Anda di halaman 1dari 17

REALISASI IMAN DALAM KEHIDUPAN

SOSIAL

Di
S
U
S
U
N

Oleh :
Nama : 1. Nanda Alia (22130177)
2. Multahada (22120200)
Kelompok : II
Semester : VI
Pembimbing : M. Fazil, M.Ag

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH


PERGURUAN TINGGI ISLAM
ALHILAL SIGLI
2023/2024
KATA PENGANTAR

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT,


atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini tepat waktu dengan judul “Realisasi Iman dalam Kehidupan Sosial”.
Dengan ini penulis ucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang
telah mengarahkan penulis. Penulis ucapkan terimakasih juga kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini. Semoga tugas yang penulis
buat dapat bermanfaat bagi penulis pribadi maupun pihak yang membaca.
Penulis menyadari bahwa tugas ini sangat jauh dari sempurna, masih
banyak kelemahan dan kekurangan. Setiap saran, kritik, dan komentar yang
bersifat membangun dari pembaca sangat penulis harapkan untuk meningkatkan
kualitas dan menyempurnakan tugas ini.

Sigli, 26 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi ......................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................. 3
C. Tujuan ............................................................................... 3
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman................................................................. 7
B. Hadist Cinta Sesama Muslim............................................. 8
C. Hadist Muslim Tidak Mengganggu Orang Lain................ 10
D. Hadist Menghadapi Tamu, Tetangga, dan Cara Bertutur
Kata.................................................................................... 12
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................ 15
B. Saran................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Rasulullah mengajarkan keimanan secara totalitas dengan hati, lisan, dan

perbuatan. Artinya kepercayaan dan keyakinan kepada Allah Swt harus dibarengi

dengan perbuatan- perbuatan yang baik (amal shalih) dalam setiap kesempatan dan di

manapun berada. Iman dalam konteks kehidupan sosial sebagaimana yang terekam

dalam literature hadits memiliki jangkauan yang luas dan ruang lingkup yang tak

terbatas. Dapat dikatakan bahwa iman meliputi seluruh dimensi kehidupan manusia.

Akan tetapi walaupun segi-segi sosial kemanusiaan yang berhubungan dengan iman

cukup luas jangkauan dan ruang lingkupnya, namun berdasarkan literature-literatur

hadits yang merekam operasional dalam aktivitas sosial Rasulullah dapat

dirumuskan nilai-nilai esensial dan universal sehingga memungkinkan untuk

dimanifestasikan dalam konteks kekinian.

Salah satu aspek kajian terpenting dalam sejumlah besar hadits Nabi adalah

persoalan al-iman (kepercayaan) dengan berbagai aspek kandungan di dalamnya.

Hampir-hampir umat Islam terfokus pada kajian iman dalam pengertian yang

terbatas, parsial dengan melihat aspek iman hanya persoalan teologis kepada Allah,

Rasul, kitab-kitab, malaikat, hari kiamat dan takdir. Iman bukan merupakan kata

benda yang statis, tetapi iman adalah energi spiritual yang mengendalikan dan

mengarahkan ego seseorang untuk mengerti, memilih dan menjalani kebenaran.

Karena itu iman tidak berhenti pada pengakuan atau pernyataan akan kepercayaan

adanya Tuhan saja, lebih jauh lagi iman adalah aktualisasi dalam amal kesalehan,

sehingga iman yang tidak melahirkan kesalehan bertindak adalah dusta. Oleh
karenanya mengkaji keimanan sebagaimana dipraktikkan dan diajarkan oleh

Rasulullah merupakan kajian menarik dan akan selalu urgen dan tidak akan pernah

purna dan sempurna bagi pecinta Allah dan Rasulnya.

Para sahabat dan ulama telah mendefinisikan istilah iman, sepeti diucapkan

oleh Ali bin Abi Thalib r.a “iman itu ucapan dengan lidah dan kepercayaan yang

benar dengan hati dan perbuatan dengan anggota”. Aisyah r.a berkata “iman kepada

allah itu mengakur dengan lisan dan membenarkan dengan hati dan mengerjakan

dengan anggota.” Imam al ghazali menguraikan makna iman “pengakuan dengan

lidah (lisan) membenarkan pengakuan itu dengan hati dan mengamalkannya dengan

rukun-rukun (anggota-anggota). Dengan demikian yang dikatakan beriman itu

keyakinan yang dibenarkan oleh hati, diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan

perbuatan. Diantara salah satu ciri kesempurnaan iman seseorang adalah bahwa ia

mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri, tidak mengganggu orang lain

dan memperlakukan tamu, tetangga dan bertutur kata yang baik.

Oleh karena itu, penulis akan membahas lebih lanjut realisasi iman dalam

kehidupan sosial dan hadist-hadist yang berkaitan dengan mencintai sesama dengan

mencintai dirinya sendiri, tidak mengganggu orang lain dan memperlakukan tamu,

tetangga dan bertutur kata yang baik.


B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan iman?

2. Apa itu mencintai sesama seperti mencintai

dirinya sendiri dan sebutkan hadistnya?

3. Bagaimana yang dimaksud dengan tidak

mengganggu orang lain dan sebutkan hadistnya?

4. Bagaimana cara memperlakukan tamu dan

tetangga dengan baik dan sebutkan hadistnya?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud

dengan iman

2. Untuk mengetahui apa itu mencintai

sesama seperti mencintai dirinya sendiri

3. Untuk mengetahui bagaimana yang

dimaksud dengan tidak mengganggu orang lain

4. Untuk mengetahui bagaimana cara

memperlakukan tamu dan tetangga dengan baik


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Iman

Iman dalam konteks kehidupan sosial memberi pengertian bahwa iman tidak
hanya mencakup aspek keyakinan beragama, yang meliputi keimanan kepada Allah,
Malaikat- malaikatNya, Kitab-kitabnya, Rasul-rasulNya, Hari Kiamat, dan Qadha’
dan Qadar. Iman juga memberi petunjuk dan tuntunan serta menaruh perhatian besar
terhadap realitas kehidupan manusia. Dengan kata lain, iman yang benar-benar
sebagai aspek keyakinan berkorelasi positif dan memberi pengaruh kuat dan
signifikan terhadap kualitas kehidupan sosial dan kemanusiaan.
Berdasarkan riwayat hadits dari berbagai jalur periwayatan (sanad),
Rasulullah secara eksplisit menjelaskan keterkaitan antara iman dan kehidupan sosial
Maka disini penulis akan menyampaikan hadits-hadits yang berkaitan dengan aspek
sosial kemanusiaan. Tujuannya adalah untuk melihat bagaimana operasional iman
dalam aktivitas sosial sehari-hari sebagaimana terekam dalam literature-literatur
hadits. Tentu sangat banyak segi-segi sosial kemanusiaan yang terekam dari
kehidupan pribadi Rasulullah, yang menjadi model (uswah dan qudwah) dan
behavior (sunnah) bagi umatnya. Paling tidak kita dapat mengambil nilai-nilai
esensial yang bersifat universal, sehingga memungkinkan untuk dimanifestasikan
dalam konteks kehidupan.
Iman yang berasal dari bahasa Arab ini memang mempunyai arti keyakinan,
dan tersirat adanya perbuatan. Iman yang diucapkan dengan lisan saja belum
menghasilkan apa-apa. apa. Oleh karena itu, dalam realisasinya iman itu perlu
adanya perbuatan sesuai dengan yang kita yakini. Misalnya kita beriman adanya
Allah Swt, maka untuk membuktikannya kita harus mematuhi segala yang
diperintahkan oleh Allah Swt.
Sebagaimana firman Allah yang artinya,
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang
percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian mereka tidak ragu-ragu
dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah.
mereka itulah orang-orang yang benar”. (Q.S Al-Hujurat:15).
Dari ayat tersebut kita mengetahui bahwa iman yang diterima dan benar
adalah keyakinan yang tidak dicampuri dengan keraguan dan amalan yang
diantaranya berupa jihad dengan harta dan jiwa di jalan Allah Swt. Jadi iman yang
benar adalah yang meliputi dua hal, yaitu pertama, keyakinan kuat yang tidak
dicampuri dengan keraguan; Kedua perbuatan yang membuktikan keyakinan itu dan
ia merupakan buahnya.
B. Hadist Cinta Sesama Muslim

‫ ال ي ِو من احد كم حىّت حيّب‬: ‫عن انس رضي اهلل عنه عن الّنّيب صّلى اهلل عليه وسلم قا ل‬
)‫ (رواه البخا رى ومسلم وامحد والنسائ‬.‫ال خيه ما حيّب لنفسه‬

Dari Anas r.a. berkata bahwa nabi saw bersabda: “ Tidakah termasuk beriman
seseorang diantara kamu sehingga mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai
dirinya sendiri. (H.R Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Nasa`i)1
Hadis di atas menegaskan bahwa di antara ciri kesempurnaan iman seseorang
adalah bahwa ia mencintai sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri. Kecintaan
yang dimaksudkan disini termasuk di dalam rasa bahagia jika melihat sesamanya
muslim mendapatkan kebaikan yang ia senangi, dan tidak senang jika sesamanya
muslim mendapat kesulitan dan musibah yang ia sendiri membencinya. Ketiadaan
sifat seperti itu menurut hadis di atas menunjukkan kurang atau lemahnya tingkat
keimanan seseorang.
Islam sangat menghargai persaudaraan dalam arti sebenarnya. Persaudaraan
yang datang dari hati nurani, yang dasarnya keimanan dan bukan hal-hal lain,
sehingga betul-betul merupakan persaudaraan murni dan suci. Persaudaraan yang
akan abadi seabadi imannya kepada Allah SWT. Dengan kata lain, persaudaraan
yang didasarkan lillah.

1
Rajab Ibnu, Panduan Ilmu dan Hikmah, Syarah Lengkap Al-Arbain- An- Nawawi, (Jakarta:
Darul Falah), hadits no.4
Orang yang mencintai saudaranya karena Allah akan memandang bahwa
dirinya merupakan salah satu anggota masyarakat, yang harus membangun suatu
tatanan untuk kebahaiaan bersama. Apapun yang dirasakan oleh saudaranya, baik
kebahagiaan maupun kesengsaraan, ia anggap sebagai kebahagiaan dan kesengsaraan
juga. Dengan demikian, terjadi keharmonisan hubungan antar individu yang akan
memperkokoh persatuan dan kesatuan.
Masyarakat seperti itu telah dicontohkan pada zaman Rasulullah SAW. Kaum
anshor dengan tulus ikhlas menolong dan merasakan penderitaan yang dialami oleh
kaum muhajirin sebagau penderitaannya. Perasaan seperti itu bukan didasarkan
keterkaitan darah atau keluarga, tapi didasarkan pada keimanan yang teguh. Tak
heran kalau mereka rela memberikan apa saja yang dimilikinya untuk menolong
saudaranya dari kaum muhajirin, bahkan ada yang menawarkan salah satu isterinya
untuk dinikahkan kepada sudaranya dari kaum muhajirin. Persaudaraan seperti itu
sungguh mencerminkan betapa kokoh dan kuatnya keimanan seseorang. Ia selalu
siap menolong saudaranya seiman tanpa diminta, bahkan tidak jarang mengorbankan
kepentingannya sendiri demi menolong saudaranya. Perbuatan baik seperti itulah
yang akan mendapat pahala besar di sisi Allah SWT, yakni memberikan sesuatu yang
sangat dicintainya kepada saudaranya, tanpa membedakan antara saudranya seiman
dengan dirinya sendiri.
Sebaliknya orang-orang mukmin yang egois, yang hanya mementingkan
kebahagiaan dirinya sendiri, pada hakikatnya tidak memiliki keimanan
sesungguhnya. Hal ini karena perbuatan seperti ini merupakan perbuatan orang kufur
dan tidak disukai Allah SWT. Tidaklah cukup dipandang mukmin yang taat
sekalipun khusyuk dalam shalat atau melakanakan semua rukun islam bila ia tidak
peduli terhadap nasib saudaranya seiman. Namun demikian, dalam mencintai
seorang mukmin, sebagaimana dikatakan diatas harus didasari lillah.2
Dalam hadits lain juga ada menyebutkan betapa pentingnya memiliki sifat
tersebut, bahkan Nabi Shallallahi ‘Alaihi Wasallam menomerkan masuk surga bagi
orang yang memilikinya. Sebagaimana dalam hadits berikut ini:

2
Syafe’i Rahmat, Al-Hadis, )Bandung: Pustaka Setia, 2000), hal. 37-38
‫ َثَال ث َمْن ُكَّن ِفي ِه َو َج َد‬: ‫َعْن َاَنس َر ض َي ا اُهلل َعْن ُه َعِن الَّنِّيِب صلى اهلل عليه وسلم َقا َل‬

,‫ َو َاْن ِحُي ُّب ُه إَأل ِهلل‬, ‫ َأْن َيُك ْو َن اُهلل َو َرُس ول ل ُه َأ َح َّب إَلي ِه َّمِما ِس َو ا َمُها‬:‫َح َال َو َة ا ِإل َميان‬

‫َاْن َيْك َه َأْن َيُعوَد يِف الُك ْف ر َك ا َيْكرُه َأْن ُيْق َذ َف يِف الَّناِر‬
‫َم‬ ‫َر‬ ‫َو‬
Diriwayatkan dari Anas r.a.: Nabi Shallallahi ‘Alaihi Wasallam. Pernah bersabda,
“siapapun yang memiliki tiga kualitas berikut akan memperoleh kelezatan iman:
Orang yang mencintai Allah Azza Wa Jalla dan Rasul-Nya (Muhammad Shallallahi
‘Alaihi Wasallam) melebihi apapun. Orang yang mencintai orang lain semata-mata
karena Allah. Orang yang membenci kekafiran sebagaimana ia membenci
dimasukkan kedalam api neraka. (H.R. Bukhari)
Salah satu tanda kesempurnaan iman seorang mukmin adalah mencintai
saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Hal itu direalisasikan dalam
kehidupannya sehari-hari dengan berusaha untuk menolong dan merasakan
kesusahan maupun kebahagiaan saudaranya seiman yang di dasarkan atas keimanan
yang teguh kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Dia tidak berpikir panjang untuk
menolong saudaranya sekalipun sesuatu yang diperlukan saudaranya benda yang
paling ia cintai.
C. Hadist Muslim Tidak Mengganggu Orang Lain

‫الَّلُه َعَلْيِه َو َس َّلَم َيُق وُل اْلُمْس ِلُم َمْن َس ِلَم اْلُمْس ِلُم وَن ِم ْن ِلَس اِنِه َو َيِدِه َو اْلُم َه اِج ُر َمْن َه َج َر َم ا‬

)‫َنَه ى الَّلُه َعْنُه (رواه البخاري وأبو داود والنسائى‬


Telah mengkhabarkan kepada kami 'Amr bin Ali, dia berkata; telah
menceritakan kepada kami Yahya dari Isma'il dari 'Amir dari Abdullah bin 'Amr, dia
berkata; "Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang
muslim adalah orang yang seluruh kaum muslimin merasa selamat dari lidah dan
tangannya, dan orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang
Allah larang." ( H.R. Bukhari, Abu Dawud, dan Nasa’i )
Pesan pertama yang tekandung dalam hadis di atas adalah memberi motivasi
agar umat Islam senantiasa berlaku baik terhadap sesamanya muslim dan tidak
menyakitinya, baik secara fisik maupun hati. Mengingat pentingnya hubungan baik
dengan sesama muslim, maka Rasulullah Shallallahi ‘Alaihi Wasallam.
menggambarkannya sebagai ciri tingkat keislaman seseorang. Orang yang tidak
memberikan rasa tenang dan nyaman terhadap sesamanya muslim dikategorikan
orang muslim sejati. Inilah ciri-ciri muslim yang tidak mengganggu orang lain
Oleh sebab itu, seorang muslim yang sejati harus mampu menjaga dirinya
sehingga orang lain selamat dari kezaliman atau perbuatan jelek tangan dan
mulutnya. Dengan kata lain, ia harus berusaha agar saudaranya sesama muslim tidak
merasa disakiti oleh tangannya, baik fisik seperti dengan memukulnya, merusak harta
bendanya, dan lain-lain ataupun dengan lisannya.
Pesan Kedua, secara tekstual hadits di atas menyebutkan bahwa hijrah yang
sesungguhnya adalah meninggalkan apa yang dimurkai Allah Subhanahu Wata’ala.
Pengertian itu pulalah yang terkandung dalam hijrah Rasulullah Shallallahi ‘Alaihi
Wasallam., yaitu meninggalkan tanah tumpah darahnya karena mencari daerah aman
yang dapat menjamin terlaksananya ketaatan kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Oleh sebab itu, orang yang meninggalkan kampung halaman dan berpindah ke
daerah yang tidak ada jaminan bagi terlaksananya ketaatan kepada Allah tidak
termasuk dalam pengertian hijrah dalam pengertian syariat, meskipun secara bahasa
mengandung pengertian tersebut.
Dengan tidak mengganggu orang lain juga merupakan bentuk berakhlak
mulia dan merupakan perbuatan iman yang paling utama, yaitu dalam kehidupan
sehari-hari kita.
Di antara ciri kesempurnaan iman seseorang adalah tidak mau menyakiti
saudaranya seiman. Selain itu, ia juga berusaha untuk berhijrah (pindah) dari
melakukan perbuatan-perbuatan yang di larang Allah kepada perbuatan-perbuatan
yang di Ridhai-Nya.
D. Hadist Menghadapi Tamu, Tetangga, dan Cara Bertutur Kata

‫ َمْن َك اَن ُيْؤ‬: ‫ َقال َرُس وُل اِهلل صلي اهلل َعَليه َو َس َلْم‬: ‫َعن َأىِب ُه َر ْيَر َة َر ِض ى اُهلل عنه َاْنُه َقا ل‬
‫ِس‬ ‫ِم ِخ‬ ‫ِم ِب ِهلل‬ ‫ِم ِخ‬ ‫ِم ِب ِهلل‬
‫ َو َمْن َك ا َن ُيْؤ ُن ا ا َو ْالَيْو ْاأل ِر َفلُيْح ْن‬, ‫ُن ا ا َو الَيْو اَأل ِر َفْلُيْك رْم َض ْيَف ُه‬
‫(أْخ َر َج ُه الَّش ْيَخ ان‬. ‫ َو َمْن َك اَن ُيْؤ ِم ُن ِب ا اِهلل َو ْالَيْو ِم اَأل ِخ ِر َفْلَيُق ْل َخرْي‬, ‫ِاىَل ِإىَل َج اِرِه‬

)‫وابن َم اَج ه‬
“Dari abu Huraira r.a. Ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahi ‘Alaihi Wasallam.
Bersabda,“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, ia harus
memuliakan tamunya, Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, ia
harus berbuat baik kepada tetangganya, Dan barang siapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir, ia harus berkata baik atau diam. (H.R, Bukhari dan Muslim dan Ibnu
Majah).
Hadits di atas diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dari banyak jalur dari
Abu Hurairah. Di sebagian redaksinya disebutkan, “maka ia jangan menyakiti
tetangganya. ”Di sebagian redaksi lainnya disebutkan, “hendaklah ia baik dalam
memuliakan tamunya.” Di sebagian redaksinya yang lain disebutkan, “hendaklah ia
menyambung kerabatnya,” menggantikan penyebutan tetangga.
Dari hadits yang pertama di atas, itu dapat kita simpulkan ada tiga perkara
yang dapat kita simpulkan yang di dasarkan keimanan kepada Allah dan hari akhir,
yakni memuliakan tamu, memuliakan tetangga dan berbicara baik atau diam.
1. Memuliakan Tamu
Yang dimaksud dengan memuliakan tamu adalah memperbaiki pelayanan
terhadap mereka sebaik mungkin. Pelayanan yang baik tentu saja dilakukan
berdasarkan kemampuan dan tidak memaksakan di luar dari kemampuan. Dalam
sejumlah hadis dijelaskan bahwa batas kewajiban memuliakan tamu adalah tiga hari
tiga malam. Pelayanan lebih dari tiga hari tersebut termasuk sedekah. Hal itu
didasarkan pada sabda Rasulullah Shallallahi ‘Alaihi Wasallam..:
‫َح َّد َثَنا ُقَتْيَبُة ْبُن َس ِعيٍد َح َّد َثَنا َلْيٌث َعْن َس ِعيِد ْبِن َأيِب َس ِعيٍد َعْن َأيِب ُش َر ْيٍح اْلَع َد ِو ِّي َأَّنُه َقاَل‬

‫ِمَس َعْت ُأُذَناَي َو َأْبَص َر ْت َعْيَناَي ِح َني َتَك َّلَم َرُس وُل الَّلِه َص َّلى الَّلُه َعَلْي ِه َو َس َّلَم َفَق اَل َمْن َك اَن‬
‫ِه‬ ‫ِئ‬ ‫ِئ‬ ‫ِم ِخ‬ ‫ِه‬ ‫ِم‬
‫ُيْؤ ُن ِبالَّل َو اْلَيْو اآل ِر َفْلُيْك ِر ْم َض ْيَف ُه َج ا َز َتُه َق اُلوا َو َم ا َج ا َز ُتُه َيا َرُس وَل الَّل َق اَل َيْو ُم ُه‬
)‫َو َلْيَلُتُه َو الِّض َياَفُة َثَالَثُة َأَّياٍم َفَم ا َك اَن َو َر اَء َذِلَك َفُه َو َص َد َقٌة َعَلْيه (متفق عـليه‬

“Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada kami, Laits telah menceritakan
kepada kami, dari Sa’id bin Abi Sa’id, dari Abi Syuraih al-’Adawiy, berkata, Saya
telah mendengar Rasulullah Shallallahi ‘Alaihi Wasallam. bersabda: “Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, ia harus menghormati tamunya
dalam batas kewajibannya. Sahabat bertanya, “yang manakah yang masuk batas
kewajiban itu ya Rasulullah? Nabi menjawab, batas kewajiban memuliakan tamu itu
tiga hari tiga malam, sedangkan selebihnya adalah shadaqah.” (Mutafaq Alaih)
Jika ketentuan-ketentuan seperti disebutkan di atas dilaksanakan oleh segenap
umat Islam, maka dengan sendirinya terjalin keharmonisan di kalangan umat Islam.
Keharmonisan di antara umat Islam merupakan modal utama dalam menciptakan
masyarakat yang aman dan damai.
2. Memuliakan Tetangga
Maksud tetangga di sini itu umum, baik yang dekat maupun jauh, muslim,
kafir, ahli ibadah, musuh dan lain-lain. Namun demikian dalam memuliakan mereka,
terdapat tingkatan antara antara satu tetangga dengan yang lainnya. Selain itu di
haruskan pula menjaga mereka dari ancaman gangguan dan bahaya.
Di antara akhlak terpenting terpentng terhadap tetangga adalah:

· Menyampaikan ucapan selamat ketika tetangga sedang bahagia

· Menjenguknya tatkala sakit

· Bertakziah ketika ada keluarganya yang meninggal

· Menolongnya ketika ia memohon pertolongan


· Memberikan nasehat dalam beberapa urusan dengan yang cara yang ma’ruf.3

3. Berbicara Baik atau Diam


Perbuatan-perbuatan iman terkadang terkait dengan hak-hak Allah, seperti
mengerjakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang di haramkan.
Termasuk dalam cakupan perbuatan-perbuatan iman ialah mengatakan yang baik dan
diam dari yang jeleK.
Dalam sabda Nabi Shallallahi ‘Alaihi Wasallam, “hendaklah ia berkata baik
atau hendaklah ia diam,” adalah perintah untuk berkata baik dan diam dari
keburukan. Ini menunjukkan bahwa tidak ada perkataan yang sama kalau di ucapkan
dan tidak di ucapkan. Namun bisa jadi perkataan itu baik, karenanya, diperintahkan
di ucapkan. Dan bisa jadi, perkataan itu tidak baik, karenanya, di perintahkan tidak di
ucapkan.
Untuk kesempurnaan iman dan sebagai salah satu tanda keimanan kepada
Allah Subhanahu Wata’ala, dan hari akhir, seorang mukmin harus memuliakan
tetangga, tamu, dan berkata baik atau diam.

3
Syafe’i,Rachmat. Al-Hadis. Aqidah Akhlak, sosial dan Hukum, (Bandung: Pustaka Setia,
2000), hal. 88-89
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Iman adalah membenarkan dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan


mengamalkan dengan perbuatan.
2. Di antara ciri kesempurnaan iman seseorang adalah bahwa ia mencintai
sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri. Kecintaan yang dimaksudkan
disini termasuk di dalam rasa bahagia jika melihat sesamanya muslim
mendapatkan kebaikan yang ia senangi, dan tidak senang jika sesamanya
muslim mendapat kesulitan dan musibah yang ia sendiri membencinya.
3. Seorang muslim yang sejati harus mampu menjaga dirinya sehingga orang lain
selamat dari kezaliman atau perbuatan jelek tangan dan mulutnya. Dengan kata
lain, ia harus berusaha agar saudaranya sesama muslim tidak merasa disakiti
oleh tangannya, baik fisik seperti dengan memukulnya, merusak harta
bendanya, dan lain-lain ataupun dengan lisannya.
4. “Dari abu Huraira r.a. Ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahi ‘Alaihi
Wasallam. Bersabda,“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
ia harus memuliakan tamunya, Barang siapa yang beriman kepada Allah dan
hari akhir, ia harus berbuat baik kepada tetangganya, Dan barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, ia harus berkata baik atau diam. (H.R,
Bukhari dan Muslim dan Ibnu Majah). Hadits di atas diriwayatkan Al-Bukhari
dan Muslim dari banyak jalur dari Abu Hurairah. Di sebagian redaksinya
disebutkan, “maka ia jangan menyakiti tetangganya. ”Di sebagian redaksi
lainnya disebutkan, “hendaklah ia baik dalam memuliakan tamunya.” Di
sebagian redaksinya yang lain disebutkan, “hendaklah ia menyambung
kerabatnya,” menggantikan penyebutan tetangga. Dari hadits yang pertama di
atas, itu dapat kita simpulkan ada tiga perkara yang dapat kita simpulkan yang
di dasarkan keimanan kepada Allah dan hari akhir, yakni memuliakan tamu,
memuliakan tetangga dan berbicara baik atau diam.
B. Saran
Di antara ciri kesempurnaan iman seseorang adalah bahwa ia mencintai
sesamanya seperti mencintai dirinya sendiri, memuliakan tamu dan tetangga, dan
hendaklah mengeluarkan kata-kata yang baik dalam bertutur.
DAFTAR PUSTAKA

Az-Zabidi, Imam. Mukhtasar Shahih Bukhari, Selangor Malaysia: Percetakan Zafar,


2004.

Nashiruddin Al-Albani, Muhammad. Shahih Sunan Tirmidzi, Jakarta: Puataka


Azzam, 2007.

Rajab,Ibnu. Panduan Ilmu dan Hikmah, Syarah Lengkap Al-Arbain- An- Nawawi.
Jakarta: Darul Falah, 2002.

Syafe’i, Rachmat. Al-Hadis. Aqidah Akhlak, sosial dan Hukum,(Bandung: Pustaka


Setia, 2000.

Anda mungkin juga menyukai