Oleh :
Tim Dosen Analisis Dan Pengukuran Kerja
Program Studi Teknik Industri
Fakultas Teknik
Universitas Wijaya Putra
2009
KATA PENGANTAR
Mata kuliah Analisis dan Pengukuran Kerja adalah jenis mata kuliah keahlian berkarya
di program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Wijaya Putra. Buku ajar Analisis
dan Pengukuran Kerja ini berisi teori, konsep maupun penerapan dalam perancangan sistem
fasilitas kerja/stasiun kerja. Buku ini dilengkapi dengan gambar-gambar guna memberikan
ilustrasi penerapan pada fasilitas kerja/stasiun kerja serta perkembangan-perkembangan di
industri. Program kuliah direncanakan menggunakan pendekatan student center learning
dimana mahasiswa harus aktif mencari bahan-bahan sendiri melalui text book maupun melalui
online reading yang direkomendasikan.
Mudah-mudahan buku ajar Analisis dan Pengukuran Kerja ini dapat menambah bahan
belajar bagi mahasiswa teknik industri. Terimakasih kepada seluruh asisten laboratorium
Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja di Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik-
UWP maupun pihak-pihak yang telah membantu penyusunan buku ajar ini. Demi
penyempurnaan buku ajar ini, kami mengharapkan kepada semua pihak untuk dapat
memberikan masukan dan saran.
Penyusun
Tim Dosen Mata kuliah Analisis dan Pengukuran Kerja
Buku Ajar pengertian analisis dan pengukuran kerja
BAB I
ANALISA & PERANCANGAN KERJA
2. Pembahasan
“ Bekerja adalah kegiatan manusia merubah keadaan tertentu dari alam lingkungan
yang ditujukan untuk mempertahankan dan memelihara kelangsungan hidupnya ” .
Demikian definisi yang diberikan oleh W.S. Neff untuk bekerja. Definisi ini tampaknya
sangat luas tetapi mencerminkan dorongan dasar dari bekerja yaitu dalam rangka
mempertahankan dan memelihara kelangsungan hidup manusia. Sedangakan Toole
memberikan definisi yang bunyinya agak terdengar lain yaitu bahwa “bekerja adalah
kegiatan untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain”.
Setelah seseorang berada dalam dunia pekerjaan, terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhi jalannya pekerjaan tersebut, akibatnya pekerjaan perlu dilakukan analisa
dan perancangan. Faktor yang mengakibatkan keterbatasan pekerja , yakni
keterbatasan panca indra dan fisik.
Literatur tentang analisa perancangan kerja, kita tidak dapat lepas dari dua
nama, yaitu F.W. Taylor dan F.B. Gilberth , dari dua nama tersebut yang mengawali
pengembangan ilmu ini yang digabungkan sebagai suatu kesatuan , maka dikenal
sebagai Teknik Tata Cara Kerja atau Methods Engineering yang lebih dikenal secara
umum adalah analisa & perancangan kerja .
Frank Gilbreth, tertarik pada analisis gerakan dasar atas kegiatan manusia.
Beliau memperkenalkan analisis gerakan yang disebut micrmotion studies pada
pertemuan American Society of Mechanical Engineers (ASME) Dia sangat berjasa
dalam usaha memberikan landasan untuk mengindentifikasi dan menganalisa gerakan-
gerakan dasar manusia pada saat melakukan kerja manual, yang kemudian dia beri
nama “ Therbligs”
Pada tahun 1924 hasil penelitiannya sangatlah terkenal dengan membagi pekerjaan
menjadi elemen-elemen gerakan dasar. Elemen-elemen gerakan dasar yang
dikembangkan berjumlah 17 gerakan dasar dan dengan elemen-elemen gerakan dasar
inilah perbaikan perbaikan dilakukan.
Pada pabrik misalnya, bentuk suatu produk kadangkala sedemikian rupa sehingga sulit
untuk dikerjakan atau kurang jelas/kurang baik metode kerja dapat memperpanjang
waktu kerja. Tata letak peralatan atau keadaan ruang tempat kerja yang kurang baik,
merupakan penyebab lain terjadi keterlambatan . Pekerja juga merupakan unsur yang
bisa memperlambat kerja juga, misalnya kurang disiplin atau kurang gairah kerja akibat
kurang baiknya motivasi kerja.
Dalam ruang lingkup yang lebih luas, pihak manajemen sendiri pun harus
bertanggung jawab untuk mengatasi pemborosan waktu kerja, antara lain yang
disebabkan oleh kurang baiknya penjadwalan / rencana kerja, kebijakan lain yang harus
berperan dalam mengelola sumber daya perusahaan/industri.
Secara umum , studi kerja adalah penelaahan secara sistimatik terhadap pekerjaan,
dengan maksud untuk :
1. Mengembangkan sistem dan metode kerja yang lebih baik.
2. Membakukan sistem dan metode kerja yang sudah baik.
3. Menetapkan waktu baku untuk pekerjaan tersebut.
4. Membantu melatih pekerja dengan berbagai pekerjaan yang telah diperbaiki.
Studi Kerja
Pengukuran Kerja
Untuk menetapkan beberapa waktu
yang dibutuhkan dalam
menyelesaikan pekerjaan
Peningkatan Produktivitas
5. Perhitungan prestasi atau waktu baku untuk masing-masing metode kerja yang
diusulkan.
6. Pemilihan metode kerja yang akan digunakan , kemudian menyusun petunjukan
pelaksanaannya, berikut data prestasi atau waktu baku yang sesuai.
7. Pemberitahuan metode kerja yang baru.
8. Pengawasan agar metode kerja tersebut selalu dijalankan sesuai dengan
petunjuk pelaksanaannya.
Suatu hal penting pada saat berdirinya suatu pabrik baru atau saat penerapan metode
kerja baru, adalah perlunya mempertimbangkan jangka waktu tertentu yang diperlukan
oleh tenaga kerja untuk beradaptasi dengan situasi baru. Pada saat tenggang waktu ini ,
tentunya kecepatan produksi sistem tenaga kerja tersebut relatif lambat dibandingkan
dengan keadaan normal (ketrampilan normal). Pada umumnya , semakin biasa orang
dengan situasi kerjanya, akan makin cepat kerjanya. Dengan kata lain, makin
pengalaman dia, akan makin cepat kerjanya. Namun demikian , kecepatan kerja
seseorang akan dibatasi oleh ketrampilannya, sehingga pada suatu saat , kecepatan
kerjanya akan mencapai titik yang stabil.
Dari perkembangan studi kerja dimasa lampau , maka terjadi perubahan pola kerja yang
mengakibatkan juga terjadi perubahan dari masyarakat, sehingga perubahan
masyarakat diklasifikasikan, yakni :
Perubahan Masyarakat.
Perkembangan
Corak
jaman Pekerjaan Cara Kerja
Batu
- sederhana
- lengkap
Manual
jaman
Pertengahan
- rumit
- lengkap Penemuan
akhir abad
Mesin
ke 19
otomisasi
Mesin
awal abad
ke 20
Setelah lintasan sejarah teknik tata cara kerja dikemukakan diatas yang tiada
lain menunjukan latar belakang berkembangnya dan dikembangkannya ilmu ini, kiranya
perlu dibicarakan pengertian/definisi dan ruang lingkup untuk mendapatkan gambaran
menyeluruh.
Teknik Tata Cara Kerja adalah suatu ilmu yang terdiri dari teknik-teknik dan
perinsip - perinsip untuk mendapatkan rancangan (design) terbaik dari sistem kerja.
Teknik-teknik dan perinsip – perinsip ini digunakan untuk mengatur komponen-
komponen sistem kerja yang terdiri dari manusia dengan sifatnya dan
kemampuannya, bahan, perlengkapan dan peralatan kerja, serta linkungan kerja
sedemikian rupa sehingga dicapai tingkat efisiensi dan produktifitas tinggi yang diukur
dengan waktu yang dihabiskan , tenaga yang dipakai serta akibat – akibat psikologis
dan sosiologis yang ditimbulkannya.
Teknik Tata Cara Kerja merupakan hasil perpaduan teknik-teknik pengukuran
waktu dan perinsip–perinsip studi gerakan, tetapi juga banyak menyangkut prinsip lain
dalam perancangan sistem kerja seperti perancangan tata letak tempat kerja dan
peralatan dalam lingkungannya dengan manusia pekerjanya.
Yang dicari dengan teknik-teknik dan perinsip–perinsip ini adalah sistem kerja
yang terbaik yaitu yang memiliki efisiensi dan produktivitas yang tinggi. Sistem kerja itu
sendiri terdiri dari empat komponen , yakni manusia, bahan, perlengkapan dan
peralatan kerja seperti masin dan pekakas pembantu, lingkungan kerja, seperti
ruangan dengan udaranya dan keadaan pekerjaan- pekerjaan lain disekelilingnya.
Artinya komponen-komponen itulah yang mempengaruhi efisiensi dan produktivitas
kerja. Dengan menggunakan teknik-teknik dan prinsip-prinsip yang disebut diatas
komponen-komponen diatur sehingga berada dalam komposisi dalam suatu komposisi
yang memungkinkan tercapainya tujuan tersebut.
Bila kita tinjau lebih lanjut maka ruang lingkup ilmu teknik tata cara kerja dapat
dibagi kedalam dua bagian besar masing-masing pengaturan kerja dan pengukuran
kerja.
Pengaturan kerja berisikan prinsip-prinsip mengatur komponen-komponen
sistem kerja untuk mendapatkan alternatif – alternatif sistem kerja yang lebih baik. Jadi
pada bagian pengaturan ini kita dipersenjatai dengan prinsip-prinsip yang harus
diperhatikan dan diusahakan pelaksanaannya. Macam pekerjaan yang terdapat
disekeliling kita begitu banyaknya, dengan masing-masing mempunyai krakteristik-
krakteristik sendiri-sendiri sehingga tidak mungkin untuk menyususn rumus tunggal
untuk semua dengan jawaban atas pertanyaan „ sistem mana yang terbaik “ dapat
langsung diperoleh.
Setelah mendapatkan beberapa alternatif terbaik, langkah berikutnya adalah
memilih salah satu diantaranya yang terbaik. Pekerjaan ini bukanlah pekerjaan mudah
karena kita dapat begitu saja menentukannya, sebab antara satu alternatif dengan
lainnya sangat berdekatan , ataupun satu nampak mempunyai kelebihan disatu segi
tetapi kelemahan dilain segi, sementara alternatif lainnya memiliki kelebihan dan
kelemahan pada segi yang berlawanan. Kesulitan inilah yang menyebabkan perlu
dilakukan pengukuran terhadap masing-masing alaternatif.
Ada empat kriteria yang dipandang sebagai pengukur yang baik tentang
kebaikan suatu alternatif kerja , yaitu waktu, tenaga. psikologi dan sosiologi. Artinya
suatu sistem kerja dinilai baik jika sistem ini memungkinkan waktu penyelesaian sangat
singkat , tenaga yang diperlukan untuk penyelesaian sangat sedikit. Dan akibat-akibat
psikologi dan sosiologi yang ditimbulkan sangat minim. Berdasarkan kriteria - kriteria
inilah alternatif-alternatif sistem kerja dibandingkan satu dengan yang lainnya.
Pekerja
Bahan Alternatif
Mesin/peralatan Beberapa Alternatif
Sistem
Lingkungan
Kerja
Sistem Kerja
Faktor manusia
Studi gerakan
Ekonomi gerakan
TEKNIK TATA
CARA KERJA
Sering kali pimpinan perusahaan pada tingkat manapun tidak menyadari tentang
selalu adanya kemungkinan-kemungkinan melakukan perbaikan-perbaikan terhadap
sistem kerja karena tidak mengetahui adanya prinsip-prinsip dan teknik teknik untuk itu ,
ataupun berpendapat bahwa sistem yang ada sudah baik hanya karena setiap orang
karena setiap orang telah terbiasa dan telah menerima sistem tersebut. Disamping
melalui perbaikan-perbaikan sistem kerja , teknik dan tata cara kerja memberikan
keuntungan melalui berbagai jalur lain, misalnya dalam penjadwalan produksi dimana
diperlukan pengetahuan tentang berapa lamanya berbagai kegiatan kerja diselesaikan.
Berbagai teknik telah dikembangkan untuk penjadwalan dan mengatur pembebanan
mesin dan tenaga kerja dan semuanya ditujukan untuk mendapatkan keadaan yang
optimal. Lebih jauh lagi waktu penyelesaian yang sebenarnya merupakan waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan sistem kerja yang lebih baik.
Dengan demikian terlihatlah bagaimana teknik-teknik dan perinsip–perinsip dalam
teknik tata cara kerja berperan dalam perencanaan dan perancangan kegiatan produksi.
Sesuatu hal yang sering kali merupakan penghambat terlaksananya perubahan-
perubahan (perbaikan-perbaikan) ini adalah ketidak sediaan pekerja menerimanya.
Memang hal ini harus disadari karena hampir untuk setiap usaha merubah suatu
keadaan, apa lagi yang sudah mapan, akan mendapat tantangan, dan hal ini adalah
sesuatu yang wajar . Kecurigaan bahwa cara baru akan memberatkan pekerja adalah
salah satu sebab adanya tantangan. Sebab lain adalah keengganan untuk merubah
kebiasaan yang telah dirasakan enak dan menyatu dengan diri pekerja . Sering kali
sistem kerja telah begitu lama berjalan sehingga pekerja betul-betul telah terbiasa
sehingga perbaikan yang menuntut perubahan-perubahan kebiasaan dirasakan sebagai
sesuatu yang menyulitkan. Untuk mengatasi hal-hal seperti ini pimpinann perusahaan
perlu memberikan penjelasan - penjelasan yang cukup tentang kebaikan dari sistem
kerja yang direncanakan. Khususnya untuk pekerja-pekerja yang berada pada tingkat
terbawah, penjelasan perbaikan akan menguntungkan pekerja-pekerja itu sendiri juga
perusahaan, coba , jelaskan ?.
Buku Acuan :
1.
BAB II
ANALISA DAN PERANCANGAN KERJA
Diharapkan mahasiswa dapat memahami Pengertian Peta Kerja, Peta Kerja untuk
kegiatan menyeluruh dan contoh penggunaannya .
1. Pembahasan
Peta kerja merupakan salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk
berkomunikasi secara luas dan sekaligus melalui peta-peta kerja ini kita bisa
mendapatkan informasi-informasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metoda
kerja. Contoh informasi-informasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metoda
kerja, terutama dalam suatu proses produksi adalah sebagai berikut : jumlah benda
kerja yang harus dibuat, waktu operasi mesin, kapasitas mesin, bahan-bahan
khusus yang harus disediakan, alat-alat khusus yang harus disediakan dan lain
sebagainya.
Jadi peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja
secara sistematis dan jelas. Lewat peta-peta ini kita bisa melihat semua langkah
atau kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja dari mulai masuk ke pabrik,
kemudian menggambarkan semua langkah yang dialaminya, seperti : transportasi,
operasi mesin, pemeriksaan, perakitan sampai pada akhirnya menjadi produk jadi,
baik produk lengkap atau merupakan bagian dari suatu produk lengkap.
Apabila kita melakukan studi yang seksama terhadap peta kerja, maka
pekerjaan kita dalam usaha memperbaiki metode kerja dari suatu proses produksi
akan lebih mudah dilaksanakan. Perbaikan yang mungkin dilakukan, antara lain,
kita bisa menghilangkan operasi-operasi lainnya, menemukan suatu urutan-urutan
kerja/proses produksi waktu menunggu antara operasi dan sebagainya. Pada
Pada dasarnya peta-peta kerja yang ada sekarang bisa dibagi dalam dua
kelompok besar berdasarkan kegiatannya, yaitu :
A. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja keseluruhan.
B. Peta - peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja setempat.
Dalam hal ini tentunya kita harus bisa membedakan antara kegiatan kerja
keseluruhan dan kegiatan kerja setempat. Suatu kegiatan disebut kegiatan kerja
setempat, apabila kegiatan tersebut terjadi dalam suatu stasiun kerja yang biasanya
hanya melibatkan orang dan fasilitas dalam jumlah yang terbatas.
Sedangkan suatu kegiatan disebut kegiatan kerja keseluruhan, apabila
kegiatan tersebut melibatkan sebagian besar atau semua fasilitas yang diperlukan
untuk membuat produk yang bersangkutan. Hubungan antara kedua macam
kegiatan kegiatan diatas akan terlihat bila untuk menyelesaikan suatu produk
diperlukan beberapa stasiun kerja, dimana satu sama lainnya saling berhubungan.
Masing-masing peta kerja yang akan dibahas berikut ini semuanya termasuk dalam
kedua kelompok diatas, antara lain :
* Yang termaduk kelompok kegiatan kerja keseluruhan
1. Peta Proses Operasi
2. Peta Aliran Proses
3. Peta Proses kelompok Kerja
4. Diagram Aliran
* Yang termasuk kelompok kegiatan kerja setempat :
1. Peta Pekerja dan Mesin
2. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan
Untuk operasi
Untuk transportasi
Untuk pemeriksaan
Untuk penyimpanan
Operasi
Pemeriksaan
Transportasi
Menunggu
Penyimpanan
terhadap pengeluaran tanpa izin tertentu dan lamanya waktu adalah dua hal yang
membedakan antara kegiatan menunggu dan penyimpan, contoh :
* Dokumen-dokumen / catatan-catatan disimpan dalam brankas
* Bahan baku disimpan dalam gudang
Selain kelima lambang diatas, kita bisa menggunakan lambang lain apabila
merasa perlu untuk mencatat suatu aktifitas yang memang terjadi selama proses
berlangsung dan tidak terungkapkan oleh lambang-lambang tadi. Lambang tersebut
adalah :
Aktivitas gabungan
Kegiatan ini terjadi apabila antara aktivitas operasi dan pemeriksaan dilakukan
secara bersama atau dilakukan pada suatu tempat kerja.
Pembahasan untuk peta kerja yang termasuk kelompok peta kerja keseruhan
adalah :
Ada empat hal yang perlu diperhatikan agar diperoleh suatu proses kerja
yang baik melalui analisa peta proses operasi yaitu : analisa terhadap bahan-bahan,
operasi, pemeriksaan, dan terhadap waktu penyelesaian suatu proses .
Keempat hal tersebut diatas, dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Bahan-bahan
Kita harus mempertimbangkan semua alternatif dari bahan yang digunakan,
proses penyelesaian dan toleransi sedemikian rupa sehingga sesuaikan dengan
fungsi reabilitas, pelayanan dan waktunya.
b. Operasi
Juga dalam hal ini harus dipertimbangkan mengenai semua alternatif yang
mungkin untuk proses pengolahan, pembuatan, pengerjaan dengan mesin atau
metode perakitannya, beserta alat-alat dan perlengkapan yang digunakan.
Perbaikan yang mungkin bisa dilakukan misalnya dengan menghilangkan,
menggabungkan, merubah atau menyederhanakan operasi-operasi yang terjadi.
c. Pemeriksaan
Dalam hal ini harus mempunyai standar kualitas. Suatu objek dikatakan
memenuhi syarat kualitasnya jika setelah dibandingkan dengan standar ternyata
lebih baik atau minimal sama. Proses pemeriksaan bisa dilakukan dengan teknik
sampling atau satu persatu dari semua objek yang dibuat tentunya cara yang
terakhir tersebut dilaksanakan apabila jumlah produksinya sedikit.
d. Waktu
Untuk mempersingkat waktu penyelesaian, kita harus mempertimbangkan
semua alternatif mengenai metoda, peralatan dan tentunya penggunaan
perlengkapan - perlengkapan khusus.
Dari sedikit uraian diatas kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat
dua hal utama yang membedakan antara peta proses operasi dengan peta aliran
proses, yaitu:
a. Peta aliran proses memperlihatkan semua aktivitas-aktivitas dasarnya,
termasuk transportasi, menunggu dan menyimpan. Sedangkan pada peta
proses operasi, terbatas pada operasi dan pemeriksaan saja.
b. Peta aliran proses menganalisa setiap komponen yang diproses secara lebih
lengkap dibanding peta proses operasi, dan memungkinkan untuk digunakan di
setiap proses atau prosedur, baik dipabrik atau dikantor. Sebagai
konsekuensinya, peta aliran proses tidak bisa digunakan untuk
menggambarkan proses perakitan secara keseluruhan. Biasanya suatu peta
aliran proses hanyalah menggambarkan dan digunakan untuk menganalisa
salah satu komponen dari produk yang dirakit.
3. Diagram Aliran
dinyatakan oleh garis aliran dalam diagram tersebut. Arah aliran digambarkan oleh
anak panah kecil pada garis aliran tersebut.
Buku Acuan :
1. Iftikar Z. Sutalaksana , “ Teknik Tata Cara Kerja “ , ITB , Bandung
2. Barnes R. M, “ Motion and Time Study - Design and Measurement of
Work “ , John Wiley & Sons .Inc, New York.
3. Kazarian E. A. “ Work Analisis and Design for Hotel, Restaurants and
Institutions “ , Avi Publishing Company, Inc. Westport , Connecticut ,
Michigan.
4. Eko Nurmianto ,” Ergonomi , Konsep Dasar dan Aplikasinya “, ITSN ,
Surabaya.
5. Jann Hidajat T , “ Studi Kerja “ Jurusan TI - ITB
6. Wignjosoebroto Sritomo, “ Ergonomi “ Studi Gerak dan Waktu “ ITSN ,
Surabaya.
7. Tarwaka, Solichul, Lilik S ,” Ergonomi ” untuk keselamatan, kesehatan
kerja dan produktivitas
BAB III
ANALISA DAN PERANCANGAN KERJA
3. Pembahasan
Peta kerja untuk kegiatan kerja setempat untuk menganalisa suatu stasiun kerja,
maka peta kerja yang digunakan peta pekerja dan mesin serta peta tangan kiri dan
tangan kanan sebagai alat untuk mempermudah perbaikan suatu tempat kerja dan
gerakan pekerja, sehingga dicapai keadaan ideal untuk saat itu.
Dalam beberapa hal , hubungan antara operator dan mesin sering bekerja
secara silih berganti, yakni sementara mesin menganggur , operator bekerja atau
sebaliknya. Pada hakekatnya waktu menganggur ini dalai suatu kerugian , maka
dari itu waktu menganggur harus diminimumkan. Namun tentunya harus
memperhitungkan kemampuan manusia dan mesinnya.
Informasi paling penting yang diperoleh melalui peta pekerja dan mesin
adalah hubungan yang jelas antara waktu kerja operator dan waktu operasi mesin
yang ditangainya. Dengan informasi ini, maka kita mempunyai data yang baik untuk
melakukan penyelidikanj, penganalisaan, dan perbaikan suatu pusat kerja
sedemikian rupa sehingga efektivitas penggunaan pekerja dan mesin bisa
ditingkatkan dan tentunya keseimbangan kerja antara pekerja dan mesin bisa
diperbaiki.
4. Menambah pekerja bagi sebuah mesin atau sebaliknya, menambah mesin bagi
seorang pekerja.
Abila kita menemukan bahwa efektivitas pekerja yang menangani sebuah atau
beberapa mesin itu rendah , yaitu pekerja banyak menganggur, sementara
ditempat lain banyak mesin yang menganggur, maka menambahan tugas bagi
pekerja tersebut mungkin dapat meningkatkan efektivitas. Sebaliknya jika
terdapat seorang pekerja yang terlampau sibuk dalam menangani tugasnya,
sehingga tidak memungkinkan baginya melepaskan lelah, tentu hal inipun akan
merugikan. Pekerja yang terlampau lelah sering melakukan kesalahan-
kesalahan, sehingga memungkinkan terjadinya kerusakan-kerusakan mesin atau
menurunkan kualitas produksi. Jelas disini bahwa penambahan pekerja
memungkinkan untuk mengatasi masalah ini. Dengan demikian keseimbangan
antara pekerja dan mesin bisa diperoleh.
4. Sebagai alat untuk melatih pekerjaan baru, dengan cara kerja yang ideal.
Kiranya sudah jelaslah , bahwa peta tangan kiri dan tangan kanan menunjukan
urutan-urutan pengerjaan yang lebih baik untuk saat itu. Peta ini dapat
berfungsi sebagai penuntun terutama bagi pekerja-pekerja baru, sehingga akan
lebih cepat proses relajar.
Ada beberapa lambang yang digunakan , yaitu yang berupa suatu batang (bar)
dimana panjangnya batang ini sebanding dengan skala waktu (lamanya aktivitas
tersebut).
Jika ditinjau dari pihak pekerja, maka lambang ini digunakan apabila
antara operator dan mesin atau dengan operator lainnya sedang
bekerja bersama-sama . Jika ditinjau dari pihak mesin , berarti
selama bekerjanya mesin tersebut memerlukan pelayanan dari
operator.
Ada beberapa lambang yang digunakan , yaitu yang berupa suatu lingkaran dan
segitiga dimana merupakan simbol geometrik (geometric symbol) ,
Bergerak ( movement)
Bergerakan dari anggota tubuh dari suatu bagian (tempat) ketempat
lain dalam tempat kerja.
Menunggu (delay)
Angota tubuh tidak mengaggur
Memegang (Hold)
Menjaga suatu objek didalam posisi pada anggota tubuh (tanga)
Seorang operator mesin bubut akan mengerjakan benda kerja seperti gambar
dibawah ini, dengan data
pengerjaan sebagai berikut :
Pekerjaan : Pembubutan
Nama Mesin : Mesin Bubut
Nama Pekerja : Amri
Dipetakan oleh : Anom
Tanggal : 17 Januari 2006
Skala
waktu ORANG MESIN BUBUT
Mesin bubut I Mesin bubut II
Operator W W W
0 Pasang benda
kerja 3 Coba dibuat jika
0
3 Nganggur 4
Stel bubutan I 1 menangani dua
4 mesin bubut
Nganggur 5 Bubutan I 5
9
Stel bubutan II 1 Nganggur 1
10
Nganggur 1 Bubutan II 1
11
Buka benda Nganggur 4
15 kerja 4
RINGKASAN
Operator Mesin bubut I
Waktu Menganggur 6 menit 9 menit
Waktu Kerja 9 menit 6 menit
Total Waktu 15 menit 15 menit
% Penggunaan 60 % 40 %
0
Memesan 5 Mendengarkan 5 10
Menunggu
Menunggu Mengambil Kertas 5
10
Pesanan 25 Stel Mesin 5 Distel 5
20 Menunggu Fotocopy 15
15
30
Bayar 5 Serankan+Kas 5 Menganggur 5
RINGKASAN
PEMBELI PELAYAN MESIN
Waktu Menganggur 25 detik 15 detik 15 detik
Waktu Kerja 10 detik 20 detik 20 detik
Waktu Total 35 detik 35 detik 35 detik
% Penggunaan
Buku Acuan :
BAB IV
ANALISA DAN PERANCANGAN KERJA
3. Pembahasan
Bila kita mengamati suatu pekerjaan yang sedang berlangsung , hal yang sudah
pasti terlihat adalah adanya gerakan-gerakan yang berbentuk kerja tersebut. Studi
gerakan adalah analisa yang diperlukan terhadap beberapa gerakan bagian badan
pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dengan demikian diharapkan agar
gerakan-gerakan tangan tidak efektif dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sehingga
akan diperoleh penghematan dalam waktu kerja, yang selanjutnya dapat pula
menghemat pemakaian fasilitas-fasilitas yang tersedia untuk pekerjaan tersebut.
Seorang tokoh yang telah meneliti gerakan-gerakan dasar secara mendalam
adalah Frank B. Gilbreth . Ia menguraikan gerakan kedalam 17 gerakan dasar atau elem
gerakan yang dinamai theblig. Therblig ini oleh Gilbreth dinyatakan dalam lambang-
lambang tertentu.
Sedangkan pengertian dari setiap elemen gerakan tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Mencari (Search)
Elemen gerakan mencari merupakan gerakan dasar dari pekerja untuk menemukan
lokasi objek. Yang bekerja dalam hal ini adalah mata.
Gerakan ini dimulai pada saat mata bergerak mencari objek dan berakhir bila objek telah
ditemukan.
Tujuan dari penganalisaan ini adalah menghilangkan sedapat mungkin gerakan yang
tidak perlu. Mencari merupakan gerakan yang tidak efektif dan masih dapat dihindarkan
misalnya dengan menyimpan peralatan atau bahan-bahan pada tempat yang tetap
sehingga poses mencari dapat dihingkan.
2. Memilih (Select)
Memilih merupakan gerakan untuk menemukan suatu objek yang tercampur, tangan
dan mata adalah dua bagian badan yang digunakan untuk melakukan gerakan ini.
Therblig ini dimulai pada saat tangan dan mata mulai memilih, dan berakhir bila
objek telah ditemukan. Batas antara mulai memilih dan akhir dari mencari agak sulit
untuk ditentukan karena ada pembaruan pekerja diantara kedua gerakan tersebut, yaitu
gerakan yang dilakukan oleh mata.
Gerakan memilih merupakan gerakan yang tidak efektif, sehingga sedapat mungkin
elemen gerakan ini dihindarkan.
Contoh dari elemen gerakan memilih adalah gerakan yang diperlukan untuk memilih
pulpen dari tempatnya, sedangkan pada tempat tersebut terdapat pula pinsil-pinsil dan
pulpen-pulpen yang satu dengan yang lainnya tercampur tidak beraturan.
3. Memegang (Grasp)
Therblig ini dalai gerakan untuk memegang objek, biasanya didahului oleh gerakan
menjangkau dan dilanjutkan oleh gerakan membawa.
Therblig ini merupakan gerakan yang efektif dari suatu pekerjaan dan meskipun sulit
untuk dihilangkan, dalam beberapa keadaan masih dapat dikurangi.
4. Menjangkau (Reach)
Pengertian menjangkau dalam therblig adalah gerakan tangan berpindah tempat tanpa
beban, baik gerakan mendekati maupun menjauhi objek.
Gerakan ini biasanya didahului oleh gerakan melepas dan diikuti oleh gerakan
memegang. Therblig ini dimulai pada saat tangan mulai berpindah dan berakhir bila
tangan sudah berhenti.
Waktu yang digunakan untuk menjangkuau, tergantung pada jarak dari pergerkan
tangan dan dari tipe menjangkaunya. Seperti juga memegang, menjangkau sulit untuk
dihilangkan secara keseluruhan dari siklus kerja, yang masih mungkin adalah
pengurangan dari waktu gerak ini.
5. Membawa (Move)
Elemen gerak membawa juga meruapakan gerak perpindahan tangan, hanya dalam
gerakan ini tangan dalam keadaan terbebani. Gerakan membawa biasanya didahului
oleh memegang dan dilanjutkan oleh melepas atau dapat juga oleh pengarahan.
Therblig ini mulai dan berakhir pada saat yang sama dengan menjangkau, karena itu
faktor-faktor yang mempengaruhi waktu gerakannya pun hampir sama yaitu jarak
pindah, dan macamnya. Pengaruh yang lain adalah beratnya beban yang dibawa oleh
tangan.
7. Melepas (Release)
Elemen gerak melepas terjadi bila seorang pekerja melepaskan objek yang
dipegangnya. Bila dibandingkan dengan gerak therblig lainnya, gerakan melepas
merupakan gerakan yang relatif lebih singkat.
Therblig ini mulai pada saat pekerja mulai melepaskan tangannya dari objek dan
berakhir bila seluruh jarirnya sudah tidak menyentuh objek lagi. Gerakan ini biasanya
didahului oleh gerakan membawa atau dapat juga gerakan mengarahkan dan biasanya
diikuti oleh gerakan menjangkau.
8. Mengarahkan (Position)
Gerakan ini merupakan gerakan mengarahkan suatu objek pada suatu lokasi terntu.
Mengarahkan biasanya didahului oleh gerakan membawa dan biasa diikuti oleh gerakan
merakit, gerkan ini mulai sejak tangan mengendalihan objek dan berakhir pada saat
gerakan merakit atau memakai dimulai.
Gagasan untuk mengefektifkan penerapan dari Therblig ini muncul dari seorang
konsultan “Methods Enginering” ternama dari Jepang : Mr. Shigeo singo. Ia
mengklasifikasikan Therblig yang telah dibuat oleh Gilbreth menjadi 4 kelompok, yaitu :
Untuk mendapatkan hasil kerja yang baik , tentu diperlukan perancangan sistem
kerja yang baik pula. Oleh karena itu sistem kerja harus dirancang sedemikian rupa
sehingga dapat menghasilkan hasil kerja yang diingini. Prinsip ekonomi gerakan terkait
juga dengan studi gerakan, karena sistem kerja harus dirancang sedemikian rupa
sehingga dapat memungkinkan dilakukan gerakan-gerakan yang ekonomis. Prinsip
ekonomi gerakan yang akan dibahas dihubungkan dengan tubuh manusia dan
gerakannya, pengaturan tata letak tempat kerja dan perancangan peralatan.
Ketiga perinsip diatas cukup erat satu sama lainnya dan dapat dipertimbangkan
secara bersama-sama. Pada umumnya setiap pekerjaan akan lebih mudah dan
cepat jika dikerjakan sekali gus oleh tangan kanan dan tangan kiri. Gerakan yang
simetris diperlukan agar kedua tangan mencapai keseimbangan antara satu dengan
yang lainnya. Lintasan pekerjaan yang tidak teratur (tidak simetris) akan lebih cepat
menimbulkan kelelahan.
Dalam beberapa keadaan ditempat kerja sering dijumpai total berat dari objek
digerakan sepenuhnya oleh pekerja, hal tersebut tidak dimanfaatkannya prinsip
momentum. Momentum dari suatu objek adalah massa objek tersebut dilakukan
dengan kecepatanya.
f. Gerakan tangan yang patah-patah, banyak perubahan arah yang tajam akan
memperlambat gerakan tersebut.
g. Gerakan balistik lebih cepat, mudah dan lebih akurat dibandingkan dengan
gerakan yang tegang atau dikendalikan.
Yang dimaksud dengan gerakan yang dikendalikan adalah gerakan yang yang
terjadi pada suatu pekerjaan dimana memerlukan dua otot yang berlawanan
kerjanya, misalnya pekrjaan untuk menulis , disini terdapat dua otot yang saling
tahan yaitu jari dan jempol. Sedangkan yang dimaksud dengan gerkan balistik
adalah gerakan yang bebas, misalnya pada saat memukul bola kasti.
Yang dimaksud dengan irama yang sering diartikan pada kecepatan rata-rata
mengulang kembali gerakan, misalnya irama melangkah kaki, irama pernapasan
mengikuti irama yang tertentu. Setiap individu mempunyai irama alamiahnya sendiri.
Gerakan mata kadang-kadang tidak dapat dihindarkan dari pekerjaan terutama bila
pekerjaannya baru. Objek yang kecil juga memerlukan gerakan mata untuk
mengerjakannya. Seringkali antara tangan dan mata terjadi koordinasi dimana fungsi
mata sebagai pengarah dari tangan. Rasa lelah yang dialami oleh mata akan
menjalar keseluruh badan dengan cepat.
II. Prinsip ekonomi gerakan dihubungkan dengan pengaturan tata letak tempat
kerja.
Dari analisa therblig sudah dikenal bahwa untuk menjangkau jarak yang pendek
diperlukan waktu yang lebih singkat dibandingkan bila jaraknya lebih jauh. Oleh
karena itu semua bahan dan peralatan sedapat mungkin harus diatur tata letaknya
menurut prinsip diatas. Selain itu manusia juga mempunya keterbatasan dalam jarak
jangkaunya.
Agar didapat urutan-urutan yang baik dari gerakan-gerakan yang membentuk suatu
sistem kerja , bahan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tangan dapat
mengambil bahan tersebut dengan secepatnya.
f. Tinggi tempat kerja dan kursi sebaiknya diatur agar kegiatan berdiri dan duduk
dapat dilakukan dengan mudah dan menyenangkan.
g. Tipe dan tinggi kursi harus sedemikian rupa sehingga pekerja yang
mendudukinya bersikap yang baik.
Yang dimaksud dengan bersikap yang baik pada waktu berdiri adalah sikap dimana
kepala – leher - dada dan perut berada dalam keseimbangan yang baik ke arah
vertical. Posisi ini memungkinkan organ-organ tubuh seperti pernapasan , peredaran
darah pencernaan dan lain-lain bekerja dalam kondisi normal. Dengan demikian
diharapkan pekerjaan akan mencapai efisiensi yang tinggi.
Seringkali banyak kita jumpai peralatan pada suatu pabrik hanya menunjukan
dijalankan dengan oleh tangan saja. Hal ini mengakibatkan bagian tubuh lain
termasuk kaki menganggur sepanjang siklus kerja tersebut. Sedangkan tenaga yang
dipunyai oleh kaki jauh lebih kuat, sehingga bila kaki dapat dimanfaatkan untuk
bekerja diharapkan hasilnya dapat meningkat.
b. Sebaiknya peralatan atau perkakas harus dirancang agar mempunyai lebih dari
satu kegunaan sedapat mungkin.
Bila suatu alat dapat dirancang untuk beberapa kegunaan dalam pemakaiannya,
diharapkan dari alat tersebut dapat mengakibatkan peningkatan efisiensi dalam
bekerja . Dengan memakai alat yang lebih dari satu kegunaan diharapkan proses
pengambilan alat yang lain dalam suatu pekerjaan dapat ditiadakan, karena alat
tersebut dapat pula dikerjakan oleh alat yang sedang dipakai .
dan memungkinkan dapat diambil secara mudah bila akan dipakai dalam pekerjaan
selanjutnya.
d. Apabila setiap jari melakukan gerakan khusus, seperti misalnya mengetik, maka
beban pekerjaan harus didistribusikan sedemikian hingga tercapai
keseimbangan kapasitas setiap jari.
Kedua tangan, yaitu tangan kanan dan kiri biasanya mempunyai kekuatan yang
berbeda. Tangan kanan biasanya lebih kuat dari tangan kiri. Tidak demikian halnya
dengan jari, sulit sekali untuk menyamakan kemampuan atau kekuatan dari setiap
jari, pada umumnya jari telunjuk dan jari tengah merupakan jari yang lebih kuat dari
jari lainnya.
e. Roda putar, palang dan peralatan yang sejenisnya harus diatur sedemikian rupa
sehingga badan dapat melayaninya dengan posisi yang baik, dan dengan tenaga
yang minimum.
Yang dimaksud dengan sejenis peralatan diatas adalah peralatan yang sejenis
roda penggerak pada pintu air , roda pembuka lemari besi dan lain-lain. Untuk dapat
merancang peralatan ini dengan baik, terlebih dahulu harus diketahui foktor-faktor
dari peralatan tersebut yang dapat mempengaruhi dalam pemakaiannya. Faktor-
faktor yang dapat memberikan pengaruh pada kemudahan pelayanan terhadap
peralatan diatas antara lain adalah posisi penempatan , diameter dan arah putar.
Buku Acuan :
BAB V
ANALISA DAN PERANCANGAN KERJA
3. Pembahasan
Istilah “Ergonomi” berasal dari bahasa latin (Yunani) yaitu Ergo berarti kerja dan
Nomos yang berarti Hukum Alam, sehingga Ergonomi dapat diartikan sebagai studi tentang
aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi,
engineering, manajemen dan desain atau perancangan. Selain itu Ergonomi juga
Maksud dan tujuan dari disiplin ergonomi adalah mendapatkan suatu pengetahuan
yang utuh tentang permasalahan-permasalahan interaksi manusia dengan teknologi dan
produknya, sehingga dimungkinkan adanya suatu rancangan sistem manusia dengan mesin
yang optimal. Kegunaan dari penerapan ergonomi adalah untuk :
Memperbaiki performasi kerja (menambah kecepatan kerja, keakuratan, keselamatan
kerja dan mengurangi energi kerja yang berlebihan serta mengurangi kelelahan).
Memperbaiki pendayagunaan sumber daya manusia melalui peningkatan ketrampilan
yang diperlukan
Mengurangi waktu yang terbuang sia-sia dan meminimalkan kerusakan peralatan yang
disebabkan “human error”
Memperbaiki kenyamanan manusia dalam kerja
Disiplin Human Factor (faktor manusia) dalam ergonomi mempunyai definisi sebagai
berikut (Sander & Cormick, 1987) : “Human Factor Engineering adalah pengetahuan tentang
manusia, keterbatasan, kelebihan dan karakterisitik manusia lainnya yang relevan dalam
suatu perancangan”.
Dengan mengaplikasikan aspek-aspek ergonomi atau Human Factor Engineering,
maka dengan memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan
manusia dapat dirancang sebuah stasiun kerja yang bisa dioperasikan oleh rata-rata
manusia sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik. Dalam
arti dapat mencapai tujuan yang diinginkan melalui aktivitas tersebut dengan efektif, efisien,
aman dan nyaman.
Memang banyak bidang ilmu juga memiliki kaitan dengan isu-isu ini, tetapi ergonomi
memiliki perspektif khusus, sesuai dengan naluri/insting manusia sejak beribu-ribu tahun
yang lalu yaitu mencari cara terbaik untuk mengorganiasi aktivitas manusia agar mampu
berproduksi dengan lebih efisien dan produktif, bisa meningkatkan kesejahteraan, cukup
dalam penyediaan makanan, baju, rumah, dan lain sebagainya.
Dari diuraikan singkat diatas maka dapat ditarik beberapa pokok-pokok kesimpulan
mengenai disiplin ergonomi, yaitu sebagai berikut :
a. Fokus perhatian dari ergonomi ialah berkaitan erat dengan aspek-aspek
manusia di dalam perencanaan ״man-made objects ״dan lingkungan kerja.
Pendekatan ergonomi akan ditekankan pada penelitian kemampuan
keterbatasan manusia baik secara fisik maupun mental psikologis dan
intraksinya dalam sistem manusia-mesin yang integral. Secara sistematis
pendekatn ergonomi kemudian akan memanfaatkan informasi tersebut untuk
tujuan rancang bangun, sehingga akan tercipta produk, sistem atau
lingkungan kerja yang lebih sesuai dengan manusia. Pada giliran rancangan
yang ergonomis akan dapt meningkatkan efisien, efektifitas dan produktifitas
kerja, serta dapat menciptakan sistem serta lingkungan kerja yang cocok,
aman, nyaman dan sehat.
c. Maksud dan tujuan utama dari pendekatan disiplin ergonomi diarahkan pada
upaya memperbaiki perfomans kerja manusia seperti menambah kecepatan
kerja, accuracy, keselamatan kerja disamping untuk mengurangi enersi kerja
yang berlebihan serta mengurangi datangnya kelelahan yang terlalu cepat.
Disamping itu disiplin ergonomi diharapkan pula mampu memperbaiki
pendayagunaan sumber daya manusia serta meminimalkan kerusakan
peralatan yang disebabkan kesalahan manusia (human errors). Manusia
Secara ideal, perancangan stasiun kerja haruslah disesuaikan peranan dan fungsi
pokok dari komponen-komponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia, mesin / peralatan
dan lingkungan fisik kerja. Berkaitan dengan perancangan stasiun kerja aspek ergonomi
yang harus di pertimbangkan adalah :
Secara ideal, perancangan tempat kerja haruslah disesuaikan peranan dan fungsi
pokok dari komponen-komponen sistem kerja yang terlibat yaitu manusia, mesin / peralatan
dan lingkungan fisik kerja. Dimensi ruang kerja di pengaruhi oleh situasi fisik dan situasi
kerja yang ada. Dalam menentukan dimensi ruang kerja perlu di perhatikan jarak jangkau
yang bisa dilakukan oleh operator, batasan-batasan ruang yang enak dan cukup
memberikan keleluasaan gerak operator dan kebutuhan area minimum yang harus dipenuhi
untuk kegiatan
Untuk mendefinisikan batasan-batasan daerah kerja horizontal diperlukan untuk
memastikan bahwa material atau alat kontrol tidak dapat ditempatkan bergitu saja diluar
jangkauan tangan . Batasan-batasan jangkauan tangan harizontal hapir seluruhnya ada
kendala , karena semua bangku kerja material dan beralatan lainnya disusun pada sebuah
permukaan yang horizontal. Batasan operator semakin meningkat , jika operator
mengendalikan beberapa macam gerakan tubuh, misalnya operator duduk yang
menghindari gangguan keseimbangan pada saat menjangkau, bahkan jika berdiri jangkauan
kedepan dibatasi oleh pinggiran bangku, hal ini akan dapat mengganggu keadaan badan
dan menimbulkan tekanan pada pungkung. Dalam buku RM Barnas (Motion and Time Study
) mendefinisikan daerah kerja “ Normal “ dan “ Maksimum “ dengan batasan yang ditentukan
oleh ruang tengah jari (mid point of fingers) sebagai berikut :
Daerah Normal
Lengan bawah yang berputar pada bidang horizontal dengan siku tetap.
Daerah Maksimum
Lengan direntangkan keluar dan diputar sekitar bahu.
Para peneliti menyadari bahwa tidak realistis jika kedudukan siku diasumsikan supaya tetap,
sehingga batasan-batasan tersebut tidak berupa lengkungan - lengkungan . Mereka juga
percaya bahwa para pekerja cendurung duduk atau berdiri tidak dekat dengan pinggiran
bangku. Mereka menjelaskan bahwa batas dengan sebuah persamaan yang meliputi
pengukuran statis dari panjang lengan dan posisi bangku. Jelasnya kerja seharusnya
dibatasi sampai dengan wilayah kerja normal jika mungkin hindarkan kebutuhan untuk
menaikkan lengan sebisa mungkin. Untuk menjaga agar pekerjaan tetap berada dalam
wilayah kerja yang normal, maka tidak cukup dengan mengoptimalkan lay-out tempat kerja.
Namun demikian lay-out tersebut seharusnya juga menghasilkan posisi anatomi alami yang
baik. Lay-out yang memposisikan tetap untuk tangan kanan dengan pergelangan tangan
yang bervariasi, ini merupakan penyimpangan dan memberikan kesan bahwa bangku yang
terlalu tinggi adalah suatu masalah yang akan dipertimbangkan.
* Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi membungkuk
dengan frekuensi kegiatan yang sering atau jangka waktu lama.
* Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang bisa
dilakukan.
* Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu yang
lama dengan kepala, leher, dada dan kaki berada dalam sikap atau posisi miring.
* Operator tidak seharusnya di paksa bekerja dalam frekuensi waktu yang lama
dengan tangan / lengan berada dalam posisi di atas level siku yang normal.
Pertimbangan untuk ukuran kursi kerja yang sering menjadi masalah adalah ketinggian
kursi. Ada dua macam dasar untuk menentukan ketinggian permukaan kerja yaitu :
(1). Bangku atau mesin yang tepat untuk bekerja sambil berdiri.
( walaupun berdiri dan duduk bergantian adalah suatu hal yang mungkin dan
diikuti dengan tersedianya kursi yang sesuai )
(2). Bangku atau kursi yang disesuaikan hanya untuk pekerjaan sambil duduk.
Prinsip yang diterapkan untuk ketinggian permukaan kerja :
Hindari beban otot yang terlalu berat yang disebabkan oleh lengan atas yang
disampingkan terlalu tinggi. ( dalam pekerjaan keyboard , pergeseran lengan
atas sering terjadi akan menyebabkan timbulnya kaharusan untuk deviasi ulnar
yaitu penyimpangan pergelangan tangan kearah kelingking )
Hindari tekanan tajam pada sisi lengan dengan bagian bawah dari pinggiran
bangku, jika permukaan tempat kerja terlalu tinggi.
Hindari posisi membungkuk secara terus menerus jika permukaan tempat kerja
terlalu rendah.
Operator seharusnya bekerja dalam posisi tegak, dengan lengan atas dalam posisi
santai dan dalam posisi vertikal yang dekat dengan meja, dan lengan bawah dimiringkan
sedikit dari kedudukan horizontal. Hal ini dapat dicapai jika ketinggian tempat kerja kira-
kira 5 cm dibawah tinggi siku operator tentunya akan menimbulkan pertanyaan tetang
percentil dari tinggi atau panjang siku yang digunakan. Masalah lain yang timbul adalah
jika ada suatu populasi campuran yang terdiri dari pria dan wanita.
Untuk tempat kerja yang dekat dengan operator , tinggi bangku dapat dibuat dengan ekstra
tinggi yang sesuai. Sedangkan bangku yang lebih rendah adalah untuk pekerjaan yang
berat, tetapi bangku yang standar didasarkan pada panjang siku pada umumnya, dengan
perkiraan bahwa penyesesuaian akan dapat dicapai. Masalah pemilihan tinggi bangku
dilantar belakangi oleh sejumlah studi (lihat tabel).
Sebuah operasi penggabungan yang sederhana ditunjukan bahwa ada tiga perbedaan
tinggi bangku kerja oleh sejumlah operator. Operator dalam percobaan tersebut mempunyai
panjang siku antara 965 mm sampai 1143 mm dan tinggi meja yang disesuaikan untuk
meletakkan pekerjaan dibedakan menjadi 3 bagian sebagai berikut :
50 mm diatas siku
50 mm dibawah siku
150 mm dibawah siku
Rata-rata proses produksi diukur pada setiap posisi dengan operator yang berbeda dan
dalam analisa variansi ketinggian tersebut diubah menjadi berbagai macam ketinggian
berarti. Yang paling baik adalah 50 mm dibawah siku , jika 50 mm diatas siku mengurangi
produksi sekitar 1 % . jika 150 mm dibawah siku menyebabkan produksi berkurang sekitar
2,8 %
Buku Acuan :
BAB V I
Analisa & Perancangan Kerja
3. Pembahasan
2.1. Anthropometri
Istilah anthropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri”
yang berarti ukuran. Anthropometri menurut stevenson(1989) dan Nurmianto
(1991) adalah satu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan
karakteristik fisik tubuh manusia, usuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan
dari data tersebut untuk penangan masalah design.
Anthropometri merupakan studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi
tubuh manusia yang secara luas dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk
merancang produk ataupun sistem kerja yang melibatkan manusia.
Perancangan produk harus mampu mengakomodasikan populasi terbesar yang
akan menggunakan produk hasil rancangan tersebut.
Mengenai data anthropometri anggota tubuh yang diukur dariberbagai
negara dapat dilihat pada tabel & gambar 1.1
Keterangan :
1 = Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s/d ujung
kepala)
2 = Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak
3 = Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak
4 = Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus)
5 = Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak
(dalam gambar tidak ditunjukkan)
6 = Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat
duduk/pantat sampai dengan kepala)
7 = Tinggi mata dalam posisi duduk
8 = Tinggi bahu dalam posisi duduk
9 = Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus)
10 = Tebal atau lebar paha
11 = Panjang paha yang diukur dari pantat sampai ujung lutut
12 = Panjang paha yang diukur dari pantat sampai bagian belakang dari
lutut/betis
13 = Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri maupun
duduk
14 = Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai
paha
15 = Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi breidri maupun duduk)
16 = Lebar pinggul/pantat
17 = Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak dalam
gambar)
18 = Lebar perut
19 = Panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari
dalam posisi siku tegak lurus
20 = Lebar kepala
21 = Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari
22 = Lebar telapak tangan
23 = Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar
kesamping kiri-kanan (tidak ditunjukkan dalam gambar)
24 = Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari
lantai sampai telapak tangan yang terjangkau lurus keatas (vertical)
26 = Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu
sampai ujung jari tangan.
Pengukuran tersebut adalah relatif mudah untuk didapat jika diaplikasikan data
perseorangan. Akan tetapi jika semakin banyak jumlah manusia yang diukur dimensi
tubuhnya maka akan semakin kelihatan betapa besar variasinya antara satu tubuh
dengan tubuh lainnya, baik secara keseluruhan tubuh maupun persegmennya. Untuk
mendapatkan data yang teliti mungkin dibutuhkan beberapa alternatif jawaban dari
beberapa pertanyaan berikut ini :
berapa besar jumlah sample yang harus diukur ?.
apakah sample tersebut hanya terbatas pada kalangan masyarakat tertentu
saja ?.
apakah data yang didapat nanti akan dapat diterapkan pada jenis populasi
masyarakat tertentu yang lain ?
Perbedaan antara satu populasi dengan populasi yang lain dikarenakan oleh faktorr-
faktor sebagai berikut (Nurmianto, 1991) :
Jenis kelamin
Untuk kebanyak dimensi tubuh pria dan wanita ada perbedaan yang segnifikan
diantara rata-rata dan nilai perbedaan ini tidak dapat diabaikan begitu saja. Pria
dianggap lebih panjang dimensi segmen badannya daripada wanita. Oleh karena
nya data antropomentri untuk kedua jenis kelamin tersebut selalu disajikan secara
terpisah.
Usia
Digolongkan atas beberapa kelompok usia yaitu : Balita, anak-anak, remaja, dewasa
dan lanjut usia. Antropomentri nya akan cendrung terus meningkat sampai batas
usia dewasa. Namun setelah menginjak usia dewasa , tinggi badan manusia
mempunyai kecenderungan untuk menurun , yang antara lain disebabkan oleh
kekurangan elestisitas tulang belakang, selain itu juga berkurangnya dinamika
gerakan tangan dan kaki.
Suku bangsa
Variasi diantara beberapa kelompok suku bangsa telah menjadi hal yang tidak kala
pentingnya. Misalnya orang eropa, asia , afrika atau lebih nampak lagi antara negara
yang mewakili suku bangsa, misalnya jepang , inggris, arab dan lainnya.
Kehamilan (wanita)
Faktor ini sudah jelas akan mempunyai pengaruh perbedaan yang berarti kalau
dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil.
Cacat tubuh secara fisik
Akibat cacat fisik mengakibatkan keterbatasan gerak., sehingga segmen tubuh
mungkin terjadi suatu perbedaan dimensinya. Ada fasilitas yang dibangun atau
dirancang karena memperhatikan para penderita cacat fisik.
Pakaian
Hal ini juga merupakan variabilitas yang disebabkan oleh variasi musim yang
berbeda dari satu tempat. Misalnya pada waktu musim dingin akan memakai pakaian
yang lebih tebal .
Dimensi tubuh yang umum digunakan seperti pada tabel yang dibuat Stevenson
,1989 , dengan memberikan data pada berbagai kelompok usia dan antar bangsa.
Penerapan antropomentri ini akan dapat dilakukan jika tersedia nilai mean (rata-rata)
dan standar deviasi (penyimpangan) dari suatu distribusi normal. Adapun distribusi
normal ditandai dengan adanya nilai mean dan standar deviasi (SD). Sedangkan
percentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tertentu dari
sekelompok orang yang dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari nilai
tersebut. Misal 95 % populasi adalah sama dengan atau lebih rendah dari 95
percentil, sedangkan 5 % populasi adalah sama dengan atau lebih rendah dari 5
percentil. Dalam pokok bahasan antropomentri , 95 percentil menunjukan tubuh
berukuran besar, sedangkan 5 percentil menunjukan tubuh berukuran kecil.
Besarnya nilai percentil dapat ditentukan dari tabel probabilitas distribusi normal.
Distribusi normal dan perhitungan percentil, sumber data Nurmianto 1991, seperti
tabel dibawah ini.
Percentile Calculation
1 st X - 2,323 σ
2,5 th X - 1,960 σ
5 th X - 1,645 σ
10 th X - 1,280 σ
50 th X
90 th X + 1,280 σ
95 th X + 1,645 σ
97,5 th X + 1,960 σ
99 th X + 2,323 σ
Contoh perhitungan :
Tinggi badan wanita dewasa (Hongkong) yang berusia antara 19 – 45 tahun adalah
ter distribusi normal dengan mean x adalah 1680 mm dan SD adalah 58 mm.
Berapa tinggi pada 95 percentil dan pada 5 percentil dari populasi tersebut.
Penyelesaian :
Dari rumus diatas didapat bahwa untuk 95 percentil adalah :
= X + 1,645 σ
= 1680 + 1,645 ( 58 )
= 1775,41 mm
Dari rumus diatas didapat bahwa untuk 5 percentil adalah :
= X - 1,645 σ
= 1680 - 1,645 ( 58 )
= 1584,59 mm
Selain dimensi individu dari masing-masing segmen tubuh yang telah ditabelkan
sebelumnya dan juga tidak seorangpun yang mempunyai nilai persentil sama untuk
semua dimensi segmen tubuh. Akan tetapi dimensi individual yang bervariasi
tersebut berintraksi dalam suatu bentuk perancangan tempat kerja yang komplek,
jadi dapat dikatakan bahwa manfaat dengan dipunyainya berbagai macam kombinasi
untuk semua dimensi. Jika dimensi segmen tubuh yang diperlukan untuk
perancangan belum tersedia dalam tabel , maka kita dapat mencari dengan cara
menghitung secara teliti dari dimensi lain yang telah diketahui . Seperti contoh , kita
ingin menghitung jarak jangkauan genggam kedepan, maka kita dapat mengukur
dari depan perut , bukan dari punggung.
Akan tetapi terdapat kesalahan jika kita menghitung percentile Xk dengan cara
menguranginya dari percentile dimensi 26 dan percentile dimensi 18. Metode yang
benar adalah dengan cara memperkirakan nilai standar deviasi dari dimensi yang
baru dan kemudian menghitung percentilenya dengan cara seperti diatas. Adapun
nilai standar deviasi tersebut dapat diperkirakan dengan menggunakan koefisien
variansi yang telah diperkirakan relatif terhadap sejumlah dimensi yang lain.
x
Koefisien variansi ( v ) didefinisikan v
.100%
X
Adapun nilai v yang direkomendasikan oleh J.A. Roebuck, untuk berbagai macam
kelompok dimensi tubuh tersebut , seperti tabel berikut :
Jika dibahas lagi variable X k , nilai v yang mana yang akan dipakai untuk
memperkirakan standar debíais (SD) . Karena dalam hal ini yang berkepentingan
adalah lebar perut , maka kita pilih koefisien variansi sebesar 8,8 % dari tabel
x _
diatas. Dengan menggunakan rumus v
.100% , maka SD = x v. X ,
X
sehingga didapat SD = 8,8/100 x(510) = 44,9 mm ~ 45 mm dan untuk nilai 5
Sekiranya belum ada statu data antropometri untuk populasi yang tersedia , maka
perkiraan untuk dimensi yang belum diketahui dapat dibuat dengan mengasumísikan
bahwa masing-masing dimensi adalah sebanding dengan dimensi yang telah
diketahui. Caranya adalah dengan perhitungan relatif terhadap proposional dimensi .
Jadi data yang paling baik adalah didapat dari pengukuran langsung terhadap
dimensi tubuh yang diingini dengan menggunakan populasi yang sesuai.
alat (asesoris) misalnya topi, sepetu. Jika kelonggaran dinamis = 50 mm, tinggi topi =
50 mm dan tinggi sepatu = 30 mm.
Sehingga total tinggi pintu = 1903 + 50 + 50 + 30 = 2033 mm.
Ini adalah tinggi pintu yang sesuai dengan perancangan riil. Sedangkan Standard
British tinggi pintu adalah 2040 mm.
Problem utama yang timbul dari kursi tinggi adalah terbatasnya gerak untuk
lutut. Perancangan ulang untuk kursi yang memiliki ruang lutut lebih diinginkan.
Sebuah sandaran kaki merupakan bagian yang paling penting dari suatu kursi tinggi,
tanpa sandaran kaki tersebut , beban kaki bagian bawah akan dipindahkan pada sisi
dalam dari lipatan paha. Untuk memberikan keleluasaan ruang posisi sandaran kaki
yang seharusnya pula dibuat pada kerangka bangku tersebut. Sandaran kaki
seharusnya dapat disetel untuk tinggi yang tidak tergantung pada tinggi tempat
duduk, untuk panjang kaki yang lebih rendah.
Kebanggaan orang adalah dengan memiliki kursi yang bisa disetel dan mempunyai
sandaran kaki. Untuk memberikan pengertian yang mudah dari posisinya lebih baik
menghindari sandaran kaki dan hal ini dapat dicapai dengan membuat tinggi meja
yang dapat disetel. Untuk membaca dan menulis , orang biasanya mengistirahatkan
lengan pada meja sehingga perlu permukaan yang lebih tinggi. Grandjean memberi
nilai antara 740 – 780 mm untuk laki-laki dan 700 – 740 mm untuk wanita.
Para operator menegakkan lengan diatas permukaan horizontal untuk jenis
permukaan kerja yang terlalu tinggi dan menghasilkan penglihatan mata yang bagus
. Hal ini dapat dikurangi dengan pembuatan sandaran lengan yang terbuat dari
bantalan sepanjang sisi depan bangku. Fungsinya adalah dapat mengurangi
benturan dengan sisi yang tajam dan mengurangi kerja otot statis. Kadangkala
memang tidah mudah mencari alternatif penyelesaian konflik yang timbul antara
permukaan kerja yang terlalu tinggi dengan perlihatan yang baik serta meletakkan
tangan dengan rendah untuk mengurangi kelelahan.
Buku Acuan :
BAB V II
Analisa & Perancangan Kerja
3. Pembahasan
Konsep umum produktivitas adalah suatu perbandingan antara keluaran (output) dan
masukan (input) persatuan waktu.
Output
Produktifitas =
Jam kerja buruh
Prinsip produktifitas :
1. Hari ini lebih baik dari hari kemaren
2. Tidakk ada cara terbaik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktifitas :
* Keefektifan buruh dan efisiensi operasi mesin
* Perlengkapan dan fasilitas
* Keekonomisan penggunaan material
Peningkatan produktifitas memungkinkan untuk :
* Membayar gaji pegawai dengan baik
Pengukuran produktivitas secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
1). Produktivitas Total, adalah perbadingan antara total keluaran dengan total masukan
persatuan waktu. Dalam perhitungan Produktivitas Total, semua faktor masukan
(tenaga kerja, kapital, bahan energi) terhadap total keluaran harus diperhitungkan.
2). Produktivitas Parsial , adalah perbadingan dari keluaran dengan satu jenis masukan
persatuan waktu, seperti upah tenaga kerja, bahan, energi dll.
Caranya :
1. Turunkan biaya cara yang cepat dan tradisional output tetap input .
* Mengurangi biaya energi dan biaya pendidikan
* Mengurangi iklan
* Biaya riset dan pengembangan
* Menunda pemeliharaan jam rusak mesin
* Sekretariatan dapat juga dengan tenaga kerja.
* Cara yang baik untuk menurunkan biaya produksi :
- Merancang produkk yang mudah untuk dibuat.
Untuk setiap tingkat kebutuhan, diperlukan bentuk imbalan yang berbeda, perlu
adanya kebijaksanaan perusahaan.
Aspek Manusia
Kasus 1.
Pada tahun 2005 dan 2006, PT Jenang Merah menghasilkan produksi berturut-turut
sebesar 28.000 kg dan 35.000 roti kering. Sumberdaya yang digunakan perusahaan
dalam dua tahun tersebut adalah sebagai berikut:
Harga/biaya sumberdaya yang digunakan pada tahun 2005 dan 2006 adalah
sama atau tetap, yakni:
– Harga tepung terigu = Rp. 1.000,-/Kg,
– Biaya tenaga kerja = Rp. 6.000,-/kg jam, dan
– Biaya listrik = Rp. 5.000/kVA
Tingkat produktivitas total tahunan adalah :
– Tahun 2005 = 28.000 = 200 Kg/juta rupiah
40(1) + 10(6) + 8(5)
Produktivitas total tahun 2006, dihitung berdasarkan harga konstan tahun 2005.
Selama periode 2005-2006 terjadi kenaikan produktivitas dari 200 menjadi 209,6
kg/juta rupiah, atau sebesar: {(209,6 - 200) / 200 } x 100% = 4,8 %
Kasus 2.
Produktivitas parsial yang paling banyak diamati adalah produktivitas tenaga kerja.
Salah satu faktor penting yang paling memperngaruhi tingkatproduktivitas tenaga
kerja adalah perubahan teknologi. Pertumbuhan teknologi yang tinggi – apabila
faktor lain tetap – akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang tinggi pula.
Misal: bagian produksi dari PT. Telectra, suatu perusahaan membuat pesawat
telepon. Rata-rata berhasil merakit 800 set pesawat telepon per hari pada tahun
2004.
Apabila jumlah tenaga kerja pada bagian itu sebanyak 80 orang, maka:
Produktivitas tng. kerja = 800 unit/hari = 10unit/hari/orang
80 orang
Rata-rata produksi terlihat adanya pertumbuhan produksi yang selalu positif dari
tahun ketahun. Penilaian kinerja berdasarkan rata-rata hasil produksi akan
menyesatkan. Oleh karena itu penilaian harus memperhatikan baik keluaran maupun
masukan. Penilaian menjadi objektif jika dilakukan dengan menggunakan kinerja
produktivitas.
Pengukuran produktivitas dalam sektor jasa lebih sulit dibandingkan dengan sektor
non-jasa.
Buku Acuan :
BAB V III
Analisa & Perancangan Kerja
3. Pembahasan
Waktu adalah hal yang sangat diperhatikan dalam dunia rekayasa maupun ilmu
pengetahuan, demikian juga pada perusahaan manufaktur. Sebagai contoh, percobaan
Newton tentang benda jatuh sangat banyak bergantung pada pengukuran jarak dan
waktu. Walaupun waktu telah menjadi variabel yang penting dalam sejarah, baru Taylor-
lah yang menawarkan konsep pengukuran waktu pekerjaan manusia sebagai alat
pengendalian hasil pekerjaan buruh di dunia industri. Jam adalah alat yang dengan
bantuan mekanisme roda gigi dan berputar yang menunjukkan waktu yang telah
dilewatkan. Karena sebuah jam hanya pengukur waktu dan tidak ada lainnya, maka
dapat dimengerti bahwa teknik pengukuran pertama yang dilakukan ialah teknik jam
henti.
Pada modul terdahulu telah dibahas berbagai prinsip yang perlu dipegang dalam
merancang sistem kerja dan ditunjukkan bagaimana unsur manusia, mesin/ peralatan,
bahan dan lingkungan fisik pekerjaan harus diperhatikan baik secara sendiri sendiri
maupun dalam kaitan satu sama lainnya, semuanya sebagai komponen komponen dari
sistem kerja. Bahwa prinsip prinsip pengaturan kerja yang dikemukakan akan
mendatangkan beberapa alternatif sistem yang terbaik dimana untuk mendapatkan
yang baik diperlukan adanya pengukuran. Dalam pembahasan pengukuran yang akan
dibicarakan, adalah garis besarnya teknik-teknik pengukuran waktu dibagi kedalam dua
bagian , pertama secara langsung dan kedua secara tidak langsung. Cara pertama
disebut demikian karena pengukurannya dilakukan secara langsung yaitu ditempat
dimana pekerja yang bersangkutan dijalankan. Dua cara yang termasuk didalamnya
adalah cara jam henti dan sampling pekerjaan. Sebaliknya cara tidak langsung
melakukan perhitungan waktu tanpa harus berada ditempat pekerjaan yaitu dengan
membaca tabel-tabel yang tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui
elemen-elemen gerakan. Yang termasuk kelompok ini adalah data waktu baku dan data
waktu gerakan. Dengan salah satu dari cara-cara ini, waktu penyelesaian suatu
pekerjaan yang dijalankan dengan suatu sistem kerja tertentu dapat ditentukan.
Sehingga jika pengukuran dilakukan terhadap beberapa alternatif sistem kerja, yang
terbaik diantaranya dilihat dari segi waktu dapat dicari yaitu sistem yang membutuhkan
waktu penyelesaian tersingkat.
Lebih jauh lagi pengukuran waktu ditunjukkan juga untuk mendapatkan waktu baku
penyelesaian pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja
normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja
terbaik. Harap diperhatikan pengertian waktu baku ini kata-kata wajar, normal dan
terbaik. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa waktu baku yang dicari bukanlah
waktu penyelesain pekerjaan yang diselesaikan secara tidak wajar seperti terlampau
cepat atau terlampau lambat, bukan yang diselesaikan oleh mengerjakannya dalam
sistem kerja yang belum tebaik.
Untuk mendapatkan hasil yang baik, yaitu yang dapat dipertanggung jawabkan
maka tidaklah cukup sekedar malakuan beberapa kali pengukuran. Banyak faktor yang
harus diperhatikan agar pada akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk
pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, operator,
cara pengukuran, jumlah pengukuran dan lain-lain. Sebagian dari hal-hal tersebut
dilakukan sebelum melakukan pengukuran. Dibawah ini adalah langkah-langkah yang
perlu diikuti agar maksud diatas dapat dicapai.
menghambat dirinya berprestasi kerja disamping akibat akibat jangka panjang seperti
terhadap kesehatannya.
Dari contoh ini dapatlah ditarik kesimpulan bahwa waktu kerja yang pantas
hendaknya merupakan waktu kerja yang didapat dari kondisi kerja yang baik. Dengan
lain perkataan, pengukuran waktu sebaiknya dilakukan bila kondisi kerja dari pekerjaan
yang diukur sudah baik. Jika belum maka kondisi yang ada hendaknya diperbaiki
terlebih dahulu. Hal yang sama juga dapat terjadi bila cara cara kerja yang digunakan
untuk menyelesaikan pekerjaan belum baik. Untuk mendapatkan waktu penyelesaian
yang singkat, maka perbaikan-perbaikan cara kerja perlu juga dilakukan. Mempelajari
kondisi kerja dan cara kerja kemudian memperhatikannya, adalah apa yang dilakukan
dalam langkah penelitian pendahuluan. Tentunya ini berlaku jika pengukuran dilakukan
atas pekerjaan yang telah ada bukan pekerjaan yang baru. Dalam keadaan seperti yang
terakhir, maka yang dilakukan bukanlah memperbaiki melainkan merancang kodisi dan
cara kerja yang baik yang baru sama sekali. Untuk memperbaki kondisi dan cara kerja
yang ada diperlukan pengetahuan dan penerapan perancangan sistem kerja yang baik
yang prinsip prinsip beserta keterangan keterangannya telah dibahas pada modul
sebelum ini.
Suatu hal lain masih harus dilakukan dalam rangka ini, yaitu membakukan
secara tertulis sistem kerja yang dianggap baik. Disini semua kondisi dan cara kerja
dicatat dan dicantumkan dengan jelas serta bila perlu dengan gambar-gambar misalnya
untuk tata letak peralatan dan wadah. Pembakuan sistem kerja yang diplih adalah suatu
hal yang panting baik dilihat untuk keperluan keperluan sebelum, pada saat ini, maupun
sesudah pengukuran dilakukan dan waktu baku didapatkan.
Kerap kali, sebelum pengukuran dilakukan, operator yang dipilih untuk melakuan
pekerjaan memerlukan serangkaian latihan dengan sistem kerja yang baku, Ini terjadi
bila operator tadi belum terbiasa dengan sistem tersebut. Untuk ini baik operator
maupun pengukuran waktu yang melatihnya memerlukan suatu pegangan yang baku.
Begitu pula pada saat pengukuran dilakukan, keduanya memerlukan pegangan agar
sistem kerja yang dipilih itu dapat tetap diselenggarakan.
Waktu yang akhirnya diperoleh setelah pengukuran selesai adalah waktu
penyelesaian pekerjaan untuk sistem kerja yang dijalankan ketika pengukuran
berlangsung. Jadi waktu penyelesaiannya pun berlaku hanya untuk sistem tersebut.
Suatu penyimpangan dari padanya dapat memberikan waktu penyelesaian yang jauh
berbeda dari yang telah ditetapkan berdasarkan pengukuran. Karenanya catatan yang
baku tentang sistem kerja yang telah dipilih perlu ada dan dipelihara. Walaupun
pengukuran telah selesai.
3. Memilih Operator
Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang
begitu saja diambil dari pabrik. Orang itu harus memenuhi beberapa persyaratan
tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik, dan dapat diandalkan hasilnya. Syarat
syarat tersebut adalah berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama. Jika
jumlah pekerja yang tersedia ditempatkan kerja yang bersangkutan banyak maka jika
kemampuan mereka dibandingkan akan terlihat perbedaan perbedaan diantaranya,
yaitu mulai dari yang berkemampuan rendah sampai tinggi. Terlihat bahwa orang orang
yang berkemampuan rendah dan berkemampuan tinggi jumlahnya hanya sedikit.
Sedangkan yang berkemampuan rata-rata jumlahnya banyak. Secara statistik distribusi
demikan dapat dibuktikan berdistirbusi normal atau dapat didekati oleh distribusi normal.
Kembali pada tujuan mengukuran waktu yaitu untuk medapatkan waktu
penyelesaian, maka dengan melihat kemampuan pekerja seperti ditunjukkan tadi
jelaslah bahwa yang dicari bukanlah orang orang yang berkemampuan tinggi ataupun
rendah, karena orang-orang demikian hanya meliputi sebagian kecil saja dari seluruh
pekerja yang ada. jadi yang dicari adalah waktu penyelesaian pekerja yang secara wajar
diperlukan oleh pekerja pekerja normal, dan ini adalah orang yang berkemampuan rata-
rata. Dengan demikian pengukuran mencari operator yang memenuhi hal tersebut.
Disamping itu operator yang dipilih adalah orang yang pada saat pengukuran dilakukan
mau bekerja secara wajar. Walaupun operator yang bersangkutan sehari harinya
dikenal memenuhi syarat pertama tadi bukan mustahil dia akan bekerja tidak wajar
ketika pengukuran dilakukan karena alasan alasan tertntu. Biasanya jika operator
tersebut memiliki kecurigaan terhadap maksud maksud pengukuran, misalnya dianggap
untuk hal-hal yang akan merugikan dirinya atau pekerja lain, dia akan bekerja lamban.
Sebaliknya mungkin saja dia bekerja dengan kecepatan lebih dari biasanya karena
menginginkan hasil yang banyak untuk mendapatkan pujian. Selain itu operator harus
dapat bekerja secara wajar tanpa canggung walaupun dirinya sedang diukur dan
pengukur berada didekatnya.
Penjelasan tentang maksud baik pengukuran serta tentang bagaimana operator
sebaiknya bersikap ketika sedang diukur, bila perlu diberikan dahulu. Dan operatorpun
harus mengerti dan menyadari sepenuhnya. Inilah yang dimaksud bahwa operator harus
dapat diajak bekerja sama.
Dalam pekaksanaannya, jika pengukur tidak mengenal pekerja-pekerja yang
ada, untuk mendapatkan operator yang akan diukur, dia dapat mencarinya dengan
mendapatkan petunjuk dari kepala-kepala regu, kepala pabrik atau pejabat-pejabat
setempat lain. yang telah mengenal baik para pekerja. Data tentang hasil-hasil kerja
para pekerja dalam catatan catatan ditempat kerja dapat juga membantu pekerjaan ini.
4. Melatih Operator
Walapun operator yang baik telah didapat, kadang-kadang masih diperlukan
adanya latihan bagi operator tersebut terutama bila kondisi dan cara kerja yang dipakai
tidak sama dengan yang biasa dijalankan operator.
Hal ini terjadi jika pada saat penelitian pendahuluan kondisi kerja atau cara kerja seduah
mengalami perubahan. Dalam keadaan ini operator harus dilatih terlebih dahulu karena
sebelum diukur operator harus sudah terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah
ditetapkan (dan telah dibakukan) itu. Harap diingat bahwa yang dicari adalah waktu
penyelesaian pekerja yang didapat dari suatu penyelesaian wajar dan bukan
penyelesaian dari orang yang bekerja kaku dengan berbagai kesalahan.
Namun satu siklus tidak harus berarti waktu yang diperlukan untuk meyelesaikan
suatu produk sehingga menjadi barang jadi seperti ballpen tadi yang sudah siap pakai.
Jika pekerjaan merakit ballpen diserahkan kepada dua orang dimana orang pertama
menggabungkan baigan bawah, pegas dan isi, dan orang kedua menggabungkan
bagian atas kebagian lainnya yang telah diselesaikan orang pertama dan bila setiap
pekerja dianggap dua stasiun kerja yang berbeda, maka waktu siklus bagi orang
pertama adalah hanya jumlah waktu yang diperlukan untuk menggabungkan bagian
bawah, pegas dan isi .
Ada beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya melakukan penguraian
pekerjaan atas elemen elmenennya. Pertama untuk memperjelas catatan tentang cara
kerja yang dibakukan. Pada langkah kedua diatas telah dikemukkan bagaimana kondisi
dan cara kerja yang telah (dianggap) baik dibakukan, yaitu menyetakan secara tertulis
untuk kemudian digunakan sebagai pegangan sebelum, pada saat saat, dan sesudah
pengukuran waktu. Salah satu cara membakukan cara kerja adalah dengan
membakukan pekerjaan berdasarkan elemen elemennya.
Kedua adalah untuk memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen
karena keterampilan bekerjanya operator belum tentu sama untuk semua bagian dari
gerakan gerakan kerjanya.
Sebab ketiga melakukan pembagian pekerjaan menjadi elemen elemen
pekerjaan adalah untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku
yang mungkin saja dilakukan pekerja. Elemen demikan bisa diterima jika memang harus
terjadi, misalnya gerakan-gerakan yang dilakukan tidak ada pada setiap siklus tetapi
secara berkala seperti memeriksaan ukuran/pada setiap produk kesepuluh yang
dihasilkan. Sebaliknya elemen demikan harus dibuang dari pengamatan jika terjadinya
semata mata karena penyimpangan dari elemen elemen baku tanpa alasan baik
disadari atau tidak oleh operator.
Dan alasan keempat adalah untuk memungkinkan dikembangkannya Data
Waktu Standard dipabrik atau tempat kerja yang bersangkutan. Jika ini yang merupakan
sebab maka pembagian pekerjaan atas elemen elemennya harus mengikuti aturan
khusus yang akan dibahas nanti.
Jelaslah sekarang mengapa perlu melakuan penguraian elemen elemen dari
suatu pekerjaan yang akan diukur waktunya. Walaupun demikian ketentuan ini tidak
bersifat mutlak; artinya jika alasan-alasan diatas dianggap tidak penting atau dirasakan
tidak akan terjadi maka langkah ini tidak perlu dilakukan., Dengan lain perkataan yang
Setelah kelima langkah diatas dijalankan, dengan baik, tibalah sekarang pada
langkah terakhir sebelum melakukan pengukuran yaitu menyiapkan alat-alat yang
diperlukan. Alat-alat tersebut adalah:
- Jam Henti
- Lembaran - Lembaran Pengamatan
- Pena atau Pinsil
- Papan Pengamatan
Pertama untuk pengukuran keseluruhan seperti yang diisi dengan waktu yang teramati
pada jam henti untuk setiap siklus.
maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya
dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian sebenarnya, yang seharusnya
dicari). Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur
bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Inipun dinyatakan dalam
persen. Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95% memberi arti bahwa
pengukur memberoleh rata-rata hasil pengukurannya menyimpang sejauhnya 10% dari
rata-rata sebenarnya, dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal ini adalah 95%.
Dengan lain perkataan jika pengukuran sampai memperoleh rata-rata pengukuran yang
menyimpang lebih dari 10% seharusnya, hal ini dibolehkan terjadi hanya dengan
kemungkinan 5% (= 100%-95%). Sebagai contoh, katakanlah rata-rata waktu
penyelesaian pekerjaan adalah 100 detik. Harga ini tidak pernah diketahui kecuali jika
dilakukan tak terhingga kali pengukuran. Paling jauh yang didapat dilakukan adalah
memperkirakannya dengan melakukan sejumlah pengukuran. Dengan pengukuran yang
tidak sebanyak itu maka rata-rata yang diperoleh, mungkin tidak 100 detik, tetapi suatu
harga yang lain, misalnya 88, 96, atau 105 detik. katakalah rata-rata pengukuran yang
didapat 96 detik. Walaupun rata rata sebenarnya (=100 detik) tidak diketahui, jika jumlah
pengukuran yang dilakukan memenuhi untuk ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95%,
maka pengukuran mempunyai keyakinan 95% bahwa 96 detik itu terletak pada interval
harga rata rata sebenarnya dikurangi 10% dari rata rata ini, dan harga rata rata
sebenarnya ditambah 10% dari rata rata ini. Mengenai pengaruh tingkat tingkat ketelitian
dan keyakinan terhadap jumlah pengukuran yang diperlukan dapat dipelajari secara
statistik. Tetapi secara intuitif hal ini dapat diduga yaitu bahwa semakin tinggi tingkat
ketelitian dan semakin besar tingkat keyakian, maka semakin banyak pengukuran yang
diperlukan.
Sekarang akan kita lihat beberapa hal yang berhubungan dengan pengujian
keserangan Data. Secara teoritis apa yang dilakukan dalam pengujian ini adalah
berdasarkan teori statistik tentang peta-peta kontrol yang biasanya digunakan dalam
melakukan pengendalian kualitas dipabrik pabrik atau tempat tempat kerja lain.
Telah dikemukakan bahwa satu langkah yang dilakukan sebelum melakukan
pengukuran adalah merancang suatu sistem kerja yang baik, yaitu yang terdiri dari
kondisi kerja dan cara kerja yang baik. Jika yang dihadapi adalah suatu sistem kerja
yang sudah ada, maka sistem ini dipelajari untuk kemudian diperbaiki. Jika sistemnya
belum ada maka yang dilakukan adalah merancang sesuatu yang baru dan baik.
Terhadap sistem kerja yang baik inilah pengukuran waktu dilakukan, dan dari sistem
inilah waktu penyelesaian pekerjaan dicari. Walupun senjutnya pembakuan sistem yang
dipandang baik ini dilakukan, seringkali pengukur, sebagaimana halnya juga operator,
tidak mengetahui terjadinya perubahan perubahan pada sistem kerja. Memang
perubahan adalah sesuatu yang wajar karena bagaimanapun juga suatu sistem tidak
dapat tetap dipertahankan terus menerus pada keadaan yang tepat sama. Keadaan
sistem yang selalu berubah dapat diterima, asalkan perubahannya adalah yang
memang sepantasnya terjadi. Akibatnya waktu penyelesaian yang di hasilkan sistem
selalu berubah ubah namun juga mesti dalam batas kewajiban. Dengan lain perkataan
harus seragam. Tugas pengukur adalah mendapatkan data yang seragam ini. Karena
ketidak seragam dapat datang tanpa disadari, maka diperlukan suatu alat yang dapat
“mendeteksinya”. Batas batas kontrol yang dibentuk dari data merupakan batas
seragam tidaknya data. Data dikatakan seragam, yaitu berasal dari sistem sebab yang
sama, bila berada diantara kedua batas kontrol, dan tidak seragam, yaitu berasal dari
sistem sebab yang berbeda, jika berada diluar batas kontrol. Yang diperlihatkan dalam
contoh pengujian keseragaman diatas adalah data yang berada didalam batas batas
kontrol; karenanya semua data dimasukkan dalam perhitungan perhitungan selanjutnya.
Jika ada yang terletak diluar batas kontrol, apa yang dilakukan?
Seluruh subgrup harus berada pada BKA dan BKB - data dikatakan seragam.
Z = Z á/2
Misalnya dari ketiga puluh dua harga yang telah terkumpul, dengan cara cara
yang sama didapat BKA = 18,246 dan BKB = 9,197, dan subgrup keenam berharga rata
rata 19,261. Jelas subgrup ini berada diluar batas kontrol karena diatas harga BKA.
Oleh sebab itu subgrup ini harus “dibuang” karena berasal dari sistem sebab yang
berbeda. Dengan demikian untuk perhitungan perhitungan selanjutnya seperti untuk
mencari banyaknya pengukuran yang harus dilakukan, semua data dalam subgrup ini
tidak turut diperhitungkan.
Semua harga (data) yang ada dapat digunakan untuk menghitung banyaknya
pengukuran yang diperlukan yaitu dengan menggunakan rumus umum :
X
2
N X 2
2
Z
N‟ = j j
s
X j
s = 5 % = 5/100 = 1/20
Z/s = 2 : 1/20 = 2 x 20 = 40
X
2
N X 2
2
N „ = 40 j j
X j
1 p
2
Z
N‟ =
s p
Seandainya jumlah pengukuran teoritis yang diperlukan ternyata masih lebih besar dari
pada jumlah pengukuran yang telah dilakukan (N‟ > N , dimana dalam contoh
misalnya N‟ = 16 > 32), maka pengukuran tahap kedua harus dilakukan. Pada tahap
inipun urut urutan pekerjaan sama dengan tahap tahap sebelumnya. Demikian
seterusnya sampai jumlah pengukuran teoritis yang diperlukan sudah dilampaui oleh
jumlah yang telah dilakukan (N‟ N).
Buku Acuan :
BAB IX
Analisa & Perancangan Kerja
3. Pembahasan
Biasanya penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata rata atau waktu
elemen rata rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Besarnya
harga p tentunya sedemikian rupa sehingga hasil perkalian yang diperoleh
mencerminkan waktu yang sewajarnya atau normal. Bila pengukur berpendapat bahwa
operator bekerja diatas normal (terlalu cepat) maka harga p nya akan lebih besar dari
satu ( p > 1) ; sebaliknya jika operator dipandang bekerja dibawah normal maka harga p
akan lebih kecil dari satu (p < 1). Seandainya pengukur berpendapat bahwa operator
bekerja dengan wajar maka harga p nya sama dengan satu (p = 1).
Cara persentase adalah cara yang merupakan cara yang paling awal digunakan
dalam melakukan penyesuaian. Disini besarnya faktor penyesuaian sepenuhnya di
tentukan oleh pengukur melalui pengamatan selama melakukan pengukuran. Jadi
sesuai pengukuran dia menentukan harga p yang menurut pendapatnya akan
menghasilkan waktu normal bila harga ini dikalikan dengan waktu siklus. Misalnya di
pengukur berpendapat bahwa p = 110%. Jika waktu siklusnya terlah terhitung sama
dengan 14,6 menit, maka waktu normalnya:
Wn = 14,6 x 1,1 = 16,6 menit
A. Cara Shummard
B. Cara Westinghouse
walaupun hubungan antara “kelas tinggi” pada keterampilan dengan usaha tampak erat
sebagaimana juga dengan kelas-kelas rendahnya (misalnya Excellent dengan
Excellent, Fair dengan Fair dan sebagainya), kedua faktor ini adalah hal - hal yang
dapat terjadi secara terpisah didalam pelaksanaan pekerjaan. Karena cara
Westinghouse memisahkan faktro keterampilan dari usaha dalam rangka penyesuaian.
Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau Condition pada cara Westinghouse adalah
kondisi fisik lingkugnannya seperti keadaan pencahayaan ,temperatur dan kebisingan
ruangan. Bila tiga faktor lainnya yaitu keterampilan, usaha dan konsisten merupakan
apa yang dicerminkan operator, maka kondisi kerja merupkan suatu operator yang
diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan merubahnya. Oleh sebab
itu faktor kondisi sering disebut sebagai faktor manajemen, karena pihak inilah yang
dapat dan berwenang merubah atau memperbaikinya.
Kondisi kerja dibagi menjadi enam kelas yaitu Ideal, Excellent, Good, Average,
Fair dan Poor. Kondisi yang ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerjaan karena
berdasarkan karakteristiknya masing-masing pekerjaan membutuhkan kondisi ideal
sendiri-sendiri. Suatu kondisi yang dianggap good untuk suatu pekerjaan dapat saja
dirasakan sebagai fair atau bahkan poor bagi pekerjaan yang lain. Pada dasarnya
kondisi ideal adalah kondisi yang paling cocok untuk pekerjaan yang bersangkutan,
yaitu memungkinkan performance maksimal dari pekerja. Sebaliknya kondisi poor
adalah kondisi lingkungan yang tidak membantu jalannya pekerjaan bahkan sangat
menghambat pencapaian performace yang baik. Sudah tentu suatu pengetahuan
tentang keadaan bagimana yang disebut ideal, dan bagaimana pula yang disebut poor
perlu dimiliki agar penilian terhadap kondisi kerja dalam rangka melakukan penyesuaian
dapat dilakukan denan seteliti mungkin.
Faktor lain yang harus diperhatikan adalah konsistensi atau Consistency. Faktor
ini perlu diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-
angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama; waktu penyelesaian yang ditunjukkan
pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus kesiklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan
dari hari ke hari. Selama ini masih dalam batas-batas kewajaran masalah tidak timbul,
tetapi jika variabilitasnya tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan. Sebagaimana
halnya dengan faktor-faktor lain, konsistensi juga dibagi menjadi enam kelas yaitu :
Perfect, Excellent, Good, Average, Fair dan Poor. Seseorang yang bekerja perfect
adalah yang teoritis mesin atau pekerjaan yang waktunya dikendalikan mesin
merupakan contoh dimana variasi waktu tidak diharapkan terjadi. Sebaliknya konsistensi
yang poor terhadi bila waktu waktu penyelesaiannya berselisih jauh dari rata rata secara
acak. Konsistensi rata-rata atau average adalah bila selisih antara waktu penyelesaian
dengan rata-ratanya tidak besar walaupun ada satu dua yang “letaknya” jauh.
Angka-angka yang diberikan bagi setiap kelas dari faktor-faktor diatas
diperhatikan pada tabel 9.2. Dalam menghitung faktor penyesuaian, bagi keadaan yang
dianggap wajar diberi harga p = 1, sedangkan terhadap penyimpangan dari keadaan ini
harga p nya ditambah dengan angka - angka yang sesuai dengan ke empat faktor
diatas. Sebagai contoh jika waktu siklus rata-rata sama dengan 124,6 detik dan waktu
ini dicapai dengan keterampilan pekerja yang dinilai fair (E 1). Usaha good (C2), kondisi
excellent (B) dan konsistensi poor (F), maka tambahan terhadap p = 1 adalah :
Jumlah : - 0,03
Agar diperhatikan oleh para pembaca bahwa p yang besarnya sama dengan
0,97 bukanlah sekedar hasil penjumlahan nilai dari kelas kelas yang bersangkutan tetapi
juga merupakan hasila interaksi dari kelas kelas keempat faktor tersebut. Artinya nilai-
nilai tersebut hanya dapat berlaku setelah dijumlahkan (baca : diinteraksikan) satu sama
lain. Jika penilian hanya dilakukan terhadap sebagian dari 4 faktor tersebut, angka -
angka tersebut tidak berlaku, dan tentunya akan memberikan harga p yang tidak wajar.
C. Cara Objektif
Akhirnya sampailah kita dengan cara penyesuaian terakhir yang akan dibahas di
sini yaitu cara objektif yaitu cara yang memperhatikan 2 faktor: kecepatan kerja dan
tingkat kesulitan pekerjaan. Kedua faktor inilah yang dipandang secara bersama-sama
menentukan berapa besarnya heraga p untuk mendapatkan waktu normal. Kecepatan
kerja adalah kecepatan dalam melakukan pekerjaan dalam pengertian biasa. Disini
pengukur harus melakukan penilaian tentang kewajaran kecepatan kerja yang
ditunjukkan oleh operator. Jika operator bekerja dengan kecepatan wajar kepadanya
diberi nilai satu; atau p1 = 1. Notasi p adalah bagian dari faktor penyesuaian yaitu untuk
kecepatan kerjanya. Jika kecepatan dianggap terlalu tinggi maka p 1 > 1 dan sebaliknya
p1 < 1 jika terlalu lambat. Cara menentukan besarnya p , ini tidak berbeda dengan cara
menentukan faktor penyesuaian dengan cara presentase yang telah dibicarakan diatas.
Perbedaannya terletak pada yang dinilainya. Pada yang ditulis terakhir yang dinilai
adalah keadaan keseluruhan yaitu semua keadaan yang dianggap berpengaruh pada
kewajaran kerja, sedangkan pada cara objektif yang dinilai hanya kecepatannya saja.
Untuk kesulitan kerja disediakan sebuah tabel yang menunjukkan berbagai
keadaan kesulitan kerja seperti apakah pekerjaan tersebut. Memerlukan banyak
anggota badan, apakah ada pedal kaki dan sebagainya. Ini semua diperlihatkan pada
tabel 9.3. Angka angka yang ditunjukukan disini adalah dalam perseratus dan jika nilai
dari setiap kondisi kesulitan kerja yang bersangkutan dengan pekerjaan yang sedang
diukur dijumlahkan atan menghasilkan p 2 yaitu notasi bagi bagian penyesuaian objektif
untuk tingkat kesulitan pekerjaan. Jadi jika untuk satu pekerjaan diperlukan gerakan-
gerakan lengan bagian atas, siku, pergelangan tangan dari jari (C), tidak ada pedal kaki
(F), kedua tangan bekerja bergantian (H), koordinasi mata dengan tangan sangat dekat
(L), alat yang dipakai hanya memerlukan sedikit control (0)), dan berat benda yang
ditangani 2,3 kg, maka :
Bagian badan yang dipakai : C-2
Pedal kaki : F=0
Cara menggunakan kekuatan tangan : H=0
Koordinasi mata dengan tangan : L=7
Peralatan : 0=1
Berat : B - 5 = 13
Jumlah : = 23
Sehingga p2 = (1+ 0,23) atau p2 = 1,23
Faktor penyesuaian dihitung dengan :
p = p1 x p2
Jadi kalau p1 telah dinilai besarnya sama dengan 0,9 maka faktor penyesuaian untuk
operator yang bersangkutan adalah: p = 0,9 x 1,23 = 1,11
KELAS PENYESUAIAN
Superfast 100
Fast + 95
Fast 90
Fast - 85
Excellent 80
Good + 75
Good 70
Good - 65
Normal 60
Fair + 55
Fair 50
Fair - 45
Poor 40
Tabel 9.2.
Tabel. 9.3
Jari A 0
Pergelangan tangan dari jari B 1
Lengan bawah, pergerlangan tangan dan jari C 2
Lengan atas, lengan bawah dsb. D 5
Badan E 8
Mengangkat beban dari lantai dengan kaki E2 10
PEDAL KAKI
PENGGUNAAN TANGAN
Sangat sedikit I 0
Cukup dekat J 2
Konstan dan dekat K 4
Sangat dekat L 7
Lebih kecil dari 0,04 cm M 10
PERALATAN
0,45 B-1 2 1
0,90 B-2 5 1
1,35 B-3 6 1
1,80 B-4 10 1
2,25 B-5 13 3
2,70 B-6 15 3
3,15 B-7 17 4
3,60 B-8 19 5
4,05 B-9 20 6
4,50 B-10 22 7
4,95 B-11 24 8
5,40 B-12 25 9
5,85 B-13 27 10
6,30 B-14 28 10
Didalam praktek banyak terjadi penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan
menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata-ratanya. Pada modul lalu
telah ditunjukkan bagaimana langkah-langkah sebelum dan pada saat-saat pengukuran
seharusnya dilakukan. selain data yang seragam, jumlah pengukuran yang cukup dan
penyesuaian, satu hal lain yang kerapkali terlupakan adalah menambahkan
kelonggaran atas waktu normal yang telah didapatkan.
Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi,
menghilangkan rasa fatique, dan hambatan - hambatan yang tidak dapat dihindarkan.
Ketiganya ini merupakan hal - hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan yang
selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Karenanya sesuai
pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan.
Yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini adalah, hal-hal seperti minum
sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, kekamar kecil, bercakap-cakap dengan
teman sekerja untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejemuan dalam kerja.
Kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak; tidak bisa misalnya,
seseorang diharuskan terus bekerja dengan rasa dahaga, atau melarang pekerja untuk
sama sekali tidak bercakap-cakap sepanjang jam-jam kerja. Larangan demikian tidak
saja merugikan pekerja (karena merupakan tuntutan psikologis dan fisiologis yang
wajar) tetapi juga merugikan perusahaan karena dengan kondisi demikian pekerja tidak
akan dapat bekerja dengan baik bahkan hampir dapat dipastikan produktivitasnya
menurun.
Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti berbeda
beda dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya karena setiap pekerjaan mempunyai
kerakteristik sendiri-sendiri dengan “tuntutan” yang berbeda beda. Penelitian yang
khusus perlu dilakukan untuk menentukan besarnya kelonggaran ini secara tepat seperti
dengan sampling pekerjaan ataupun secara fisiologis. Berdasarkan penelitian ternyata
besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria berbeda dari pekerja wanita; misalnya untuk
pekerjaan-pekerjaan ringan pada kondisi-kondisi kerja normal pria memerlukan 2 - 2,5
dan wanita 5% (persentase ini adalah dari waktu normal). Tabel 9.4 menunjukkan
besarnya kelonggaran untuk kebutuhan pribadi dan untuk menghilangkan rasa fatique
untuk berbagai kondisi kerja.
Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah
maupun kwalitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran
ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada
saat-saat mana hasil produksi menurun. Tetapi masalahnya adalah kesulitan dalam
menentukan pada saat-saat mana menurunnya hasil produksi disebabkan oleh
timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinnan lain yang dapat
menyebabkannya.
Jika rasa fatique telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan
performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal
dan ini akan menambahkan rasa fatique. Bila hal ini berlangsung terus pada akhirnya
akan terjadi fatique total yaitu jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat
melakukan gerakan sama sekali walaupun sangat dikehendaki. Hal demikian jarang
terjadi karena berdasarkan pengalamannya pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya
sedemikian rupa sehingga lambatnya gerakan-gerakan kerja ditunjukkan untuk
menghilangkan rasa fatique ini.
Pada modul ini antara lain membahas macam dan sebab-sebab fatique. Disini di
tunjukkan bagaimana pendekatan-pendekatan dilakukan untuk menghitung masalah-
masalah fatique. Dalam bab tersebut dikemukakan pula bagaimana fatique merupakan
hal yang akan terjadi pada diri seorang sebagai akibat melakukan pekerjaan. Karena
itulah kelonggaran untuk melepaskan rasa lelah karena fatique ini perlu ditambahkan.
Besarnya kelonggaran ini dan kelonggaran untuk kebutuhan pribadi ditunjukkan pada
tabel 9.4.
Langkah pertama adalah menentukan besarnya kelonggaran untuk ketiga hal diatas
yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique dan hambatan yang tak
terhindarkan. Dua hal yang pertama antara lain dapat diperoleh dari tabel 9.4 yaitu
dengan memperhatikan kondisi-kondisi yang sesuai dengan pekerjaan yang
bersangkutan. Untuk yang ketiga dapat diperoleh melalui pengukuran khusus seperti
sampling pekerjaan. Kesemuanya, yang biasanya masing-masing dinyatakan dalam
presentase dijumlahkan; dan kemudian mengalihkan jumlah ini dengan waktu normal
yang telah dihitung sebelumnya.
Misalkan suatu pekerjaan yang sangat ringan yang dilakukan sambil duduk
dengan gerakan-gerakan yang terbatas, membutuhkan pengawasan mata terus
menerus dengan pencahayaan yang kurang memadai, temperatur dan kelembaban
ruangan normal, sirkulasi udara baik, tidak bising. Dari tabel didepan didapat prosentase
kelonggaran untuk kebutuhan pribadi dan untuk fatique sebagai berikut :
(7 + 0 + 3 + 5 + 2,5 + 0 + 2) % = 19,5%
Jika dari sampling pekerjaan didapatkan bahwa kelonggaran untuk hambatan yang tidak
terhindarkan adalah 5% maka kelonggaran total yang harus diberikan untuk pekerjaan
itu adalah (19,5 + 5) % = 24,5%.
Jika waktu normalnya telah dihitung sama dengan 5,5 menit, maka waktu bakunya
adalah : 5,5 + 0,245 (5,5) = 6,85 menit.
EKIVALEN BEBAN
A. TENAGA YG RIA WANITA
DIKELUARKAN
1. Dapat diabaikan Bekerja dimeja, duduk tanpa beban 0,0- 6,0 0,0- 6,0
2. Sangat ringan Bekerja dimeja, berdiri 0,00-2,25 kg 6,0-7,5 6,0- 7,5
3. Ringan Menyekop , ringan 2,25-9,00 7,5-12,0 7,5-16,0
4. Sedang Mencangkul 9,00-18,00 12,0-19,0 16,0- 30,0
5. Berat Mengayun palu yg berat 19,00-27,00 19,0-30,0
6. Sangat berat Memanggul beban 27,00 – 50,00 30,0-50,0
7. Luar biasa berat Memanggul karung berat Diatas 50 kg
B. SIKAP KERJA
1. Duduk Bekerja dudu, ringan 0,0 - 1,0
2. Berdiri diatas dua kaki Badan tegak, ditumpu dua kaki 1,0 - 2,5
3. Berdiri diatas satu kaki Satu kaki mengerjakan alat kontrol 2,5 - 4,0
4. Berbaring Pada bagian sisi , belakang atau depan 2,5 - 4,0
badan
5. Membungkuk Badan dibungkukkanbertumpu pada 4,0 - 10,0
dua kaki
C. GERAKAN KERJA
1. Normal Ayunan bebas dari palu 0
2. Agak terbatar Ayunan terbatas dari palu 0 - 5
3. Sulit Membawa beban berat dengan satu 0- 5
tangan
4. Pada anggota badan Bekerja dengan tangan diatas kepala 5 - 10
terbatas Bekerja dilorongpertambangan yg
5. Seluruh anggota badan sempit 10 - 15
terbatas
D. KELELAHAN MATA PENCAHAYAAN
*) BAIK BURUK
1. Pandangan yg Membawa alat ukur 0,0 - 6,0 0,0 - 6,0
terputus-putus Pekerjaan-pekerjaan yang teliti
2. Pandangan yg hampir Memeriksa cacat-cacat pada kain 6,0 - 7,5 6,0 - 7,5
terus menerus Pemeriksaan yang sanga teliti
3. Pandangan terus 7,5 - 12,0 7,5 - 16,0
menerus dgn fokus
berubah-ubah
4. Pandangan terus 19,0 - 30,0 16,0 - 30,0
menerus dgn fokus
tetap
FAKTOR KELONGGARAN (% )
3. Sedang 13 - 22 10 – 5 12 - 5
Buku Acuan :
BAB X
Analisa & Perancangan Kerja
3. Pembahasan
Dengan Pengukuran Waktu Jam Henti, Sampling Kerja (Work Sampling) atau
cara-cara lain untuk menentukan waktu baku, penyelidikannya harus dilakukan secara
menyeluruh terus-menerus. Dengan Jam Henti misalnya, berpuluh-puluh bahkan
mungkin lebih pengamatan harus dilakukan terhadap pekerjaan yang diselidiki. Begitu
pula dengan sampling kerja, pengamatan acak (random) sesaat-sesaat harus dilakukan
beratus sampai beribu kali untuk mendapatkan hasil yang teliti. Sehingga untuk
menentukan waktu baku secara demikian membutuhkan waktu yang lama. Satu hal lain
yang juga penting adalah bahwa pengamatan hanya dapat dilakukan setelah suatu
pekerjaan berjalan, sehingga penentuan waktu bakunyapun baru diperoleh setelah
kegiatan berlangsung beberapa lama. Hal ini jelas kurang membantu pimpinan
perusahaan atau pabrik dalam merencana kegiatan produksi sebelumnya.
Suatu cara lain yang cukup teliti adalah dengan menggunakan kamera film untuk
pengamatan. Sudah dapat diduga biayanya akan sangat tinggi bila perekaman
dilakukan untuk setiap pekerjaan dipabrik.
Bersama dengan dihadapinya kenyataan-kenyataan ini, para ahli melihat bahwa
sebenarnya terdapat bagian-bagian dari suatu pekerjaan yang sama dengan bagian-
bagian dipekerjaan lain. Bahkan dalam sebuah pabrik, seringkali kesamaan bagian-
bagian pekerjaan ini terdapat. Hal ini mula-mula terlihat pada pekerjaan-pekerjaan
pemotongan logam. Misalnya hampir selalu terdapat pekerjaan mengangkat benda kerja
dari tempatnya dan memasangnya pada kedudukan baru dimesin. Ternyata kondisi
benda kerja yang sama (seperti berat dan bentuk) waktu penyelesaiannya dapat
dikatakan untuk setiap macam pekerjaan pemotongan.
Keadaan ini membawa mereka pada suatu penelitian lebih jauh tentang
penentuan waktu baku. Dikembangkanlah waktu baku untuk bagian-bagian pekerjaan
dari suatu pekerjaan yang kiranya terdapat pula pada banyak pekerjaan lain. Sehingga
untuk suatu pekerjaan, bila bagian-bagian pekerjaan yang harus dijalankan telah
diketahui, maka waktu baku sudah dapat ditentukan, yaitu dengan mensintesa waktu-
waktu baku dari bagian-bagiannya itu yang telah tersedia pada tabel-tabel.
Walaupun manfaat dari Data Waktu Baku ini dengan cepat dirasakan, namun
masih dijumpai adanya kekurangan. Hal ini sehubungan dengan kemungkinan lingkupan
pekerjaan yang dapat menggunakan tabel data waktu baku yang telah dibuat. Data
Baku untuk pekerjaan-pekerjaan pemotongan logam, misalnya umumnya tidak dapat
dipakai untuk pekerjaan-pekerjaan dipabrik kimia. Lebih jelas lagi terlihat bahwa data
baku pekerjaan-pekerjaan pabrik tidak dapat diterapkan untuk pekerjaan-pekerjaan
kantor. Jadi data waktu yang dibuat untuk suatu kelompok pekerjaan hanya berlaku
untuk kelompok itu sendiri. Maka para ahlipun berusaha untuk mendapatkan data waktu
baku pekerjaan yang dapat berlaku lebih umum. Hal ini kemudian dilakukan dengan
memperhatikan elemen-elemen gerakan sebagai perincian dari suatu pekerjaan. Jadi
bukan lagi bagian pekerjaan memindahkan benda kerja ke mesin yang dilihat, tetapi
elemen-elemen gerakan apa yang menjalankannya.
Yang dimaksud dengan elemen-elemen gerakan disini adalah serupa dengan
yang dimaksud oleh Gilbreth dan istrinya mengenai therblig-therblig, memang, dari
therblig-therblig inilah timbul gagasan mengurai suatu pekerjaan atas elemen-
elemennya walaupun elemen-elemen gerakan disini tidak selalu sama dengan yang
dikemukakan Gillbreth. Cara ini dikenal sebagai penentuan waktu baku dengan Data
Waktu Gerakan.
Disamping dengan penyelidikan macromotion, data-data baku setiap elemen
gerakan diperoleh juga dari pengamatan-pengamatan dengan jam henti seperti yang
dikembangkan oleh Taylor. Karenanya Data Waktu Gerakan sebenarnya merupakan
perkembangan dari perpaduan antara penemuan-penemuan Taylor dan Gilbreth.
Berbagai cara pembagian suatu pekerjaan atas elemen-elemen gerakan telah
melahirkan beberapa metoda penentuan waktu baku secara sintersa. Terdapat
diantaranya Analisa Waktu Gerakan (Motion Time Analysis), Waktu Gerakan Baku
(Motion Time Standards), Waktu Gerakan Dimensi (Dimension Motion Time), Faktor
Kerja (Work Factors), Pengukuran Waktu Metoda (Motion Time Measurement), dan
Pengukuran Waktu Gerakan Dasar (Basic Motion Time). Yang akan dibahas disini
adalah cara-cara yang paling banyak dipakai yaitu dua cara yang disebut yakni : Faktor
Kerja (Work Factors), dan Pengukuran Waktu Metoda (Motion Time Measurement),
Dengan demikian, untuk pekerjaan apapun di pabrik atau tempat kerja lain, kita
dapat menentukan waktu bakunya dengan terlebih dahulu mengurai pekerjaan tersebut
atas elemen-elemen gerakannya, dan mensintesakan waktu-waktu elemen tersebut.
Pada faktor kerja, suatu pekerjaan dibagi atas elemen-elemen gerak menjangkau
(Reach), Membawa (Move), Pegang (Grasp), Mengarahkan sementara (Preposition),
Merakit (Assemble), Lepas Rakit (Diaassamble), memakai (Use), Melepas (Release),
dan Proses Mental (Mental Proses), sesuai dengan pekerjaan yang bersangkutan.
Dalam menentukan waktu penyelesaian, yang diperhatikan adalah bagian badan yang
menggerakannya. Umumnya bagian badan yang bergerak adalah jari atau telapak
tangan, putaran lengan, lengan, badan atas telapak kaki, dan kaki. Selain itu
diperhatikan pula faktor-faktor lain yang mempengaruhi lamanya waktu gerakan yaitu
jarak, berat atau hambatan, keadaan perhentian, pengarahan, kehati-hatian gerakan
dan perubahan arah gerakan, yang semuanya ini disebut sebagai faktor-faktor kerja.
Ada empat variabel yang diperhitungkan disini, yaitu anggota badan yang
digerakkan, jarak yang ditempuhnya, berat atau tahanan yang menghambat dan kontrol
manual ( manual control ) yang diperlukan.
a. Anggota Badan
b. Jarak (D)
Yang dimasud dengan jarak adalah jarak lurus antara titik dimulainya gerakan sampai
titik berhentinya.
Dua gaya yang harus diperhatikan adalah tahanan yang harus diatasi dan berat benda
yang dipindahkan, Tahanan terjadi, misalnya pada pekerjaan mendorong sebuah kotak
pada sebuah meja, atau menekan sebuah pegas. Penyelidikan faktor kerja
menunjukkan bahwa berat atau tahanan, untuk sekelompok berat tertentu tidak
mempunyai perbedaan yang berarti dari lainnya sehingga perbedaan ini dapat
diabaikan. Karenanya pengaruh faktor ini pada waktu gerakan dibagi dalam beberapa
kelompok berat.
d. Kontrol Manual
Kontrol manual suatu gerakan mempengaruhi lamanya gerakan. Semakin besar kontrol
diperlukan, semakin lama waktu yang dibutuhkannya. Besar kecilnya kontrol ditentukan
oleh berapa banyak diantara empat faktor dibawah ini yang tersangkut dalam suatu
gerakan:
1. Keadaan Perhentian Yang Pasti (Definite Stop)
2. Pengarahan (Steering)
3. Kehati-hatian (Precaution)
4. Perubahan Arah Gerak (Change Direction).
Keempat hal ini, beserta berat atau tahanan, dan jarak disebut sebagai faktor-faktor
kerja. Berikut ini adalah keterangan dari semua faktor-faktor kerja, kecuali berat dan
tahanan yang sudah diterangkan diatas.
pegang atau angkut yang mendahului gerakan Pegang atau Angkat yang mendahului
gerakan Rakit harus berhenti pada suatu tempat yang pasti.
2. Pengarahan (S)
Bila suatu gerakan memerlukan pengarahan, faktor kerja yang tersangkut adalah
pengarahan. Seringkali faktor ini terjadi bersama Perhentian Pasti dimana untuk
suatu gerakan Rakit juga diperlukan faktor Pengarahan.
3. Kehati-hatian (P)
Gerakan yang pengerjaannya memerlukan kehati-hatian, misalnya untuk menghindari
kecelakaan atau kontrol lain, mengandung faktor kehati-hatian didalamnya.
4. Perubahan Arah Gerak (U)
Perubahan arah gerakan adalah faktor yang tersangkut bila dalam suatu gerakan
terjadi perubahan arah yang cukup tajam.
B. Waktu Gerak Menurut Cara Faktor Kerja Dan Cara Menggunakan Tabel
karena adanya faktor ini (batas bawahnya ditulis pada kolom sebelumnya.). Tabel-tabel
lampiran menunjukkan hal ini.
Waktu-waktu gerak yang dicantumkan pada Tabel Waktu Gerakan Faktor Kerja
bersatuan TU atau Time Unit yang berarti Satuan Pengukuran Waktu. Besarnya 1 TU
sama dengan 0,006 detik atau sama dengan 0,0001menit atau sama dengan
0,00000167 jam.
- Menjangkau ( R )
Menjangkau adalah gerakan dasar yang digunakan bila maksud utama gerakan
adalah untuk memindahkan tangan atau jari ke suatu tempat tujuan. Waktu yang
dibutuhkan berubah-ubah tergantung pada keadaan tujuan, panjang gerakan dan
jenis menjangkau.
- Mengangkut (M)
Mengangkut adalah gerakan dasar yang dikerjakan bila maksud utamanya adalah
untuk membawa suatu obyek kesuatu sasaran.
Ada tiga kelas mengangkut, yaitu :
Mengangkut Kelas A : Adalah bila gerakan mengangkut merupakan pemindahan obyek
dari suatu tangan ketangan lain, atau berhenti karena suatu
penahan.
Mengangkut Kelas B : adalah bila gerakan mengangkut merupakan pemindahan obyek
kesuatu sasaran yang terletak tidak pasti.
Mengangkut Kelas C : adalah bila gerakan mengangkut merupakan pemindahan obyek
kesuatu sasaran yang letaknya pasti.
Waktu Yang dibutuhkan oleh gerak angkut dipengaruhi oleh keadaan sasaran,
jarak yang ditempuh, jenis angkut, dan berat obyek yang dipindahkan. Pengaruh berat
pada waktu gerak (terjadi bil berat lebih besar dari 2 1/2 lbs) ditambahkan pada
waktu yang diperoleh dari tabel.
- Memutar (T)
Memutar adalah gerakan yang dilakukan untuk memutarkan tangan baik dalam
keadaan kosong maupun berbeban. Waktunya tergantung pada besarnya derajat
pemutaran dan beratnya.
- Memegang (G)
Memegang adalah elemen dasar yang digerakkan dengan maksud utama untuk
mengusai sebuah atau beberapa obyek baik dengan jari maupun dengan tangan
untuk memungkinkan melakukan dasar berikutnya. Diantara hal-hal yang
mempengaruhi lamanya gerak ini adalah mudah sulitnya dipegang, bercampur
tidaknya obyek dengan obyek lainnya, bentuk obyek dan lain-lain.
- Melepas (RL)
Melepas adalah gerakan dasar melepas penguasaan atas suatu obyek dengan jari
atau tangan. Biasanya Lepas tidak membutuhkan waktu untuk melakukannya, kecuali
bila gerakannya terpisah dari gerak lainnya.
- Lepas Rakit (D)
Lepas Rakit adalah gerakan dasar untuk memisahkan suatu obyek dari obyek
lainnya, dua hal yang mempengaruhinya adalah mudah sulitnya dipisahkkan serta
mudah sulitnya dipegang.
- Gerakan Mata (E)
Umumnya Gerakan Mata tidak mempengaruhi waktu gerakan, kecuali bila gerakan
diarahkan oleh mata.
Terlihatlah bahwa waktu yang lama untuk menentukan waktu baku seperti yang terdapat
pada pengukuran waktu jam henti dan sampling kerja, biaya yang tinggi seperti pada
penyelidikan micromotion, penentuan yang baru dapat dilakukan setelah pekerjaan
berjalan sekian lama yang terjadi pada ketiga cara diatas, ataupun pemakaian yang
agak terbatas pada sekelompok pekerjaan tertentu seperti yang dijumpai dengan data
waktu baku, semuanya tidak dijumpai pada penentuan waktu baku dengan data waktu
gerakan.
Buku Acuan :
BAB X I
Analisa & Perancangan Kerja
3. Pembahasan
Cara ini, bersama-sama dengan pengukuran waktu jam henti, merupakan cara
langsung karena dilakukan dengan melakukan pengukuran secara langsung ditempat
berjalannya pekerjaan. Bedanya dengan cara jam henti adalah bahwa pada cara
sampling pekerjaan pengamat tidak terus menerus berada ditempat pekerjaan
melainkan mengamatinya (ditempat pekerjaan) hanya sesaat-sesaat pada waktu-waktu
yang ditentukan secara acak.
Pada awalnya cara ini dikembangkan di Inggis oleh seorang yang bernama L.H.
C Tippet dipabrik-pabrik tekstil di Inggis, tetapi karena berbagai kegunaannya cara ini
kemudian dipakai dinegara-negara lain secara lebih luas. Dari namanya dapat diduga
bahwa cara ini menggunakan prinsip-prinsip sampling dari ilmu statistik. Cara jam henti
sebenarnya jaga menggunakan ilmu statistik , tetapi pada sampling pekerjaan hal ini
tampak lebih nyata.
Pada contoh ini pengukur mungkin ingin mengetahui bagaimana distribusi penggunaan
waktu bagi kegiatan-kegiatan 1 sampai 5. Kegiatan-kegiatan lainnya yang mungkin
banyak sekali seperti mengobrol, membaca surat kabar, makan/minum, mengaggur dan
sebagainya tidak menjadi perhatiannya.
39 65 75 45 19 69 54 ................(36 pasang).
Dengan demikian kunjungan dilakukan pada satuan waktu ke 39, 65, ........(36 kali) yang
berarti pada jam 11. 15, 14. 25 dan seterusnya (jika jam kerja dimulai pukul 08.00 dan
berakhir pukul 16.00 dengan waktu istirahat antara 12.00 - 13.00). Kalau diurut dari awal
sampai akhir maka akan didapat daftar saat kunjungan dari kunjungan pertama sampai
ke tiga puluh enam.
Diatas telah dikatakan bahwa panjang satu satuan waktu tidak terlalu pendek
dan juga tidak terlalu panjang. Untuk yang pertama kiranya sudah jelas, yaitu bila terlalu
pendek misalkan satu menit ada kemungkinan mendapatkan 2 atau lebih kunjungan
berturut-turut setiap satu menit sekali yang tentunya menyulitkan. Untuk yang kedua
mudah pula dimengerti, yaitu akan menyebabkan jumlah kunjungan per hari terbatas
yang berarti akan menjadikan masa pengamatan sampling pekerjaan lebih lama.
A. Sampling Pendahuluan
a. Keseragaman Data
p(1 p)
BKA = p + 3
n
CL = p
p(1 p)
BKB = p - 3
n
n
n i
67 81 83 72
p = : 100 = 0,76
4
36 + 36 + 36 + 36
n = = 36
4
sehingga :
0,76(1 0,76)
BKA = 0,76 + 3 = 0,976
36
0,76(1 0,76)
BKB = 0,76 - 3 = 0,546
36
Ternyata semua harga-harga pi berada dalam batas-batas ini sehingga semuanya dapat
digunakan untuk menghitung banyaknya pengamatan yang diperlukan. Jika terdapat
yang diluar batas kontrol, maka pengamatan yang membentuk pi yang bersangkutan
“dibuang” karena berasal dari sistem sebab yang berbeda.
b. Kecukupan Data
Jumlah pengamatan yang diperlukan yang untuk tingkat ketelitian 5% dan tingkat
keyakinan 95% diketahui melalui rumus:
16001 p
2
1 p 1 p
2
Z 2
N‟ = . N‟ = =
s p 0,05 p p
dimana p adalah persentase produktif dari seluruh pengamatan yang telah dilakukan.
Untuk contoh tadi ,
109
p = = 0,757
144
Sehingga
1600 (1 - 0,757)
N„ = = 514
0,757
Jadi masih diperlukan (514-144) = 370 kali kunjungan lagi. Maka sampling tahap
keduapun dilakukan. Demikian seterusnya pengamatan dilakukan tahap demi tahap
sampai jumlah kunjungan yang telah dilakukan lebih banyak atau sama dengan yang
seharusnya dilakukan.
2.4. Menghitung Waktu Baku
Misalkan pada contoh kita diatas, akhirnya didapat bahwa jumlah pengamatan yang
diperlukan adalah 425 kali, dan jumlah pengamatan yang dilakukan 432 kali selama 12
hari penuh atau sama dengan 5040 menit. Dari ke-432 pengamatan ini frekwensi
kegiatan produktif yang teramati adalah 343, maka :
a. - Jumlah pengamatan 432
- jumlah produktif 343
- persentase produkti 343/432 x 100% = 79,4%
b. - Jumlah menit pengamatan 5040 menit
- jumlah menit produktif 79,4/100 x 5040 = 4002 menit
c. - Jumlah barang / produk yang dihasilkan
selama masa pengamatan 370 unit
- Waktu diperlukan / unit 4002/370 = 10,82 menit
d. - Faktor Penyesuaian 0,95
- Waktu normal (10,82 x 0,95) = 10,28 menit
e. - Faktor Kelonggaran 12%
- Waktu baku 10,28 + 0,12 (10,28) = 11,51 menit
Buku Acuan :
BAB X II
Analisa & Perancangan Kerja
3. Pembahasan
dan sangat tergantung dari tingkatan keterampilan, kesegaran jasmani, keadaan gizi,
jenis kelamin, usia dan ukuran tubuh dari pekerjaan yang bersangkutan.
Menurut Astrand & Rodahl (1977) bahwa penilaian beban kerja fisik dapat
dilakukan dengan dua metode secara objektif, yaitu metode penilaian langsung dan
metode tidak langsung. Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi
yang dikeluarkan melalui asupan oksigen selama bekerja. Meskipun metode dengan
menggunakan asupan oksigen lebih akurat, namun hanya dapat mengukur untuk waktu
kerja yang singkat dan diperlukan peralatan yang cukup mahal. Sedangkan metode
pengukuran tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama kerja.
Kemudian Konz (1996) mengemukakan bahwa denyut jantung adalah suatu alat
estimasi laju metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi. Katagori berat,
ringan nya beban kerja didasarkan pada metabolisme, respirasi, suhu tubuh dan denyut
jantung.
Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seorang tenaga kerja dapat digunakan
untuk penentuan berapa lama seorang tenaga kerja dapat melakukan aktivitas
pekerjaannya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerja yang bersangkutan.
Semakin berat beban kerja maka semakin pendek waktu kerja seseorang untuk bekerja
tampa kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya.
Salah satu kebutuhan utama dalam pergerakan otot adalah kebutuhan akan
oksigen yang dibawa oleh darah ke otot untuk pembekaran zat dalam menghasilkan
energi. Sehingga jumlah oksigen yang dipergunakan oleh tubuh untuk bekerja
merupakan salah satu indikator pembebanan selama bekerja. Dengan demikian setiap
aktivitas pekerjaan memerlukan energi yang dihasilkan dari proses pembakaran.
Semakin berat pekerjaan yang dilakukan maka akan semakin besar pula energi yang
dikeluarkan. Berdasarkan hal tersebut maka besarnya jumlah kebutuhan kalori dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan berat – ringannya beban kerja.
Berkaitan hal tersebut , menurut Kepmennaker (1999), menetapkan kategori beban
kerja menurut kebutuhan kalori sebagai berikut :
Beban kerja ringan : 100 – 200 kilo kalori / jam
Beban kerja sedang : > 200 – 350 kilo kalori / jam
Beban kerja berat : > 350 – 500 kilo kalori / jam
Kebutuhan kalori dapat dinyatakan dalam kalori yang dapat diukur secara tidak
langsung dengan menentukan kebutuhan oksigen. . Komsumsi energi diukur dalam
satuan Watt, 1 Watt = 1 Joule/detik, untuk konversi satuan energi setiap kebutuhan 1
liter oksigen akan memberikan 4,8 kilo kalori energi yang setara dengan 20 KJ. Dalam
satuan SI didapat 1 kilo kalori = 4,2 kilojoule (KJ).
Konsumsi energi merupakan faktor utama dan tolak ukur yang dipakai sebagai penentu
besar/ringannya kerja fisik dilaksanakan. Proses Metabolisme merupakan fasa yang
penting sebagai penghasil energi yang diperlukan untuk kerja fisik. Besarnya energi
yang dihasilkan / dikonsumsi dinyatakan dalam satuan kilo kalori(Kcal). Untuk kegiatan
dengan klasifikasi ringan (berjalan, berdiri/duduk, berpakaian) memerlukkan
tambahan kalori kerja 600-700Kcal/24 jam . Standar untuk energi Kerja 5.2 Kcal/menit
adalah energi maksimum yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan fisik sedang
secara terus-menerus.
1. Tidur 0,98
2. Duduk dalam keadaan istirahat 1,43
3 Membaca dengan intonasi keras 1,50
4 Berdiri dalam keadaan tenang 1,50
5 Menjahit dengan tangan 1,59
6 Berdiri dengan konsentrasi terhadap suatu objek 1,63
7 Berpakaian 1,69
8 Menyanyi 1,74
9 Menjahit dengan mesin 1,93
10 Mengetik 2,00
11 Menyetrika (berat setrika +- 2,5 kg) 2,06
12 Mencuci peralatan dapur 2,06
13 Menyapu lantai dengan kecepatan +- 38 kali permenit. 2,41
14 Menjilid buku 2,43
15 Pelatihan ringan 2,43
16 Jalan ringan dengan kecepatan +-3,9 km/jam 2,86
17 Pekerjaan kayu, logam dan pengecetan dalam industri 3,43
18 Pelatihan sedang 4,14
19 Jalan agak cepat dengan kecepatan +-5,6 km/jam 4,28
20 Jalan turun tangga 5,20
21 Pekerjaan tukang batu 5,71
22 Pelatihan berat 6,43
23 Pekerjaan kayu secara manual 6,86
24 Berenang 7,14
25 Lari dengan kecepatan +-8 km/jam 8,14
26 Pelatihan sangat berat 8,57
27 Jalan sangat cepat dengan kecepatan +-8 km/jam 9,28
28 Jalan naik tangga 15,80
Menurut Grandjean (1993) bahwa kebutuhan kalori seorang pekerja selama 24 jam
sehari ditentukan oleh tiga hal :
1. Kebutuhan kalori untuk metabolisme basal .
Metabolisme basal adalah konsumsi energi secara konstan pada saat istirahat
dengan perut dalam keadaan kosong, yang mana tergantung pada ukuran berat
badan dan jenis kelamin
Dimana seorang laki-laki dewasa memerlukan kalori untuk metabolisme basal +- 100
kilo Joule(23,87 kilo kalori) per 24 jam kg-BB. Sedangkan seorang wanita dewasa
memerlukan kalori untuk metabolisme basal +- 98 kilo Joule(23,39 kilo kalori) per 24
jam kg-BB. Contoh seorang laki-laki dewasa dengan berat badan 60 kg akan
memerlukan kalori untuk metabolisme basal sebesar +- 6000 kilo Joule(1432 kilo
kalori) per 24 jam.
2. Kebutuhan kalori untuk kerja.
Kebutuhan kalori untuk kerja sangat ditentukan dengan jenis aktivitas kerja yang
dilakukan atau berat ringannya pekerjaan.
3. Kebutuhan kalori untuk aktivitas lain diluar jam kerja.
Rerata-rata kebutuhan kalori untuk aktivitas lain diluar jam kerja adalah +- 2400 kilo
Joule(573 kilo kalori) untuk seorang laki-laki dewasa dan sebesar +- 2000 - 2400
kilo Joule(477- 425 kilo kalori) per hari untuk wanita dewasa.
Beban kerja fisik tidak hanya ditentukan oleh jumlah kilo kalori yang dikonsumsi,
tetapi juga ditentukan oleh jumlah otot yang terlibat dan beban statis yang diterima serta
tekanan panas dari lingkungan kerjanya yang dapat meningkatkan denyut nadi.
Berdasarkan hal tersebut maka denyut nadi lebih mudah dan dapat digunakan untuk
menghitung indeks beban kerja. Dan salah satu cara yang sederhana untuk menghitung
denyut nadi adalah dengan merasakan denyutan pada arteri radialis dipergelangan
tangan.
Denyut nadi untuk mengistimasi indeks beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis yang
didefinisikan oleh Grandjean (1993) :
1. Denyut nadi istirahat : adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai
2. Denyut nadi kerja : adalah rerata denyut nadi selama bekerja
3. Nadi kerja : adalah selisih antara Denyut nadi istirahat dan Denyut nadi kerja
Selain beban kerja fisik , beban kerja yang bersifat mental harus pula dinilai. Namun
demikian penilaian beban kerja mental tidaklah semudah menilai beban kerja fisik.
Pekerjaan yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahan fungsi faal tubuh. Secara
fisiologis, aktivitas mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan yang ringan sehingga
kebutuhan kalori untuk aktivitas mental juga lebih rendah. Pada hal secara moral dan
tanggung jawab, aktivitas mental jelas lebih berat dibandingkan dengan aktivitas fisik,
karena lebih melibatkan kerja otak ( white-collar) dari pada kerja otot( Blue-collar).
Dewasa ini aktivitas mental lebih banyak didominasi oleh pekerja-pekerja kantor,
supervisor dan pimpinan sebagai pengambil keputusan dengan tanggung jawab yang
lebih besar. Menurut Grandjean (1993) setiap aktivitas mental akan selalu melibatkan
unsur persepsi, interpretasi dan proses mental dari suatu informasi yang diterima oleh
organ sensor untuk diambil suatu keputusan atau proses mengingat informasi yang
lampau. Yang menjadi masalah pada manusia adalah kemampuan untuk memanggil
kembali atau mengingat informasi yang disimpan. Proses mengingat kembali ini
sebagian besar menjadi masalah bagi orang tua. Seperti kita tahu bahwa orang tua
kebanyakan mengalami penurunan daya ingat. Dengan demikian penilaian beban kerja
mental lebih tepat menggunakan penilaian terhadap tingkat ketelitian, kecepatan
maupun konstansi kerja . Sedangkan jenis pekerjaan yang lebih memerlukan
kesiapsiagaan tinggi seperti petugas air traffic controllers di Bandara udara adalah
Kelelahan bagi setiap orang lebih bersifat subjektif karena terkait dengan perasaan.
Kelelahan adalah aneka keadaan yang disertai dengan penurunan efisiensi dan
ketahanan dalam bekerja.
Istilah kelelahan biasanya menunjukan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu,
tetapi semuanya bermuara kepada penurunan efisiensi dan terjadinya penurunan
vitalitas dan produktivitas kerja akibat faktor pekerjaan. Kelelahan merupakan suatu pola
yang timbul pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada setiap individu . Gejala
kelelahan kerja adalah adanya perasaan lelah, penurunan kesiagaan, persepsi yang
lambat dan lemah disamping penurunan kerja fisik dan mental.
Kelelahan diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum.
Kelelahan otot adalah merupakan tremor pada otot (perasaan nyeri pada otot).
Sedangkan kelelahan umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk
bekerjayang disebabkan karena monotoni, intensitas, lamanya kerja fisik, keadaan
lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi ( Grandjean,
1993). Byrd dan Moore (1986) menyatakan bahwa penurunan produktivitas kerja pada
pekerja terutama oleh adanya kelelahan kerja . ILO (1983) mengutarakan bahwa faktor
yang mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja adalah adanya monotoni pekerjaan ;
adanya intensitas dan durasi kerja mental dan fisik yang tidak proporsional; faktor
lingkungan kerja, cuaca dan kebisingan; faktor mental seperti tanggung jawab,
ketegangan dan adanya konflik-konflik; serta adanya penyakit-penyakit, kesakitan dan
nutrisi yang tidak memadai.
out the stress). Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode
istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat memberikan penyegaran. Faktor-
faktor penyebab kelelahan digambarkan seperti pada gambar 8.1.
Kelelahan yang disebabkan oleh karena kerja statis berbeda dengan kerja
dinamis. Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan
maksimum otot hanya dapat bekerja selama 1 menit, sedangkan pada pengerahan
tenaga < 20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga
otot statis sebesar 15-20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan
berlangsung sepanjang hari. Astrand & Rodahl (1977) berpendapat bahwa kerja
dapat dipertahankan beberapa jam per hari tanpa gejala kelelahan jika tenaga yang
dikerahkan tidak melebihi 8% dari maksimum tenaga otot. Lebih lanjut Suma'mur
(1982); Grandjean (1993), juga menyatakan bahwa kerja otot statis merupakan
kerja berat (Strenous), kemudian mereka membandingkan antara kerja otot statis
dan dinamis. Pada kondisi yang hampir sama, kerja otot statis mempunyai konsumsi
energi lebih tinggi, denyut nadi meningkat dan diperlukan waktu istirahat yang
lebih lama. Waters & Bhattacharya (1996), berpendapat agak lain, bahwa kontraksi
otot baik statis maupun dinamis dapat menyebabkan kelelahan otot setempat.
Kelelahan tersebut terjadi pada waktu ketahanan (Endurance time) otot
terlampaui. Waktu ketahanan otot tergantung pada jumlah tenaga yang
dikembangkan oleh otot sebagai suatu prosentase tenaga maksimum yang dapat
dicapai oleh otot. Kemudian pada saat kebutuhan metabolisme dinamis dan
aktivitas melampaui kapasitas energi yang dihasilkan oleh tenaga kerja, maka
kontraksi otot akan terpengaruh sehingga kelelahan seluruh badan terjadi. Sedangkan
Annis & McConville (1996) berpendapat bahwa saat kebutuhan metabolisme
dinamis dan aktivitas melampaui kapasitas energi yang dihasilkan oleh tenaga
kerja, maka kontraksi otot akan terpengaruh sehingga kelelahan seluruh badan
terjadi. Kemudian mereka merekomendasikan bahwa, penggunaan energi tidak
melebihi 50% dari tenaga aerobik maksimum untuk kerja 1 jam; 40% untuk kerja 2
jam dan 33% untuk kerja 8 jam terus menerus. Nilai tersebut didesain untuk
mencegah kelelahan yang dipercaya dapat meningkatkan resiko cedera otot
pada tenaga kerja.
Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindarkan sikap kerja yang bersifat
statis dan diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan
merubah sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi atau
dinamis, sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh
anggota tubuh. Sedangkan untuk menilai tingkat kelelahan seseorang dapat
dilakukan pengukuran kelelahan secara tidak langsung baik secara objektif maupun
subjektif.
A. Pengukuran Kelelahan
Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara
langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya
hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja.
Grandjean (1993) mengelompokan metode pengukuran kelelahan dalam
beberapa kelompok, yakni :
1. Kuantitas dan Kualitas kerja yang dilakukan
Pada metode ini , kuantitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja
atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak
faktor yang harus dipertimbangkan , seperti target produsksi, prilaku dalm kerja.
Sedangkan kualitas output ( kerusakan produk, penolakan produk ) atau
frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor
tersebut bukanlah merupakan causal factor.
2. Uji Psiko-motor ( Psychomotor test )
Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor.
Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu
reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang
sampai pada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu
reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau
gayangan badan. Terjadinya perpanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk
adanya pelambatan pada proses faal syaraf dan otot. Alat ukur waktu reaksi
yang dikembangkan di Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan
denting suara sebagai stimuli.
3. Uji Hilangnya Kelipatan ( Flicker fusion test )
Dalam kondisi yang lelah , kemaqmpuan tenaga kerja untuk melihat kelipatan
akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan
untuk jarak antara dua kelipatan. Ujia kelipatan disamping untuk mengukur
kelelahan juga menunjukan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.
B. Mengatasi Kelelahan
Kelelahan disebabkan oleh banyak faktor yang sangat kompleks dan saling
mengkait antara faktor yang satu dengan yang lain. Yang penting adalah bagai mana
menangani setiap kelelahan yang muncul agar tidak menjadi kronis. Agar dapat
menangani kelelahan dengan tepat, maka harus diketahui apa yang menjadi penyebab
terjadinya kelelahan, penyegaran dan cara menangani kelelahan agar tidak
menimbulkan resiko yang lebih parah, seperti gambar dibawah ini.
Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan biasanya terjadi pada
akhir jam kerja yang disebabkan karena berbagai faktor, seperti monotoni, kerja otot
statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai dengan anthropometri pemakainya,
stasiun kerja yang tidak ergonomis, sikap paksa dan pengaturan waktu kerja –istirahat
yang tidak tepat.
Gambar 3. Observasi gerakan operator yang membuat rasa nyeri pada bahu
dan pinggang
a. Tidak ada keluhan (dengan Skor 0), hal ini apabila pekerja tidak merasakan
keluhan yang berarti terhadap bagian tubuh.
b. Rasa kesemutan (dengan skor 1), hal ini bila pekerja hanya merasakan rasa
nyeri sesekali saja.
c. Rasa Pegal (dengan skor 2), hal ini bila pekerja sering merasakan rasa nyeri
terhadap bagian tubuh mereka.
d. Rasa sakit (dengan skor 3), hal ini bila pekerja mengalami rasa pegal dan nyeri
yang lama (masih dirasakan walaupun pekerjaan sudah selesai / sudah sampai
dirumah).
Hasil pengambilan data dengan checklist terhadap keluhan yang dirasakan
pekerja secara lengkap dapat dilihat dibawah ini. Dan untuk mempermudah
membaca data yang diperoleh, maka data disajikan dalam bentuk tabel matriks
keluhan berikut ini :
8.0% 7.4%
6.9%
5.5% 5.5% 5.1% 5.1%
6.0%
4.0%
2.0%
0.0%
Bagian Tubuh
Berdasarkan tabel 4. tersebut, dapat dibuat suatu grafik pareto yang berfungsi untuk
menggambarkan masalah yang diurutkan menurut keluhan yang paling banyak
dirasakan oleh pekerja. Berdasarkan diagram pareto (lihat gambar 3. ), keluhan yang
paling banyak dirasakan oleh pekerja adalah rasa sakit di bagian lengan, pinggang,
betis, tangan dan bahu.
Untuk memberikan gambaran yang nyata tentang keluhan yang dirasakan oleh
packer dapat dilihat pada gambar 3. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa cara
kerja packer dalam meletakkan dos ke konveyor kurang baik karena harus
membungkuk sehingga kondisi kerja seperti itu kurang memberikan rasa nyaman
pekerja.
Buku Acuan :
1. Barnes R. M, “ Motion and Time Study - Design and Measurement of Work “ ,
John Wiley & Sons .Inc, New York.
2. Kazarian E. A. “ Work Analisis and Design for Hotel, Restaurants and
Institutions “ , Avi Publishing Company, Inc. Westport , Connecticut ,
Michigan.
3. Eko Nurmianto ,” Ergonomi , Konsep Dasar dan Aplikasinya “, ITSN ,
Surabaya.
4. Wignjosoebroto Sritomo, “ Ergonomi “ Studi Gerak dan Waktu “ ITSN ,
Surabaya.
5. Tarwaka, Solichul, Lilik S ,” Ergonomi ” untuk keselamatan, kesehatan kerja
dan produktivitas