Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

REALISASI IMAN DALAM KEHIDUPAN SOSIAL

Di susun Oleh :
NAMA : MUH WAHYU SYAHRUDDIN S
NIM : 19010104123

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KENDARI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
BAB 1
PENDAHULUAN

Salah satu aspek kajian terpenting dalam sejumlah besar hadits Nabi adalah
persoalan al-iman (kepercayaan dengan berbagai aspek kandungan di dalamnya.
Hampir-hampir umat Islam terfokus pada kajian iman dalam pengertian yang
terbatas, parsial dengan melihat aspek iman hanya persoalan teologis kepada
Allah, Rasul, kitab-kitab, malaikat, hari kiamat dan takdir. Iman bukan merupakan
kata benda yang statis, tetapi iman adalah energi spiritual yang mengendalikan
dan mengarahkan ego seseorang untuk mengerti, memilih dan menjalani
kebenaran. Karena itu iman tidak berhenti pada pengakuan atau pernyataan akan
kepercayaan adanya Tuhan saja, lebih jauh lagi iman adalah aktualisasi dalam
amal kesalehan, sehingga iman yang tidak melahirkan kesalehan bertindak adalah
dusta. Oleh karenanya mengkaji keimanan sebagaimana dipraktikkan dan
diajarkan oleh Rasulullah merupakan kajian menarik dan akan selalu urgen dan
tidak akan pernah purna dan sempurna bagi pecinta Allah dan Rasulnya.
Para sahabat dan ulama telah mendefinisikan istilah iman, sepeti diucapkan oleh
Ali bin Abi Thalib r.a “iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang
benar dengan hati
dan perbuatan dengan anggota” Aisyah r.a berkata “iman kepada allah itu mengakur dengan lisan dan
membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota.” Imam al ghazali menguraikan makna iman
“pengakuan dengan lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan
rukun-rukun (anggota-anggota). Dengan demikian yang dikatakan beriman itu keyakinan yang dibenarkan
oleh hati, diikrarkan dengan lisan dandibuktikan dengan perbuatan.
Kata kunci: Realisasi,iman, sosial

Pembahasan

Iman dalam konteks kehidupan sosial memberi pengertian bahwa iman tidak hanya mencakup aspek
keyakinan beragama, yang meliputi keimanan kepada Allah, Malaikat- malaikatNya, Kitab-kitabnya, Rasul-
rasulNya, Hari Kiamat, dan Qadha’ dan Qadar. Iman juga memberi petunjuk dan tuntunan serta menaruh
perhatian besar terhadap realitas kehidupan manusia. Dengan kata lain, iman yang benar-benar sebagai
aspek keyakinan berkorelasi positif dan memberi pengaruh kuat dan signifikan terhadap kualitas kehidupan
sosial dan kemanusiaan.
Berdasarkan riwayat hadits dari berbagai jalur periwayatan (sanad), Rasulullah secara eksplisit menjelaskan
keterkaitan antara iman dan kehidupan sosial Maka disini penulis akan menyampaikan hadits-hadits yang
berkaitan dengan aspek sosial kemanusiaan. Tujuannya adalah untuk melihat bagaimana operasional iman
dalam aktivitas sosial sehari-hari sebagaimana terekam dalam literature-literatur hadits. Tentu sangat banyak
segi-segi sosial kemanusiaan yang terekam dari kehidupan pribadi Rasulullah, yang menjadi model
(uswah dan qudwah) dan behavior (sunnah) bagi umatnya. Paling tidak kita dapat mengambil nilai-nilai
esensial yang bersifat universal, sehingga memungkinkan untuk dimanifestasikan dalam konteks
kehidupan.1
Allah Swt., telah menjelaskan kepada hamba-Nya mengenai hakikat keimanan yang menjadi syarat
diterimanya amal dan terwujudnya apa yang telah dijanjikan oleh Allah Swt. Selanjutnya dikatakan bahwa
hakikat iman adalah:
Iman adalah Keyakinan dan Perbuatan
Iman yang berasal dari bahasa Arab ini memang mempunyai arti keyakinan, dan tersirat adanya perbuatan.
Iman yang diucapkan dengan lisan saja belum menghasilkan apa-
1
Jurnal Studi Hadis Volume 2 Nomor 2 2016
apa. Oleh karena itu, dalam realisasinya iman itu perlu adanya perbuatan sesuai dengan yang kita yakini.
Misalnya kita beriman adanya Allah Swt, maka untuk membuktikannya kita harus mematuhi segala
yang diperintahkan oleh Allah Swt.
Dalam surat Al-Hujurat ayat 15 Allah Berfirman:

‫َََدَق‬
َ‫صون‬ ‫َسَ بي َل ٱ‬K ‫َ هَ َبأَ َََ لموََهَ َّمهللَ َ أَ َو‬
‫إََج‬K‫نَ ام ٱَ لَمَؤَمَ نو َنٱل‬K‫َ يذ َنَ اءَمَ نو َا َبٱ‬K‫َّهللَ َوَرَ وسلََۦه‬
َ
َ ‫وثَ دوا أوَنَ ف َس َه َم‬K َ‫ملََمَيَرَ تابَوا‬
‫َلَ َ ئَكهَ مٱل‬
‫َفى‬

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah
dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa
mereka pada jalan Allah. mereka itulah orang-orang yang benar”. (Q.S Al-Hujurat:15).
Dari ayat tersebut kita mengetahui bahwa iman yang diterima dan benar adalah keyakinan yang tidak
dicampuri dengan keraguan dan amalan yang diantaranya berupa jihad dengan harta dan jiwa di jalan Allah
Swt. Jadi iman yang benar adalah yang meliputi dua hal, yaitu pertama, keyakinan kuat yang tidak
dicampuri dengan keraguan; Kedua perbuatan yang membuktikan keyakinan itu dan ia merupakan buahnya.
Macam-macam Perbuatan
Perbuatan hati, misalnya kita takut kepada Allah, beribadah kepada-Nya dan bertawakal kepada-Nya;
Perbuatan lidah, misalnya mengucapkan dua kalimat syahadat, bertasbih, beristighfar, dan berdakwah;
Perbuatan anggota badan, misalnya shalat, zakat, puasa, jihad di jalan Allah, mencari ilmu karena Allah,
berdagang, bertani, dan bekerja di bidang industri dalam rangka melaksanakan perintah Allah untuk
mengelola bumi sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.
Hadis Cinta sesama muslim sebagian dari Iman

‫َعَنإََ ن َسرضئ اهََلل عنه عن النبي صلي اهَّلل عليه و سلم قال‬:‫ال يؤمن احد كم حتى يحب ال خيه ما يحب لنفسهعنه‬

)‫(روه البخارو مسلم والنسائ‬

Dari Anas r.a. berkata bahwa nabi saw bersabda: “ Tidakah termasuk beriman seseorang diantara kamu
sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. (H.R Bukhari, Muslim, Ahmad,
dan Nasa`i)
Hadis di atas menegaskan bahwa di antara ciri kesempurnaan iman seseorang adalah bahwa ia mencintai
sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri. Kecintaan yang dimaksudkan disini termasuk di dalam rasa
bahagia jika melihat sesamanya muslim mendapatkan kebaikan yang ia senangi, dan tidak senang jika
sesamanya muslim mendapat kesulitan dan musibah yang ia sendiri membencinya. Ketiadaan sifat seperti
itu menurut hadis di atas menunjukkan kurang atau lemahnya tingkat keimanan seseorang.
Dalam hadis lain disebutkan sebagai berikut:

‫عن ابي هريرة رضي اهَّلل عنه قال‬,‫ قال النبي صلى اهَّلل عليه وسلم‬:‫فو الدي نفسى بيده اليؤمن احدكم حتى اكون احب اليه‬
‫(رواه البخاري)من والده وولده‬

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabi Saw. telah bersabda: “demi zat yang diriku ditangan-Nya,
seseorang tidak beriman hingga aku lebih ia cintai dari pada orang tua dan anaknya”. (H.R Bukhari).
Hadis di atas menggambarkan bahwa Islam sangat menghargai persaudaraan dalam arti sebenarnya.
Persaudaraan yang datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan dan bukan hal-hal lain, sehingga betul-
betul merupakan persaudaraan murni dan suci. Persaudaraan yang akan abadi seabadi imannya kepada Allah
SWT. Dengan kata lain, persaudaraan yang didasarkan lillah.
Dalam kaitan ini Rachmat Syafi’i mengutip hadis riwayat Muslim:

‫عن ابى هريرة رضي اهَّلل عنه قال‬:‫قل رسول اهََلل صلى اهَّلل عليه وسلم‬:‫ان اهََلل تعالى يقول يوم القيامة‬: ‫اين المتحابون بجال لي اليوم اظلهم في ظلي‬
‫(روه مسلم)يوم ال ظل اال ظلي‬
Dari Abu Hurairah r.a ia berkata: rasulullah Saw. telah bersabda: pada hari kiamat Allah Swt. akan
berfirman: “dimanakah orang yang saling berkasih sayang karena kebesaran-Ku, kini aku naungi di bawah
naungan-Ku, pada saat tiada naungan, kecuali naungan-Ku” (H.RMuslim).
Orang yang mencintai saudaranya karena Allah akan memandang bahwa dirinya merupakan salah satu
anggota masyarakat, yang harus membangun suatu tatanan untuk kebahaiaan bersama. Apapun yang
dirasakan oleh saudaranya, baik kebahagiaan maupun kesengsaraan, ia anggap sebagai kebahagiaan dan
kesengsaraan juga. Dengan demikian, terjadi keharmonisan hubungan antar individu yang akan
memperkokoh persatuan dan kesatuan. Dalam hadis lain rasulullah SAW menyatakan :
َ‫إ‬K‫ض‬‫نالََمَؤَمَنلََ لَمَؤَمَنَ اكَ لَ بَ نَ اي َنَيَشَ َد َبَع َضَهَبَع َ ا‬yang bangunan bagaikan lainnya mukmin
dengan mukmin seorang antara “sesungguhnya
saling melengkapi (memperkokoh) satu sama lainnya” (HR. Bukhari dan Muslim)

Masyarakat seperti itu telah dicontohkan pada zaman Rasulullah SAW. Kaum anshor dengan tulus ikhlas
menolong dan merasakan penderitaan yang dialami oleh kaum muhajirin sebagau penderitaannya. Perasaan
seperti itu bukan didasarkan keterkaitan darah atau keluarga, tapi didasarkan pada keimanan yang teguh.
Tak heran kalau mereka rela memberikan apa saja yang dimilikinya untuk menolong saudaranya dari kaum
muhajirin, bahkan ada yang menawarkan salah satu isterinya untuk dinikahkan kepada sudaranya dari kaum
muhajirin. Persaudaraan seperti itu sungguh mencerminkan betapa kokoh dan kuatnya keimanan seseorang.
Ia selalu siap menolong saudaranya seiman tanpa diminta, bahkan tidak jarang mengorbankan
kepentingannya sendiri demi menolong saudaranya. Perbuatan baik seperti itulah yang akan mendapat
pahala besar di sisi Allah SWT, yakni memberikan sesuatu yang sangat dicintainya kepada saudaranya, tanpa
membedakan antara saudranya seiman dengan dirinya sendiri. Allah SWT berfirman:
‫عَلي ٌم‬ ََ‫ى َ ن ٱلل‬ ‫حو َ ام تَ ن َف ش‬ ‫ىَ ن َفم اَّم‬
‫لَ ن تَ َنالَ و َا ٱلَ ت‬
‫َهبَۦه‬ ‫إ‬
َ ‫ء‬َ ‫قواَ من‬ ‫و‬‫ب‬ َ
ََ ‫َبرََ حََت قواَ ت‬
‫ف‬ َ‫ن‬
“kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian
harta yang kamu cintai. An apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. (Q.S
Al-imran: 92)
sebaliknya orang-orang mukmin yang egois, yang hanya mementingkan kebahagiaan dirinya sendiri, pada
hakikatnya tidak memiliki keimanan sesungguhnya. Hal ini karena perbuatan seperti ini merupakan
perbuatan orang kufur dan tidak disukai Allah SWT. Tidaklah cukup dipandang mukmin yang taat sekalipun
khusyuk dalam shalat atau melakanakan semua rukun islam bila ia tidak peduli terhadap nasib saudaranya
seiman. Namun demikian, dalam mencintai seorang mukmin, sebagaimana dikatakan diatas harus didasari
lillah. 2
Hadis Tentang Ciri-Ciri Seorang Muslim Tidak Mengganggu Orang Lain

‫عن عبداهَّلل بن عمر عن النبي صلى اهَّلل عليه وسلم قل‬:‫المسلم من سلم المسلمون من لسانه ويده والمهاجر من هاجر مانهى‬
‫اهَّلل عنه‬

2
Syafe’i Rahmat, Al-Hadis, Bandung, Pustaka Setia: 2000., hal 37-38
)‫(روه البخاري وابو داود والنسائ‬

Dari Abdullah bin Umar berkata, bahwa Nabi saw, telah bersabda: “Seorang muslim adalah orang yang
menyebabkan orang-orang (islam yang lain) selamat dari lisan dan tangannya, dan orang yang hijrah
adalah orang yang berpindah dari apa yang telah dilarang oleh Allah swt. (H.R Bukhari, Abu Dawud, dan
Nasa`i)
Hadits di atas mengandung dua pokok bahasan, yakni tentang hakikat seorang muslim, dalam membina
hubungan dengan sesama muslim dalam kehidupannya sehari-hari. Juga menjelaskan tentang hakikat hijrah
dalam pandangan Islam.3 Seorang muslim dalam bertindak dan bersikap senantiasa berbuat adil dan tidak
menyinggung perasaan orang lain. Dia sangat hati-hati dalam berbicara dan berbuat.
Seorang muslim idealnya tidak boleh menyakiti saudaranya sendiri, baik dengan cara menghina, memfitnah
maupun menjelek-jelekan saudaranya dihadapan orang lain. Dalam hadis di atas adalah memberi motivasi
agar umat Islam senantiasa berlaku baik terhadap sesamanya muslim dan tidak menyakitinya, baik secara
fisik maupun hati. Mengingat pentingnya hubungan baik dengan sesama muslim, maka Rasulullah saw.
menggambarkannya sebagai ciri tingkat keislaman seseorang. Orang yang tidak memberikan rasa tenang
dan nyaman terhadap sesamanya muslim dikategorikan orang muslim sejati. Oleh sebab itu, seorang muslim
yang sejati harus mampu menjaga dirinya sehingga orang lain selamat dari kezaliman atau perbuatan jelek
tangan dan mulutnya. Dengan kata lain, ia harus berusaha agar saudaranya sesama muslim tidak merasa
disakiti oleh tangannya, baik fisik seperti dengan memukulnya, merusak harta bendanya, dan lain-lain
ataupun dengan lisannya.
Secara tekstual hadis di atas menyebutkan bahwa hijrah yang sesungguhnya adalah meninggalkan apa yang
dimurkai Allah swt. Pengertian itu pulalah yang terkandung dalam hijrah Rasulullah saw., yaitu
meninggalkan tanah tumpah darahnya karena mencari daerah aman yang dapat menjamin terlaksananya
ketaatan kepada Allah Swt. Oleh sebab itu, orang yang meninggalkan kampung halaman dan berpindah ke
daerah yang tidak ada jaminan bagi terlaksananya ketaatan kepada Allah tidak termasuk dalam pengertian
hijrah dalam pengertian syariat, meskipun secara bahasa mengandung pengertian tersebut.
Dalam hadits riwayat Tirmidzi disebutkan bahwa nabi telah bersabda:

‫عن ابى هريرة رضي اهَّلل عنه قال‬:‫قال رسول اهَّلل صلى اهَّلل عليه وسلم‬:‫ من حسن اسالم المرء تركه ما ال يعنه‬.‫حدث حسن‬

3
Ibid hal 41-42
)‫(روه الترمدي وغيره‬

Dari Abi Hurairah r.a ia berkata: Rasulullah saw. Bersabda : “Diantara baiknya keislaman seseorang adalah
ia meninggalkan apa yang tidak berguna baginya. Hadits Hasan ( H.R Tirmidzi dan lainnya).4
Setiap muslim idealnya dapat mengisi waktunya dengan kegiatan yang membawa kepada kebaikan dirinya
di dunia atau di akhirat serta berpaling dari hal-hal yang tidak berguna baginya, apalagi hal yang
membahayakan dan menyakitkan dirinya, serta jangan pula ia ikut campur urusan orang lain, karena itu
semua merupakan pertanda sempurnanya keistiqamahandirinya.
Hadis Tentang Realisasi Iman Dalam Menghadapi Tamu

‫عن ابى هريرة رضي اهَّلل عنه قال‬:‫ قال رسول اهَّلل صلى اهَّلل عليه وسلم‬: ‫من كان يؤمن باهَّلل واليوم االخر فليكرم ضيفه ومن كان يؤمن بااهَّلل واليوم‬
‫االخر فليحسن الى جاره ومن كان يؤمن باهَّلل واليوم االخر فليقل خيرا اوليصمت‬
Dari Abu Huarairah r.a. ia berkata, bahwa Rasulallah saw., bersabda: “Barang siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia menghormati tamunya, dan barang siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhirat hendaklah bebuat baik kepada tetangganya, dan barang siapa yang beriman kepada
Allah dan hari akhirat maka hendaklah ia berkata yang baik atau lebih baik diam (H.R Bukhari dan
Muslim).
Dalam hadis diatas, ada tiga perkara yang didasarkan atas keimanan kepada Allah dan hari akhir, yakni
memuliakan tamu, memuliakan tetangga dan berbicara baik atau diam. Adapun alasan penyebutan dua
keimanan yakni iman kepada Allah dan hari akhir karena iman kepada Allah merupakan permulaan sedaga
sesuatu dan tangannya lah segala kebaikan dan kejelekan. Seaakan hari akhir merupakan akhir kehidupan
dunia, yang didalamnya mencakup hari kebangkitan, mahsyar, hisab, dan surga – neraka, dan banyak
sekali yangharus diimani pada hari akhir tersebut. Dengan demikian seandainya manusia betul-betu beriman
kepada allah dan hari akhir, ia akan berbuat kebaikan dan menjauhi segala kemunkaran dan kemaksiatan.
Namun demikian, tidak berarti bahwa orang yang tidak memuliakan tamu dan tetangga, serta tidak berkata
yang baik dianggap tidak beriman kepada Allah dan Rasulnya, maksud beriman kepada Allah dan hari akhir
adalah sebagai penyempurnaan iman. Ketiga hal diatas sangat penting dalam kehidupan sosial.

4
Hadis arbain nawawi, Bandung, husain bandung:1992 hal 25
Memuliakan Tamu

Yang dimaksud dengan memuliakan tamu adalah memperbaiki pelayanan terhadap mereka sebaik mungkin.
Pelayanan yang baik tentu saja dilakukan berdasarkan kemampuan dan tidak memaksakan di luar dari
kemampuan. Dalam sejumlah hadis dijelaskan bahwa batas kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari
tiga malam. Pelayanan lebih dari tiga hari tersebut termasuk sedekah.5 Hal itu didasarkan pada sabda
Rasulullah saw.:
‫عن ابى شريح خويلد بن عمر و لخزاعي رضي اهََلل عنه قال‬:‫ سمعت رسول اهَّلل صلى اهَّلل عليه وسلم يق‬ù ‫ول‬:‫من ك‬ù‫ان ي‬ù ‫ؤمن با اهَّلل واليوم االخر‬
‫فاليكرم ضيفه جاىزته‬,‫قال‬:‫يا رسول اهَّلل؟وماجاىزته؟قال‬:‫يومه وليلته والضيافة ثالثة ايام‬,‫فما كان وراء دلك فهم صدقة عليه‬
Abu syuraih Khuwailid bin Amru Al-Khuzai’ir r.a., berkata, saya telah mendengar RasulullahSaw. bersabda,
“siapa yang percaya kepada Allah dan hari akhir, ia harus menghormati tamunya pada bagian
keistimewaannya. Sahabat bertanya, “apakah yang dimaksud dengan keistimewaan itu? Jawab Nabi,
“hormati tamu itu sampai tiga hari, sedangkan selebihnya darisadaqah”.
Diantara hal-hal yang harus diperhatikan dalam memuliakan tamu adalah memberikan sambutan yang
hangat. Hal ini akan lebih baik daripada disambut hidangan yang mahal- mahal, tetapi dengan muka masam
dan kecut. Namun, dalam menjamu tamunya ini haruslah sesuai dengan kemampuannya. Seandainya
kedatangan tamu yang bermaksud meminta tolong tentang suatu masalah atau kesulitan, sebagai orang
muslim kita harus memberinya bantuan semampunya. Apabila tamunya tidak mengatakan suatu kebutuhan,
tetapi kita mengetahui bahwa tamu tersebut dalm keadaan fakir, sedangkan kita mampu, berilah bantuan
apalagi kalau tamu tersebut masih kerabat. Dan sebaliknya pihak tamu pun harus mengerti ketentuan
bertamu dalam islam.
Menghormati Tetangga

Maksud tetangga disini adalah umum, baik yang dekat maupun jauh, muslim, kafir, ahli ibadah, orang fasik,
musuh dan lain-lain. Yang bertempat tinggal dilingkungan rumah kita. Berbuat baik kepada tetangga itu
dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya memberikan pertolongan, menengoknya saat sakit, melayat
saat ada keluarganya yang meninggal dan lain-lain. Selain itu, diharuskan pula menjaga mereka dari
ancaman, gangguan

5
Syafe’i Rahmat, Al-Hadis, Bandung, Pustaka Setia: 2000., hal 47
dan bahaya. Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Siti ‘Aisyah. Nabi SAW.
menggambarkan pentingnya memuliakan tetangga sebagai berikut:
‫َ اعَ ئَشَة‬ ‫َحَع َن َيَسَ يعَ د َاق َل أَ َخَ ب َرَ ني َن َم َن‬K ‫َحدَ ثَ ني‬K َ‫دَ ثَ نا إ َسَ ام َ يع َلَب َنأَ بي أ‬
َ َ
‫ر َع َع‬
‫َع َة‬
‫أََبو َبَكَرَبَنَمَح‬K‫َوَ ي َسَاق َل َمالٌََ كَحَ يى َبَن مَ د‬

‫َسَ يَوََ ثرَه‬ ‫َ تح َظَ نَ ن‬K ‫َ لصَجَ ب َ ير َل‬K ‫ى ا‬K‫هللَ لعََ يَه وَ لس‬Kَّ ‫َرَضَيا َع َنَ م َاق َلَ ام از‬K‫َّهللَ عَ نَ اه‬
‫تَن‬‫َ أ‬K‫صَ ني َبالََ اج ر ى َه‬ ‫َليَو َ ي‬ ‫ين‬
‫ال‬Kََ‫َ ب‬
َ

Isma’il bin Abi Uways telah menceritakan kepada kami, ia berkata bahwa Malik telah menceritakan
kepadaku, dari Yahya bin Sa’id, ia berkata Abu Bakar bin Muhammad telah mengabarkan kepadaku dari
‘Amrah, dari ‘Aisyah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda: “Malaikat Jibril senantiasa berwasiat kepadaku (untuk
memuliakan) tetangga sehingga aku menyangka bahwa Jibril akan memberi kepada tetangga hak waris”.
(H.R.Bukhari)6
Berbicara Baik atau Diam

Orang yang menahan banyak berbicara kecuali dalam hal-hal baik, lebih banyak terhindar dari dosa dan
kejelekan, daripada orang yang banyak berbicara tanpa membedakan hal yang pantas dibicarakan dan yang
tidak pantas dibicarakan. Sehubungan dengan hal ini Rasulullah SAW. bersabda:
‫َوَعَنأََ ن َسرضي اهَّلل عنه َاق َل‬: َ‫ َاق َل رَسو َلا‬K ‫ اَل َّ)هللَ صلى اهَّلل عليه وسلم‬K‫َ ة وَ لقَي ٌَ لَاف َ لعََ ه‬
ٌ ‫أََخَرَجَه(صَمَتحَكَم‬
َ ‫اََ لَ بَ يَهَ قََيَفي‬

‫َضَ يع َفوَص‬K‫محَحأَن‬Kَ‫َه َمَوَ قو ٌَ فَمَنَقَوَللََ قَ ام َناََ لَحَ يك‬ ‫اَل ََش َع َب َب‬
‫َسَ نَ د‬

Dari Anas Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Diam itu
bijaksana namun sedikit orang yang melakukannya”. Riwayat Baihaqi dalam kitab Syu’ab dengan sanad
lemah dan ia menilainya mauquf pada ucapan Luqman Hakim.7
Di zaman modern ini memang manusia dihadapkan kepada dua dilema, di satu sisi kita disuruh untuk
menghormati tamu, namun di sisi lain ada kekhawatiran bahwa tidak setiap tamu berbuat baik. Ajaran islam
dalam menghadapi seperti tersebut, kita harus tetap menghormati tamu, tetapi bila ada hal-hal yang
mencurigakan kitapun harus waspada. Oleh karena itu Islam pun menganjurkan agar kita bisa menjaga diri,
harta, agama, dan akal. Sebagai muslim kita harus mengetahui bahwa berprilaku baik adalah merupakan
keharusan yang tak dapat ditinggalkan. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi saw:

6
Ibid hal 48
7
Ibid hal 50
‫عن النواس بن سمعان رضي اهَّلل عنه قال‬:‫ سالت رسول اهََلل صلى اهَّلل عليه وسلم عن البري واالثم‬.‫ فقال‬: ‫البر حسن الخلق واالثم ماحاك فى‬
‫(رواه مسلم)صدرك وكرهت ان يطلع عليه الناس‬
Dari An-Nawas bin Sam’an ra., berkata: saya bertanya kepada Rasulallah saw., tentang bakti dan dosa,
Rasulallah menjawab: “Bakti itu adalah baik budi pekerti dan dosa itu ialah semua hal yang meragukan hati
dan tidak suka diketahui orang” (H.R. Muslim).
Yang dimaksud dengan ungkapan al-Birru Husnul Khuluqi adalah semua tingkah laku atau perbuatan dan
perkataan yang baik (ma’ruf) itu, merupakan budi pekerti atau akhlak yang terpuji, termasuk di dalamnya
berbuat baik terhadap tetangga.
Selalu Membahagiakan Orang Lain

Membahagiakan orang lain merupakan perbuatan yang disenangi Allah dan manusia. Perbuatan yang dapat
membahagiakan orang lain tidak saja bersifat materi, tetapi jugabisa bersifat non materi. Seperti:
Menampakan wajah yang simpati

Sesungguhnya pertemuan antar sesama muslim adalah sebaik-baiknya pertemuan dimuka bumi ini.
Didalamnya terkandung rasa cinta, keikhlasan, kejujuran dan kegembiraan. Nabi Muhammad SAW
menekankan kepada kitaakan pentingnya pertemuan. Sesuain dengan sabda nabi SAW :
‫ال تحقرنم ن المعروف شي‬5‫َئ‬,
‫)أخرجه مسلم( ولو أن تلقى أخاك بوجه طلق ا‬

“ janganlah sedikitpun kamu menyepelekan kebaikan meski (hanya) dalam bentuk menjumpi saudaramu
dengan wajah yang berseri seri’ (HR. Muslim)
Syeikh ahma Ad daumi mengtakan, sesungguhnya muslim yang sebenarnya itu jika berjumpa dengan
saudaranya wajahnya akan berser-seri, senyumnya tulus,pandangannya berbinar, kata-katanya bisa membuat
keceriaan, ia merasa bahwa cintanya amatlah dalam serta persaudaraannya sangatlah kuat. Seakan-akan
mereka adalah ranting-ranting cabang dari pohon satu. Mereka tak ubahnya satu jiwa dalam banyak tubuh.
Inilah hakekat kehidupan dan persaudaraan yang benar.
Urwah bin zubair Berkata hendaklah kamu memiliki wajah yang selalu berseri-seri dan tutur kata yang halus
maka kau akan dicintai manusia serta kamu termasuk orang yang telah menjadi penderma bagi mereka.
Alfudail bin iyad
berkata pandangan muslim pada saudaranya dengan wajah yang menggambarkan perasaan cinta dan kasih
sayang adalah ibadah. Dan bukankah wajah ceria menandakan apa yang aa didalam hati? Bila hati telah
menyatu maka kebaikan akan dengan mudahnya mengalir dari kedua belah pihak. Masing-masing pun
menjadi bahagia.
Saling memberi nasehat

Memberi nasehat adalah bukti perhatian dan kecintaan seseorang kepada orang yang ia nasehati. Dalam
komunitas masyarakat muslim, nasehat adalah kebutuhan mutlak, baik nasehat itu bersifat duniawi maupun
ukhrawi. Bahkan dalam hadis riwayat tamrin addari disebutkan, rasulullah SAW bersabda:
‫صَيحَ ة‬ ‫َلهل لعَ آولَ وسلَ قال ال َي ََن‬
‫س ادرَي يهلل تَ اع ع َن ه أَ َّنال ص َ َّلى‬ ‫َع أنَ ب ي َق ََي ةتَ م أ ا ل‬:
َ
‫د نال‬ ‫َي َه َ َم‬ ‫ََنَبي‬ َ ‫رض‬ ‫َي مبن َو‬ ‫قلنا‬
‫َه‬ ُ
‫نوَعَ امت َهَم‬ ‫سَلَ هَ وَ َ أَل يم‬ ‫ُ ال للهَ وَلَ ك َت و‬
َ‫لس‬ ‫لَ مُن ؟‬
‫َاب َهَ وَلَ َر ََئَ َّ ة‬
‫مَ الم‬
َ
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi
Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam
umumnya.” (HR. Muslim)
Diriwayatkan dari jabir bin abdullah r.a bahwasanya ia berkata: “aku berbai’at kepada Rasulullah SAW
untuk mendirikan shalat, membayar zakat, dan memberi nasehat kepada setiap muslim,” (HR. Bukhari)
Dengan nasehat seorang muslim yang hendak melakukan kesalahan akan segera meninggalkannya. Bila
terlanjur melakukannyamaka kesalahan yang dilakukannya tidak sampai menjadi kebiasaan.
Memenuhi undangan

Sungguh amat membahagiakan bila kita mengundang kawan dan kolega dalam suatu acara yang kita
selenggarakan kemudian mereka datang. Sebaliknya akan kita sesalkan dan bahkan menyakitkan bia mereka
menolak datang. Karena itu, memenuhi undangan berarti membahagiakan orang lain, mematri hakekat
persaudaraan dan menambah kecintaan sesama muslim. Disamping itu juga prtanda kemurnian jiwa. Untuk
itu ajaran islam menekankan pentingnya masalah
ini. Diriwayatkan jabir bin abdulah r.a bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “bila diantara kamu
diundang makan maka penuhilah, bila menghendaki (untuk makan) maka makanlah dan bila menghendaki
(untuk tidak makan) maka tinggalkanlah (jangan kamu makan)”. (HR. Muslim)
Bahkan ibnu umar r.a meriwayatkan dari Nabi SAW bahwa tidak memenuhi undangan (yang dibenarkan
syara)sebagi salah satu bentuk kemaksiatan kepada Allah dan Rasulnya. (HR. Muslim) karena itu jika tidak
ada udzur (yang dibenarkan syara)hendaknya kita menghadiri undangan. Memenuhi undangan bisa
menghadirkan rasa cinta, kasih sayang dan ketulusan jiwa diantara sesama. Juga dapat bermanfaat untuk
saling mengenal dengan sesama undangan lain.
Menjenguk orang sakit

Dianta hak seorang muslim atas muslim lainnya, seperti ditegaskan dalam hadis riwayat muslim adalah bila
ia sakit maka ia berhak untuk dijenguk. Hak adalah sesuatu yang harus dimiliki. Sehingga orang fakir
miskin berhak ataslsebagia harta orang-orang kaya. Maka orang sakit mesti dijenguk, sehingga mendapatkan
hak nya. Karena itu, akan sangat mulia bila lembaga-lembaga keagamaan atau sosial memperhatikan orang-
orang sakit terutama dari kalangan fakir miskin dengan misalnya memberikan santunan obat-obatan dan
makanan. Rasululah SAW mengumpamakan orang yang menjenguk orang sakit dengan sabdanya:
“sesungguhnya seseorang itu bila menjenguk saudaranya yang sakit senantiasa dalam khufatul jannah
sampai ia pulang. Ditanykan wahai rasululah, apakah yang dimaksud dengan khurfatul jannah? Nabi
menjawab memetik buah surga yang telah matang” (HR.Muslim)
Tidak menjadi beban orang lain

Termasuk yang dapat membahagiakan hati sesama muslim ialah tidak memjadi beban baginya dlam urusan
apapun. Karena itu dalam hubungan antar sesama hendaknya kita selalu mengusahakan untuk bisa menolong
dan membantu orang lain. Bukan sebaliknya, selalu menghujaninya dengan berbagai permintaan dan hal-hal
yang membuatnya merasa sempit, tertekan dan merugi. Selalu menggantungkan kepada orang lain dan
menjadi beban baginya adalah perbuatan tidak terpuji, bahkan lambat laun akan merusak hubungan kita
dengam sesama.
Para salafus shaleh sangat menjaga diri untuk tidak merepotkan apalagi menjadi beban orang lain. Suatu
ketika, Abu Bakar r.a sedang berada diatas untanya, tiba-tiba cambuknya terjatuh. Sahabat yang berada
dibawahnya segera hendak mengambilkannya tetapi abu bakar mencegah. Ia kemudian turun dan
mengambilnya sendiri karena tidak mau membuat repot orang lain.
Membayarkan hutang orang lain

Hutang bisa membuat hati resah-gelisah. Karena itu Rasulullah SAW memohon perlindungan kepada Allah
agar dibebaskan dari lilitan hutang. Dalam doanya: “YaAllah sesungguhnya aku meminta perlindungan
kepadamu dari kekhawatiran, kesusahan, kemiskinan, ketakutan, terabaikannya hutang dan tekanan orang
lain.” (muttafaq alaih)
Lepas ari hutang berarti kebahagiaan dan ketenangan hidup. Maka termasuk membahagiakan orang lain jika
kita membayarkan hutang mereka. Dalam kehidupan orang-orang shaleh dikisahkan masyruq pernah
mempunyai hutang yang sangat banyak. Tetapi secara diam-diam khaisamah membayarkan dan melunasi
hutang-hutang masyruq sehingga ia terbebas dari lilitan hutang. Dan pada saat lain khaisamah juga
mempunyai lilitan hutang yang amat banyaksecara diam-diam pula masyruq yang sudah membaik
perekonomiannya melunasi seluruh hutang saudaranya tersebut. Dengan membayarkan hutang orang lain
berarti kita memudahkan kehidupannya juga keluarganya. Kita pun dengan demikian insyallah akan
dimudahkan Allah dalam kehidupan kita, baik didunia maupun diakhirat.
Mendoakan orang islam

Diantara hal yang harus dimiiki oleh setiap muslim adalah rasa peduli kepada sesamanya dengan selalu
mendoakan mereka, baik yang masih hidup maupun mereka yang sudah meninggal, Seperti berdoa untuk
dirinya sendiri. Rasulullah SAW bersabda: “Doanya seorang muslim untuk saudara muslim yang lain tanpa
sepengetahuannya adalah tidak ditolak”. (HR. al bazzar)
Abu Darda berkata, sesungguhnya aku benar-benar mendoakan 70 orang dalam satu sujudku, aku sebut
nama mereka atu persatu. Imam Muhammad Al ashafani suatu kali pernah ditanya, siapakah saudara yang
baik itu? Beliau menjawab, yaitu
saudara yang sedih atas kepergianmu saat keluargamu yang lain membagi-bagikan dan bersenang-senang
dengan harta warisanmu. Ia berdoa untukmu dikegelapan malam, sedang dirimu dalam tanah basah. Marilah
memperbanyak doa untuksaudara-saudara kit sesama muslim. Bahkan meskipun mereka telah meninggal.8

Kesimpulan

Iman merupakan salah satu aspek kajian terpenting dalam sejumlah hadis Nabi shalallahu alaihi wassalam.
Dan iman ini berkenaan dengan hati dan tentunya tidak satupun yang tau akan sesuatu yang ada didalam hati
kecuali Allah SWT. Namun, sebagai orang yang lemah manusia dapat menilai apakah seorang itu benar-
benar beriman yang baik atau tidak tentunya dapat dinilai dari perbuatan baik maupun buruk yang nyata
dalam kehidupannya. Karena iman tidak hanya cukup dengan pengakuan hati tetapi harus terealisasi dalam
kehidupannya. Bila baik perilakunya itu adalah indikasi bahwa imannya bagus, sebaliknya bila jelak berarti
imannya rusak.

Daftar Pustaka

Jurnal Studi Hadis Volume 2 Nomor 2 2016

Syafe’i Rahmat, Al-Hadis, Bandung: Pustaka Setia: 2000

8
Realisasi iman dalam kehidupn sosial,vol 9,no 1 januari 2012
Hadis arbain nawawi, Bandung, husain bandung:1992 Realisasi iman dalam kehidupn sosial,vol 9,no 1
januari 2012

Anda mungkin juga menyukai