SOSIAL
Di
S
U
S
U
N
Oleh :
Nama : 1. Nanda Alia (22130177)
2. Multahada (22120200)
Kelompok : II
Semester : VI
Pembimbing : M. Fazil, M.Ag
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi ......................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................. 3
C. Tujuan ............................................................................... 3
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman................................................................. 7
B. Hadist Cinta Sesama Muslim............................................. 8
C. Hadist Muslim Tidak Mengganggu Orang Lain................ 10
D. Hadist Menghadapi Tamu, Tetangga, dan Cara Bertutur
Kata.................................................................................... 12
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................ 15
B. Saran................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
perbuatan. Artinya kepercayaan dan keyakinan kepada Allah Swt harus dibarengi
dengan perbuatan- perbuatan yang baik (amal shalih) dalam setiap kesempatan dan di
manapun berada. Iman dalam konteks kehidupan sosial sebagaimana yang terekam
dalam literature hadits memiliki jangkauan yang luas dan ruang lingkup yang tak
terbatas. Dapat dikatakan bahwa iman meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia.
Akan tetapi walaupun segi-segi sosial kemanusiaan yang berhubungan dengan iman
Salah satu aspek kajian terpenting dalam sejumlah besar hadits Nabi adalah
Hampir-hampir umat Islam terfokus pada kajian iman dalam pengertian yang
terbatas, parsial dengan melihat aspek iman hanya persoalan teologis kepada Allah,
Rasul, kitab-kitab, malaikat, hari kiamat dan takdir. Iman bukan merupakan kata
benda yang statis, tetapi iman adalah energi spiritual yang mengendalikan dan
Karena itu iman tidak berhenti pada pengakuan atau pernyataan akan kepercayaan
adanya Tuhan saja, lebih jauh lagi iman adalah aktualisasi dalam amal kesalehan,
sehingga iman yang tidak melahirkan kesalehan bertindak adalah dusta. Oleh
karenanya mengkaji keimanan sebagaimana dipraktikkan dan diajarkan oleh
Rasulullah merupakan kajian menarik dan akan selalu urgen dan tidak akan pernah
Para sahabat dan ulama telah mendefinisikan istilah iman, sepeti diucapkan
oleh Ali bin Abi Thalib r.a “iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang
benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota”. Aisyah r.a berkata “iman kepada
allah itu mengakur dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan
lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan
keyakinan yang dibenarkan oleh hati, diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan
perbuatan. Diantara salah satu ciri kesempurnaan iman seseorang adalah bahwa ia
mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri, tidak mengganggu orang lain
Oleh karena itu, penulis akan membahas lebih lanjut realisasi iman dalam
kehidupan sosial dan hadist-hadist yang berkaitan dengan mencintai sesama dengan
mencintai dirinya sendiri, tidak mengganggu orang lain dan memperlakukan tamu,
C. Tujuan
dengan iman
PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman
Iman dalam konteks kehidupan sosial memberi pengertian bahwa iman tidak
hanya mencakup aspek keyakinan beragama, yang meliputi keimanan kepada Allah,
Malaikat- malaikatNya, Kitab-kitabnya, Rasul-rasulNya, Hari Kiamat, dan Qadha’
dan Qadar. Iman juga memberi petunjuk dan tuntunan serta menaruh perhatian besar
terhadap realitas kehidupan manusia. Dengan kata lain, iman yang benar-benar
sebagai aspek keyakinan berkorelasi positif dan memberi pengaruh kuat dan
signifikan terhadap kualitas kehidupan sosial dan kemanusiaan.
Berdasarkan riwayat hadits dari berbagai jalur periwayatan (sanad),
Rasulullah secara eksplisit menjelaskan keterkaitan antara iman dan kehidupan sosial
Maka disini penulis akan menyampaikan hadits-hadits yang berkaitan dengan aspek
sosial kemanusiaan. Tujuannya adalah untuk melihat bagaimana operasional iman
dalam aktivitas sosial sehari-hari sebagaimana terekam dalam literature-literatur
hadits. Tentu sangat banyak segi-segi sosial kemanusiaan yang terekam dari
kehidupan pribadi Rasulullah, yang menjadi model (uswah dan qudwah) dan
behavior (sunnah) bagi umatnya. Paling tidak kita dapat mengambil nilai-nilai
esensial yang bersifat universal, sehingga memungkinkan untuk dimanifestasikan
dalam konteks kehidupan.
Iman yang berasal dari bahasa Arab ini memang mempunyai arti keyakinan,
dan tersirat adanya perbuatan. Iman yang diucapkan dengan lisan saja belum
menghasilkan apa-apa. apa. Oleh karena itu, dalam realisasinya iman itu perlu
adanya perbuatan sesuai dengan yang kita yakini. Misalnya kita beriman adanya
Allah Swt, maka untuk membuktikannya kita harus mematuhi segala yang
diperintahkan oleh Allah Swt.
Sebagaimana firman Allah yang artinya,
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang
percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu
dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah.
mereka itulah orang-orang yang benar”. (Q.S Al-Hujurat:15).
Dari ayat tersebut kita mengetahui bahwa iman yang diterima dan benar
adalah keyakinan yang tidak dicampuri dengan keraguan dan amalan yang
diantaranya berupa jihad dengan harta dan jiwa di jalan Allah Swt. Jadi iman yang
benar adalah yang meliputi dua hal, yaitu pertama, keyakinan kuat yang tidak
dicampuri dengan keraguan; Kedua perbuatan yang membuktikan keyakinan itu dan
ia merupakan buahnya.
B. Hadist Cinta Sesama Muslim
ال ي ِو من احد كم حىّت حيّب: عن انس رضي اهلل عنه عن الّنّيب صّلى اهلل عليه وسلم قا ل
) (رواه البخا رى ومسلم وامحد والنسائ.ال خيه ما حيّب لنفسه
Dari Anas r.a. berkata bahwa nabi saw bersabda: “ Tidakah termasuk beriman
seseorang diantara kamu sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai
dirinya sendiri. (H.R Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa`i)1
Hadis di atas menegaskan bahwa di antara ciri kesempurnaan iman seseorang
adalah bahwa ia mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri. Kecintaan
yang dimaksudkan disini termasuk di dalam rasa bahagia jika melihat sesamanya
muslim mendapatkan kebaikan yang ia senangi, dan tidak senang jika sesamanya
muslim mendapat kesulitan dan musibah yang ia sendiri membencinya. Ketiadaan
sifat seperti itu menurut hadis di atas menunjukkan kurang atau lemahnya tingkat
keimanan seseorang.
Islam sangat menghargai persaudaraan dalam arti sebenarnya. Persaudaraan
yang datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan dan bukan hal-hal lain,
sehingga betul-betul merupakan persaudaraan murni dan suci. Persaudaraan yang
akan abadi seabadi imannya kepada Allah SWT. Dengan kata lain, persaudaraan
yang didasarkan lillah.
1
Rajab Ibnu, Panduan Ilmu dan Hikmah, Syarah Lengkap Al-Arbain- An- Nawawi, (Jakarta:
Darul Falah), hadits no.4
Orang yang mencintai saudaranya karena Allah akan memandang bahwa
dirinya merupakan salah satu anggota masyarakat, yang harus membangun suatu
tatanan untuk kebahaiaan bersama. Apapun yang dirasakan oleh saudaranya, baik
kebahagiaan maupun kesengsaraan, ia anggap sebagai kebahagiaan dan kesengsaraan
juga. Dengan demikian, terjadi keharmonisan hubungan antar individu yang akan
memperkokoh persatuan dan kesatuan.
Masyarakat seperti itu telah dicontohkan pada zaman Rasulullah SAW. Kaum
anshor dengan tulus ikhlas menolong dan merasakan penderitaan yang dialami oleh
kaum muhajirin sebagau penderitaannya. Perasaan seperti itu bukan didasarkan
keterkaitan darah atau keluarga, tapi didasarkan pada keimanan yang teguh. Tak
heran kalau mereka rela memberikan apa saja yang dimilikinya untuk menolong
saudaranya dari kaum muhajirin, bahkan ada yang menawarkan salah satu isterinya
untuk dinikahkan kepada sudaranya dari kaum muhajirin. Persaudaraan seperti itu
sungguh mencerminkan betapa kokoh dan kuatnya keimanan seseorang. Ia selalu
siap menolong saudaranya seiman tanpa diminta, bahkan tidak jarang mengorbankan
kepentingannya sendiri demi menolong saudaranya. Perbuatan baik seperti itulah
yang akan mendapat pahala besar di sisi Allah SWT, yakni memberikan sesuatu yang
sangat dicintainya kepada saudaranya, tanpa membedakan antara saudranya seiman
dengan dirinya sendiri.
Sebaliknya orang-orang mukmin yang egois, yang hanya mementingkan
kebahagiaan dirinya sendiri, pada hakikatnya tidak memiliki keimanan
sesungguhnya. Hal ini karena perbuatan seperti ini merupakan perbuatan orang kufur
dan tidak disukai Allah SWT. Tidaklah cukup dipandang mukmin yang taat
sekalipun khusyuk dalam shalat atau melakanakan semua rukun islam bila ia tidak
peduli terhadap nasib saudaranya seiman. Namun demikian, dalam mencintai
seorang mukmin, sebagaimana dikatakan diatas harus didasari lillah.2
Dalam hadits lain juga ada menyebutkan betapa pentingnya memiliki sifat
tersebut, bahkan Nabi Shallallahi ‘Alaihi Wasallam menomerkan masuk surga bagi
orang yang memilikinya. Sebagaimana dalam hadits berikut ini:
2
Syafe’i Rahmat, Al-Hadis, )Bandung: Pustaka Setia, 2000), hal. 37-38
َثَال ث َمْن ُكَّن ِفي ِه َو َج َد: َعْن َاَنس َر ض َي ا اُهلل َعْن ُه َعِن الَّنِّيِب صلى اهلل عليه وسلم َقا َل
, َو َاْن ِحُي ُّب ُه إَأل ِهلل, َأْن َيُك ْو َن اُهلل َو َرُس ول ل ُه َأ َح َّب إَلي ِه َّمِما ِس َو ا َمُها:َح َال َو َة ا ِإل َميان
َاْن َيْك َه َأْن َيُعوَد يِف الُك ْف ر َك ا َيْكرُه َأْن ُيْق َذ َف يِف الَّناِر
َم َر َو
Diriwayatkan dari Anas r.a.: Nabi Shallallahi ‘Alaihi Wasallam. Pernah bersabda,
“siapapun yang memiliki tiga kualitas berikut akan memperoleh kelezatan iman:
Orang yang mencintai Allah Azza Wa Jalla dan Rasul-Nya (Muhammad Shallallahi
‘Alaihi Wasallam) melebihi apapun. Orang yang mencintai orang lain semata-mata
karena Allah. Orang yang membenci kekafiran sebagaimana ia membenci
dimasukkan kedalam api neraka. (H.R. Bukhari)
Salah satu tanda kesempurnaan iman seorang mukmin adalah mencintai
saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Hal itu direalisasikan dalam
kehidupannya sehari-hari dengan berusaha untuk menolong dan merasakan
kesusahan maupun kebahagiaan saudaranya seiman yang di dasarkan atas keimanan
yang teguh kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Dia tidak berpikir panjang untuk
menolong saudaranya sekalipun sesuatu yang diperlukan saudaranya benda yang
paling ia cintai.
C. Hadist Muslim Tidak Mengganggu Orang Lain
الَّلُه َعَلْيِه َو َس َّلَم َيُق وُل اْلُمْس ِلُم َمْن َس ِلَم اْلُمْس ِلُم وَن ِم ْن ِلَس اِنِه َو َيِدِه َو اْلُم َه اِج ُر َمْن َه َج َر َم ا
َمْن َك اَن ُيْؤ: َقال َرُس وُل اِهلل صلي اهلل َعَليه َو َس َلْم: َعن َأىِب ُه َر ْيَر َة َر ِض ى اُهلل عنه َاْنُه َقا ل
ِس ِم ِخ ِم ِب ِهلل ِم ِخ ِم ِب ِهلل
َو َمْن َك ا َن ُيْؤ ُن ا ا َو ْالَيْو ْاأل ِر َفلُيْح ْن, ُن ا ا َو الَيْو اَأل ِر َفْلُيْك رْم َض ْيَف ُه
(أْخ َر َج ُه الَّش ْيَخ ان. َو َمْن َك اَن ُيْؤ ِم ُن ِب ا اِهلل َو ْالَيْو ِم اَأل ِخ ِر َفْلَيُق ْل َخرْي, ِاىَل ِإىَل َج اِرِه
)وابن َم اَج ه
“Dari abu Huraira r.a. Ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahi ‘Alaihi Wasallam.
Bersabda,“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, ia harus
memuliakan tamunya, Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, ia
harus berbuat baik kepada tetangganya, Dan barang siapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir, ia harus berkata baik atau diam. (H.R, Bukhari dan Muslim dan Ibnu
Majah).
Hadits di atas diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dari banyak jalur dari
Abu Hurairah. Di sebagian redaksinya disebutkan, “maka ia jangan menyakiti
tetangganya. ”Di sebagian redaksi lainnya disebutkan, “hendaklah ia baik dalam
memuliakan tamunya.” Di sebagian redaksinya yang lain disebutkan, “hendaklah ia
menyambung kerabatnya,” menggantikan penyebutan tetangga.
Dari hadits yang pertama di atas, itu dapat kita simpulkan ada tiga perkara
yang dapat kita simpulkan yang di dasarkan keimanan kepada Allah dan hari akhir,
yakni memuliakan tamu, memuliakan tetangga dan berbicara baik atau diam.
1. Memuliakan Tamu
Yang dimaksud dengan memuliakan tamu adalah memperbaiki pelayanan
terhadap mereka sebaik mungkin. Pelayanan yang baik tentu saja dilakukan
berdasarkan kemampuan dan tidak memaksakan di luar dari kemampuan. Dalam
sejumlah hadis dijelaskan bahwa batas kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari
tiga malam. Pelayanan lebih dari tiga hari tersebut termasuk sedekah. Hal itu
didasarkan pada sabda Rasulullah Shallallahi ‘Alaihi Wasallam..:
َح َّد َثَنا ُقَتْيَبُة ْبُن َس ِعيٍد َح َّد َثَنا َلْيٌث َعْن َس ِعيِد ْبِن َأيِب َس ِعيٍد َعْن َأيِب ُش َر ْيٍح اْلَع َد ِو ِّي َأَّنُه َقاَل
ِمَس َعْت ُأُذَناَي َو َأْبَص َر ْت َعْيَناَي ِح َني َتَك َّلَم َرُس وُل الَّلِه َص َّلى الَّلُه َعَلْي ِه َو َس َّلَم َفَق اَل َمْن َك اَن
ِه ِئ ِئ ِم ِخ ِه ِم
ُيْؤ ُن ِبالَّل َو اْلَيْو اآل ِر َفْلُيْك ِر ْم َض ْيَف ُه َج ا َز َتُه َق اُلوا َو َم ا َج ا َز ُتُه َيا َرُس وَل الَّل َق اَل َيْو ُم ُه
)َو َلْيَلُتُه َو الِّض َياَفُة َثَالَثُة َأَّياٍم َفَم ا َك اَن َو َر اَء َذِلَك َفُه َو َص َد َقٌة َعَلْيه (متفق عـليه
“Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, Laits telah menceritakan
kepada kami, dari Sa’id bin Abi Sa’id, dari Abi Syuraih al-’Adawiy, berkata, Saya
telah mendengar Rasulullah Shallallahi ‘Alaihi Wasallam. bersabda: “Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, ia harus menghormati tamunya
dalam batas kewajibannya. Sahabat bertanya, “yang manakah yang masuk batas
kewajiban itu ya Rasulullah? Nabi menjawab, batas kewajiban memuliakan tamu itu
tiga hari tiga malam, sedangkan selebihnya adalah shadaqah.” (Mutafaq Alaih)
Jika ketentuan-ketentuan seperti disebutkan di atas dilaksanakan oleh segenap
umat Islam, maka dengan sendirinya terjalin keharmonisan di kalangan umat Islam.
Keharmonisan di antara umat Islam merupakan modal utama dalam menciptakan
masyarakat yang aman dan damai.
2. Memuliakan Tetangga
Maksud tetangga di sini itu umum, baik yang dekat maupun jauh, muslim,
kafir, ahli ibadah, musuh dan lain-lain. Namun demikian dalam memuliakan mereka,
terdapat tingkatan antara antara satu tetangga dengan yang lainnya. Selain itu di
haruskan pula menjaga mereka dari ancaman gangguan dan bahaya.
Di antara akhlak terpenting terpentng terhadap tetangga adalah:
3
Syafe’i,Rachmat. Al-Hadis. Aqidah Akhlak, sosial dan Hukum, (Bandung: Pustaka Setia,
2000), hal. 88-89
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rajab,Ibnu. Panduan Ilmu dan Hikmah, Syarah Lengkap Al-Arbain- An- Nawawi.
Jakarta: Darul Falah, 2002.