Anda di halaman 1dari 14

HADITS

“Implementasi Iman dalam Kehidupan Sosial”


Makalah ini Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadits

Disusun Oleh:
Kelompok 12
Manajemen Dakwah/1.B

Wulan Ramadhina 11220530000063


Mohamad Primasyah Setiawan 11220530000065

Dosen Pengampu:

Khaeron Sirin, MA, MDC, CM

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
2022 M/1444 H
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. atas berkat serta karunia-Nya
kelompok kami mampu menuntaskan makalah yg berjudul “Implementasi Iman
dalam Kehidupan Sosial” ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurah kepada Rasulullah SAW., kepada para keluarganya, sahabat dan kepada
seluruh pengikutnya hingga akhir hayat nanti.

Kami ucapkan terima kasih pada Bapak Khaeron Sirin, MA, MDC, CM
Selaku dosen mata kuliah “Hadist” yang telah membimbing kami pada perkuliahan
ini. Serta kepada seluruh rekan yang telah mendukung terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran supaya
kedepannya saya bisa menyusun makalah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini
bisa menjadi bahan pembelajaran, wawasan serta bermanfaat untuk meningkatkan
pengetahuan kita.

Ciputat, 08 Maret 2023

Penyusun

i
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rasulullah mengajarkan kepada kita semua akan bentuk keimanan yang


sepenuhnya melalui hati, perkataan, dan perbuatan. Artinya iman dan kepercayaan
kepada Allah SWT harus dibarengi dengan segala perbuatan amal saleh kapanpun
dan di manapun berada. Keyakinan dalam konteks kehidupan sosial sebagaimana
terekam dalam literatur Hadits memiliki ruang lingkup yang luas dan tidak ter-
batas. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa iman meliputi seluruh dimensi dalam
kehidupan manusia.

Iman bukanlah kata benda yang statis, tetapi iman merupakan sebuah energi
spiritual yang berfungsi mengendalikan dan mengarahkan kemauan keras seseo-
rang dalam memahami, memilih, dan menjalani sebuah kebenaran. Oleh karena
itu, iman tidak cukup hanya sebatas pada pengakuan atau penegasan keyakinan
akan keberadaan Tuhan saja, melainkan iman adalah implementasi perbuatan-per-
buatan ketuhanan, sehingga iman yang tidak menghasilkan perbuatan-perbuatan
ketuhanan itu ialah dusta.

Karena Iman tidak hanya cukup dengan pengakuan dalam hati tetapi harus
tersosialisasi dalam kehidupan. Bila perlakuannya baik berarti hal itu terindikasi
bahwa imannya bagus, namun bilamana sebaliknya, sebuah perlakuan itu jelek be-
rarti imannya rusak.

1
PEMBAHASAN

A. Iman adalah Keyakinan dan Perbuatan

Iman yang asalnya dari bahasa arab ini memiliki makna keyakinan serta
perbuatan yang tersirat di dalamnya. Iman yang hanya diucapkan melalui lisan
saja belum cukup menghasilkan apa-apa, maka itu dalam implementasi iman
butuh adanya perbuatan sesuai dengan yang kita yakini. Misalnya kita mengimani
adanya Allah Swt, maka untuk membuktikannya kita harus mematuhi segala yang
diperintahkan oleh Allah Swt.

Allah berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 15:

4‫ا‬4‫ و‬4‫ ُد‬4َ‫ه‬4‫ ا‬4‫ج‬4َ 4‫و‬4َ 4‫ا‬4‫و‬4ُ‫ب‬4‫ ا‬4َ‫ ت‬4‫ر‬4ْ 4َ‫ ي‬4‫ ْم‬4َ‫ ل‬4‫ َّم‬4ُ‫ ث‬4‫ ِه‬4ِ‫ل‬4‫ و‬4‫ ُس‬4‫ َر‬4‫َو‬ 4ِ ‫هَّلل‬4‫ ا‬4ِ‫ ب‬4‫ا‬4‫و‬4ُ‫ ن‬4‫ َم‬4‫ آ‬4‫ن‬4َ 4‫ ي‬4‫ ِذ‬4َّ‫ل‬4‫ ا‬4‫ن‬4َ 4‫و‬4ُ‫ ن‬4‫ ْؤ ِم‬4‫ ُم‬4‫ ْل‬4‫ ا‬4‫ ا‬4‫ َم‬4َّ‫ِإ ن‬
4‫ن‬4َ 4‫و‬4ُ‫ ق‬4‫ ِد‬4‫ ا‬4َّ4‫ص‬4‫ل‬4‫ ا‬4‫ ُم‬4ُ‫ ه‬4‫ك‬ 4َ ‫ ِئ‬4َ‫ل‬4ٰ4‫ ُأ و‬4ۚ 4ِ ‫ هَّللا‬4‫ ِل‬4‫ ي‬4ِ‫ ب‬4‫ َس‬4‫ ي‬4ِ‫ ف‬4‫ ْم‬4‫ ِه‬4‫س‬4ِ 4ُ‫ ف‬4‫ َأ ْن‬4‫و‬4َ 4‫ ْم‬4‫ ِه‬4ِ‫ل‬4‫ ا‬4‫ َو‬4‫ َأ ْم‬4ِ‫ب‬

Artinya:

Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang


beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan
mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-
orang yang benar.

Melalui ayat tersebut kita jadi mengetahui bahwa iman yang akan
diterima dan benar adalah keyakinan yang tidak dicampuri dengan keraguan dan
amalan yang diantaranya berupa jihad dengan harta dan jiwa di jalan Allah Swt.
Jadi iman yang benar adalah yang meliputi dua hal, yaitu pertama, keyakinan kuat
yang tidak dicampuri dengan keraguan, kedua perbuatan yang membuktikan
keyakinan itu dan ia merupakan buahnya.

B. Implementasi Iman dalam Kehidupan Sosial

1. Cinta Sesama Muslim Sebagian dari Iman

Hadits:

2
‫ اَل يُْؤ ِم ُن َأ َح َد ُكم َحتَّى‬:‫ قال‬،‫ عن النبي صلى هللا عليه وسلم‬،‫عَن أنس رضي هللا عنه‬
)‫ (رواه البخاري ومسلم وأحمد والنسائي‬.‫ي ُِحبَّ َأِل ِخي ِه َما ي ُِحبُّ لنفسه‬1

Artinya:

Dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu tentang Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam


bersabda: “Tidaklah seseorang dari kalian dianggap benar-benar beriman
sampai dia mampu mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya
sendiri”. (Shahih alBukhary hadis no.12)

Hadis di atas menegaskan bahwa di antara dari ciri kesempurnaan iman


seseorang merupakan bahwa ia mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya
sendiri. Kecintaan yang dimaksudkan disini termasuk di dalam rasa bahagia jika
melihat sesama muslim mendapatkan kebaikan yang ia senangi, dan tidak senang
jika sesamanya muslim mendapat kesulitan dan musibah yang ia sendiri
membencinya. Ketiadaan sifat seperti itu menurut hadis di atas menunjukkan
kurang atau lemahnya tingkat keimanan seseorang.

Seseorang mukmin yang ingin mendapat ridho Allah SWT. Harus berusaha
untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang diridhai-Nya, salah satunya ialah
mencintai sesama saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri. Namun
demikian, hadist di atas tidak dapat diartikan jika seseorang mukmin yang tidak
mencintai saudaranya seperti dirinya sendiri berarti tidak beriman, maksud hadist
di atas ialah tidak sempurna imannya seseorang jika tidak mencintai saudaranya
seperti mencintai dirinya sendiri.2

Rabi’ah al-Adawiyah, dalam M. Asyhari (2006), merumuskan cinta sebagai


ungkapan kerinduan dan gambaran perasaan yang terdalam. Siapa yang
merasakannya, niscaya akan mengenalinya. Namun, siapa yang mencoba untuk
menyifatinya, pasti akan gagal.

Menurut Syekh Jalaluddin al-Rumi (dalam H.M. Laily Mansur, 1996), cinta
adalah totalitas dari perwujudan kasih seseorang terhadap yang dicintainya (tuhan)

1 Muḥammad ibn ‘Abd al- ‘Azīz al-Khūliy, Al-Adab al-Nabawi, Muṣṭafā al-Bāb al-Ḥalabiy,
Mesir, 1960
2 https://pustakamediasyariah.blogspot.com/2015/05/hadis-cinta-sesama-muslim.html

3
sehingga perasaan cinta yang dimiliki seorang pecinta dapat mengalahkan segala
rasa yang timbul dalam hatinya.3

2. Ciri Seorang Muslim yang Tidak Mengganggu Orang Lain

Hadits:

‫عن عبد هللا بن عمرو رضي هللا علينا عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال المسلم من‬
‫ر َم ْن ه ََج َر ما نهى هللا عنه» (رواه البخاري‬4ُ ‫اج‬ ْ ‫عالم المشفقون من لسانه ويده‬
ِ َ‫وال ُمه‬
‫وَأبُو دَا ُود َوالنَّ َسالِي‬4

Artinya: Dari ‘Abdullah ibn ‘amru radiyallahu ‘anhuma, ia berkata,


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Seorang muslim yang
sempurna adalah orang yang mampu membebaskan kaum muslimin lainnya dari
gangguan lidah dan tangannya sendiri. Dan seorang muhajir adalah orang yang
meninggalkan apa yang Allah larang.” (Shahih al-Bukhariy hadis no. 6003)

Hadits di atas mengandung dua pokok bahasan, yaitu mengenai hakikat


seorang muslim dalam membina hubungan dengan sesama muslim dalam
kehidupannya seharihari. Juga menjelaskan tentang hakikat hijrah dalam
pandangan Islam.5 Seorang muslim dalam bertindak dan bersikap senantiasa
berbuat adil dan tidak menyinggung perasaan orang lain. Dia sangat hati-hati
dalam berbicara dan berbuat.

Idealnya seorang muslim tidak diperbolehkan untuk menyakiti saudaranya


sendiri, baik itu menyakiti dengan cara menghina, memfitnah, maupun
menjelekjelekan saudaranya dihadapan orang lain. Dalam Hadis di atas memberi
motivasi agar umat Islam senantiasa berlaku baik terhadap sesamanya muslim dan
tidak menyakitinya, baik secara fisik maupun hati. Orang yang mampu
memberikan rasa tenang dan nyaman terhadap sesama muslim dikategorikan
sebagai seorang muslim sejati. Seorang muslim harus berusaha agar saudara

3 Chatib Saefullah, M.Ag., Komplikasi Hadis Dakwah”, (Bandung: Simbiosa Rekatama


Media, 2018) Hal. 68
4 Muḥammad ibn ‘Abd al- ‘Azīz al-Khūliy, Al-Adab al-Nabawi, Muṣṭafā al-Bāb al-Ḥalabiy,
Mesir,
1960

4
sesama muslimnya tidak merasa disakiti oleh tangannya, baik fisik seperti dengan
memukulnya, merusak harta bendanya, maupun menyakitinya melalui lisannya.

Secara tekstual hadis di atas menyebutkan bahwa hijrah yang sesungguhnya


adalah meninggalkan apa yang dimurkai Allah swt. Pengertian itu pulalah yang
terkandung dalam hijrah Rasulullah saw., yaitu meninggalkan tanah tumpah
darahnya karena mencari daerah aman yang dapat menjamin terlaksananya
ketaatan kepada Allah Swt. Oleh sebab itu, orang yang meninggalkan kampung
halaman dan berpindah ke daerah yang tidak ada jaminan bagi terlaksananya
ketaatan kepada Allah tidak termasuk dalam pengertian hijrah dalam pengertian
syariat, meskipun secara bahasa mengandung pengertian tersebut.

3. Realisasi Iman dalam Menghadapi Tamu

Hadits:

َ‫ « َم ْن َكان‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ َ‫ ق‬:‫ال‬


َ ‫ال َرسُو ُل هللا‬ َ َ‫ض َي هللا عنه ق‬
ِ ‫عن أبي هريرةَ َر‬
‫يُْؤ ِم ُن بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم األجر عليقل خيرا أو ليعمت ومن كان يؤمن باهلل واليوم اآلخر فال‬
َ ‫ان َواب ُْن َم‬
‫اج ِه‬ َ ‫يود عازة ومن كان يؤمن باهلل واليوم اآْل ِخ ِر فَ ْليَ ْك ِر ْم‬
ِ ‫ َر َواهُ ال َّشي َْح‬..ُ‫ض ْيفَه‬
ِ ‫) َواللَّ ْفظُ لِ ْلب‬
‫ُخَاري‬ 5

Artinya:

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu


'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir
hendaknya ia berkata baik atau diam, dan barangsiapa beriman kepada Allah
dan hari Akhir, janganlah ia menyakiti tetangganya, dan barang siapa beriman
kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya." (H.R Bukhari
dan Muslim).

Terdapat tiga perkara yang disebutkan dalam hadist di atas yang


didasarkan pada keimanan terhadap Allah dan hari akhir, yaitu berbicara baik atau
memilih diam untuk menghindari ucapan yang dapat menyakiti perasaan orang
lain, memuliakan tamu, dan memuliakan tetangga. Dalam hadist juga disebutkan

5 Muhammad ibn ‘Abd al- ‘Aziz al-Khully, Al-adab al-Nabawi, Mustafa al-Bab alHalabiy,
Mesir, 1960.

5
dua bentuk keimanan yaitu iman kepada Allah dan hari akhir. Iman kepada Allah
merupakan awal permulaan dari segala sesuatu sedangkan iman kepada hari akhir
adalah akhir dari kehidupan seluruh makhluk hidup di dunia sehingga ada banyak
sekali yang harus diimani pada hari akhir itu. Maka dari itu manusia yang benar-
benar beriman kepada allah dan hari akhir, ia akan berbuat kebaikan dan menjauhi
segala macam kemaksiatan.

1. Berbicara Baik atau Diam

Orang menahan banyak berbicara kecuali berucap dalam hal-hal baik. Hal
ini bertujuan agar dapat terhindar dari dosa dan kejelekan. Namun di zaman yang
modern ini manusia justru dihadapkan oleh dua dilema, dalam satu sisi kita
diperintah untuk menghormati tamu baik itu dalam bentuk perkataan maupun
perbuatan, di sisi lain terdapat kekhawatiran bahwa tidak semua tamu itu baik.
Islam mengajarkan dalam menghadapi hal seperti tersebut kita harus tetap
menghormati tamu serta namun selalu waspada jika terlihat hal-hal yang
mencurigakan.

2. Menyayangi Tetangga

Kata tetangga di sini bermakna umum, baik itu yang dekat maupun jauh,
kafir, muslim, orang fasik, ahli ibadah, musuh dan lain-lain yang bertempat
tinggal tidak jauh dari lingkungan kita berada. Berbuat baik kepada tetangga dapat
dilakukan dengan beragam banyak upaya, misalnya seperti memberi bantuan saat
dia didatangi oleh kesulitan, menjenguknya apabila sedang sakit, melayat dan ikut
berbelasungkawa jika ada salah satu orang terdekatnya yang meninggal dunia.

3. Memuliakan Tamu

Maksud dari memuliakan tamu di sini yaitu memperbagus pelayanan


terhadap tamu-tamu yang mendatangi kita. Dalam memberi pelayanan kepada
tamu juga kita harus berdasarkan kemampuan dan tidak memaksakan di luar
kemampuan yang dimiliki. Halhal yang harus diperhatikan dalam memuliakan
tamu diantaranya, memberikan sambutan yang hangat dan ramah dengan senyum
wajah yang manis, berusaha membantu semampunya terhadap tamu yang datang
untuk meminta pertolongan.

6
D. Berkurangnya Iman dan Islam Karena Maksiat

Hadits:

َ َ‫ أن النبي صلى هللا عليه وسلم ق‬،‫َح ِديث أبي هريرة‬


‫ «ال يزني الزاني حينَ تَرْ نِي َوهُ َو‬:‫ال‬
‫ َواَل يُشرق الشارق حين يشرق وهُ َو‬،‫ر ِحينَ َي ْش َربُها َوهُ َو ُمْؤ ِم ٌن‬4َ ‫ َواَل يَ ْش َربُ الخَ ْم‬،‫ُمْؤ ِم ٌن‬
‫ُمْؤ ِم ٌن َوزَ ا َد فِي ِروايَ ٍة َواَل يَ ْلتَبِبُ الهبة ذات شرب يرفع الناس إليه أبصارهم فيها حين‬
‫ البخاري‬4‫ أخرجه‬.»‫ينتبها َوهُ َو ُمْؤ ِم ٌن‬

Artinya:

Hadis riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata; Nabi


shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang pezina tidak akan berzina di
mana ketika sedang berzina ia dalam keimanan yang prima. Dan seseorang tidak
akan meminum khamr di mana ketika sedang minum-minum ia dalam keimanan
yang prima. Dan seorang pencuri tidak akan mencuri di mana ketika ia sedang
mencuri dalam keadaan iman yang prima. Dan seorang mulia yang terpandang
tidak akan merampas hak orang di mana ketika sedang merampas ia dalam
keadaan yang prima.” (Shahih al -Bukhariy hadis no. 2295)

Iman didefinisikan `aqdun fi al-qalb, iqrarar bi al-lisan wa`amal bi al-arkan,


yaitu meyakinkan dalam hati, mengakui denagan lisan dan mengamalkan dengan
anggota baadan. Berdasarkan definisi ini, maka segala macam bentuk perbuatan
dosa seperti mencuri, berzina, merampas sesuatu milik orang lain, dan minum
yang memabukkan itu merupakan perbuatan yang menyebabkan rasa keimanan
keluar dari dalam diri seseorang.6

Arti yang terkandung dalam ini Hadits ini termasuk hadits yang sudah
diikhtilafkan maknanya oleh para ulama. Adapun pendapat yang shahih tentang
makna hadits di atas adalah bahwa tidak ada seorangpun yang melakukan
perbuatan maksiat seperti dalam hadist sedang ia berada dalam keimanan yang
sempurna. Dengan kata lain, orang yang melakukan perbuatan maksiat maka dia
termasuk ke dalam orang yang tidak sempurna imannya. Secara lafdiyah hadits ini

6 http://allwi1504.blogspot.com/2014/03/berkurangnya-iman-karena-maksiat.html

7
menunjukkan makna bahwa yang melakukan perbuatan maksiat seperti di dalam
hadist termasuk orang yang tidak beriman, tetapi yang dimaksud oleh hadits
tersebut adalah bukan hilangnya iman tetapi hilangnya kesempurnaan iman
seseorang karena melakukan perbuatan maksiat di atas.

Meskipun terdapat perbedaan pendapat ulama dalam memaknai hadits di atas,


inti dari hadits tersebut ialah larangan bagi orang mu’min untuk melakukan
perbuatan maksiat zina, minum khamr, dan mencuri karena perbuatan itu akan
mengurangi kesempurnaan keimanan seseorang. Dengan demikian iman
seseorang akan berkurang kesempurnaannya jika dia melakukan maksiat, dan
akan bertambah juga kesempurnaannya jika melakukan ibadah.

E. Rasa Malu Sebagian dari Iman

Hadits:

‫ار َوهُ َو‬


ِ ‫ص‬َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َم َّر َعلَى َرج ٍُل ِمنَ اَأْل ْن‬ َ ‫ َأ َّن َرس‬،‫يث اب ِْن ُع َم َر‬
َ ِ‫ُول هللا‬ ُ ‫َح ِد‬
‫إن ْالحياة من‬ َّ َ‫ « َد َعهُ ف‬:‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ َ‫يَ ِعط َأخَاهُ فِي ْال َحيَاء فَق‬
َ ِ‫ال َرسُو ُل هللا‬
‫ البخاري‬4‫ أخرجه‬.»‫ اإليمان‬7

Artinya:

Hadits riwayat Ibnu Umar Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu


“alaihi wasallam berjalan melewati seorang sahabat dari ansar yang saat itu
sedang memberi pengarahan kepada saudaranya tentang malu. Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Biarkan dia begitu, karena sesungguhnya
malu adalah bagian dari iman”. (Shahih al-Bukhariy hadis no. 23)

Hadist tersebut memberikan petunjuk bahwasanya iman memiliki banyak


sekali cabang, salah satunya ialah rasa malu. Secara psikologis, malu memiliki arti
yang beragam, salah satunya adalah suatu keadaan atau kondisi yang dialami
manusia akibat tindakan yang dilakukan sebelumnya dan kemudian ingin
ditutupinya (Stephen Pattinson, 2000). Rasa malu datang secara alami kepada

7 Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, Al-Lu’lu wa al-Marjan, Dar al-Fikr, Beirut, tt.

8
orang yang ingin menyembunyikan diri karena perasaan tidak nyaman jika
perbuatannya diketahui oleh orang lain.8

Malu merupakan sifat atau perasaan yang membentengi seseorang dari


melakukan sesuatu yang rendah atau kurang sopan. Agama Islam sendiri
memerintahkan pemeluknya untuk memilki sifat malu. Islam menempatkan
budaya rasa malu sebagai bagian dari keimanan seseorang dan orang yang
beriman pasti memiliki sifat malu dalam menjalani kehidupan. Salah satu dari ciri
khas orang yang beriman ialah sifat malu. Seseorang yang memiliki sifat ini
kemudia ia melakukan sebuah kesalahan maka dalam dirinya akan timbul rasa
penyesalan. Sebaliknya, Orang yang tidak memiliki rasa malu mereka akan biasa
saja ketika melakukan sebuah kesalahan meskipun banyak orang sudah
mengetahui apa yang telah dilakukannya.

Terdapat 3 macam sifat malu yang perlu melekat dalam diri seseorang, di
antaranya:

1. Sifat pertama, Rasa malu pada diri sendiri ketika hanya sedikit melakukan
amal saleh dihadapan Allah serta menebar kebaikan kepada sesama umat. Rasa
malu ini mendorong seseorang untuk meningkatkan kuantitas beramal sholeh
kepada Allah juga pada umat manusia lainnya.

2. Sifat kedua, rasa malu kepada sesama umat manusia. Sifat ini penting
karena mampu membantu manusia mengendalikan diri agar terhindar dari
perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Meskipun alasan dilakukannya bukan
karena Allah namun hal ini dapat memelihara manusia dari perbuatan dosa.

3. Sifat ketiga, malu kepada Allah. Ini merupakan malu yang paling terbaik
dan bisa membawa kebahagiaan dalam hidup. Orang yang memiliki rasa malu
pada Allah tidak akan berani melakukan kesalahan dan meninggalkan
kewajibannya sebagai umat muslim.9

8 Chatib Saefullah, M.Ag., Komplikasi Hadis Dakwah”, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,
2018) Hal. 63
9 Ridwan Anwar, Rasa Malu Menggambarkan Kwalitas Keimanan Seorang Muslim,
https://badilag.mahkamahagung.go.id/, diakses pada pukul 20.40 WIB

9
PENUTUPAN

Kesimpulan

Iman merupakan salah satu aspek kajian terpenting dalam sejumlah hadis
Nabi shalallahu alaihi wassalam. Dan iman ini berkenaan dengan hati serta
tentunya tidak ada satupun yang tau akan sesuatu yang ada didalam hati manusia
kecuali Allah SWT. Namun, sebagai orang yang lemah manusia dapat menilai
apakah seorang itu benar-benar beriman yang baik atau tidak. Tentunya hal itu

10
dapat dinilai dari perbuatan baik maupun buruk yang nyata dalam kehidupan
sehari-hari. Karena iman tidak hanya cukup dengan pengakuan di hati saja tetapi
harus terealisasi dalam kehidupan. Bila perilakunya baik maka itu sebuah indikasi
bahwa iman yang dimiliki seseorang itu bagus, dan sebaliknya, jika dari segi
perbuatannya buruk kepada diri sendiri maupun kepada sesama berarti imannya
telah rusak dan tidak sempurna.

DAFTAR PUSTAKA

Saefullah Chatib, Komplikasi Hadis Dakwah, (Bandung: Simbiosa


Rekatama Media, 2018)

Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, Al-Lu’lu wa al-Marjan, Dar al-Fikr, Beirut, tt.

Muhammad ibn ‘Abd al- ‘Aziz, Al-adab al-Nabawi, Mustafa al-Bab al-
Halabiy, Mesir, 1960 http://allwi1504.blogspot.com/2014/03/berkurangnya-iman-
karena-maksiat.html

11
Ridwan Anwar, Rasa Malu Menggambarkan Kwalitas Keimanan Seorang
Muslim, https://badilag.mahkamahagung.go.id/, diakses pada pukul 20.40 WIB.

12

Anda mungkin juga menyukai