Anda di halaman 1dari 14

KEIMANAN DAN KETAQWAAN

Capaian pembelajaran
Kompetensi Inti Sikap Spiritual: Bertaqwa kepada Tuhan yang Maha
Esa
Indikator Kompetensi
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Iman dan Taqwa
2. Mahasiswa memahami hubungan Iman dan taqwa
3. Mahasiswa memahami Proses Terbentuknya Iman dan Taqwa

A. Pengertian iman dan taqwa


Kata iman berasal dari kata kerja amina-yu’manu-amanan yang berarti
percaya. Oleh karena itu, iman yang berarti percaya menunjuk sikap batin
yang terletak dalam hati. Akibatnya, orang yang percaya kepada Allah dan
selainnya seperti yang ada dalam rukun iman, walaupun dalam sikap
kesehariannya tidak mencerminkan ketaatan dan kepatuhan (taqwa) kepada
yang telah dipercayainya, masih disebut orang yang beriman. Hal itu
disebabkan karena adanya keyakinan mereka bahwa yang tahu tentang
urusan hati manusia adalah Allah dan dengan membaca dua kalimah
syahadat telah menjadi Islam.
Dalam surah al-Baqarah ayat 165 dikatakan bahwa orang yang
beriman adalah orang yang amat sangat cinta kepada Allah (asyaddu hubban
lillah).

Artinya: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah


tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana
mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat
cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat
zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat),
bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat
berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).”
Oleh karena itu beriman kepada Allah berarti amat sangat rindu
terhadap ajaran Allah, yaitu Al-Quran menurut Sunnah Rasul. Hal itu karena
apa yang dikehendaki Allah, menjadi kehendak orang yang beriman,
sehingga dapat menimbulkan tekad untuk mengorbankan segalanya dan
kalau perlu mempertaruhkan nyawa.
Dalam hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan
dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan
dengan amal perbuatan (Al-Imaanu ‘aqdun bil qalbi waiqraaru bi al lisaani
wa’amalun bi al arkaani). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau
keselarasan antara hati, ucapan, dan tingkalaku perbuatan, serta dapat juga
dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.
Istilah iman dalam al-Qur’an selalu dirangkaikan dengan kata lain
yang memberikan corak dan warna tentang sesuatu yang diimani, seperti
dalam surat an-Nisa’:51 yang dikaitkan
dengan jibti (kebatinan/idealismedan thaghut (realita/naturalisme).

Artinya: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi


bahagian dari Al kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan
mengatakan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka
itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman.”
Sedangkan dalam surat al-Ankabut: 52 dikaitkan dengan kata bathil,
yaitu walladziina aamanuu bil baathili. Bhatil berarti tidak benar menurut
Allah.

Artinya:”Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan antaramu. Dia


mengetahui apa yang di langit dan di bumi. Dan orang-orang yang
percaya kepada yang batil dan ingkar kepada Allah, mereka itulah orang-
orang yang merugi.”
Sementara dalam al-Baqarah: 4, iman dirangkaikan dengan kata
ajaran yang diturunkan Allah (yu’minuuna bimaa unzila ilaika wamaa unzila
min qablika).
Artinya:”dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Qur'an) yang telah
diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu,
serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.”
Kata iman yang tidak dirangkaikan dengan kata lain dalam al-Qur’an,
mengandung arti positif. Dengan demikian, kata iman yang tidak dikaitkan
dengan kata Allah atau dengan ajarannya, dikatakan sebagai iman haq.
Sedangkan yang dikaitkan dengan selainnya, disebut iman bathil.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian iman adalah pembenaran
dengan segala keyakinan tanpa keraguan sedikitpun mengenai yang datang
dari Allah SWT dan rasulNya. Iman bukan hanya berarti percaya, melainkan
keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu
lapangan iman sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu yang dilakukan
seorang muslim yang disebut amal saleh.
Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat
dengan segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi
seorang muslim berarti meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang
diatur dalam ajaran Islam. Seluruh hidupnya didasarkan pada ajaran Islam.
Wujud Iman menurut Hasan Al-Bana di antaranya:
1. Ilahiyah: Hubungan dengan Allah
2. Nubuwwah: Kaitan dengan Nabi, Rasul, kitab, dan mukjizat
3. Ruhaniyah: Kaitan dengan alam metafisik; Malaikat, Jin, Syetan, Ruh
4. Sam’iyah: Segala sesuatu yang bisa diketahui melalui sam’i
Suatu ketika ada seorang sahabat yang bertanya kepada  Sayyidina Ali
bin Abi Thalib k.w. tentang apa itu taqwa. Beliau menjelaskan bahwa taqwa
itu adalah :
a. Takut (kepada Allah) yang diiringi rasa cinta, bukan takut karena adanya
neraka.
b. Beramal dengan Alquran yaitu bagaimana Alquran menjadi pedoman
dalam kehdupan sehari-hari seorang manusia.
c. Ridha dengan yang sedikit, ini berkaitan dengan rezeki. Bila mendapat
rezeki yang banyak, siapa pun akan redha tapi bagaimana bila sedikit?
Yang perlu disedari adalah bahawa rezeki tidak semata-mata yang
berwujud uang atau materi.
d. Orang yg menyiapkan diri untuk “perjalanan panjang”, maksudnya adalah
hidup sesudah mati.
Al- Hasan Al-Bashri menyatakan bahwa taqwa adalah takut dan
menghindari apa yang diharamkan Allah, dan menunaikan apa-apa yang
diwajibkan oleh Allah. Taqwa juga bererti kewaspadaan, menjaga benar-
benar perintah dan menjauhi larangan.

B. Hubungan antara Iman dan Taqwa


Keimanan dan ketaqwaan merupakan dimensi yang bersinergi, yang
mana keduannya tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain, seorang
muslim yang beriman meyakini bahwa ia hidup diciptakan hanya sebagai
seorang hamba dan senantiasa menghinakan diri dihadapan Tuhannnya,
iman diartikan sebagai pembenaran hati dan lisan yang dibuktikan dengan
amal perbuatan, yang diiringi oleh niatan yang ihlas karena Allah ta’ala.
Iman adalah bentuk pengaplikasian sistem nilai yang terkandung
dalam islam. Iman merupakan suatu sistem yang membawa seseorang
kepada derajat taqwa. Artinya iman dan taqwa adalah merupakan suatu
komponen yang bersatu. Seorang muslim yang beriman akan senantiasa
menjaga dirinya untuk berada dalam ketaqwaan. Keimanan yang
berlandaskan tauhid uluhiya, rububiyyah, tauhid asma’ dan sifat dapat
memperkokoh diri untuk beramal saleh dan tetap dalam keadaan ketaqwaan.
Dengan tauhid Uluhiyah iman mampu memberikan pemahaman yang benar
terhadap Allah, bahwasanya hanya Allah saja yang berhak untuk disembah,
ditaati dan manusia tidak dibenarkan untuk berlaku syirik kepadaNya.
Sesunggunya Allah tidak mengampuuni dosa mempersekutukan (sesuatu)
dengan Allah dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang
dikehendaki –Nya . barang siapa yang mempersekutukan (sesuaatu)
dengan_Nya maka sesungguhnya ia tersesat sejauh-jauhnya.
Pada prinsipnya iman mengatur gerak langkah manusia kearah yang
posistif, antara lain; sopan santun, bersikap sederhana, bersifat sabar,
meridhoinya dan menyerahkan semuannya kepada Allah sebagai taqdir.
Bertaqwa kepada Allah, bertaqarrub kepadaNya, selalu berikhtiyah, ikhlas
dalam beramal, memaafkan kesalahan orang lain, menjauhi sifat dendam,
hasad, takabbur, dan menjauhi riya’, suka menolong, tidak mudah marah,
mencintai sesuatu yang bermanfaat, menjauhi sesuatu yang mendatangkan
mudharat , menjauhi kemurkaan Allah dan banyak berdzikri serta baca al
Qur’an.
Dalam sebuah riwayat Sayyidina Ummar bin Khotob bercerita: suatu
ketika Rasul SAW didatangi oleh seorang laki-laki yang berpakaian serba
putih, rambutnya hitam, kesan perjalalnannya tidaklah nampak dan tiada
seorang sahabat pun yang mengenalnya. Kemudian laki-laki tersebut
bertanya kepada kepada Rasulullah, beritahulah kepada saya tentang hal
keimanan, kemudian Rasulullah menjawab: bahwa engkau beriman kepada
Allah, para malaikat, kita-kitabNya, RasulNya, hari akhir (kiamat), dan engkau
beriman kepada Qadha dan Qadar baik dan buruk, kemudian laki-laki
tersebut menjawab “benar engkau”.
Manifestasi dari keimanan, dalam alQur’an : “yaitu orang-orang yang
beriman tentram hatinya dengan mengingat Allah. Ingatlah (bahwa) dengan
mengingat Allah itu tentramlah segala hati. Iman merupakan essensi yang
berupa ucapan, dan perbuatan yang boleh bertambah dan berkurang. Iman
yang dijadikan I’tiqad (keyakinan) bagi seorang muslim yaitu terdiri dari
ucapan, perbuatan, dan keyakinan dalam hati. Dan Allah pun telah
menguraikannaya dalam firmanNya : bahwa Dia tidak akan menyia-nyiakan
iman mereka.
Orang yang beriman dengan penuh kesadaran dan bertawakkal
kepada Allah, mereka akan yakin dalam menghadapi rintangan hidupnya, ia
akan sadar bahwa ia tidka sendirian. Iman berimplikasi pada pengharapan.
Maka seorang muslim yang tidak mempunyai harapan adalah terindikasi
tidak adanya iman. Karena Allah telah mengajarkan “ berdo’alah kamu
kepada yang maha Rahman. Sembarang kamu meminta maka bagiNya ada
nama nama yang baik. Janganlah kamu kuatkan (bacaan) shalat engkau dan
jangan pula engkau lunakkan dan ambilah jalan (pertengahan ) antara yang
demikian itu.
Sejak awal penciptaan manusia dengan fitrahnya yang lemah selalu
saja mengharapkan Tuhannya untuk memberikan pertolongan, bantuan,
petunjuk, perlindungan serta pengawasan. Dengan kesemuannya itu,
manusia memerlukan pengetahuan dan pengenalan yang baik tentang Tuhan
yang diimannya. Dengan pengetahuan tersebut, sebagai manusia harusnya
menjadikannya untuk selalu taat dan beribadah. sesuai dengan firman dalam
Q.S al an’am 153.
Kebahagiaan dalam keimanan dan ketaqwaan adalah kebahagiaan
bersama Allah karena mendapat perlindungan, pengawasan, dan penjagaan
Allah serta mendapat jaminan pahala dan dimasukkan ke dalam kelompok
shadiqul awwalin, yang dijanjikan surge dan semakin tingggi tingkat
keimanan dan ketaqwaan seorang individu, semakin membuatnya berlimpah
dalam kebahagiaan .
Taqwa merupakan sifat yang dinishbahkan kepada orang yang patuh ,
taat dan sabar terhadap perintah Allah serta memelihara dirinya ke dalam
perkara-perkara yang buruk. Taqwa dalam pengertiannya adalah memelihara
diri dan taat menjaganya dengan melaksanakan ketaatan dan amal saleh.
Dari sini maka dapt diambil kesimpulan bahwa taqwa adalah pemimpin
dari seluruh kebaikan. Disamping itu taqwa hakikatnya adalah seseorang
yang ingin melindungi dirinya dari hukuman Tuhan dengan kedudukan
kepadaNya. Taqwa adalah cara penjagaan dari tergelincirnya perbuatan
syirik, dosa dan kejahatan serta amalan yang subhat (diragukan halal dan
haramnya) Musthofa al Maraghi mendefinisikan taqwa adalah menjaga diri
dari hukuman dan kemurkaan Allah dengan cara tidak melakukan maksiat
kepadaNya.
Ketaqwaan merupakan pengendalian diri dan emosi dari
memeperturutkan kecenderungan hawa nafsu. Seseorang yang memiliki sifat
taqwa akan berlaku benar, jujur, adil, amanah, serta mempunyai hubungan
baik dengan lingkungannya. Taqwa bukan berarti tiba-tiba hadir dalam
kondisi batin, akan tetapi lebih dari anugrah, taufik, dan hidayah yang di
berikan Allah kepada hambanya yang taat dan beramal saleh.
Jadi taqwa adalah merupakan anugrah spiritual yang hanya diberikan
kepada orang-orang yang taat kepadaNya. Sedang muttaqi adalah orang
yang terpelihara dari ketergelinciran kepada sesuatu kemaksiatan; yang
kemudian dianugrahkan kepadanya setumpuk kebahagiaan yang tidak
pernah pupus, dengan taqwalah yang akan menjadi perisai dan pelindung
yang bakal menghantui dan menjerumuskan muttaqi ke lembah yang hina
sehingga ia hidup dalam kebahagiaan dan ketenangan yang kekal.

C. Proses Terbentuknya Iman dan Taqwa


Manusia terlahir didunia membawa bekal fitrah, iman terbentuk dalam
al fitrah/ potensi manusia yang tinggi derajatnya. Al fitrah dimiliki oleh setiap
manusia yang terlahir didunia. Dalam penegertiannya Al fitrah mempunyai
beberapa pengertian diantaranya;
1. Al fitrah berarti mengakui keesaan (tauhid )Allah SWT, sejak lahir
manusia mempunyai kecenderungan untuk mengesakan Tuhan dan
berusaha secara teru-menerus untuk mencari dan mencapai
ketauhidan tersebut.
2. Al fitrah berarti tulus (al ikhlas ), manusia terlahir dengan sifat baik
diantara sifat tersebut adalah ketulusan dan kemurnian dalam
menjalankan aktifitas.
3. Al fitrah berarti sifat-sifat Allah yang ditiupkan kepada setiap manusia
sebelum dilahirkan. Adapun bentuknya yaitu asmaul husna yang
berjumlah 99 nama. Tuags manusia sebagaimana mengaktualisasikan
sifat-sifat tersebut dengan cara menginternalisasikan kedalam dirinya,
sehingga dia berkepribadian rabbani.
Berikut adalah metode-metode pembentuk keimanan:
1. Prinsip pembinaan berkesinambungan.

Pada dasarnya proses pembentukan iman diawali dengan proses


perkenalan. Mengenal ajaran Allah adalah langkah awal dalam mencapai
iman kepada allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran Allah, maka orang
tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah.

Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada


Allah, maka ajaran Allah harus diperkenalkan sedini mungkin sesuai dengan
kemampuan anak itu dari tingkat verbal sampah tingkat pemahaman.
Bagaimana seorang anak menjadi mukmin, jika kepada mereka tidak
diperkenalkan al-Qur’an.

Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu


diperhatikan, karena tanpa pembiasan, seseorang bisa saja semula benci
berubah menjadi senang. Seorang tidak harus dibiasakan untuk
melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal yang
dilarang-Nya, agar kelak setelah dewasa menjadi senang dan terampil dalam
melaksanakan ajaran-ajaran Allah.

2. Prinsip internalisasi dan individuasi.

Prinsip ini menekankan pentingnya mempelajari iman sebagai proses


(internalisasi dan individuasi). Artinya adalah pendekatan untuk membentuk
tingkah laku yang mewujudkan nilai-nilai itu iman tidak dapat hanya
mengutamakan nilai-nilai itu dalam bentuk jadi, tetapi juga harus
mementingkan proses dan cara pengenalan nilai hidup tersebut.

Proses penekanan prinsip ini akan lebih baik jika anak dididik untuk
menghayati nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan lewat sebuah peristiwa.
Sehingga nilai-nilai tersebut akan berbekas di setiap amal dan perbuatan
anak. Penanaman nilai ini harus berdasarkan pada prinsip internalisasi dan
individuasi, artinya nilai tersebut diterima sebagai bagian dari sikap mental
dan kepribadiannya.
3. Prinsip sosialisasi.

Pada umumnya nilai-nilai hidup baru benar-benar mempunyai arti


apabila telah memperoleh dimensi sosial. Artinya, usaha pembentukan
tingkah laku mewujudkan nilai iman hendaknya tidak diukur keberhasilannya
terbatas pada tingkat individual (yaitu hanya dengan memperhatikan
kemampuan seseorang dalam kedudukannya sebagai individu), tetapi perlu
mengutamakan kehidupan interaksi sosial (proses sosialisasi orang
tersebut).

4. Prinsip konsistensi dan koherensi.

Nilai iman lebih mudah tumbuh terkselerasi, apabila sejak semula


ditangani secara konsisten, yaitu secara tetap dan konsekuen, serta secara
koheren, yaitu tanpa mengandung pertentengan antara nilai yang satu
dengan nilai lainnya. Artinya, usaha pengembangan untuk mempercepat
tumbuhnya tingkah laku yang mewujudkan nilai iman hendaknya selalu
konsisten dan koheren.

5. Prinsip integrasi.

Yaitu hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan


setiap orang pada problematika kehidupan yang menuntut pendekatan yang
luas dan menyeluruh. Makin integral pendekatan seseorang terhadap
kehidupan , makin fungsional pula hubungan setiap bentuk tingkah laku
yang berhubungan dengan nilai iman yang dipelajari. Artinya adalah agar
nilai iman hendaknya dapat dipelajari seseorang tidak sebagai ilmu dan
keterampilan tingkah laku yang terpisah-pisah, tetapi melalui pendekatan
yang integratif, dalam kaitan problematik kehidupan yang nyata.

D. Implementasi Iman dan Taqwa dalam Kehidupan Sehari-hari


Dalam kehidupan manusia Iman sangatlah penting tanpa iman ibadah
yang dikerjakan akan sia-sia, disamping itu amal yang dilakukan tidak akan
sampai kepada Allah SWT al Anbiyah’
Keimanan dan ketaqwaan yang telah dianugrahi oleh Allah haruslah
disyukuri dan diperkuat dengan cara meningkatkan ibada amal misalkan;
menjalankan ibada wajib (shalat 5 waktu, menunaikan zakatdan puasa)dan
juga menjalankan ibadah sunnah sperti; membayar infaq dan sedekah.
Berikut penerapan iman dan taqwa dalam kehidupan sehari-hari
1. Menjalankan keenam rukun iman
2. Mentaati perintah Allah dan beramal saleh dengan senantiasa mengharap
ridho Allah SWT
3. Membersihkan diri dari hal-hal yang diaramkan( meneghindari perkara
yang diharamkan)
4. Ringan tangan atau saling membantu anatar sesame manusia.
5. Menjaga aurat pada dirinya sesuai dengan ajaran agama
6. Menjaga amanah dan menepati janji, sebagai orang mukmin haruslah bisa
menjaga amanah yang telah diberikan kepadannya dan berusaha untuk
menepati janji selagi masih mampu
7. Menjaga shalat wajib, menjaga sahalat wajib dalam kehidupn sehari-hari
bukanlah persoalan yang mudah. Menjaga salat berarti menjaga
waktunya, disamping itu menjaga cara dan bacaanya dengan benar
sesuai dengan tuntunan yang Nabi Muhammad ajarkan, selain itu harus
dapat menjaga efek positif dari shalat yakni dengan benra-benar
menghayati dan melaksanakan apa yang telah dibaca dalam
melaksanaakn shalat.
8. Selalu siap menghadapi kematian sebagaiman dari rukun iman
Penerapan iman dan taqwa dalam kehidupan tersebut diatas memang
sudah dilaksanakan, namun sebagaian darinya masih juga kurang
sepenuhnya diterpkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pelaksanaanya
banyak maslaah yang muncul akibat kurang kokohnya iman dan taqwa yang
tertanam didalam diri masing-masing individu.
Adapun faktor penyebab munculnya maslah berkurangnya iman antara
lain:.
a. kurangnya mengenal sang Kholiq,
b. lalai dan memalingkan diri dari rambu-rambu agama, tidak
memperhatikan ayat Allah dan hukum-hukumNya, baik yang bersifat kauni
maupun syar’i.
c. berbuat atau mengutarakan ucapan maksiat. Oleh sebab itu iman akan
turun, melemah dan surut sebnading dengan tingkatan maksiat,
sejenisnya, kondisi hati yang melakukannya serta kekuatan faktor
pendorongnya, iman akan banyak sekali berkurang dan menjadi sangat
lemah apabila seorang hamba terjerumus dalam dosa besar.
d. Meninggalkan ketaatan, baik berupa keyakinan, ucapan, amalan fisik.
Sebab iman akan berkurang apabila ketaatan yang ditinggalkan juga
semakin besar. Perlu diperhatikan bahwa meninggalkan ketaatan itu
terbagi menjadi dua yang pertama, ada yang menyebabkan hukuman atau
siksa yaitu apabila yang ditinggalkan adalah berup kewajiban yang tidak
ada yang hak untuk ditinggalkan. Kedua, sesuatu yang tidak akan
mendatangkan hukuman dan siksa karena meninggalkannya.
Tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan, untuk
mempertahankan keimanan hal-hal yang perlu dilakukan antara lain;
a. Membiasakan diri dengan membaca al Qur’an dan merenungkan yata-ayat
Allah baik itu ayat kauniyah maupun ayat syar;yah, dengan istiqomah
membaca, merenungkan sert memperhatikan tanda-tanda kebesaran
Allah maka keimana dan keyakinan akan semakin betambah dan semakin
kokoh.
b. Memperbanyak dzikir kepada Allah
c. Mengenali nama-nama dan sifat-sifat Allah, karena apabila penegtahuan
seorang hamba semakindalam dan membuahkan hasil berbagai
konsekwensi yang diharapkan maka pastilah keimanan , rasa cinta dan
pengagunggan kepada Allah akan semakin meningkat.
d. Senantiasa berbuat ketaata demi mendekatkan diri kepada Allah dan
LATIHAN SOAL

1. Bagaimana pengertian iman menurut konsep al Qur’an?


2. Jelaskan konsep terbentuknya iman dalam pandangan Islam?
3. Salin dan jelaskan makna iman yang terkandung dalam Qur’an surat al
BAqarah 165
4. Jelaskan proses terbentuknya iman dalam diri seseorang?

KESIMPULAN

Hubungan antara Iman dan Taqwa sangatlah erat, apa yang harus
dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan Iman dan Taqwa dalam
kehidupan sehari-hari

DAFTAR PUSTAKA

Rajab, Khoirunnas,2011, Psikologi Ibadah, Jakarta:


Syaikh Islam Ahmad bin Taimiyyah al Harami dan Syaikh Muhammad bin Abd
al Wahhab al Najdi 1991, Majmu’ah al Tauhid wa Tasytamil ‘ala Sitta wa
‘Isyrina Risalah, Beirut: Dar al Fikr,
Syaikh al Islam TAqiy al Din bin Taymiyyah, Amrad al Qulub wa Sifa’uha,
(Riyadh: Dar al Salam, t.th),
Muslim bin Hajjaj al Qusyairi, 1998. Sahih al Usaymin, al Aqaid al Mathla fi
Sifat Allah,
Sadri al Din Ali bin Abi Muhammad bin Ali Aziz al Hanafi, Syarh Tahawiyyah fi
al ‘Aqidah Salafiyyah, 1416H,

.Imam al Qusyairi1999. al Nasyaburi, al Risalah Qusyairi, (terjemahan


;lukman Hakim), (Surabaya: Risalah Gusti,

Muhammad Musthofah al Maraghi, 1985.Tafsir al Maraghi VI (terj. Bahrun


Abu Bakar), (Semarang : Toha Putra,
Usman Najati1985., al Qur’an wa ilmu al Nafs,(Kairo: Darel Syuruq,

Muhammadong. 2009, Pendidikan Agama Islam. Barata, Mappasessu,


(Makassar: TimDosen UNM:
Muchamad Syihabulhaq. Definisi
Takwa.http://pencerahqolbu.wordpress.com/2011/05/25/definisi-taqwa/ diaks
es tanggal 30 Nopember 2016

ttps://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=10&cad=rja&uact=8&ved=0ahU
KEwip2rT-7dTQAhULKY8KHddXA-QQFghXMAk&url=http%3A%2F
%2Fdokumen.tips%2Fdocuments%2Fimplementasi-iman-dan-taqwa-dalam-
kehidupan-anak-muda.html&usg=AFQjCNFcYyKSlK692l-JbqLzFjdnB2gMpw

Anda mungkin juga menyukai