Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN KONDROSARKOMA
Makalah ini disusun untuk memnuhi tugas mata kuliah keperawatan Onkologi

Dosen Pembimbing:
Lingga Curnia Dewi, S.Kep, Ns, M.Kep

Disusun Oleh:
Isna Kurniati Rizqi (132011123048)
Veni Rochmawati (132011123054)
Intan Lestari (132011123057)
Ida Azizah (132011123061)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan onkologi
yang berjudul ”Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kondrosarkoma” sesuai
waktu yang ditentukan.
Dalam penyusunan makalah keperawatan onkologi ini, kami mendapat
banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu kami tidak lupa
mengucapkan terima kasih yang terhormat kepada Bapak/Ibu Dosen pembimbing
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan untuk terselesaikannya tugas
makalah ini.
Kami menyadari makalah keperawatan onkologi ini masih banyak
kekurangan, untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
kami harapkan. Akhirnya kami berharap semoga makalah keperawatan onkologi
ini bermanfaat bagi kami pada khususnya dan bagi semua pembaca pada
umumnya.

Surabaya, 13 Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHALUAN

1.1 Latar Belakang


Kondrosarkoma adalah tumor tulang ganas primer dengan diferensiasi
kartilaginosa yang di tegakan dengan x-ray polos, laboratorium dan MRI.
Dalam hal insidensi, chondrosarcoma merupakan tumor tulang yang paling
sering kedia setelah osteosarcoma pada orang dewasa, dan letak pada pelvis
40-50% kasus. Kondrosarkoma pada pelvis bersifat asimptomatik dalam
jangka panjang dan dengan demikian dapat menjadi besar pada saat diagnosis.
Kondrosarkoma terjadi pada sekitar 3,5-9% dari tumor tulang primer
dan sekitar 30% dari keganasan tulang primer. Kondrosarkoma terjadi pada
decade ke-4 hingga ke-7, sedikit lebih sering pada pria. Lokasi yang paling
umum adalah pelvis, tulang rusuk, femur proksimal dan humerus proksimal.
Rasa sakit yang semakin meningkat adalah gejala yang paling umum. Satu-
satunya pengobatan yang tersedia adalah dengan bedah reseksi karena
perawatan adjuvat kemoterapi tidak efektif.
Istilah Kondrosarkoma menggambarkan kelompok lesi heterogen
dengan ciri morfologi dan prilaku klinis yang bermacam-macam.
Kondrosarkoma dapat terjadi sebagai tumor primer maupun tumor sekunder
dari perubahan lesi di kartilago sebelumnya. Kondrosarkoma primer terdiri
atas konvensional intramedular, clear cell, mesenkimal, juxtakortikal,
dedifferentiated, mixoid dan ekstraskeletal. Kondrosarkoma konvensional
intrameduler merupakan tipe yang paling sering (sampai 65% kasus). Berdasar
lokasi, kondrosarkoma di kategorikan sebagai sentral dan prifer.
Kondrosarkoma sentral berasal dari inrameduler, meskipun tumornya besar,
mengoresi kortex dan menginvassi jaringan lunak di sekitarnya.
Kondrosarkoma perifer termasuk kondrosarkoma sekunder yang sebelumnya
berupa lesi osteokondroma dengan lesi yang berkembang dari permukaan
tulang (jukstakortikal).
Kebanyakan lokasi skeletal yang sering terjadi kondrosarkoma adalah
tulang panjang tubuler, kira-kira 45%. Femur merupakan tempat yang paling
sering diikuti oleh tibia dan humerus. Tulang aksial juga merupakan tempat
yang sering terjadi kondrosarkoma, dengan tempat yang paling sering adalah
tulang inominata (os ilium, os ischium dan os pubis) kira-kira 25%. Pernah
dilaporkan juga kejadian kondrosarkoma di tulang iga, tulang vertebra, tulang
scapula dan stenum.
Diagnose kondrosarkoma sering kali ditegakkan berdasarkan temuan
pada foto polos adanya lesi dengan tipikal matriks kondroit ring dan arc
pattern dengan ciri pertumbuhan yang agresif. Tambahan modal pencitraan
lainnya meliputi CT, MR dan bone scintigraphy diperlukan untuk evaluasi,
staging dan sebagai guiding reseksi bedah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah
“Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan kondrosarkoma?”

1.3 Tujuan
Menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan kondrosarkoma.
1.4 Manfaat
Makalah ini dapat memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan
pada pasien kondrosarkoma.
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Kondrosarkoma
2.1.1 Definisi
Kondrosarkoma merupakan tumor tulang ganas yang terdiri atas
kondrosit anaplastic yang dapat tumbuh sebagai tumor tulang perifer atau
sentral. Kondrosarkoma berasal dari kartilago primitive yang membentuk
mesenkim, memproduksi kartilago hialin dan menghasilkan pertumbuhan
yang abnormal dari tulang dan kartigalo.
Kondrosarkoma dapat dibagi menjadi kondrosarkoma primer dan
sekunder. Untuk keganasan yang berasal dari kertilago itu sendiri (de
novo) disebut kondrosarkoma primer. Sedangkan apabila merupakan
bentuk degenerasi keganasan dari penyakit lain seperti enkondroma,
osteokondroma dan kondroblastoma disebut kondrosarkoma sekunder.
Kondrosarkoma sekunder kurang ganas dibandingkan kondrosarkoma
primer. Berdasar lokasi kondrosarkoma dapat dikalsifikasi menjadi tumor
sentral atau perifer.
2.1.2 Epidemiologi
Kondrosarkoma bisa mengenai semua orang dengan berbagai
umur, meskipun sering terjadi pada decade 5 atau 6 dengan perbandingan
laki-laki : perempuan (1,5-2:1). Kondrosarkoma jarang terjadi pada anak,
dan seandainya terjadi kejadiannya agresif. Meskipun semua tulang bisa
terkena namun lokasi paling sering terkena adalah pelvis (40-50% dari
semua kondrosarkoma), pergelangan bahu, tulang panjang bagian
proksimal, iga, scapula, dan sternum. Kondrosarkoma orimer jarang terjadi
di tulang punggung (<1%). Kejadian kondrosarkoma di femur kira-kira
20%-35% diikuti di tibia 5%. Ekstremitas atas kejadiannya sekitar 10%-
20% dengan humerus bagian proksimal merupakan tempat yang paling
sering terjadi. Kerangka aksial juga paling sering terkena dengan kejadian
pada tulang innominate 25% kasus dan kejadian pada tulang ig 8%. Lokasi
yang jarang terjadi antara lain di scapula (5%) dan sternum (2%).
Pada tulang panjang lesi umumnya terletak di metafis (49%)
diikuti di diafisis (36%). Kondrosarkoma konvensional yang terpusat di
diafisis tidak benyak terjadi, hanya 16% kasus.
2.1.3 Gejala klinis
Gejala klinis kondrosarkoma tergantung derajat tumor. Pada
kebanyakan kasus, gejalanya ringan dengan waktu yang lama, berkisar
dari beberapa bulan sampai tahun, dan biasanya nyeri tumpul dengan
teraba adanya masa. Pada derajat yang tinggi tumor dapat tumbuh cepat
dengan nyeri yang menyiksa.
2.1.4 Klasifikasi
Kondrosarkoma di klasifikasikan menjadi kondrosarkoma primer
(90%) jika lesi denovo dan kondrosarkoma sekunder (10%) jika berasal
dari defek kartilago jinak, seperti osteokondroma atau endokondroma.
Selanjutnya diklasifikasikan sebagai kondrosarkoma sentral (jika letak lesi
di kanal intramedular), kondrosarkoma perifer (jika letak lesi di
permukaan tulang) dan kondrosarkoma jukstakortikal atau periosteal
dengan kejadian jarang (2%). Secara patologi kondrosarkoma
dikalsifikasikan menjadi kondrosarkoma konvensional (80-85%), dan
kondrosarkoma denga subtype tergantung lokasi, tampilan, terapi dan
prognosis. Subtype tersebut antara lain kondrosarkoma clear cell (1%-2%),
kondrosarkoma miksoid (8%-10%), kondrosarkoma mesenimal (3%-10%)
dan kondrosarkoma dedifferentiated (5%-10%).
Secara histologi berdasar ukuran lesi dan staining inti
(hiperkromasia) dan seluleritasnya derajat kondrosarkoma dibagi dalam
skala 1-3. Derajat kondrosarkoma tersebut mencerminkan agresifitas lesi,
derajat 1 merupakan tumor derajat rendah, derajat 2 merupakan derajat
sedang dan derajat 3 merupakan derajat tinggi. Tumor derajat 1
mempunyai kondrosit dengan inti tebal, meskipun beberapa inti membesar
(ukuran>8 mikro) dan sedikit sel dengan multinucleated (kebanyakan
binucleated). Stroma lebih dominan dengan area miksoid sedikit atau
bahkan tidak ada. Kondrosarkoma derajat 1 ini sulit dibedakan dengan
enkondroma. Kondrosarkoma derajat 2 mempunyai matriks kondroid yang
sedikit dan lebih banyak mengandung sel. Peningkatan sel lebih dominan
di tumor perifer dengan matriks kondroit yang hamper tidak ada dan
jarang ditemukan gambaran mitosis. Kondrosarkoma derajat 3,
menampilkan sel-sel yang lebih besar dan inti lebih pleomorfisme
dibandingkan derajat 2. Matriks kondroit jarang bahkan hamper tidak ada
dengan material interseluler sedikit dan sering berupa mixoid. Selnya
umumnya bentuk stellat atau ireguler. Fokus nekrosis sering tampak dan
sering meluas. Inti sel sering berbentuk spindle dengan ukuran bisa lebih
besar 5-10 kali dibandingkan dengan ukuran normal.
2.1.5 Etiologi
Etiologi kondrosarkoma masih belum diketahui secara pasti.
Informasi etiologi kondrosarkoma masih sangat minimal. Beberapa zat-zat
fisika dan kimia, seperti radiasi, beryllium, dan isotop radioaktif, telah
menunjukkan faktor resiko potensial terhadap perkembangan tumor
kondroid. Namun berdasarkan penelitian yang terus berkembang
didapatkan bahwa kondrosarkoma berhubungan dengan tumor-tumor
tulang jinak seperti enkondroma atau osteokondroma sangat besar
kemungkinannya untuk berkembang menjadi kondrosarkoma. Tumor ini
dapat juga terjadi akibat efek samping dari terapi radiasi untuk terapi
kanker selain bentuk kanker primer. Selain itu, pasien dengan sindrom
enkondromatosis seperti Ollier disease dan Maffucci syndrom, beresiko
tinggi untuk terkena kondrosarkoma.
2.1.6 Pathogenesis
Patogenesis kondrosarkoma primer maupun sekunder adalah
terbentuknya kartilago oleh sel-sel tumor tanpa disertai osteogenesis. Sel
tumor hanya memproduksi kartilago hialin yang mengakibatkan
abnormalitas pertumbuhan tulang dan kartilago. Secara fisiologis,
kondrosit yang mati dibersihkan oleh osteoklas kemudian daerah yang
kosong itu, diinvasi oleh osteoblas-osteoblas yang melakukan proses
osifikasi. Proses osifikasi ini menyebabkan diafisis bertambah panjang dan
lempeng epifisis kembali ke ketebalan semula. Seharusnya kartilago yang
diganti oleh tulang di ujung diafisis lempeng memiliki ketebalan yang
setara dengan pertumbuhan kartilago baru di ujung epifisis lempeng.
Namun pada kondrosarkoma proses osteogenesis tidak terjadi, sel-sel
kartilago menjadi ganas dan menyebabkan abnormalitas penonjolan
tulang, dengan berbagai variasi ukuran dan lokasi.
Proses keganasan kondrosit dapat berasal dari perifer atau sentral.
Apabila lesi awal dari kanalis intramedular, di dalam tulang itu sendiri
dinamakan kondrosarkoma sentral sedangkan kondrosarkoma perifer
apabila lesi dari permukaan tulang seperti kortikal dan periosteal. Tumor
kemudian tumbuh membesar dan mengikis korteks sehingga menimbulkan
reaksi periosteal pada formasi tulang baru dan soft tissue. Penelitian baru-
baru ini berkesimpulan patogenesis dari kondrosarkoma bisa melibatkan
inaktifasi mutasional dari gen supresor tumor terdahulu. Telah dilaporkan
terjadinya inaktifasi mutasional tumor supresor p16, Rb, dan p53 pada
contoh kondrosarkoma. Lebih lanjut lagi, inaktifasi p53 berhubungan
dengan tumor tingkat yang lebih tinggi dan prognosis yang lebih jelek.
2.1.7 Diagnosis Klinis
Manifestasi klinis kondrosarkoma ini sangat beragam. Pada
umumnya penyakit ini memiliki perkembangan yang lambat, kecuali saat
menjadi agresif.
a. Gejala Kondrosarkoma
Berikut adalah gejala yang bisa ditemukan pada kondrosarkoma:
1. Nyeri
Nyeri merupakan gejala yang paling banyak ditemukan. Sekitar 75%
pasien kondrosarkoma merasakan nyeri. Gejala nyeri yang ditimbulkan
tergantung pada predileksi serta ukuran tumor. Gejala dini biasanya
berupa nyeri yang bersifat tumpul akibat pembesaran tumor yang
perlahan-lahan. Nyeri berlangsung lama dan memburuk pada malam
hari. Saat istirahat nyeri tidak menghilang. Nyeri diperberat oleh
adanya fraktur patologis.
2. Pembengkakan
Pembengkakan lokal biasa ditemukan.
3. Massa yang teraba
Teraba massa yang diakibatkan penonjolan tulang.
4. Frekuensi miksi meningkat
Manifestasi klinis ini ditemukan pada kondrosarkoma di pelvis.
Namun semua manifestasi klinis ini tidak selalu ada di setiap
kondrosarkoma. Gejala yang ditimbulkan tergantung dari gradenya. Pada
grade tinggi, selain pertumbuhan tumor cepat juga disertai nyeri yang
hebat. Sedangkan pada grade rendah, pertumbuhan tumor lambat dan
biasanya disertai keluhan orang tua seperti nyeri pinggul dan
pembengkakan.
b. Penentuan Grade dan Stage dari Kondrosarkoma
Grade(G) dilihat dari agresif tidaknya tumor tersebut. Disebut
grade rendah (G1) apabila jinak dan grade tinggi (G2) bila agresif.
Penilaian grade kondrosarkoma dapat juga melalui pemeriksaan
mikroskopis Pada grade rendah biasanya sel tumor masih mirip dengan sel
normal dan pertumbuhannya lambat serta kemungkinan metastase sangat
kecil. Pada grade tinggi, sel tumor tampak abnormal dengan pertumbuhan
dan kemampuan metastase yang sangat cepat. Kebanyakan kondrosarkoma
itu berada pada grade rendah. Grade tinggi kondrosarkoma lebih sering
akibat rekurensi dan metastase ke bagian tubuh yang lain. Yang termasuk
grade rendah adalah kondrosarkoma sekunder sedangkan yang termasuk
grade tinggi adalah kondrosarkoma primer.
Tujuan penentuan stage ialah mendeskripsikan ukuran dan
mengetahui apakah sel tumor ini telah bermetastase di luar lokasi aslinya.
Untuk lokasi anatomi, dituliskan (T1) jika tumor tersebut berada di dalam
tulang dan (T2) jika diluar tulang.
Berikut ini adalah penentuan stage kondrosarkoma:
1. Stage 1A merupakan tumor grade rendah di dalam tulang
2. Stage 1B merupakan tumor grade rendah di luar tulang yang meliputi
soft tissue spaces, nervus dan pembuluh darah.
3. Stage 2A merupakan tumor grade tinggi di lapisan keras tulang.
4. Stage 2B merupakan tumor grade tinggi di luar tulang yang meliputi
soft tissue spaces, nervus dan pembuluh darah.
5. Stage 3 merupakan tumor grade rendah-tinggi, bisa di dalam atau di
luar tulang namun telah mengalami metastase.
Apabila didapatkan keterlibatan kelenjar limfa regional maka
disebut N1 sedangkan N0 apabila tidak didapatkan keterlibatan kelenjar
limfe regional. Jika didapatkan metastase disebut sebagai M1 dan jika
tidak didapatkan metastase disebut M0. Kondrosarkoma biasa
bermetastase pada paru-paru, namun dapat juga bermetastase pada tulang,
liver, ginjal, payudara atau otak.
2.1.8 Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan penting dalam
usaha penegakan diagnosis tumor. Pada kondrosarkoma, pemeriksaan
radiologi yang dapat dilakukan meliputi foto konvensional, CT scan, dan
MRI. Selain itu, kondrosarkoma juga dapat diperiksa dengan USG dan
Nuklear Medicine.
a. Foto konvensional
Foto konvensional merupakan pemeriksaan penting yang dilakukan
untuk diagnosis awal kondrosarkoma. Baik kondrosarkoma primer atau
sentral memberikan gambaran radiolusen pada area dekstruksi korteks.
Bentuk destruksi biasanya berupa pengikisan dan reaksi eksternal
periosteal pada formasi tulang baru. Karena ekspansi tumor, terjadi
penipisan korteks di sekitar tumor yang dapat mengakibatkan fraktur
patologis. Scallop erosion pada endosteal cortex terjadi akibat
pertumbuhan tumor yang lambat dan permukaan tumor yang licin. Pada
kondrosarkoma, endosteal scalloping kedalamannya lebih dari 2/3 korteks,
maka hal ini dapat membedakan kondrosarkoma dengan enkondroma.
Gambaran kondrosarkoma lebih agresif disertai destruksi tulang, erosi
korteks dan reaksi periosteal, jika dibandingkan dengan enkondroma.
Tidak ada kriteria absolut untuk penentuan malignansi. Pada lesi
malignan, penetrasi korteks tampak jelas dan tampak massa soft tissue
dengan kalsifikasi. Namun derajat bentuk kalsifikasi matriks ini dapat
dijadikan patokan grade tumor. Pada tumor yang agresif, dapat dilihat
gambaran kalsifikasi matriks iregular. Bahkan sering pula tampak area
yang luas tanpa kalsifikasi sama sekali. Destruksi korteks dan soft tissue di
sekitarnya juga menunjukkan tanda malignansi tumor. Jika terjadi
destruksi dari kalsifikasi matriks yang sebelumnya terlihat sebagai
enkondroma, hal tersebut menunjukkan telah terjadi perubahan ke arah
keganasan menjadi kondrosarkoma.
b. CT scan
Dari 90% kasus ditemukan gambaran radiolusen yang berisi
kalsifikasi matriks kartilago. Pada pemeriksaan CT scan didapatkan hasil
lebih sensitif untuk penilaian distribusi kalsifikasi matriks dan integritas
korteks. Endosteal cortical scalloping pada tumor intramedullar juga
terlihat lebih jelas pada CT scan dibandingkan dengan foto konvensional.
CT scan ini juga dapat digunakan untuk memandu biopsi perkutan dan
menyelidiki adanya proses metastase di paru-paru.
2.1.9 Pemeriksaan Patologi Anatomi
Gambaran makroskopis pada kebanyakan tumor memperlihatkan
sifat kartilaginosa; besar dengan penampilan berkilau dan berwarna
kebiru-biruan. Secara mikroskopis, beberapa tumor berdiferensiasi baik
dan sulit dibedakan dengan enkondroma bila hanya berdasakan pada
gambaran histologis saja. Kecurigaan kearah keganasan apabila sel berinti
besar, inti multipel dalam suatu sel tunggal atau adanya beberapa
kondroblas dalam satu lakuna. Diantara sel tersebut terdapat matriks
kartilaginosa yang mungkin disertai dengan kalsifikasi atau osifikasi.
Konfirmasi patologi anatomi diperlukan untuk diagnosis dan
optimalisasi manajemen terapi. Biopsi sering dilakukan sebagai langkah
awal penanganan. Biopsi perkutaneus dengan tuntunan imaging akan
sangat membantu pada beberapa kasus tertentu. USG dilakukan sebagai
penuntun biopsi jarum halus pada soft tissue, sedangkan CT scan
digunakan sebagai penuntun untuk biopsi jarum halus pada tulang.
Perubahan patologis antara tumor jinak dan tumor ganas grade rendah
sangat sulit dinilai. Biopsi jarum halus kurang baik untuk memastikan
diagnostik patologis dan biasanya sering dikonfirmasi dengan biopsi bedah
terbuka. Klasifikasi kondrosarkoma berdasarkan patologi anatomi:
a. Clear cell chondrosarcoma:
Clear cell chondrosarcoma termasuk grade rendah dengan
pertumbuhan yang lambat dan secara khas terdapat di epifisis tulang-
tulang tubular terutama pada femur dan humerus.
Sesuai dengan namanya, biopsi dari tumor ini akan menunjukkan
clear cell dengan banyak vakuola besar. Akan tampak pula lobular
cartilaginous di dalam clear cells, multinucleated giant cells, mitosis
sedikit, dan susunan matriks menjadi sedikit disertai kalsifikasi fokal.
b. Mesenchymal chondrosarcoma
Di bawah mikroskop, selnya berbentuk lingkaran kecil/oval dari
spindled neoplastic cells dengan gumpalan ireguler kromatin dan nukleoli.
Terjadi peningkatan perubahan mitosis dan penipisan kartilago.
c. Dedifferentiated chondrosarcoma
Dediffentiated chondrosarcoma sekitar 10% dari seluruh tipe
kondrosarkoma. Sifat khasnya adalah gabungan antara grade rendah
kondrosarkoma dan proses keganasan degeneratif, di mana terjadi
keganasan soft tissue yang utuh sehingga tidak dapat diidentifikasi lagi
sebagai keganasan kartilago. Biasanya pada pasien berusia 60 tahun ke
atas. Pada gambaran patologi anatomi tampak ikatan antara sel kartilago
dan nonkartilago, stroma kondroid, sel kondrosit mengecil dan nukleus
padat dengan disertai beberapa pembesaran.
d. Juxtacortical chondrosarcoma
Juxtacortical chondrosarcoma merupakan 2% dari seluruh
kondrosarkoma. Lesi umumnya terletak pada bagian metafisis femur,
jarang pada diafisis.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
BAB 4
PEMBAHASAN
BAB 5
PENUTUP

4.1 Simpulan
Kondrosarkoma merupakan tumor tulang ganas yang terdiri atas
kondrosit anaplastic yang dapat tumbuh sebagai tumor tulang perifer atau
sentral. Kondrosarkoma bisa mengenai semua orang dengan berbagai umur,
meskipun sering terjadi pada decade 5 atau 6 dengan perbandingan laki-laki :
perempuan (1,5-2:1). Kondrosarkoma jarang terjadi pada anak, dan
seandainya terjadi kejadiannya agresif..
Kondrosarkoma adalah salah satu tipe kanker tulang primer, yaitu
kanker yang memang berasal dari tulang. Umumnya, kondisi ini terbentuk
pada sel tulang rawan. Tulang rawan adalah jaringan lunak pembentuk tulang.
Jaringan lunak ini terdapat pada berbagai bagian tubuh. Namun,
chondrosarcoma biasanya menyerang tulang rawan yang terdapat pada tulang
femur (tulang paha), lengan, panggul, atau lutut.
Kondrosarkoma termasuk kanker tulang kedua paling ganas, dan
tergolong sebagai penyakit yang sulit untuk didiagnosis dan diobati. Tipe dari
kanker tulang ini sering terjadi pada kelompok usia 20 tahun ke atas. Risiko
mengalami kondisi ini bertambah seiring pertambahan usia hingga Anda
menginjak usia 75 tahun. Pengobatan paling efektif untuk jenis kanker tulang
ini biasanya merupakan prosedur operasi pengangkatan tumor. Sementara,
kemoterapi dan radioterapi jarang menjadi pilihan pengobatan utama.
4.2 Saran
1. Dalam melakukan asuhan keperawatan, perawat mengetahui atau
mengerti tentang rencana keperawatan pada pasien dengan
chpndrosarcoma, pendokumentasian harus jelas dan dapat menjalin
hubungan yang baik dengan klien dan keluarga.
2. Dalam rangka mengatasi masalah gangguan mobilisasi, untuk institusi RS
supaya menyediakan sarana dan prasarana yang memudahkan
klien yang mengalami gangguan mobilisasi
3. Untuk keluarga diharapkan selalu membantu dan memotivasi klien dalam
proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai