Anda di halaman 1dari 3

Hubungan Iman dengan Ibadah dan Etika atau Moral

BAB IV HUBUNGAN IMAN DENGAN IBADAH DAN ETIKA/MORAL


A. Hubungan Iman dengan Ibadah Iman adalah membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan serta mengamalkan dengan perbuatan. Yang dimaksud membenarkan dengan hati yaitu mempercayai dan meyakini segala yg dibawa rasulullah. Yang dimaksud dengan mengikrarkan dengan lisan adalah mengucap dua kalimah syahadat. Sedangkan maksud dari mengamalkan dengan perbuatan yaitu hati mengamalkan dalam bentuk keyakinan dan badan mengamalkan dalam bentuk ibadah jika syarat syarat diatas terpenuhi maka seorang dapat dikatakan Mukmin. Ibadah berasal dari kata abd secara bahasa berarti hamba sahaya, anak panah yang pendek dan lebar, dan tumbuhan yang memiliki aroma yang harum. Pengerttian tersebut mengisyaratkan bahwa ibadah mengandung ciri-ciri kekokohan dan kelemahlembutan, maksudnya pelaksanaan ibadah harus diiringi oleh kesetiaan yang kuat dan kehalusan. Secara bahasa ibadah diartiakan seagai penyembahan,pengabdian, dan ketaatan. Hubungan iman dengan ibadah adalah sejauh mana keimanan dapat mempengaruhi ibadah dan etika atau moral dan sebaliknya. Keimanan atau akidah adalah fondasi dari semua ajaran Islam, yaitu akidah, syariah dan akhlak. Seseorang yang telah beriman atau barakidah harus mengimplentasikan keimanannya dengan syariah yaitu beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan sesama manusia dan alam sekitar. Akidah diwujudkan dalam pengucapan dua kalomat syahadat, diimani, diyakii dan dibenarkan dalam hatinya. Sebagai wujud keimannnya kepada Allah, dia harus melaksanakan syariah berupa ibadah atau ibadah madhah dan ibadah muamalah ghairu madhah. Yang mana ibadah madhah artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara hamba dengan Allah secara langsung. Sedangakan ibadah muamalah ghairu madhah artinya segala amalan yang diizinkan oleh Allah, misalnya ibadaha ghairu mahdhah ialah belajar, dzikir, dakwah, tolong menolong dan lain sebagainya. Orang yang beriman disebut mukmin. Sedangkan seorang mukmin yang teah melakukan ibadah dan muamalah disebut muslim. Seseorang mukmin belum dapat disebut muslim apabila dia belum melaksanakan ibadah, baik ibadah mahdhah maupun ibadah gairu madhah. Keimanan dan keislaman seseorang harus dilengkapi dengan ibadah dalam rukun Islam yaitu syahadat, shlat, zakat, puasa dan haji. Keimanan kepada Allah menyebabkan keiman kepada malaikat, Allah, kitab-kitab Allah, Rasul-rasul Allah, hari kiamat dan qadha dan qadar Allah. Iman yang baik dan benar harus diwujudkan dalam amaliyah yang sesuai hukum-hukum Allah, antara lain melaksanakan rukun Islam yang lima barusan. Maka keimanan seseorang sangat erat kaitannya dengan ibadah. Bahkan tujuan akhir dari ibadah adalah beriman kepada Allah SWT, dan kepada rukun iman yang enam barusan. Syahadat diucapkan dengan lisan, dibenarkan dengan hati, dan dibuktikan dengan amaliyah berupa ibadah. Keeratan hubungan iman dengan ibadah dinyatakan Allah dengan menyebutkan iman(aamanu) selalu diiringi dengan amal shaleh (aamilush shaliahat). Iman dengan ibadah juga memiliki hubungan kausalitas (sebab akibat). Kualitas iman seseorang ditentukan oleh kualitas dan kuantitas ibadah orang tersebut. Makin tinggi kualitas ibadah seseoarang (misal shalat makin khusu, mengurangi atau menghilangkan syirik kepada Allah). Dan kuantitasnya ( misal menambah shalat wajib dengan shalat sunnah, banyak bershadaqah) akan menambah dan mempertebal iman seseorang, makin mngurangi dan mempertipis, bahkan dapat menghilangkan kualitas iman seseorang kepada Allah SWT. Pelaksanaan ibadah yang dilandasi iman yang kuat memberikan dampak positif terhadap sikap dan perilaku seorang muslim. Allah berfirman :

Artinya : Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Ankabut 45) Shalat itu mengandung dua hikmah, yaitu dapat menjadi pencegah diri dari perbuatan keji dan perbuatan munkar. Maksudnya dapat menjadi pengekang diri dari kebiasaan melakukan kedua perbuatan tersebut dan mendorong pelakunya dapat menghindarinya. Denagn keimanan seeorang akan tunduk dan patuh kepada aturan-aturan Allah. Dengan demikian sesungguhnyalah sangat erat hubungan dan saling mempengaruhi antara iman dengan ibadah kepada Allah SWT. B. Hubungan Antara Iman dengan Etika (Moral) Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah Ethos, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu Mos dan dalam bentuk jamaknya Mores, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghin-dari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Etika berhubungan denagn kesusilaan. Kesusilaan memberikan gambaran kepribadian seseoarang. Pribadi berarti diri sendiri. Secara psikologi kepribadian meliputi semua aspek kehidupan seseorang dan keseluruhan kualitas dirinya yang dapat diperhatikan pada cara berbuat, berpendapat, bersikap, minat, berfalsafah dan sebagainya. Kepribadian merupakan organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang enentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kepribadian memiliki sifat berkembang dan kerjanya meliputi tubuh dan jiwa, dan memiliki ciri khas satu sama lainnya dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya.Dalam Islam seorang ibu yang sedang mengandung supaya berdoa agar anaknya kelak sehat, shaleh, berbakti kepada orang tua, berguna bagi bangsa dan negara serta agama. Setelah anak dilahirkan, menjadi tugas orang tuanya yang mendidik anak-anaknya. Orang tua dan lingkungan hidup seoarang anak sangat merpengaruh terhadap pembentukan kepribadian seorang anak. Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah dan pengaruh pendidikan orang tua. Berikut hadis yang menjelaskannya : : : . . Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahuanhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani maupun seorang Majusi. Sebagaimana seekor binatang yang melahirkan seekor anak tanpa cacat, apakah kamu merasakan terdapat yang terpotong hidungnya?. : . : .. : ! Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahuanhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani maupun seorang musyrik. Lalu seorang laki-laki bertanya: Ya Rasulullah! Bagaimana pendapat engkau kalau anak itu mati sebelum itu? Beliau menjawab: Allah lebih tahu tentang apa yang pernah mereka kerjakan. . : .

Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahuanhu: Bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam pernah ditanya tentang anak orang-orang musyrik, lalu beliau menjawab: Allah lebih tahu tentang apa yang pernah mereka kerjakan. Pembentukan moral atau akhlak manusia merupakan tugas pokok dari diutusnya Rasul dan Nabi oleh Allah SWT. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda : . ) ( : Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (dalam riwayat lain: yang shalih). (Hadits Shahih yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari di dalam kitab alAdab al-Mufrad, Imam al-Hakim dan lain-lain.) Untuk membentuk pribadi yang bermoral harus dibentengi dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah, yang dimulai dari lingkungan keluarga dan dilakukan sedini mungkin sesuai tingkat perkembangan kemampuan anak. Kepribadian dalam Islam adalah ketakwaan, maka setiap proses pembentukan kepribadian menuju kepada takwa kepada Allah SWT. Takwa disini dimaksud meliputi keimanan kepada Allah, ibadah kepada Allah dan berhubungan sesama manusia dan lingkungannya, termasuk kemasyarakatan dan kenegaraan. Pembentukan kepribadian dimulai dengan penanaman ketauhidan kepada anak, sebab : Tauhid memberikan ketentraman batin dan menyelamatkan manusia dari kesesatan dan kemusyrikan. Tauhid membentuk sikap dan perilaku keseharian seseorang. Tauhid sebagai aqidah dan falsafah hidup. Tauhid sebagai ilmu yang merupakan hasil pengkajian para ulama terhadap apa yang tersurat dan tersirat di dalam al quran dan hadits. Tauhid sebagai sebagian sumber dan motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan. Tauhid membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadat dengan penuh keikhlasan. Tauhid mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan. Tauhid mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin. Oleh sebab itu upaya membentuk kepribadian manusia dengan memantapkan, menguatkan dan mengokohkan akidah dalam diri manusia. Denagn akidah yang kuat, pikiran manusia menjadi tenang, emosinya stabil dan jiwanya tenteram, sehingga kepribadiannya juga mantap. Dengan akidah yang kuat mentalnya juga kuat dan tangguh, tidak tergoda oleh perhatian, cinta kasih dan kepedulian orang lain yang menjauhi akidah seseoarang. Baginya yang penting adalah perhatian, kasih sayang dan kepedulian dari Allah SWT, yang diwujudkan dalam perbuatan-perbuatan positif.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

http://byaccounting.blogspot.com/2011/07/aplikasi-keimanan-dalam-berbagai-aspek.html Drs. Supriadi, Dra. Hasanah, M.Ag., Drs. Pabali H. Musa, M. Ag., Buku Ajar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: cv. Grafika Karya Utama, 2001), cet. II, hlm. 165. http://umayonline.wordpress.com/2008/09/15/ibadah-mahdhah-ghairu-mhadhah/ p://www.facebook.com/note.php?note_id=10150115326145849 http://quran.michsan.web.id/id/quran/29?sort=desc&order=Ayah&page=2 http://wisnusudibjo.wordpress.com/2009/10/19/tafsir-ibnu-katsir-%E2%80%93-al-%E2%80%99ankabut-45/ http://erniritonga123.blogspot.com/2010/01/definisi-etika.html http://mromi.wordpress.com/2010/04/30/setiap-anak-dilahirkan-dalam-keadaan-fitrah-dan-pengaruh-pendidikan-orang-tua/

Anda mungkin juga menyukai