Disusun Oleh:
Kelompok 12
Manajemen Dakwah/1.B
Dosen Pengampu:
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. atas berkat serta karunia-Nya
kelompok kami mampu menuntaskan makalah yg berjudul “Implementasi Iman
dalam Kehidupan Sosial” ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurah kepada Rasulullah SAW., kepada para keluarganya, sahabat dan kepada
seluruh pengikutnya hingga akhir hayat nanti.
Kami ucapkan terima kasih pada Bapak Khaeron Sirin, MA, MDC, CM
Selaku dosen mata kuliah “Hadist” yang telah membimbing kami pada perkuliahan
ini. Serta kepada seluruh rekan yang telah mendukung terselesaikannya makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran supaya
kedepannya saya bisa menyusun makalah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini
bisa menjadi bahan pembelajaran, wawasan serta bermanfaat untuk meningkatkan
pengetahuan kita.
Penyusun
i
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Iman bukanlah kata benda yang statis, tetapi iman merupakan sebuah energi
spiritual yang berfungsi mengendalikan dan mengarahkan kemauan keras seseo-
rang dalam memahami, memilih, dan menjalani sebuah kebenaran. Oleh karena
itu, iman tidak cukup hanya sebatas pada pengakuan atau penegasan keyakinan
akan keberadaan Tuhan saja, melainkan iman adalah implementasi perbuatan-per-
buatan ketuhanan, sehingga iman yang tidak menghasilkan perbuatan-perbuatan
ketuhanan itu ialah dusta.
Karena Iman tidak hanya cukup dengan pengakuan dalam hati tetapi harus
tersosialisasi dalam kehidupan. Bila perlakuannya baik berarti hal itu terindikasi
bahwa imannya bagus, namun bilamana sebaliknya, sebuah perlakuan itu jelek be-
rarti imannya rusak.
1
PEMBAHASAN
Iman yang asalnya dari bahasa arab ini memiliki makna keyakinan serta
perbuatan yang tersirat di dalamnya. Iman yang hanya diucapkan melalui lisan
saja belum cukup menghasilkan apa-apa, maka itu dalam implementasi iman
butuh adanya perbuatan sesuai dengan yang kita yakini. Misalnya kita mengimani
adanya Allah Swt, maka untuk membuktikannya kita harus mematuhi segala yang
diperintahkan oleh Allah Swt.
4ا4 و4 ُد4َه4 ا4ج4َ 4و4َ 4ا4و4ُب4 ا4َ ت4ر4ْ 4َ ي4 ْم4َ ل4 َّم4ُ ث4 ِه4ِل4 و4 ُس4 َر4َو 4ِ هَّلل4 ا4ِ ب4ا4و4ُ ن4 َم4 آ4ن4َ 4 ي4 ِذ4َّل4 ا4ن4َ 4و4ُ ن4 ْؤ ِم4 ُم4 ْل4 ا4 ا4 َم4َِّإ ن
4ن4َ 4و4ُ ق4 ِد4 ا4َّ4ص4ل4 ا4 ُم4ُ ه4ك 4َ ِئ4َل4ٰ4 ُأ و4ۚ 4ِ هَّللا4 ِل4 ي4ِ ب4 َس4 ي4ِ ف4 ْم4 ِه4س4ِ 4ُ ف4 َأ ْن4و4َ 4 ْم4 ِه4ِل4 ا4 َو4 َأ ْم4ِب
Artinya:
Melalui ayat tersebut kita jadi mengetahui bahwa iman yang akan
diterima dan benar adalah keyakinan yang tidak dicampuri dengan keraguan dan
amalan yang diantaranya berupa jihad dengan harta dan jiwa di jalan Allah Swt.
Jadi iman yang benar adalah yang meliputi dua hal, yaitu pertama, keyakinan kuat
yang tidak dicampuri dengan keraguan, kedua perbuatan yang membuktikan
keyakinan itu dan ia merupakan buahnya.
Hadits:
2
اَل يُْؤ ِم ُن َأ َح َد ُكم َحتَّى: قال، عن النبي صلى هللا عليه وسلم،عَن أنس رضي هللا عنه
) (رواه البخاري ومسلم وأحمد والنسائي.ي ُِحبَّ َأِل ِخي ِه َما ي ُِحبُّ لنفسه1
Artinya:
Seseorang mukmin yang ingin mendapat ridho Allah SWT. Harus berusaha
untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang diridhai-Nya, salah satunya ialah
mencintai sesama saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri. Namun
demikian, hadist di atas tidak dapat diartikan jika seseorang mukmin yang tidak
mencintai saudaranya seperti dirinya sendiri berarti tidak beriman, maksud hadist
di atas ialah tidak sempurna imannya seseorang jika tidak mencintai saudaranya
seperti mencintai dirinya sendiri.2
Menurut Syekh Jalaluddin al-Rumi (dalam H.M. Laily Mansur, 1996), cinta
adalah totalitas dari perwujudan kasih seseorang terhadap yang dicintainya (tuhan)
1 Muḥammad ibn ‘Abd al- ‘Azīz al-Khūliy, Al-Adab al-Nabawi, Muṣṭafā al-Bāb al-Ḥalabiy,
Mesir, 1960
2 https://pustakamediasyariah.blogspot.com/2015/05/hadis-cinta-sesama-muslim.html
3
sehingga perasaan cinta yang dimiliki seorang pecinta dapat mengalahkan segala
rasa yang timbul dalam hatinya.3
Hadits:
عن عبد هللا بن عمرو رضي هللا علينا عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال المسلم من
ر َم ْن ه ََج َر ما نهى هللا عنه» (رواه البخاري4ُ اج ْ عالم المشفقون من لسانه ويده
ِ َوال ُمه
وَأبُو دَا ُود َوالنَّ َسالِي4
4
sesama muslimnya tidak merasa disakiti oleh tangannya, baik fisik seperti dengan
memukulnya, merusak harta bendanya, maupun menyakitinya melalui lisannya.
Hadits:
Artinya:
5 Muhammad ibn ‘Abd al- ‘Aziz al-Khully, Al-adab al-Nabawi, Mustafa al-Bab alHalabiy,
Mesir, 1960.
5
dua bentuk keimanan yaitu iman kepada Allah dan hari akhir. Iman kepada Allah
merupakan awal permulaan dari segala sesuatu sedangkan iman kepada hari akhir
adalah akhir dari kehidupan seluruh makhluk hidup di dunia sehingga ada banyak
sekali yang harus diimani pada hari akhir itu. Maka dari itu manusia yang benar-
benar beriman kepada allah dan hari akhir, ia akan berbuat kebaikan dan menjauhi
segala macam kemaksiatan.
Orang menahan banyak berbicara kecuali berucap dalam hal-hal baik. Hal
ini bertujuan agar dapat terhindar dari dosa dan kejelekan. Namun di zaman yang
modern ini manusia justru dihadapkan oleh dua dilema, dalam satu sisi kita
diperintah untuk menghormati tamu baik itu dalam bentuk perkataan maupun
perbuatan, di sisi lain terdapat kekhawatiran bahwa tidak semua tamu itu baik.
Islam mengajarkan dalam menghadapi hal seperti tersebut kita harus tetap
menghormati tamu serta namun selalu waspada jika terlihat hal-hal yang
mencurigakan.
2. Menyayangi Tetangga
Kata tetangga di sini bermakna umum, baik itu yang dekat maupun jauh,
kafir, muslim, orang fasik, ahli ibadah, musuh dan lain-lain yang bertempat
tinggal tidak jauh dari lingkungan kita berada. Berbuat baik kepada tetangga dapat
dilakukan dengan beragam banyak upaya, misalnya seperti memberi bantuan saat
dia didatangi oleh kesulitan, menjenguknya apabila sedang sakit, melayat dan ikut
berbelasungkawa jika ada salah satu orang terdekatnya yang meninggal dunia.
3. Memuliakan Tamu
6
D. Berkurangnya Iman dan Islam Karena Maksiat
Hadits:
Artinya:
Arti yang terkandung dalam ini Hadits ini termasuk hadits yang sudah
diikhtilafkan maknanya oleh para ulama. Adapun pendapat yang shahih tentang
makna hadits di atas adalah bahwa tidak ada seorangpun yang melakukan
perbuatan maksiat seperti dalam hadist sedang ia berada dalam keimanan yang
sempurna. Dengan kata lain, orang yang melakukan perbuatan maksiat maka dia
termasuk ke dalam orang yang tidak sempurna imannya. Secara lafdiyah hadits ini
6 http://allwi1504.blogspot.com/2014/03/berkurangnya-iman-karena-maksiat.html
7
menunjukkan makna bahwa yang melakukan perbuatan maksiat seperti di dalam
hadist termasuk orang yang tidak beriman, tetapi yang dimaksud oleh hadits
tersebut adalah bukan hilangnya iman tetapi hilangnya kesempurnaan iman
seseorang karena melakukan perbuatan maksiat di atas.
Hadits:
Artinya:
7 Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, Al-Lu’lu wa al-Marjan, Dar al-Fikr, Beirut, tt.
8
orang yang ingin menyembunyikan diri karena perasaan tidak nyaman jika
perbuatannya diketahui oleh orang lain.8
Terdapat 3 macam sifat malu yang perlu melekat dalam diri seseorang, di
antaranya:
1. Sifat pertama, Rasa malu pada diri sendiri ketika hanya sedikit melakukan
amal saleh dihadapan Allah serta menebar kebaikan kepada sesama umat. Rasa
malu ini mendorong seseorang untuk meningkatkan kuantitas beramal sholeh
kepada Allah juga pada umat manusia lainnya.
2. Sifat kedua, rasa malu kepada sesama umat manusia. Sifat ini penting
karena mampu membantu manusia mengendalikan diri agar terhindar dari
perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT. Meskipun alasan dilakukannya bukan
karena Allah namun hal ini dapat memelihara manusia dari perbuatan dosa.
3. Sifat ketiga, malu kepada Allah. Ini merupakan malu yang paling terbaik
dan bisa membawa kebahagiaan dalam hidup. Orang yang memiliki rasa malu
pada Allah tidak akan berani melakukan kesalahan dan meninggalkan
kewajibannya sebagai umat muslim.9
8 Chatib Saefullah, M.Ag., Komplikasi Hadis Dakwah”, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,
2018) Hal. 63
9 Ridwan Anwar, Rasa Malu Menggambarkan Kwalitas Keimanan Seorang Muslim,
https://badilag.mahkamahagung.go.id/, diakses pada pukul 20.40 WIB
9
PENUTUPAN
Kesimpulan
Iman merupakan salah satu aspek kajian terpenting dalam sejumlah hadis
Nabi shalallahu alaihi wassalam. Dan iman ini berkenaan dengan hati serta
tentunya tidak ada satupun yang tau akan sesuatu yang ada didalam hati manusia
kecuali Allah SWT. Namun, sebagai orang yang lemah manusia dapat menilai
apakah seorang itu benar-benar beriman yang baik atau tidak. Tentunya hal itu
10
dapat dinilai dari perbuatan baik maupun buruk yang nyata dalam kehidupan
sehari-hari. Karena iman tidak hanya cukup dengan pengakuan di hati saja tetapi
harus terealisasi dalam kehidupan. Bila perilakunya baik maka itu sebuah indikasi
bahwa iman yang dimiliki seseorang itu bagus, dan sebaliknya, jika dari segi
perbuatannya buruk kepada diri sendiri maupun kepada sesama berarti imannya
telah rusak dan tidak sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Fu’ad ‘Abdul Baqi, Al-Lu’lu wa al-Marjan, Dar al-Fikr, Beirut, tt.
Muhammad ibn ‘Abd al- ‘Aziz, Al-adab al-Nabawi, Mustafa al-Bab al-
Halabiy, Mesir, 1960 http://allwi1504.blogspot.com/2014/03/berkurangnya-iman-
karena-maksiat.html
11
Ridwan Anwar, Rasa Malu Menggambarkan Kwalitas Keimanan Seorang
Muslim, https://badilag.mahkamahagung.go.id/, diakses pada pukul 20.40 WIB.
12