Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH AGAMA ISLAM II

MENGENAL ALLAH (MAKRIFATULLAH) DAN MENGENAL RASUL


(MAKRIFATURROSUL)

Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Agama Islam II

Dosen Pembimbing :
Retnayu Pradanie S.Kep.,Ns.,M.Kep

Oleh :
Kelompok 3
Robi Alamsyah 132011123051
Putri Bela Rosa Inas 132011123052
Firli Ramadhana 132011123053
Veni Rochmawati 132011123054
Poni Vivin lestari 132011123055

AJ2 B23

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Mata Kuliah Agama
Islam II yang berjudul ”Makalah Agama Islam Mengenal Allah dan Rasul” sesuai
waktu yang ditentukan.
Dalam penyusunan Makalah Mata Agama Islam II ini, kami mendapat
banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu kami tidak lupa
mengucapkan terima kasih yang terhormat kepada Bapak/Ibu Dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan untuk terselesaikannya tugas
makalah ini.
Kami menyadari Makalah Mata Kuliah Agama Islam II ini masih banyak
kekurangan, untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan. Akhirnya kami berharap semoga Makalah Mata Kuliah Agama
Islam II ini bermanfaat bagi kami pada khususnya dan bagi semua pembaca pada
umumnya.

Surabaya, 20 September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI ...............................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................2
C. Tujuan Penulisan............................................................................2
BAB 2 LANDASAN TEORI
A. Mengenal Allah..............................................................................3
a. Urgensi Mengenal Allah..........................................................3
b. Cara Mengenal Allah...............................................................4
c. Penghalang Ma’rifatullah........................................................5
d. Bukti Keberadaan Allah..........................................................9
e. Pengesaan Allah....................................................................11
f. Memurnikan Ibadah...............................................................12
g. Bahaya Syirik........................................................................14
h. Makna Laa Ilaaha Illallah......................................................16
B. Mengenal Rasul............................................................................17
a. Kebutuhan Manusia Terhadap Rasul.....................................17
b. Definisi Rasul........................................................................17
c. Kedudukan Rasul...................................................................18
d. Sifat-sifat Rasul.....................................................................19
e. Tugas Rasul...........................................................................20
f. Karakteristik Risalah Muhammad SAW...............................21
g. Kewajiban Terhadap Rasul....................................................27
BAB 3 PEMBAHASAN
A. Mengenal Allah............................................................................30
B. Mengenal Rosul...........................................................................30
BAB 4 PENUTUP
A. Simpulan......................................................................................32
B. Saran.............................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................33

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah dan diyakini sebagai Zat Maha
Tinggi Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang
Abadi, Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam. Islam menitikberatkan
konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa. Dalam
memahami dan mengenal Allah, kita sebaiknya berkeyakinan bahwa Allah
sumber ilmu dan pengetahuan. Ilmu-ilmu tersebut berfungsi sebagai pedoman
hidup dan sarana hidup. Dengan keyakinan itu maka kita akan lebih mudah
untuk memahami Allah dan juga memiliki kepribadian yang merdeka dan
bebas, karena kita hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya penguasa diri
kita, seluruh makhluk bagi kita memiliki posisi yang sama, jadi kita tidak akan
takut kepada selain Allah. Mengenal Allah SWT akan membuahkan rasa takut
kepada-Nya, tawakal, berharap, menggantungkan diri, dan ketundukan hanya
kepada-Nya. Sehingga kita bisa mewujudkan segala bentuk ketaatan dan
menjauhi segala apa yang dilarang oleh-Nya. Sesungguhnya semakin dalam
dan sering kita memahami untuk mengenal Allah maka kita akan semakin
merasa dekat dengan-Nya.
Dalam kitab dikatakan, awaluddin makrifatullah (awal-awal agama ialah
mengenal Allah). Apabila seseorang itu tidak mengenal Allah, segala amal
baktinya tidak akan sampai Kepada Allah SWT. Sedangkan, segala perintah
suruh yang kita buat, baik yang berbentuk fardhu maupun sunat, dan segala
perintah larang yang kita jauhi, baik yang berbentuk haram maupun makruh,
merupakan persembahan yang hendak kita berikan kepada Allah SWT. Kalau
kita tidak kenal Allah SWT, maka segala persembahan itu tidak akan sampai
kepada-Nya. Ini berarti, sia-sialah segala amalan yang kita perbuat. Bila
seseorang itu sudah kenal Allah, barulah apabila dia berpuasa, puasanya
sampai kepada Allah. Apabila dia sholat, sholatnya sampai kepada Allah.
Apabila dia berzakat, zakatnya sampai kepada Allah. Apabila dia menunaikan
haji, hajinya sampai kepada Allah SWT. Apabila dia berjuang, berjihad,

1
bersedekah dan berkorban, serta membuat segala amal bakti, semuanya akan
sampai kepada Allah SWT. Karena itulah, makrifatullah (Mengenal Allah) ini
amat penting bagi kita. Jika kita tidak kenal Allah, kita bimbang segala amal
ibadah kita tidak akan sampai kepada-Nya, ia menjadi sia-sia belaka.
Mengenal rasul adalah kewajiban bagi setiap muslim untuk dapat
mengamalkan Islam secara sempurna. Tanpa rasul maka kita tidak dapat
melaksanakan Islam dengan baik. Kehadiran rasul memberikan panduan dan
bimbingan kepada kita bagaimana cara mengamalkan Islam. Dengan
demikian, mengenal rasul merupakan keperluan bagi seorang muslim sebagai
metode atau cara mendekatkan diri kepada Allah SWT.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara mengenal Allah SWT?
2. Bagaimana cara mengenal Rasul Allah?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui cara mengenal Allah SWT.
2. Untuk mengetahui cara mengenal Rasul Allah.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Mengenal Allah ( Ma’rifatullah )


1. Urgensi Mengenal Allah
Ma’rifat bagian dari disiplin ilmu tasawuf yang memberikan urgensi
yang penting dalam kehidupan manusia dalam mengenal Sang Pencipta
melalui sumber ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan Hadis atau sunnah Nabi
yang diinternalisasikan di dalam kehidupan Rasulullah saw (Abudin Nata,
2018 :181). Kata Ma’rifat menerangkan kaitannya dengan konsep spiritual
Islam di dalam al-Qur’an, memang tidak ditemukan secara harfiah. Akan
tetapi, kata Ma’rifat dapat digali dari pemaknaan yang mendalam,
sehingga makna Ma’rifat yang menjadi inti kegiatan kesufian dari subtansi
berbagai pancaran pesan dalam al-Qur’an. Kata ma’rifat berasal asal kata
‘arafa, dalam keseluruhan al-Qur’an disebutkan sebanyak 71 kali
(Muhammad Solihin, .2017 :175). Dari 71 kali penyebutan sehingga
Ma’rifat dalam term al-Qur’an memiliki kandungan arti yang banyak
seperti: mengetahui, mengenal, sangat akrab, hubungan yang patut,
hubungan yang baik, dan pengenalan berdasarkan pengetahuan mendalam.
Maka jika semua pengertian itu dihimpun dalam satu pengertian, Ma’rifat
menurut subtansi al-Qur’an, memiliki maksud sebagai pengenalan yang
baik serta mendalam berlandaskan pengetahuan yang menyeluruh, serta
mendalam dan rinci sehingga membuahkan kesadaran spritual dalam diri
manusia untuk senantiasa melakukan amal yang baik dan Ma’rifat pun
sebagai media untuk mendekatkan diri hubungan yang sangat dekat dan
baik kepada Allah.
Menurut Abdul Munir Mulkan (2013:219), menjelaskan di dalam
Filsafat Islam menjelaskan bahwa ma’rifat merupakan bagian dari
kecerdasan spritual serta kemampuan manusia untuk memahami dan
menyadari kehadiran Allah di dalam segala rangkaian kegiatan hidup
manusia, sekaligus ma’rifat sebagai pengetahuan tentang Tuhan dan
kedekatan hubungan dengan-Nya, rekonstruksi Filsafat Tarbiyah berbasis

3
Makrifat membuka ruang kreatif dapat meningkatkan pengembangan
boarding school yang lebih religius serta sebagai modernisasi tradisi
pesantren dan strategi percepatan regenerasi, sedangkan menurut Miftahur
Rohman, (2018 :26). tujuan utama pendidikan Islam di dalam kehidupan
muslim adalah ma’rifatullah dan bertaqwa kepadaNya, sedangkan ma’rifat
berguna untuk membuka kesadaran selebar-lebarnya (mengetahui) diri,
masyarakat, dan aturan alam ini tiada lain hanyalah merupakan sarana
yang mengantarkan tangga kita ke ma’rifatullah. Sedangkan menurut Rudi
Ahmad Suryadi ma’rifat (2014:122), ma’rifat bukan hanya sekedar
mengetahui secara biasa tetapi, pengetahuan lebih mendalam dari sekedar
ilm marifat menekankan kepada pengenalan dengan consciousness yang
mendalam dengan subjek realitas yang lebih tertinggi. Dari beberapa
pandangan peneliti sebelumnya menekankan ma’rifat dibahas melalui
filsafat, tujuan pendidikan, dan telologi.
2. Cara Mengenal Allah
Dalam ajaran Islam, mengenal Allah sebagai Tuhan Pencipta dan
Pengatur alam semesta dan seluruh makhluk merupakan suatu kewajiban.
Allah Swt. telah mengisyaratkan dan mengajak hambahamba-Nya untuk
mengenal diri-Nya sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an surat :
- QS. Ali ‘Imran: 190

Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan


pergantian siang dan malam terdapat (tanda-tanda kebesaran Allah)
bagi orang-orang yang memiliki akal.
- QS. al-Baqarah: 164

4
Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan
pergantian malam dan siang, serta bahtera yang berjalan di lautan yang
bermanfaat bagi manusia, dan apa yang telah Allah turunkan dari langit
berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati
(kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi;
sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi
kaum yang berpikir.

Berdasarkan kedua ayat di atas, Allah memberi jalan kepada hamba-


hambanya untuk mengenal Tuhan dengan dua cara yaitu pertama, melihat
segala perbuatan Allah dan yang kedua, melihat dan merenungi serta
menggali tanda-tanda kebesaran Allah. Sementara itu, Suatu pendekatan
atau cara mengenal Allah dalam pandangan sufisme dikenal dalam istilah
ma’rifatullah. Mengenal Allah dalam perspektif ini bukanlah mengenal
dzat Allah karena hal ini tidak mungkin terjangkau oleh kapasitas manusia
yang terbatas. Sebab bagaimana mungkin manusia yang terbatas ini
mengenali sesuatu yang tidak terbatas?
Menurut Ibn Al Qayyim (dalam Muhammad Sholikhin, 2009):
Ma’rifatullah yang dimaksudkan oleh ahlul ma’rifah (orang-orang yang
mengenali Allah) adalah ilmu yang membuat seseorang melakukan apa
yang menjadi kewajiban bagi dirinya dan konsekuensi pengenalannya”.
Ma’rifatullah tidak dimaknai dengan arti harfiah semata, namun
ma’riaftullah dimaknai dengan pengenalan terhadap jalan yang
mengantarkan manusia dekat dengan Allah, mengenalkan rintangan dan
gangguan yang ada dalam perjalanan mendekatkan diri kepada Allah.
3. Penghalang Ma’rifatullah
Secara garis besar, terdapat dua hal yang menghalangi manusia
dalam mengenal Allah. Pertama, maradhus syahwat (berkaitan dengan
penyakit hati; berupa nafsu dan kesenangan serta perilaku yang tidak
terpuji). Kedua, maradhus-syubhat (berbagai hal yang menimbulkan
keraguan, lebih banyak berkaitan dengan masalah akal dan logika).

5
a. Al-Fisqu (Kefasikan)
Fasik adalah orang yang senantiasa melanggar perintah dan
larangan Allah, bergelimang dengan kemaksiatan serta senantiasa
berbuat kerusakan di bumi. Mereka hanya memikirkan kehidupan dunia
saja, tidak memikirkan kehidupan di akhirat nanti. Mereka disibukkan
oleh harta-harta dan anak cucu mereka serta segala yang berhubungan
dengan kesenangan duniawi.
Mereka lupa kepada Allah, maka Allah pun membiarkan mereka
bergelimang dalam kesesatan, lupa hakikat dirinya dan pada akhirnya
semakin jauh dari jalan yang diridhai-Nya.
“..dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah,
lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka
itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hasyr, 59: 19)
Orang-orang yang fasik itu sebenarnya mengetahui mana yang
hak, mana yang batil, mana yang baik, dan mana yang jahat. Namun ia
tidak melaksanakan yang benar dan yang baik itu, melainkan ia
melaksanakan yang batil dan yang jahat. Sifat dan perilaku seperti
itulah yang akan menghalanginya dari mengenal Allah Ta’ala.
b. Al-Kibru (Kesombongan)
Kesombongan merupakan suatu sikap dimana hati seseorang
ingkar dan selalu membantah terhadap ayat-ayat Allah Ta’ala,

“(Yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa


alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi
mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman.
Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan
sewenang-wenang.” (QS. Al-Mu’min, 40: 35)
Allah menerangkan hukum-hukum-Nya bagi orang-orang yang
menutup hatinya untuk menerima kebenaran wahyu, yaitu bahwa Ia
akan menutup hati mereka.

6
c. Adz-Dzulmu (kedzaliman)

Mengenai sifat dzalim ini, Allah Ta’ala berfirman,


“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah
diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling
daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan
kepada orang-orang yang berdosa.” (As-Sajdah, 32: 22)
Allah Ta’ala menerangkan bahwa orang yang paling zalim ialah
orang yang telah sampai kepadanya peringatan Allah, telah sampai pula
kepadanya ayat-ayat Alquran dan petunjuk Rasul, kemudian mereka
berpaling dari ajaran dan petunjuk itu karena angkuh dan penyakit
dengki yang ada di dalam hatinya. Sikap dzalim (aniaya) seperti inilah
yang menghalangi mereka dari mengenal Allah Ta’ala.
d. Al-kidzbu (kedustaan)

Kedustaan merupakan sikap bohong (pura-pura) dan pengingkaran


terhadap ayat-ayat Allah Ta’ala. Hal ini seperti yang dilakukan oleh
orang-orang munafik sebagaimana dimuat dalam firman Allah Ta’ala,

 “Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman,


padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak
sadar, dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah
penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka
berdusta.” (QS. Al-Baqarah, 2: 9-10)
Mereka memperlihatkan iman, kasih sayang dan
menyembunyikan permusuhan dalam batin. Mereka menyebarkan
permusuhan dan fitnah-fitnah untuk melemahkan barisan kaum
Muslimin. Namun usaha kaum munafik itu selalu gagal dan sia-sia.

7
Hati mereka bertambah susah, sedih dan dengki, sehingga
pertimbangan-pertimbangan yang benar dan jujur untuk menilai
kebenaran semakin lenyap dari mereka. Akal pikiran mereka bertambah
lemah untuk menanggapi kebenaran agama dan memahaminya.
e. Katsratul ma’ashiy (banyak melakukan perbuatan maksiat)
Allah Ta’ala berfirman,

“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka


usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifin, 83 : 14)
Disebutkan dalam hadist Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

”Sesungguhnya seorang hamba jika ia melakukan kesalahan, maka


akan tercemari hatinya dengan satu bercak hitam. Jika ia
menghentikan kesalahannya dan beristighfar (memohon ampun) serta
bertaubat, maka hatinya menjadi bersih lagi. Jika ia melakukan
kesalahan lagi, dan menambahnya maka hatinya lama-kelamaan akan
menjadi hitam pekat. Inilah maksud dari ”al-Raan” (penutup hati)
yang disebut Allah dalam firman-Nya: ”Sekali-kali tidak (demikian),
sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati
mereka.” [Al-Muthoffifin: 14] ” (Hadist Riwayat Tirmidzi (No : 3334)
dan Ahmad  (2/297). Berkata Tirmidzi : “Ini adalah hadist Hasan
Shahih).
“ َ‫“ران‬ artinya ghalaba (menguasai)
َ atau menutupi. Berkata Abu
Ubaid: “Setiap apa saja yang menguasai dirimu, maka disebut dengan
‘rona’”

8
Berkata al-Baghawi: “Ar-Rain artinya menguasai, dikatakan:
‘Minuman khamr itu telah membuat ‘ar-Rain’ atas akalnya’,
maksudnya telah menutupi (menguasai) akalnya sehingga dia menjadi
mabuk”. Sehingga, ayat tersebut bisa diartikan: Perbuatan-perbuatan
maksiat itu telah menutupi dan menguasai hati mereka. Berkata Hasan
al-Bashri: “Dosa yang menumpuk atas dosa yang lain, sehingga hati
menjadi mati“.
Maka berdasarkan ayat ini jelaslah, orang yang banyak melakukan
maksiat pasti akan terhalang dari mengenal
Allah Ta’ala. Na’udzubillahi min dzalik.
4. Bukti Keberadaan Allah
Keberadaan Allah, Tuhan yang telah menciptakan dan memelihara
alam semesta dengan kekuasan dan kasih sayang-Nya adalah hal yang tak
terbantahkan. Hal itu didasarkan pada banyak dalil yang kuat dan bukti
yang nyata, di antaranya:
a. Bukti Fitrah
Fitrah adalah sifat azasi (dasar yang masih murni) yang belum
terpengaruh oleh faktor-faktor eksternal. Kalau manusia dibiarkan
dalam fitrahnya tentu ia akan mengakui adanya Dzat Mahahebat yang
telah memberinya rezeki, menghidupkan, dan mematikannya. Demikian
itu karena manusia diciptakan di atas fitrah itu.
b. Bukti Inderawi
Indera kita dapat menangkap bukti-bukti keberadaan-Nya dengan
melihat, mendengar, merasakan, atau menyentuhnya. Berbagai objek
dan peristiwa yang ada di sekitar kita menunjukkan keberadaan-Nya itu.
Ada yang lahir ada pula yang mati; ada laki-laki ada perempuan; ada
yang sehat ada pula yang sakit; ada yang baik dan menyenangkan,
namun ada pula yang buruk dan menyebalkan; ada yang besar ada yang
kecil; ada kikir dan sombong, namun ada pula yang dermawan dan
rendah hati; ada yang mampu ada pula yang tidak mampu; dan
sebagainya. Itulah bukti inderawi yang nyata. Mengapa manusia tidak

9
dapat melahirkan anak dengan sifat-sifat sempurna sebagaimana yang ia
inginkan?
c. Bukti Rasional
Bukti Rasional dapat kita analisa dengan teori sebab-akibat. Segala
yang terjadi pasti ada penyebabnya; namun logika akan mengatakan
bahwa pasti ada penyebab pertama dan utama yang memulai sebab-
sebab itu, yang ada tanpa disebabkan oleh sesuatu yang lain. Yang
demikian itulah Allah: Al-Ahad, Al-Awal, As-Shamad, lam yalid walam
yulad.
d. Bukti Nash
Banyak ayat-ayat suci Al-Qur’an dan kitab-kitab suci sebelumnya
yang membicarakan tentang Allah dengan berbagai sifat-Nya.
Demikian pula hadits-hadits yang ada dalam sunnah Nabi-Nya
e. Bukti Sejarah
Banyak peristiwa bersejarah di masa lampau semenjak Nabi
Adam as. Hingga hari ini yang menunjukka keberadaan, keagungan,
dan kekuasaan Allah. Banyak peninggalan bersejarah yang
menunjukkan kejayaan bangsa-bangsa di masa lampau. Berbagai bukti
sejarah tersebut memberikan pelajaran sangat berharga kepada manusia
yang hidup di masa kini bahwa segala bentuk kebesaran dan
keangkuhan mereka tidak kuasa menghadapi kekuasaan Allah.
Kebesaran manusia sangat tidak ada artinya untuk dibandingkan dengan
keagungan Allah
Kalau manusia mempelajari dan memahami dalil-dalil dan dan
bukti-bukti tersebut di atas, hati nurani mereka yang bersih akan mengakui
keagungan Allah yang telah menciptakan dan mengaturnya sedemikian
rupa. Pengakuan ini dalam Islam disebut sebagai tauhid rububiyah.
Pengakuan akan rububiyatullah ini menuntut komitmen dari manusia
untuk mentauhidkan (mengesakan) -Nya dalam uluhiyah.
Islam mengajarkan bahwa Dzat yang kita agungkan itu adalah Dzat
yang telah menciptakannya, memberinya rezeki, memeliharanya dan
memilikinya. Oleh sebab itu Allah pulalah yang berhak untuk

10
mendapatkkan perlakuan sebagai Tuhan yang dicintai, ditakuti,
dirindukan, diikuti, ditaati, dan disembah. Islam tidak membedakan antara
Tuhan yang telah menciptakan, melindungi, dan memiliki itu dengan
Tuhan yang dicintai, diikuti, ditaati, dan disembah.
5. Pengesaan Allah
Mentauhidkan Allah SWT (mengEsakan) adalah inti akidah Islam.
Di dalam konsep tauhid ini kita mengesakan Allah dari segi Rububiyah,
Mulkiyah dan juga Uluhiyah. Dari segi Rububiyahnya, kita mengesakan
Allah sebagai pencipta yang telah menciptakan segala sesuatu dari yang
paling kecil hingga yang paling besar. Allah-lah yang memberi rezeki dan
Allah-lah Raja yang menguasai seluruh alam ini. Pengesaan ini
diaplikasikan dalam setiap hari.
Allah bukan saja sekedar Rububiyah, tapi Allah SWT juga disebut
sebagai Mulkiyatullah. Mulkiyah Allah itu adalah milik mutlak Allah
SWT yang perlu kita esakan. Mulkiyah Allah ini bermakna Allah-lah
sebagai penolong. Sebagaimana tersebut didalam firman-Nya ”Allah
(penolong) Wali orang-orang yang beriman”. Allah-lah sebagai penguasa
(Hakim) dan Allah juga sebagai Pemerintah (Amir). Dengan tauhid
mulkiyah ini sepatutnya kita menyadari adanya kerajaan Allah di jagat
raya ini. Maka dengan demikian wajib bagi kita menolak kepemimpinan,
hukum dan otoritas selain Allah dan menjadikan Allah saja sebagai
pemimpin, pembuat hukum dan tujuan hidup.
Tauhidullah juga sebagai sarana pemersatu ummat Islam sedunia.
Dengan kesamaan akidah ini, umat Islam bersatu seperti yang Allah
firmankan dalam QS 3:103 bahwa bersatulah dalam tali Allah (akidah
Islam) dan janganlah berpecah belah. Perbedaan cara ibadah bukan suatu
pemecah belah, asalkan perbedaan tersebut masih dalam furu’ dan tidak
dalam prinsip.
Memahami dan meyakini Allah sebagai Rabb akan memudahkan
individu memahami Allah sebagai Malik yang kemudian akan '
menganrarkan kepada kssatuan tujuan. Kesatuan tujuan ini merupakan
hasii dari kebersamaan dan kesatuan dalam mengamalkan nilai Allah

11
sebagai Rabb dan Malik yang akhirnya menjadikan Allah sebagai tuhan
sembahan (ilahan ma'budan).
a. Rubuubiyatullaah (Allah sebagai Satu-Satunya Tuhan)
1) Khaaliqan (Allah sebagai Satu-Satunya Pencipta)
2) Raaziqan (Allah sebagai Satu-Satunya Pemberi Rezeki)
3) Maalikan (Allah sebagai Satu-Satunya Pemilik)
b. Mulkiyatullaah (Kepenguasaan Allah)
1) Waliyyan (Allah sebagai Satu-Satunya Penolong dan Pelindung)
2) Haakiman (Allah sebagai Satu-Satunya Pemilik Otoritas Hukum)
3) Aamiran (Allah sebagai Satu-Satunya Pemimpin)
c. Ghaayatan (Tujuan)
d. Ilaahan Ma'buudan (Allah sebagai Satu-Satunya Sesembahan)
6. Memurnikan Ibadah
Tauhid ibadah adalah mengeskan Allah dalam ibadah
(penghambaan). Tauhid ibadah akan terjadi apabila tauhidullah telah
tercapai sepagaimana kita pahami dalam materi Pengesaan Allah. Meng-
Esa-kan Allah dengan konsepsi seperti itu disebut juga al-ikhlash yang
berarti pemurnian. Tauhidul ibadah adalah ikhlasul ibadah (memurnikan
ibadah) hanya untuk Allah saja. Pengesaan Allah dan ikhlasul ibadah
hanya akan tercapai dan benar apabila memenuhi konsekuensi kalimat
tauhid “laa ilaaha illallah” yaitu menolak segala bentuk ilah dan hanya
mengakui Allah sebagai satu-satunya ilah, tiada sekutu bagi-Nyua. Karena
itu, tauhidullah dan ikhlasul ibadah baru akan tercapai apabila dilakukan
dengan dua sayapnya yaitu:
a. Menolak Thaghut
Kata thaghut diambil dari thagha yang berarti melampaui batas.
Menurut Ibnu Taimiyah, thaghut adalah segala sesuatu yang disikapi
sebagaimana sikapnya kepada Allah, baik berupa jin, manusia, maupun
makhluk lainnya. Demikian itu karena sesungguhnya yang berhak
mendapatkan peribadatan hanyalah Allah. Ketika ada dzat lain yang
mendapat perlakuan sebagaimana Tuhan atas permintaanya atau
diperlakukan oleh pihak lain padahal ia tidak pantas mendapat

12
perlakuan demikian, maka itulah perlakuan yang melampaui batas
hingga ia disebut thaghut.
Untuk menjamin kemurnian tauhid dan ibadah, penolakan
terhadap thaghut harus dilakukan secara preventif-antisipatif sehingga
setiap muslim diperintahkan untuk menjauhi thaghut agar tidak terlibat
dalam kemusyrikan, betapa pun kecil dan samar. Di antara karakteristik
orang yang bertaqwa adalah menjauhi thaghut.

“Dan orang-orang yang menjauhi thaghut agar tidak menyembahnya.”


(Az-Zumar: 17)
Rasulullah saw. Mengatakan bahwa kemusryrikan itu lebih
tersembunyi dibanding bekas tapak kaki seekor semut hitam di atas batu
karang di kegelapan malam. (HR. Ahmad)
b. Iman kepada Allah
Di atas penolakannya terhadap thaghut itu, manusia harus membangun
imannya kepada Allah. Demikian itu karena apabila ia hanya menolak
tuhan-tuhan tapi tidak percaya kepada Tuhan yang satu, pada saat itu ia
disebut atheis. Saat itu ia telah mempertuhankan dirinya sendiri, berarti
ia telah thagha (melampaui batas) dan inilah yang difirmankan Allah
dalam Al-Qur’an,

“Sesungguhnya manusia itu benar-benar melampaui batas, ia


memandang dirinya serba cukup.” (Al-‘Alaq: 6-7)
Imannya yang hanya diberikan kepada Allah itu harus
diwujudkan dalam bentuk ibadah (penghambaan) dan tidak
menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun. Misi pembebasan manusia

13
dari penghambaan atas sesama (makhluk) kepada penghambaan kepada
Pencipta makhluk inilah yang dibawa oleh para nabi dan rasul.

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus pada tiap-tiap umat seorang


rasul (agar mereka menyerukan), ‘Sembahlah Allah dan jauhilah
thaghut’.” (An-Nahl: 36)
Dengan dua sayap tauhid inilah, pemurnian ibadah hanya kepada Allah
dapat dicapai, dengannya pula seseorang disebut telah berpegang pada
tali yang kokoh.

“Barangsiapa kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah berarti


ia telah berpegang kepada tali yang kokoh.” (Al-Baqarah: 256)
7. Bahaya Syirik
Seorang muslim bukan hanya ttidak boleh menyembah thaghut
namun ia juga harus melakukan tindakan preventif-antisipatif dengan cara
menghindari sejauh-jauhnya. Dalam kehidupan sehari-hari, hal-hal yang
harus dijauhi biasanya adalah hal-hal yang sangat berbahaya. Thaghut
harus dijauhi karena selalu mengajak kepada kemusyrikan yang sangat
berbahaya. Tingkat bahayanya yang sangat besar itu dapat dipahami dari
sabda beliau khawatirkan akan terjadi pada umat Islam sepeninggalnya.
“Yang paling aku khawatirkan pada kalian adalah syirik kecil.” (HR.
Ahmad)

14
Secara umum dapat dikatakan bahwa thaghut adalah segala yang
melampaui batas dan segala yang disembah selain Allah (Dr. Muhammad
Hasan Al-Himsi; Qur’anul Karim tafis wa Bayan). Ash-Shabuni
mengatakan bahwa thaghut berasal dari kata thughyan yaitu segala yang
menindas manusia atau menyesatkannya dari jalan kebenaran dan petunjuk
(Shafwatut Tafasir 1:162). Thaghut itu sendiri banyak jenisnya. Al-Qur’an
menyebut beberapa hal yang secara tekstual maupun kontekstual disebut
sebagai thaghut, di antaranya:
a. Setan
“Wahai anak-anak Adam, bukankah Aku sudah mengambil sumpah
kalian bahwa kalian tidak menyembah setan? Sesungguhnya setan itu
adalah musuh yang nyata bagi kalian.” (Yaasin: 60)
b. Penguasa yang zhalim
“Pergilah kamu kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui
batas.” (An-Naziat: 17)
Sejarah mencatat bahwa puncak kezhaliman Fir’aun adalah ketika ia
mengklaim sebagai tuhan kemudian memperlakukan orang lain dengan
semena-mena.
c. Hukum jahiliah
“Mereka menginginkan untuk berhakim kepada thaghut, padahal
mereka sudah diperintahkan untuk mengingkarinya.” (An-Nisa’:60)
karena “Keputusan itu hanyalah hak Allah.” (Yusuf:40)
d. Perdukunan dan sihir
Ada sebagian manusia yang meminta perlindungan kepada sebagian jin
sehingga mereka semakin bertambah dosa dan lalimnya. (Al-Jin:6)
e. Berhala
“Yang mereka sembah selain Allah itu, tidak lain hanyalah berhala,
dan (dengan menyembah berhala itu) mereka tidak lain hanyalah
menyembah setan yang membangkang.” (An-Nisaa’:117)
Orang-orang Quraisy berkeyakinan bahwa yang mereka sembah
kebanyakan dari jenis perempuan sehingga mereka menyebutnya
dengan jenis perempuan, di antaranya: Latta, Uzza, dan Manata.

15
Kaum musyrikin meperlakukan hal-hal tersebut sebagaimana
perlakukan yang diberikan kepada Allah. Inilah kemusyrikan yang Al-
Qur’an sebut sebagai:
1) Kezhaliman yang besar
2) Dosa yang tidak diampuni
3) Dosa besar
4) Kesesatan yang sangat jauh
5) Diharamkan masuk surga
6) Masuk neraka
7) Menghapus amal
8. Makna Laa Ilaaha Illallah
Makna yang terkandung dalam kalimat Laa ilaaha illa Allah adalah:
a. Laa khaaliqa illa Allah yaitu tidak ada pencipta yang hak kecuali Allah.
(Qs. Al Baqarah ayat 21-22)
b. Laa Raziiqa illa Allah, yaitu tidak ada pemberi rizqi yang hak selain
Allah. (Qs. Al Fathir ayat 3)
c. Laa Mudzabbira illa Allah, yang berarti tidak ada penjaga atau
pemelihara atau penjaga atau pengatur selain Allah. (Qs. Yunus ayat 3)
d. Laa Hakima illa Allah, yang berarti tidak ada penentu hukuman atau
aturan segala sesuatu kecuali Allah. (Qs. Al An’am: 57)
e. Laa waliyyu illa Allah, yaitu tidak ada pelindung selain Allah. (QS. Al 
Baqarah: 257)
f. Laa farghaba illa Allah, yaitu tidak ada tumpuan harapan dan segala
macam amal ditujuan kecuali hanya kepada Allah. (Qs. Alam Nasyrah:
8)
g. Laa ma’buda illa Allah, yaitu tidak ada yang pantas disembah selain
Allah (qs. An-Nahl: 36)

Jenis tauhid yang terkandung dalam kalimat Laa Ilaaha illa Allah adalah:
a. Tauhul Uluhiyah : mengesakan Allah sebagai satu-satunya Dzat yang
paling agung, paling mulia, paling super

16
b. Rububiyah : mengesakan Allah sebagai  Maha Pencipta, Maha
Pemelihara
c. Malikiyah : mengesakan Allah sebagai Maha Penguasa jagad raya,
seperti hal raja yang mempunyai kekuasaan mutlak
d. Ubidiyah : adalah kewajiban makhluk (manusia) untuk mengesakan
Allah sebagai sesembahan yang wajid diibadahi.

B. Mengenal Rasul ( Makrifaturrasul )


1. Kebutuhan manusia terhadap Rasul
Adapun kebutuhan manusia akan Rasul adalah :
a. Meluruskan kekeliruan pemahaman manusia atas wahyu Allah
Rasulullah diutus oleh Allah SWT membawa wahyu (Al-Qur’an)
bertujuan agar manusia yang sudah tersimpangkan pemahamannya
oleh thaguth –tentang wahyu, dapat diluruskan kembali
pemahamannya.
b. Mengajarkan nilai-nilai wahyu
Allah juga mengutus Rasul dengan tujuan mengentaskan kebodohan
masyarakat dari wahyu, sehingga kelak diyaumul akhir tidak ada lagi
alasan manusia dihadapan Allah bahwa ia tidak tahu.
c. Mengentaskan kesesatan manusia.pada akhirnya Rasul juga di utus
untuk menghilangkan kesesatan manusia
2. Definisi Rasul
Rasul (jamaknya rusul) yang berarti “utusan”, “duta”. Al-Qur'an sering
menyebut al-mursalun (orang-orang yang dikirim) sebagai seorang utusan
Tuhan yang mengajarkan agama atau wahyu yang baru. Yang tergolong
dalam kelompok ini adalah Adam, Syis, Nuh, Ibrahim, Ismail, Musa, Luth,
Shaleh, Hud, Syu’aib, Isa (Yesus), dan Muhammad. Al-Qur’an
menyebutkan beberapa orang dari kelompok ulul azmi (pemilik keteguhan
hati), sekalipun al-Qur’an tidak menyebutkan mereka yang tergolong
kelompok ini. Namun sejumlah mufasir mengajukan nama kelompok ulul
azmi ini.

17
Rasul merupakan seorang manusia dari golongan ummat itu sendiri.
Sekalipun ia terambil dari keturunan yang mulia yang telah dikhususkan
serta dipilih oleh Allah SWT dengan berbagai pemberian serta karunia,
baik kebaikan akal fikirannya ataupun kesucian ruhaniahnya. Oleh sebab
itu Allah SWT mengistimewakan para rasul itu dengan mengaruniakan
maziat (kekhususan-kekhususan) serta keutamaankeutamaan agar dapat
mengemban kewajiban-kewajiban yang terkandung dalam risalat Allah,
juga menjadi contoh dan suri tauladan bagi umatnya, baik dalam urusan
agama dan dunia. (Sayid Sabiq,1993)
3. Kedudukan Rasul
Beberapa kedudukan dan derajat Rasul sebagaimana dijelaskan dalam Al-
Quran,yaitu :
a. Tunduk dan Pasrah Di Hadapan Allah Swt
Allah Swt menjelaskan kedudukan dan derajat Rasul di dunia dan
akhirat. Di antara posisi istimewa itu adalah sikap tunduk dan pasrah
di hadapan Tuhan.
b. Risalah Kenabian
Karakteristik risalah Rasul adalah sebagai penutup, penghapus risalah
sebelumnya, penyempurna risalah para Nabi as terdahulu, ditujukan
untuk seluruh umat manusia, dan sebagai rahmat bagi semesta
alam.Allah Swt juga telah menjelaskan bahwa Rasul SAW adalah
penutup para Nabi sehingga tidak ada Nabi lain setelahnya.
c. Pemberi Syafaat
Pemberi syafaat termasuk gelar lain yang disandang oleh Rasul Saw.
syafaat yang dimiliki Rasul Saw adalah syafaat yang bersifat mutlak.
Allah Swt memberi wewenang kepada Rasul Saw untuk memberi
syafaat kepada umatnya kelak.
d. Kemaksuman Mutlak
Kemaksuman mutlak (kesucian mutlak) juga termasuk kedudukan lain
yang dimiliki Rasul Saw.
e. Wilayah dan Kepemimpinan

18
Rasul Saw mengemban tugas untuk memberi penjelasan berbagai
urusan dunia dan akhirat umat manusia. Beliau menjelaskan kepada
masyarakat sesuai dengan ketentuan wahyu.
f. Penghambaan
Lembaran kehidupan Rasul Saw adalah kumpulan makrifat, keilmuan
dan amal saleh yang mendidik umat manusia.
4. Sifat-sifat Rasul
Sifat-sifat para rasul itu ada wajib dan mustahil (Syekh Muh. Abduh,1996)
a. Sifat-sifat Wajib,meliputi :
1) Siddiq artinya benar di dalam tutur kata dan tingkah laku.
2) Amanah artinya para rasul wajib menunaikan amanah yang
dipertanggungjawabkan kepadanya sekalipun harus ditebus dengan
jiwa raganya.
3) Tabligh artinya wajib menyampaikan apa yang telah diterima
wahyu dari Allah swt.
4) Fatanah artinya kecerdikan, kepintaran atau kebijaksanaan.
b. Sifat-sifat Mustahil,meliputi :
1) Kidzib artinya adalah dusta. Semua Rasul adalah manusia-manusia
yang dipilih oleh Allah SWT sebagai utusan-Nya. Mereka selalu
memperoleh bimbingan dari Allah SWT sehngga terhindar dari
sifat-sifat tercela. Setiap rasul benar ucapannya dan benar pula
perbuatannya. Sifat dusta hanya dimiliki oleh manusia yang ingin
mementingkan dirinya sendiri, sedangkan rasul mementingkan
umatnya.
2) Khiyaanah artinya adalah berkhianat atau curang. Tidak mungkin
seorang rasul berkhianat atau ingkar janji terhadap tugas-tugas
yang diberikan Allah SWT kepadanya. Orang yang khianat
terhadap kepercayaan yang telah diberikan kepadanya adalah
termasuk orang yang munafik, rasul tidak mungkin menjadi
seorang yang munafik.
3) Kitmaan artinya adalah menyembunyikan. Semua ajaran yang
disampaikan oleh para rasul kepada umatnya tidak ada yang pernah

19
disembunyikan. Jangankan yang mudah dikerjakan dan difahami
dengan akal fikiran, yang sulit pun akan disampaikan olehnya
seperti peristiwa Isra dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
4) Balaadah artinya adalah bodoh. Seorang rasul mempunyai tugas
yang berat. Rasul tidak mungkin seorang yang bodoh. Jika rasul
bodoh, maka ia tidak akan dapat mengemban amanat dari Allah
SWT. Jadi, mustahil rasul memiliki sifat bodoh.
5. Tugas Rasul
Muhammad Ali ash-Shabuni dalam bukunya an-Nubuwwah wa alAnbiya’
menerangkan tentang tugas para rasul yang terbagi menjadi 7 (tujuh),
yaitu:
a. Menyeru makhluk untuk menyembah kepada Allah saja Pada
hakekatnya tugas ini merupakan tugas yang asasi (pokok) dan
terbesar, yaitu mengenalkan makhluq kepada Khaliq (pencipta)
yang Maha Tinggi dan Maha Luhur. Selain itu juga mengajar
manusia agar mengimani keesaan-Nya dan beribadah hanya kepada
Allah SWT. “Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun
sebelummu (Muhammad) melainkan Kami wahyukan kepadanya,
bahwasanya tidak ada tuhan melainkan Aku. Maka sembahlah
olehmu sekalian akan Aku”. (QS al-Anbiya’: 25)
b. Menyampaikan perintah-perintah dan larangan-larangan Allah
kepada manusia. Allah telah menjadikan tugas “menyampaikan
risalah” sebagai salah satu tanda kerasulan seseorang.
c. Menunjukkan dan membimbing manusia ke jalan yang lurus. َ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa
ayat-ayat Kami (dan Kami perintahkan kepadanya), “Keluarkanlah
kawanmu dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dan
ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah. Sesungguhnya pada
yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
orang yang sabar dan banyak bersyukur”. (QS Ibrahim: 5)
d. Menjadi teladan yang baik bagi manusia Allah telah
memerintahkan kepada kita untuak meneladani mereka dan

20
mengikuti jalan hidupnya. Allah telah menjadikan mereka sebagai
contoh kesempurnaan dan lambang keutamaan karena rasul adalah
manusia paling sempurna akalnya dan paling bersih perjalanan
hidupnya serta paling mulia kedudukan dan martabatnya.
“ Sesungguhnya telah ada para diri Rasulullah itu suri tauladan
yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang menhgharap rahmat Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak mengingat Allah”.
(QS al-Ahzab: 21)
e. Memperingatkan manusia mengenai tempat kembalinya sesudah
kehidupan di dunia ini.
f. Untuk memalingkan perhatian manusia dari kehidupan fana ini ke
kehidupan yang abadi. Allah mengutus rasul untuk memalingkan
pandangan manusia dari kehidupan yang akan sirna kepada
kehidupan yang kekal abadi, yaitu kehidupan akhirat.
“Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-
main. Sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan,
kalau mereka mengetahui”. (QS al-Ankabut: 64)
g. Para rasul diutus agar manusia tidak dapat mengemukakan alasan
untuk membantah Allah. Karena itulah di dalam al-Qur’an :
“(mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira
dan pemberi peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia untuk
membantah Allah sesudah diutusnya para rasul itu. Dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS an-Nisa: 16559)
6. Karakteristik Risalah Muhammad SAW
Muhammad pembawa risālah Allah adalah Nabi dan Rasul terakhir
penutup segala Nabi, seorang Nabi yang bertugas menyampaikan firman
Allah keseluruh umat manusia. Muhammad adalah Nabi untuk sekalian
umat dan segala zaman untuk melengkapi dan menyempurnakan tugas
Nabi-nabi yang sebelumnya yang bersifat kebangsaan. Risalah yang
dibawa Nabi Muhammad saw. mempunyai ciri-ciri yang khusus
dibandingkan dengan para rasul sebelumnya. Ciri-ciri khusus itu adalah
sebagai nabi penutup, penghapus risalah sebelumnya, membenarkan nabi

21
sebelumnya, menyempurnakan risalah nabi sebelumnya, diperuntukkan
untuk seluruh manusia, dan sebagai rahmat bagi semesta alam. Ciri-ciri ini
dimiliki oleh Nabi Muhammad saw. dan tidak dimiliki oleh para rasul
sebelumnya.
Rasulullah SAW tampil sebagai pembawa risalah Islam yang
mencakupi huda (petunjuk) dan dienul haq (agama yang benar). Selain itu
hadirnya Rasulullah saw. di tengah umat akhir zaman adalah sebagai saksi,
pembawa berita gembira dan peringatan, menyeru ke jalan Allah, dan
sebagai pelita yang menerangi.

Khatamul Anbiya (Penutup Para Nabi)

Allah swt. telah mengutus nabi dan rasul pada setiap kaum. Namun yang
disebutkan di dalam Al-Qur’an hanya sebanyak 25 orang. Perhatikan Al-
Qur’an surat Al-Mu’min: 78, An-Nisa’: 163-164, dan Al-An’am: 84-86.
Sedangkan penutup bagi semua rasul dan nabi itu adalah Nabi Muhammad
saw.

Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di
antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka
ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang
rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; Maka
apabila telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan
adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.
(Al-Mu’min: 78)

Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami


telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan
Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq,
Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun, dan Sulaiman. Dan
Kami berikan Zabur kepada Daud.

Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan
tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan

22
tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan
langsung. (An-Nisa’: 163-164)

Muhammad itu bukan bapak salah seorang lelaki di antara kamu, tetapi dia
adalah Rasul Allah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu. (Al-Ahzab: 40)

Dan Kami telah menganugerahkan Ishak dan Yaqub kepadanya. Kepada


keduanya masing-masing telah kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum
itu (juga) telah kami beri petunjuk, dan kepada sebagian dari keturunannya
(Nuh), yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, dan Harun. Demikianlah
Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

Dan Zakaria, Yahya, Isa, dan Ilyas; semuanya termasuk orang-orang yang
shalih.

Dan Ismail, Alyasa’, Yunus, dan Luth; masing-masing kami lebihkan


derajatnya di atas umat (di masanya). (Al-An’am: 84-86)

ْ ‫ إِ َّن ال ِّر َس\الَةَ والنُّب\ َّوةَ قَ\ ْد اِ ْنقَطَ َع‬:‫ قال رس\\ول هللا‬:‫ قال‬، ‫وروى اإلمام أحمد من حديث أنس بن مالك‬
‫ت فَاَل‬
‫” َرسُوْ َل بَ ْع ِديْ َواَل نَبِي‬

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Anas bin Malik r.a., Rasulullah
bersabda, “Sesungguhnnya risalah dan kenabian sudah terputus, maka tidak
ada rasul dan nabi setelah aku.”

23
Nasikhur Risalah (Penghapus Risalah)

Risalah nabi-nabi terdahulu hanya untuk kaum tertentu saja, sehingga


hanya sesuai untuk kaum tersebut. Selain itu risalah terdahulu mengikuti
keadaan dan situasi serta keperluan semasa waktu itu sehingga hanya sesuai
pada saat tersebut saja. Sementara, risalah Nabi Muhammad saw. adalah
untuk umat manusia dan berlaku hingga hari kiamat.

“Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia


seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”. (Saba’: 28)

Allah swt. juga menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw. adalah penutup
para nabi. Sehingga tidak ada nabi setelahnya.

Muhammad itu bukan bapak salah seorang lelaki di antara kamu, tetapi dia
adalah Rasul Allah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu. (Al-Ahzab: 40)

Sebagai penutup para nabi, maka risalah yang dibawa Nabi Muhamamd saw.
menjadi penghapus risalah para rasul sebelumnya. Hal ini pernah ditegaskan
oleh Nabi Muhammad saw. saat Umar bin Khattab membaca Taurat. Beliau
berkata kepada Umar bahwa jika Nabi Musa a.s. ada di antara mereka, pasti
Nabi Musa akan mengikuti risalah yang dibawa Nabi Muhammad saw.

Mushaddiqul Anbiya (Membenarkan Para Nabi).

Risalah yang dibawa Nabi Muhammad saw. melengkapi risalah yang


dibawa para rasul sebelumnya dan sekaligus memansukhkan risalah
sebelumnya. Risalah Nabi Muhammad saw. sesuai dan dapat digunakan oleh
semua manusia dan dapat diamalkan hingga hari kiamat. Meski kedatangan
Nabi Muhammad saw. sudah dikabarkan oleh para nabi dan rasul
sebelumnya, tetap saja ada usaha untuk mendustakannya. Banyak tantangan
dan usaha yang dicoba untuk menghapuskan agama Allah, namun demikian

24
Allah swt. senantiasa menjaga dan memeliharanya dari serangan kaum kafir.
Di antaranya dengan memenangkan Islam atas agama lainnya atau dengan
menurunkan para Rasul dan Nabi untuk kembali meluruskan penyimpangan
dan kejahiliyahan umat. Nabi Muhammad saw. sebagai nabi akhir
melengkapi risalah nabi-nabi sebelumnya dan dijadikan sebagai rujukan
utama bagi umat Islam.

Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-


ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun
orang-orang kafir benci Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa
petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala
agama-agama meskipun orang-orang musyrik benci. (Ash-Shaff: 8-9)

Mukammilur Risalah (Penyempurna Risalah)

Kehadiran Nabi Muhammad saw. juga diperuntukkan guna menyempurnakan


risalah sebelumnya. Risalah sebelumnya cenderung diperuntukkan bagi suatu
kaum tertentu saja dan untuk saat tertentu. Berbeda dengan Nabi Muhammad
saw. yang diutus untuk semua manusia dan berlaku hingga kiamat.

ً‫ ٍل بَنِ َى دَارا‬M‫ل َر ُج‬M ِ Mَ‫ا ِء َك َمث‬MMَ‫ َُل اأْل َ ْنبِي‬Mَ‫ “ َمثَلِ ْي َو َمث‬: ‫وروى البخاري ومسلم والترمذي عن رسول هللا أنه ق\ال‬
‫ِْْة‬Mِ Mَ‫ ِذ ِه اللَبِن‬Mَ‫ َع ه‬M‫ض‬
ِ ‫نَ َها إِالَّ َم ْو‬M‫س‬ َ ‫ا أَ ْح‬M‫ َم‬:‫ فَكانَ َمنْ د ََخلَ َها فَنَظَ َر إِ ْلَ ْي َها قال‬،‫ض َع لَبِنَ ٍة‬ َ ‫فَأ َ ْك َملَ َها َوأَ ْح‬
ِ ‫سنَ َها إالَّ َم ْو‬
َ ‫ض ُع اللَبِنَ ِة ُختِ َم بِ َي اأَل ْنبِيَا ُء َع ْلَي ِه ُم ال‬
َّ ‫صالَةُ َوال‬
‫سالَ ُم‬ ِ ‫ََِأ َِنَا َم ْو‬M‫“ِف‬

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi dari Rasulullah


saw., Beliau bersabda, “Perumpamaan aku dan para nabi yang lain seperti
seorang laki-laki yang membangun rumah, ia sempurnakan dan
memperindahnya kecuali satu sisi dari bangunan itu, maka setiap orang yang
masuk ke dalamnya setelah ia melihatnya ia berkata: alangkah indahnya
rumah ini kecuali sisi ini, maka aku menyempurnakan sisi itu , dengan itu
aku penutup para nabi.”

Kaafatan Lin Naas (Untuk Seluruh Manusia)

25
Rasul Muhammad saw. berbeda dengan para rasul dan nabi sebelumnya,
dimana Nabi Muhammad saw. diutus bagi kepentingan umat manusia secara
keseluruhan dengan tidak membedakan suku, bangsa, warna kulit, bahasa,
dan sebagainya. Sehingga dapat dilihat perkembangan Islam pada masa ini di
mana kaum muslimin tersebar di seluruh pelosok dunia.

Dan Kami tidak mengutus engkau, melainkan kepada umat manusia


seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi
peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui. (Saba’: 28)

Rahmatan Lil Alamin (Rahmat Bagi Alam Semesta)

Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam. (Al-Anbiya’: 107)

Kehadiran Nabi Muhammad saw. di muka bumi ini adalah sebagai rahmat
bagi seluruh alam yang tidak saja manusia, tetapi juga alam, hewan, pohon,
dan sebagainya. Manusia, dengan kehadiran Nabi Muhammad, mendapatkan
rahmat dan kebaikan. Begitu juga manusia kafir dan jahiliyah, mendapatkan
rahmat dari kedatangan Islam. Dengan demikian Islam dan Nabi Muhammad
tidak hanya untuk umat Islam, tetapi kebaikannya juga dirasakan oleh
manusia lainnya. Islam adalah membawa agama fitrah yang sesuai dengan
penciptaan manusia. Jadi, ketika Islam disampaikan, akan dirasakan sesuai
oleh manusia.

Alam, hewan, dan tumbuhan pun dilindungi dan dipelihara dengan


kedatangan Islam. Umat Islam sebagai khalifah di muka bumi melaksanakan
pemeliharaan dan penjagaan alam. Dengan demikian kestabilan terwujud, dan
alam serta isinya menjadi damai.

Risalatul Islam

Risalah Nabi Muhammad saw. adalah risalah Islam, yang dibawanya adalah
sesuatu yang benar. Hal ini tercermin dari akhlak, kepribadian, dan sifat-sifat
Nabi yang mulia. Inti dari risalah Nabi Muhammad saw. adalah huda

26
(petunjuk) dan dienul haq (agama yang benar). Risalah membawa huda
karena Islam itu sendiri sebagai panduan bagi manusia.

Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama


yang hak (benar) dan agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan
cukuplah Allah sebagai saksi. (Al-Fath: 28)

Ad-Dakwah

Rasul dalam menjalankan dakwahnya mempunyai peranan sebagai saksi atas


umatnya, memberi penyampaian nilai-nilai Islam yang bersifat kabar gembira
ataupun kabar peringatan. Allah swt. sekali lagi menegaskan bahwa Rasul
berdakwah dengan menyeru manusia agar kembali kepada Allah dan
kemudian Rasul sebagai pelita yang menerangi. Peranan Nabi yang
digambarkan di dalam surat Al-Ahzab ayat 45-46 adalah sebagai dai. Nabi
berdakwah dengan mengajak manusia dan bersifat sebagai pelita yang
senantiasa dijadikan rujukan bagi manusia.

Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi, dan pembawa


kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada
agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. (Al-
Ahzab: 45-46)

Nabi Muhammad saw. telah berhasil menegakkan Islam dengan dakwahnya


selama 23 tahun. Kini risalah yang diajarkannya telah menyingkirkan
kegelapan jahiliyah yang membelenggu dunia, dan menempatkan kita ke
dalam cahaya hidayah yang terang benderang. Dengan begitu kita tahu mana
jalan yang menyesatkan dan mana jalan yang benar menuju pintu keridhaan
Allah swt

7. Kewajiban terhadap Rasul


a. Beriman Kepadanya
Beriman kepada Rasul Allah berada pada penggalan ayat QS. An-Nisa-
136:
ُ ‫يَا أَيُّ َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا آ ِمنُوا بِاهَّلل ِ َو َر‬
‫سولِه‬

27
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya.Ayat di atas sangat jelas menyebutkan bahwa umat Muslim
hendaknya beriman atau percaya kepada Allah dan Rasulnya. Ayat ini
didukung oleh salah satu ayat dari surat al-Araf-158 yang berbunyi:
‫ض ٓاَل اِ ٰلهَ اِاَّل ُه َو يُ ْح ٖي‬ ‫هّٰللا‬
ِ ۚ ‫ت َوااْل َ ْر‬ ِ ‫ي لَ ٗه ُم ْل ُك السَّمٰ ٰو‬ ْ ‫س ْو ُل ِ اِلَ ْي ُك ْم َج ِم ْي ًعا ۨالَّ ِذ‬ ُ ‫اس اِنِّ ْي َر‬ُ َّ‫قُ ْل ٰيٓاَيُّ َها الن‬
َ‫ي يُؤْ ِمنُ بِاهّٰلل ِ َو َكلِمٰ تِ ٖه َواتَّبِ ُع ْوهُ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْهتَد ُْون‬ ‫هّٰلل‬
ُ ‫َويُ ِمي ْۖتُ فَ ٰا ِمنُ ْوا ِبا ِ َو َر‬
ْ ‫س ْولِ ِه النَّبِ ِّي ااْل ُ ِّم ِّي الَّ ِذ‬
Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Wahai manusia! Sesungguhnya aku
ini utusan Allah bagi kamu semua, Yang memiliki kerajaan langit dan
bumi; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang
menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan
Rasul-Nya, (yaitu) Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan
kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya). Ikutilah dia, agar kamu
mendapat petunjuk.”

b. Mencintainya Melebihi Segala Sesuatu


Terkait ini terdapat dalam QS. At-Taubah-24:
َ ‫ِۨا ْقتَ َر ْفتُ ُم ْوهَا َوتِ َج‬Mِ ۨ‫َش ْي َرتُ ُك ْم َواَ ْم َوا ُل‬
َ‫ارةٌ ت َْخش َْون‬ ُ ‫قُ ْل اِنْ َكانَ ٰابَ ۤا ُؤ ُك ْم َواَ ْبنَ ۤا ُؤ ُك ْم َواِ ْخ َوانُ ُك ْم َواَ ْز َو‬
ِ ‫اج ُك ْم َوع‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ُ ‫ص ْوا َح ٰتّى يَأْتِ َي‬ ُ َّ‫سبِ ْيلِ ٖه فَتَ َرب‬ َ ‫س ْولِ ٖه َو ِج َها ٍد فِ ْي‬ ُ ‫ب اِلَ ْي ُك ْم ِّمنَ ِ َو َر‬ َّ ‫ض ْونَ َهٓا اَ َح‬ َ ‫سا َدهَا َو َم ٰس ِكنُ ت َْر‬ َ ‫َك‬
‫هّٰللا‬
ࣖ َ‫سقِيْن‬ ِ ‫بِا َ ْم ِر ٖ ۗه َو ُ اَل يَ ْه ِدى ا ْلقَ ْو َم ا ْل ٰف‬
Artinya: Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-
saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-
rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah
dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang fasik.
Ayat ini telah menjelaskan anjuran bagi umat Islam untuk mewajibkan
mencintai beliau dan kelayakan beliau mendapatkan kecintaan tersebut,
karena Allah menegur orang yang menjadikan harta, keluarga dan anaknya
lebih dicintai dari Allah dan Rasul-Nya.
c. Taat dan Mengikutinya

28
Perintah taat kepada Nabi dan Rasul terdapat pada penggalan QS. An-
Nisa-64:
ِ ‫سو ٍل إِاَّل لِيُطَا َع بِإ ِ ْذ ِن ٱهَّلل‬ َ ‫َو َمٓا أَ ْر‬
ُ ‫س ْلنَا ِمن َّر‬
Artinya: Dan Kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk
ditaati dengan seizin Allah.
Selain itu, penggalan ayat dalam QS. Ali Imran ayat 32 juga menyebutkan:
‫هّٰللا‬
ُ ‫قُ ْل اَ ِط ْي ُعوا َ َوال َّر‬
‫س ْو َل‬
Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Taatilah Allah dan Rasul.
d. Menerima Ketentuannya dengan senang hati dan tidak terpaksa
َ َ‫س ِه ْم َح َر ًجا ِّم َّما ق‬
َ‫ضيْت‬ ۟ ‫فَاَل َو َربِّ َك اَل يُؤْ ِمنُونَ َحت َّٰى يُ َح ِّك ُموكَ فِي َما ش ََج َر بَ ْينَ ُه ْم ثُ َّم اَل يَ ِجد‬
ِ ُ‫ُوا فِ ٓى أَنف‬
‫سلِي ًما‬ ۟ ‫سلِّ ُم‬
ْ َ‫وا ت‬ َ ُ‫َوي‬
Artinya: Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman
hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya. (QS. An-Nisa-65)
e. Berlaku Sopan dihadapannya
ً ‫ض ُك ْم بَ ْع‬
‫ضا‬ ُ ‫اَل ت َْج َعلُوا ُدعَا َء ال َّر‬
ِ ‫سو ِل بَ ْينَ ُك ْم َك ُدعَا ِء بَ ْع‬
Artinya: Janganlah kamu jadikan panggilan Rasul diantara kamu seperti
panggilan sebahagian kamu kepada sebahagian (yang lain). QS. An-Nur
ayat 63
Selain itu, QS. Al-Hujurat ayat 2 juga menjelaskan:
ِ ‫ت النَّبِ ِّي َواَل ت َْج َه ُر ْوا لَ ٗه ِبا ْلقَ ْو ِل َك َج ْه ِر بَ ْع‬
ٍ ‫ض ُك ْم لِبَ ْع‬
‫ض‬ ِ ‫ص ْو‬ َ ‫ص َواتَ ُك ْم فَ ْو‬
َ ‫ق‬ ْ َ‫ٰيٓا َ ُّي َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا اَل ت َْرفَ ُع ْٓوا ا‬
ْ َ‫اَنْ ت َْحبَطَ اَ ْع َمالُ ُك ْم َواَ ْنتُ ْم اَل ت‬
َ‫ش ُع ُر ْون‬
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan
suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya
dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap
yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu
tidak menyadari. (QS. Al-Hujurat ayat 2)
Berdasarkan penjelasan di atas, 5 kewajiban umat Islam kepada para Nabi
dan Rasul telah tertulis jelas dalam Al-Quran. Oleh karena itu sebagai

29
umat Islam yang mempercayai adanya Rasul hendaknya kita sudah
mengerti akan kewajiban yang harus dilakukan.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Mengenal Allah
Allah SWT sebagai pencipta lebih mudah dipahami dibandingkan
memahami Allah sebagai Malik dan Ilahi. Hal ini disebabkan karena
memahami Allah sebagai Malik memiliki berbagai konsekuensi diantaranya
konsekuensi pengabdian melaksanakan perintah-Nya, konsekuensi
menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang paling dicintai, konsekuensi
menjadikan Allah sebagai satu-satunya penguasa diri, dan sebagainya.
Konsekuensi inilah yang biasanya menjadi kendala bagi kita untuk
memahami Allah secara menyeluruh.
Dalam mengenal Allah, kita sebaiknya berkeyakinan bahwa Allah
sumber ilmu dan pengetahuan. Ilmu-ilmu tersebut berfungsi sebagai pedoman
hidup. Dan sebagai sarana hidup. Dengan keyakinan itu maka kita akan lebih
mudah untuk memahami Allah dan juga memiliki kepribadian yang merdeka
dan bebas, karena kita hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya
penguasa diri kita, seluruh makhluk bagi kita memiliki posisi yang sama.
Sama-sama hamba Allah jadi kita tidak akan takut kepada selain Allah.
Mengenal Allah dapat kita lakukan dengan cara memahami sifat-sifat-
Nya. Kita tidak dapat mengenal Allah melalui zat-Nya, karena
membayangkan zat AllaH itu adalah suatu perkara yang sudah di luar batas
kesanggupan akal kita sebagai makhluk Allah. Kita hanya dapat mengenal
Allah melalui sifat-sifat-Nya.

B. Mengenal Rosul
Mengenal Rasul adalah pintu utama untuk menuju cinta Rasul.Sebagai
seorang yang beriman, mencintai Rasul adalah wajib, bahkan harus melebihi

30
kecintaan terhadap dirinya sendiri. Dari cinta yang tulus akan lahir
kemudahan ittiba’. Kita akan sukarela mengikuti apa yang dikatakan oleh
Rasulullah SAW.Allah swt. telah mengutus nabi dan rasul pada setiap kaum.
Namun yang disebutkan di dalam Al-Qur’an hanya sebanyak 25 orang.
Perhatikan Al-Qur’an surat Al-Mu’min: 78, An-Nisa’: 163-164, dan Al-
An’am: 84-86. Sedangkan penutup bagi semua rasul dan nabi itu adalah Nabi
Muhammad saw.
Dan oleh Allah SWT, ittiba’ atau mengikuti Rasul dijadikan prasyarat
untuk cinta Allah. Allah berfirman: “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali
Imran: 31). Karena mencintai Rasul adalah wajib, dan ittiba’ yang lahir dari
cinta dijadikan syarat untuk cinta Allah, dan mencinta Rasul tidak bisa
terwujud tanpa mengenalnya, maka mengenal Rasul menjadi wajib.
Rasulullah SAW tampil sebagai pembawa risalah Islam yang
mencakupi huda (petunjuk) dan dienul haq (agama yang benar). Selain itu
hadirnya Rasulullah saw. di tengah umat akhir zaman adalah sebagai saksi,
pembawa berita gembira dan peringatan, menyeru ke jalan Allah, dan sebagai
pelita yang menerangi.Oleh sebab itu Allah SWT mengistimewakan para
rasul itu dengan mengaruniakan maziat (kekhususan-kekhususan) serta
keutamaan keutamaan agar dapat mengemban kewajiban-kewajiban yang
terkandung dalam risalat Allah, juga menjadi contoh dan suri tauladan bagi
umatnya, baik dalam urusan agama dan dunia. (Sayid Sabiq,1993).
Tujuan dari persaksian kita adalah meyakinkan diri dengan sepenuhnya
bahwa Muhammad adalah Nabi yang diutus oleh-Nya, dengan tugas
menyampaikan seluruh risalah yang diterimanya secara sempurna dan
memberikan contoh bagaimana melaksanakan risalah Allah di muka bumi.
Kita tidak layak bersaksi kalau kita tidak mengenal orang yang kita
persaksikan. Karenanya, kita wajib mengenal beliau agar persaksian kita sah,
kuat dan diterima oleh Allah.

31
BAB IV
PENUTUP

A. SIMPULAN
Kata ma’rifat berasal asal kata ‘arafa, dalam keseluruhan al-Qur’an
disebutkan sebanyak 71 kali (Muhammad Solihin, .2017 :175). Dari 71 kali
penyebutan sehingga Ma’rifat dalam term al-Qur’an memiliki kandungan arti
yang banyak seperti: mengetahui, mengenal, sangat akrab, hubungan yang patut,
hubungan yang baik, dan pengenalan berdasarkan pengetahuan mendalam.
Manusia sangat berkepentingan untuk mengetahui siapa penciptanya dan untuk
apa ia diciptakan. Karena itu, manusia pun mulai melakukan penelitian dan
mencari-cari siapa gerangan Tuhannya. Ma’rifatullah merupakan ilmu yang paling
mulia dan penting karena materi yang dipelajarinya adalah Allah. Manfaat yang
dihasilkannya pun tidak saja untuk kepentingan dunia tapi juga untuk kebahagiaan
akhirat. Bukti keberadaan Allah didasarkan banyak dalil yang kuat dan bukti yang
nyata diantaranya : bukti fitrah, bukti inderawi, bukti rasional, bukti nash, dan
bukti sejarah.
Syirik dari segi bahasa artinya mempersekutukan, secara istilah adalah
perbuatan yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain. Hati orang-
orang syirik tertutup untuk menerima kebenaran baik yang datangnya dari Allah
dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya cinta kepada Allah adalah pondasi yang mendasari agama
Islan, dengan cinta yang sempurna itulah agama ini menjadi sempurna dan dengan
berkurangnya cinta tauhid seseorang menjadi berkurang.

B. SARAN
Melalui makalah ini semoga dapat membantu memberikan informasi kepada
semua pembaca mengenai Ma’rifatullah/mengenal Allah, dan supaya kita
menjadi manusia yang lebih baik dalam menjalankan roda kehidupan. Dan dalam

32
pembuatan makalah ini mungkin masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran
yang membangun kami sangat harapkan dari segenap pembaca makalah ini.

33
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahan

HR. Al Bukhari dan Muslim, dan 13 diriwayatkan juga oleh Imam Bukhari dalam
Al Adab Al Mufrad

Muhammad Ali Ash-Shabuni. Shafwatut Tafasir. Terj. Dari bahasa Arab oleh
Yasin. jilid 1. Darul Fikr, 2001. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011
Sayid Sabiq, Aqidah Islam (Ilmu Tauhid), terj. M. Abdai Rathony, CV.
Diponegoro, Bandung, 1993, hlm. 183
Sabiq, Sayid. 2002. Aqidah Islam. Bandung:  Penerbit Diponegoro
Suyadi. 2008. Meneladani Akhlak Rasul SAW dan Sahabat. Universitas
Brawijaya

Syekh Muh. Abduh, Risalah Tuhid, alih bahasa Firdaus AN, cet. 10, Bulan
Bintang, Jakarta, 1996, hlm. 183

34

Anda mungkin juga menyukai