KONDROSARKOMA
Disusun oleh :
Afifah Faizah Dinillah
1102015009
Pembimbing :
dr. Abdul Waris, Sp. Rad
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
semua neoplasma primer ganas pada tulang dan 3,5% dari semua tumor primer
pada tulang yang perlu biopsi.3 Kondrosarkoma ini biasa terjadi pada dewasa
(jukstakortikal).
tulang panjang tubuler, kira-kira 45%. Femur merupakan tempat yang paling
sering diikuti oleh tibia dan humerus. Tulang aksial juga merupakan tempat yang
sering terjadi kondrosarkoma, dengan tempat yang paling sering adalah tulang
pada foto polos adanya lesi dengan tipikal matriks kondroit ring and arc pattern
meliputi CT, MR, dan bone scintigraphy diperlukan untuk evaluasi, staging dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondrosarkoma
2.1.1 Definisi
Kondrosarkoma merupakan tumor tulang ganas yang terdiri atas kondrosit
anaplastik yang dapat tumbuh sebagai tumor tulang perifer atau sentral.
Kondrosarkoma berasal dari kartilago primitif yang membentuk mesenkim,
memproduksi kartilago hialin dan menghasilkan pertumbuhan yang abnormal dari
tulang atau kartilago.2,5 Kondrosarkoma merupakan tumor ganas yang tumbuh lambat,
berasal dari sel-sel kartilago, yang dapat mengandung daerah kalsifikasi di dalam
tumor.6
Kondrosarkoma dapat dibagi menjadi kondrosarkoma primer dan sekunder.
Untuk keganasan yang berasal dari kartilago itu sendiri (de novo) disebut
kondrosarkoma primer. Sedangkan apabila merupakan bentuk degenerasi keganasan
dari penyakit lain seperti enkondroma, osteokondroma dan kondroblastoma disebut
kondrosarkoma sekunder. Kondrosarkoma sekunder kurang ganas dibandingkan
kondrosarkoma primer. Berdasar lokasi kondrosarkoma dapat diklasifikasi menjadi
tumor sentral atau perifer.7
2.1.2 Epidemiologi
Kondrosarkoma bisa mengenai semua orang dengan berbagai umur, meskipun
sering terjadi pada dekade 5 atau 6 dengan perbandingan laki-laki : perempuan (1,5-2:
1). Kondrosaroma jarang terjadi pada anak, dan seandainya terjadi kejadiannya agresif.
Meskipun semua tulang bisa terkena namun lokasi paling sering terkena adalah pelvis
(40-50% dari semua kondrosarkoma), pergelangan bahu, tulang panjang bagian
proksimal, iga, scapula, dan sternum. Kondrosarkoma primer jarang terjadi di tulang
punggung (<1%) dan tulang kraniofasial dan juga jarang terjadi di tulang kecil tangan
dan kaki (kira-kira 1%) 6. Kejadian kondrosarkoma di femur kira- kira 20%-35%
diikuti di tibia 5%. Ekstremitas atas kejadiannya sekitar 10%-20% dengan humerus
bagian proksimal merupakan tempat yang paling sering terjadi. Kerangka aksial juga
paling sering terkena dengan kejadian pada tulang innominata 25% kasus dan kejadian
pada tulang iga 8%. Lokasi yang jarang terjadi antara lain di scapula (5%) dan di
sternum (2%).3
Pada tulang panjang lesi umumnya terletak di metafisis (49%) diikuti di diafisis
(36%). Kondrosarkoma konvensional yang terpusat di diafisis tidak banyak terjadi,
hanya 16% kasus.3
2.1.3 Etiologi
Etiologi kondrosarkoma masih belum diketahui secara pasti. Informasi
etiologi kondrosarkoma masih sangat minimal. Beberapa zat-zat fisika dan kimia,
seperti radiasi, beryllium, dan isotop radioaktif, telah menunjukkan faktor resiko
potensial terhadap perkembangan tumor kondroid. Namun berdasarkan penelitian yang
terus berkembang didapatkan bahwa kondrosarkoma berhubungan dengan tumor-
tumor tulang jinak seperti enkondroma atau osteokondroma sangat besar
kemungkinannya untuk berkembang menjadi kondrosarkoma. Tumor ini dapat juga
terjadi akibat efek samping dari terapi radiasi untuk terapi kanker selain bentuk kanker
primer. Selain itu, pasien dengan sindrom enkondromatosis seperti Ollier disease dan
Maffucci syndrom, beresiko tinggi untuk terkena kondrosarkoma.6
2.1.4 Klasifikasi
Kondrosarkoma di klasifikasikan menjadi kondrosarkoma primer (90%) jika
lesi denovo dan kondrosarkoma sekunder (10%) jika berasal dari defek kartilago jinak,
seperti osteokondroma atau enkondroma. Selanjutnya diklasifikasikan sebagai
kondrosarkoma sentral (jika letak lesi di kanal intramedular), kondrosarkoma perifer
(jika letak lesi di permukaan tulang) dan kondrosarkoma jukstakortikal atau periosteal
dengan kejadian jarang (2%). Secara patologi kondrosarkoma diklasifikasikan menjadi
kondrosarkoma konvensional (80-85%), dan kondrosarkoma dengan subtipe
tergantung lokasi, tampilan, terapi dan prognosis. Subtipe tersebut antara lain
kondrosarkoma clear cell (1%-2%), kondrosarkoma miksoid (8%-10%),
kondrosarkoma mesenkimal (3%-10%) dan kondrosarkoma dedifferentiated (5%-
10%).6
Secara histologi berdasar ukuran lesi dan staining inti (hiperkromasia) dan
seluleritasnya derajat kondrosarkoma dibagi dalam skala 1-3. Derajat kondrosarkoma
tersebut mencerminkan agresifitas lesi, derajat 1 merupakan tumor derajat rendah,
derajat 2 merupakan derajat sedang dan derajat 3 merupakan derajat tinggi. Tumor
derajat 1 mempunyai kondrosit dengan inti tebal, meskipun beberapa inti membesar
(ukuran > 8 mikro) dan sedikit sel dengan multinucleated (kebanyakan binucleated).
Stroma lebih dominan dengan area miksoid sedikit atau bahkan tidak ada.
Kondrosarkoma derajat 1 ini sulit dibedakan dengan enkondroma. Kondrosarkoma
derajat 2 mempunyai matriks kondroid yang sedikit dan lebih banyak mengandung sel.
Peningkatan sel lebih dominan di tumor perifer dengan matriks kondroit yang hampir
tidak ada dan jarang ditemukan gambaran mitosis. Kondrosarkoma derajat 3,
menampilkan sel-sel yang lebih besar dan inti lebih pleomorfisme dibandingkan derajat
2. Matriks kondroit jarang bahkan hampir tidak ada dengan material interseluler sedikit
dan sering berupa mixoid. Selnya umumya bentuk stellat atau ireguler. Fokus nekrosis
sering tampak dan sering meluas. Inti sel sering berbentuk spindle dengan ukuran bisa
lebih besar 5-10 kali dibandingkan dengan ukuran normal.3
1.1.5 Patofisiologi
Patogenesis kondrosarkoma primer maupun sekunder adalah terbentuknya
kartilago oleh sel-sel tumor tanpa disertai osteogenesis. Sel tumor hanya memproduksi
kartilago hialin yang mengakibatkan abnormalitas pertumbuhan tulang dan kartilago.
Secara fisiologis, kondrosit yang mati dibersihkan oleh osteoklas kemudian daerah
yang kosong itu, diinvasi oleh osteoblas-osteoblas yang melakukan proses osifikasi.
Proses osifikasi ini menyebabkan diafisis bertambah panjang dan lempeng epifisis
kembali ke ketebalan semula. Seharusnya kartilago yang diganti oleh tulang di ujung
diafisis lempeng memiliki ketebalan yang setara dengan pertumbuhan kartilago baru di
ujung epifisis lempeng. Namun pada kondrosarkoma proses osteogenesis tidak terjadi,
sel-sel kartilago menjadi ganas dan menyebabkan abnormalitas penonjolan tulang,
dengan berbagai variasi ukuran dan lokasi.5
Proses keganasan kondrosit dapat berasal dari perifer atau sentral. Apabila lesi
awal dari kanalis intramedular, di dalam tulang itu sendiri dinamakan kondrosarkoma
sentral sedangkan kondrosarkoma perifer apabila lesi dari permukaan tulang seperti
kortikal dan periosteal. Tumor kemudian tumbuh membesar dan mengikis korteks
sehingga menimbulkan reaksi periosteal pada formasi tulang baru dan soft tissue.
Penelitian baru-baru ini berkesimpulan patogenesis dari kondrosarkoma bisa
melibatkan inaktifasi mutasional dari gen supresor tumor terdahulu. Telah dilaporkan
terjadinya inaktifasi mutasional tumor supresor p16, Rb, dan p53 pada contoh
kondrosarkoma. Lebih lanjut lagi, inaktifasi p53 berhubungan dengan tumor tingkat
yang lebih tinggi dan prognosis yang lebih buruk.10
disertai dengan keluhan kencing yang sering atau sumbatan kencing6. Fraktur patologis
terkadang menjadi gejala yang tampak lebih dulu (3-17 % kasus) pada pasien dengan
kondrosaroma konvensional.3
2.1.7 Diagnosis
Diagnosis kondrosarkoma dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Dari anamnesis dapat ditemukan tanda dan gejala, antara lain nyeri lokal
yang semakin progresif (yang awalnya gejala nyeri tumpul ringan dalam
waktu yang lama, berkisar dari beberapa bulan sampai tahun, disertai
terabanya massa namun lama kelamaan menjadi semakin hebat dan
menetap). Sementara pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan edema,
keterbatasan gerak, penurunan berat badan, anemia, dan fraktur.
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi meliputi pemeriksaan foto polos, CT scan, MRI dan
PET scan. Foto polos atau foto konvensional merupakan pemeriksaan
penting yang dilakukan untuk diagnosis awal kondrosarkoma. Foto polos
bisa menggambarkan lokasi lesi, identifikasi sifat kartilago dan
agresifitasnya. Tampilan khas dari lesi tulang rawan pada radiografi polos
adalah kalsifikasi diskrit. Lesi dapat berupa radiolusen atau sklerotik pada
foto polos, dengan disertai adanya kalsifikasi. Tampilan lesi tergantung
jumlah mineralisasi yang terjadi. Kondrosarkoma dimulai di metafisis dan
meluas ke diafisis.10 Baik kondrosarkoma primer atau sentral memberikan
gambaran radiolusen pada area dekstruksi korteks dan muncul scallop
erosion pada kortex endosteal atau disebut endosteal scalloping, dan
penipisan atau penebalan korteks. Endosteal scalloping terjadi akibat
pertumbuhan tumor yang lambat dan permukaan tumor yang licin. Pada
10
11
Gambar 3. Radiografi shoulder AP, tampak di proksimal humerus, lesi campuran litik
sklerotik dengan remodeling ekspansil. Komponen sklerotik menampilkan tipikal
kondroit berupa kalsifikasi bentuk ring and arc (panah putih). Fokus litik terlihat di
inferior (panah hitam) menunjukkan tipikal endosteal scalloping pada kondrosarkoma
Ketika tumor meluas ke jaringan lunak massa sering besar dan teraba. Bentuk
destruksi biasanya berupa pengikisan dan reaksi eksternal periosteal pada formasi
tulang baru. Karena ekspansi tumor, terjadi penipisan korteks di sekitar tumor yang
dapat mengakibatkan fraktur patologis. Gambaran kondrosarkoma lebih agresif disertai
destruksi tulang, erosi korteks dan reaksi periosteal, jika dibandingkan dengan
enkondroma.9 Tumor high grade menunjukkan tepi yang tidak teratur. Kalsifikasi dari
matriks tumor bisa berupa stippled, punctata, flocculent, atau ring and arc like pattern.
12
Kalsifikasi bisa kecil, tersebar, padat maupun halus. Tidak ada kriteria absolut untuk
penentuan malignansi. Namun, pada lesi maligna, terdapat kecenderungan penetrasi
korteks tampak lebih jelas dan tampak massa jaringan dengan kalsifikasi yang ireguler.
Namun, sering pula tampak area yang luas dengan sedikit kalsifikasi bahkan tanpa
kalsifikasi sama sekali.3,10,11,12 Destruksi korteks dan soft tissue di sekitarnya juga
menunjukkan tanda malignansi tumor. Jika terjadi destruksi dari kalsifikasi matriks
yang sebelumnya terlihat sebagai enkondroma, hal tersebut menunjukkan telah terjadi
perubahan ke arah keganasan menjadi kondrosarkoma.10
13
MRI dapat menunjukkan lesi lobulated dengan sinyal rendah atau menengah
pada T1W1 dan intensitas sinyal tinggi pada T2W1. MRI bisa menunjukkan
staging yang tepat terhadap adanya keterlibatan meduler dan massa jaringan lunak.
Kondrosarkoma derajat rendah menunjukkan lesi dengan pola lobulated dan
adanya peningkatan septasi setelah dilakukan injeksi media kontras intravena.
Tumor derajat tinggi tidak memiliki septasi dan menunjukkan peningkatan
14
penyangatan heterogen yang difus. Tumor jinak dan kondrosakoma derajat rendah
tidak dapat dibedakan dengan MRI dari matriks saja.10
Kondrosarkoma secara khas menunjukkan peningkatan penyerapan radioisotop
pada bone scan, namun belum bisa digunakan untuk membedakan antara
osteokondroma dan enkondroma. Peningkatan penyerapan menunjukkan adanya
aktifitas metabolik pada kondroma atau pada tranformasi ke ganas. Namun
demikian tidak adanya peningkatan penyerapan, curiga keganasan bisa
disingkirkan.6
15
1. Ewing sarcoma10,11
Gambar 6. Tumor ini berpusat di ujung proksimal diafisis. Ada sklerosis tulang
trabekular dengan zona transisi yang luas. Tulang baru periosteal memiliki pola
'onion-skin' karena pembesaran tumor progresif (kuning)
16
2. Osteomyelitis
Perubahan paling awal terlihat pada jaringan lunak +/- otot yang berdekatan
dengan pembengkakan dan kehilangan atau keburaman bidang lemak normal. Efusi
dapat dilihat pada sendi yang berdekatan.2
Secara umum, osteomielitis harus meluas setidaknya 1 cm dan mengurangi 30
hingga 50% kandungan mineral tulang untuk menghasilkan perubahan nyata pada
radiografi polos. Lisis tulang fokal atau kehilangan kortikal, hilangnya arsitektur
trabekular bertulang, aposisi tulang baru.2
Gambar 7. Hilangnya arsitektur trabekular bertulang dan edema cairan antar sendi
17
18
19
20
adalah nausea dan malasea. Efek samping ini dapat diminimalkan dengan
mengatur jarak dan dosis radioterapi.12
2.1.10 Prognosis
21
BAB III
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
11. Sutton D, editor. Text book of radiology and imaging. 7th ed. Churchill
23
24