Pengertian Iman
b). Nilai positif & negatif pada keimanan dari ayat-ayat diatas adalah :
a). Tawakal
Tawakal merupakan satu dari 10 ciri-ciri orang beriman. Orang tawakal dan ikhlas
pada setiap ketetapan dan takdir yang diberikan Allah SWT.
Artinya: “Dan hanya kepada Allah-lah kalian betawakal, jika kalian benar-benar
orang yang beriman” (QS. Al-Maidah : 23).
Artinya: “Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, maka Dialah Yang
Mencukupinya” (QS. Ath-Thalaq: 3).
b). Mawas diri
Mawas diri menggambarkan kesadaran akan pentingnya membawa bekal dalam perjalanan
kehidupan agar sampai akhir tujuan dengan selamat dan bahagia. Bekal yang baik adalah
amal saleh yang melahirkan keridhaan-Nya dan terbebasnya dari dosa yang dapat
menyelamatkan dari murka-Nya.
"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan
mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik" (QS
Alhasyr [59]: 19).
c). Optimisme
(Sikap Optimis) merupakan keyakinan diri dan salah satu sikap baik yang dianjurkan
dalam Islam. Dengan sikap optimistis, seseorang akan bersemangat dalam menjalani
kehidupan, baik demi kehidupan di dunia maupun kehidupan di akhirat kelak.
َ” َواَل تَ ِهنُوا َواَل تَحْ زَ نُوا َوأَنتُ ُم اأْل َ ْعلَوْ نَ إِن ُكنتُم ُّم ْؤ ِمنِين
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal
kamulah orang-orang yang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman.” (QS Âli ‘Imrân [3]: 139)
Optimisme merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap manusia, khususnya seorang
Muslim. Karena dengan optimistis, seorang Muslim akan selalu berusaha semaksimal
mungkin mencapai cita-cita dengan penuh keikhlasan karena Allah.
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam pun – dalam hal ini — juga pernah bersabda:
Mukmin (orang yang beriman) yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah
daripada orang mukmin yang lemah. Pada diri masing-masing memang terdapat
kebaikan. Capailah dengan sungguh-sungguh apa yang berguna bagimu, mohonlah
pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu menjadi orang yang lemah. Apabila kamu
tertimpa suatu kemalangan, maka janganlah kamu mengatakan; ‘Seandainya tadi saya
berbuat begini dan begitu, niscaya tidak akan menjadi begini dan begitu’. Tetapi
katakanlah; ‘lni sudah takdir Allah dan apa yang dikehendaki-Nya pasti akan
dilaksanakan-Nya. Karena sesungguhnya ungkapan kata ‘lau’ (seandainya) akan
membukakan jalan bagi godaan setan.” (Hadits Riwayat Muslim dari Abu Hurairah
radhiyallâhu ‘anhu, Shahîh Muslim, juz VIII, hal. 56, hadits no. 6945)
Menepati janji merupakan bagian dari ciri-ciri kaum beriman. Dengan menepati janji,
semangat persatuan, kualitas hidup, dan etos kerja umat dapat tercipta dengan baik. Tak
sedikit tali persaudaraan dan persahabatan yang telah dipupuk demikian baik menjadi
retak hanya gara-gara pengkhianatan terhadap janji.Karena itu, Islam melarang umatnya
mengumbar pernyataan-pernyataan (deklarasi) serta janji-janji kosong tanpa bukti dan
kenyataan. Firman Allah, ''Dosa besar bagi umat yang suka berkata tanpa membuktikan
apa yang dikatakannya'' (Q. S. 61: 3).
Rasulullah menggolongkan orang yang suka ingkar janji sebagai ciri perbuatan munafik.
''Tiga ciri perbuatan munafik,'' sabda Nabi SAW, ''Bila bicara ia dusta, bila berjanji
menyalahi, dan bila diamanati mengkhianati.'' (H.R. Bukhari dan Muslim).
Demikian pentingnya menepati janji, sehingga para ulama di masa lalu sangat berhati-hati
dan tidak gampang mengumbar janji. Itu sebabnya, Ibnu Mas'ud apabila berjanji, ia
mengatakan: Insya Allah. Alquran juga mendorong kita untuk selalu menepati janji (Q. S.
5: 1). Wadhu yang dibenarkan adalah tamalluq. Yakni sikap rendah hati seorang murid
pada gurunya agar dia dapat mengambil manfaat ilmunya. Islam memerintahkan umatnya
agar berendah hati tetapi melarang kita berendah diri.
Menurut paham ini, manusia sejak zaman primitif telah mengakui adanya kekuatan
yang berpengaruh dalam kehidupan. Mula-mula sesuatu yang berpengaruh tersebut
ditujukan pada benda. Setiap benda mempunyai pengaruh pada manusia, ada yang
berpengaruh positif dan ada pula yang berpengaruh negatif. Kekuatan yang ada pada
benda disebut dengan nama yang berbeda-beda, seperti mana (Melanesia), tuah
(Melayu), dan syakti (India). Mana adalah kekuatan gaib yang tidak dapat dilihat atau
diindera dengan pancaindera. Oleh karena itu dianggap sebagai sesuatu yang
misterius. Meskipun mana tidak dapat diindera, tetapi ia dapat dirasakan
pengaruhnya.
b. Animisme
c. Politeisme
e. Monoteisme
Teisme pada umumnya mengajarkan bahwa Tuhan ada secara realistis, objektif,
dan independen. Tuhan diyakini sebagai pencipta dan pengatur segala hal;
mahakuasa dan kekal abadi; personal dan berinteraksi dengan alam semesta
melalui pengalaman religius dan doa-doa umat-Nya. Teisme menegaskan bahwa
Tuhan sukar dipahami oleh manusia sekaligus kekal selamanya; maka, Tuhan
bersifat tak terbatas sekaligus ada untuk mengurus kejadian di dunia. Meski
demikian, tidak seluruh penganut teisme mengakui dalil tersebut. Teologi Katolik
menyatakan bahwa Tuhan Mahakuasa sehingga tidak akan terikat pada waktu.
Banyak penganut teisme percaya bahwa Tuhan Mahakuasa, Mahatahu, dan
Mahapenyayang, meskipun keyakinan ini memicu timbulnya pertanyaan
mengenai tanggung jawab Tuhan terhadap adanya kejahatan dan penderitaan di
dunia. Beberapa penganut teisme menganggap Tuhan menahan diri meskipun
memiliki kuasa, tahu apa yang akan terjadi, dan penuh kasih sayang. Sebaliknya,
menurut teisme terbuka, karena adanya sifat asasi waktu, atribut Mahatahu tidak
berarti bahwa Tuhan juga dapat memprediksikan masa depan. "Teisme" kadang
kala digunakan untuk mengacu kepada kepercayaan terhadap adanya Tuhan dan
dewa/dewi secara umum, contohnya monoteisme dan politeisme.
Deisme mengajarkan bahwa Tuhan sukar dipahami oleh akal manusia. Menurut
penganut deisme, Tuhan itu ada, tetapi tidak ikut campur dalam urusan kejadian
di dunia setelah Ia selesai menciptakan alam semesta. Menurut pandangan ini,
Tuhan tidak memiliki sifat-sifat kemanusiaan, tidak serta-merta menjawab doa
umat-Nya dan tidak menunjukkan mukjizat. Secara umum, deisme meyakini
bahwa Tuhan memberi kebebasan kepada manusia dan tidak mau tahu mengenai
apa yang diperbuat manusia. Dua cabang deisme, pandeisme dan panendeisme
mengkombinasikan deisme dengan panteisme dan panenteisme. Pandeisme
dimaksudkan untuk menjelaskan mengapa Tuhan menciptakan alam semesta
kemudian mengabaikannya, sebagaimana panteisme menjelaskan asal mula dan
maksud keberadaan alam semesta.
Panteisme mengajarkan bahwa Tuhan adalah alam semesta dan alam semesta itu
Tuhan, sedangkan panenteisme menyatakan bahwa Tuhan meliputi alam semesta,
tetapi alam semesta bukanlah Tuhan. Konsep ini merupakan pandangan dalam
ajaran Gereja Katolik Liberal, Theosophy, beberapa mazhab agama Hindu,
Sikhisme, beberapa divisi Neopaganisme dan Taoisme. Kabbalah, mistisisme
Yahudi, melukiskan pandangan Tuhan yang panteistis/panenteisti yang diterima
secara luas oleh aliran Yahudi Hasidik, khususnya dari pendiri mereka, Baal
Shem Tov namun hanya sebagai tambahan terhadap pandangan Yahudi mengenai
Tuhan personal, tidak dalam pandangan panteistis murni yang menolak batas-
batas persona Tuhan.