adalah ibadah.

Kontaradiksi seperti itulah yang yang hampir tidak pernah disadari oleh banyak orang.
Ketika Muhammad Muhyidin mengatakan dalam bukunya membuka energi ibadah, bahwa
hidup adalah ibadah perkataannya tidak akan bertentangan dengan antara ibadah, ilmu, dan
iman sebagaimana tergambar pada skema sebelumnya. Beliau mengatakan bahwa hidup
adalah ibadah sebab al-qur’an mengatakan demikian.

2. Penutup

Iman secara lughat atau secara bahasa berasal dari lafadz tashdiq yang artinya percaya
(baik percaya kepada yang benar atau kepada yang bathil atau campuran
keduanya). Sedangkan menurut syara’ iman adalah membenarkan dengan hati, mengikrarkan
dengan lisan serta mengamalkan dengan perbuatan. Yang dimaksud membenarkan dengan
hati yaitu mempercayai dan meyakini segala yang dibawa Rasulullah saw. Yang dimaksud
dengan mengikrarkan dengan lisan adalah mengucap dua kalimah syahadat. Sedangkan
maksud dari mengamalkan dengan perbuatan yaitu hati mengamalkan dalam bentuk
keyakinan dan badan mengamalkan dalam bentuk ibadah jika syarat – syarat diatas terpenuhi
maka seorang dapat dikatakan “Mukmin”.
Konsep iman adalah pokok yang mendasari keseluruhan pemikiran tentang keyakinan
dan kepercayaan dalam hal-hal keagamaan.Konsep iman yang dikemukakan oleh aliran-

7
aliran yang ada dalam teologi islam kesemuanya memiliki perbedaan, meskipun terdapat
sedikit persamaan.
Jika seorang muslim menunaikan atau melakukan suatu ibadah dengan sungguh-sungguh,
niscaya hal itu akan berdampak pada meningkatnya keimanan yang ada didalam dirinya.
Sebelumnya dikatakan bahwa ibadah adalah manifestasi atau pernyataan pengabdian seorang
muslim pada tuhan-Nya, sedangkan iman adalah bentuk batin atau rasa agama islam.
Kehidupan batin religi dari muslim diisi oleh iman. Para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah
sepakat bahwa iman mengalami turun nai, kuat dan lemah, pasang dan surut. Ia akan menguat
dengan amal shaleh atau ketaatan dan menurun dengan maksiat.

3. Daftar Pustaka

Fathul Mufid, Ilmu Tauhid/Kalam, Stain Kudus, Kudus; 2009, hal 82

Azyumardi Azra, Kajian Tematik Al-Qur’an Tentang Fiqih dan Ibadah, Angkasa,
Bandung; 2008, hal 34

Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, KULIAH IBADAH “Ibadah Ditinjau dari Segi Hukum
dan Hikmah”, Pustaka Rizki Putra, Semarang;2000, hal 10-13.

Budiman Mustofa dan Nur Sillaturahmah, Buku Pintar Ibadah Muslimah, Surakarta:

Shahih,2011.

Gazalba, Sidi, Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, cetakan ke IV, Jakarta:

PustakaAntara, 1994.

Anda mungkin juga menyukai