Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

KONDROSARKOMA

Disusun oleh :
Afifah Faizah Dinillah
1102015009

Pembimbing :
dr. Abdul Waris, Sp. Rad

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI


RSUD KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 27 JUNI – 31 AGUSTUS 2019



DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................1


DAFTAR ISI ..........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................5
2.1 Kondrosarkoma ..................................................................................................5
2.1.1 Definisi......................................................................................................5
2.1.2 Epidemiologi .............................................................................................5
2.1.3 Etiologi......................................................................................................5
2.1.4 Klasifikasi .................................................................................................6
2.1.5 Patofisiologi ..............................................................................................9
2.1.6 Manifestasi Klinis ...................................................................................11
2.1.7 Diagnosis.................................................................................................12
2.1.8 Tatalaksana .............................................................................................27
2.1.9 Prognosis .................................................................................................29
BAB III KESIMPULAN .....................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................49

BAB I
PENDAHULUAN

Kondrosarkoma merupakan tumor ganas dari kartilago hialin dengan

pembesaran yang lambat.1,2 Kondrosarkoma berasal dari kartilago primitif

yang membentuk mesenkim, memproduksi kartilago hialin dan menghasilkan

pertumbuhan yang abnormal dari tulang atau kartilago.2

Kondrosarkoma merupakan tumor ganas primer ke-3 pada tulang setelah

multiple myeloma dan osteosarkoma. Kejadian kondrosakoma 20% - 27% dari

semua neoplasma primer ganas pada tulang dan 3,5% dari semua tumor primer

pada tulang yang perlu biopsi.3 Kondrosarkoma ini biasa terjadi pada dewasa

dekade 3-6 dengan laki-laki lebih banyak daripada perempuan.3

Kondrosarkoma dapat terjadi sebagai tumor primer maupun tumor

sekunder dari perubahan lesi di kartilago sebelumnya.4 Kondrosarkoma primer

terdiri atas konvensional intramedular, clear cell, mesenkimal, juxtakortikal,

dedifferentiated, mixoid dan ekstraskeletal. Kondrosarkoma konvensional

intrameduler merupakan tipe yang paling sering (sampai 65% kasus).3

Berdasar lokasi, kondrosarkoma di kategorikan sebagai sentral dan perifer.

Kondrosarkoma sentral berasal dari intrameduler, meskipun tumornya besar,

mengerosi kortex dan menginvasi jaringan lunak di sekitarnya. Kondrosarkoma

perifer termasuk kondrosarkoma sekunder yang sebelumnya berupa lesi

osteokondroma dengan lesi yang berkembang dari permukaan tulang

(jukstakortikal).

Kebanyakan lokasi skeletal yang sering terjadi kondrosarkoma adalah

tulang panjang tubuler, kira-kira 45%. Femur merupakan tempat yang paling

sering diikuti oleh tibia dan humerus. Tulang aksial juga merupakan tempat yang

sering terjadi kondrosarkoma, dengan tempat yang paling sering adalah tulang

inominata (os ilium, os ischium dan os pubis) kira-kira 25%. Pernah

dilaporkan juga kejadian kondrosarkoma di tulang iga, tulang vertebra, tulang

scapula dan sternum.3

Diagnosis kondrosarkoma sering kali ditegakkan berdasarkan temuan

pada foto polos adanya lesi dengan tipikal matriks kondroit ring and arc pattern

dengan ciri pertumbuhan yang agresif. Tambahan modal pencitraan lainnya

meliputi CT, MR, dan bone scintigraphy diperlukan untuk evaluasi, staging dan

sebagai guiding reseksi bedah.

Tujuan dari referat ini adalah untuk mengetahui gambaran dari

kondrosarkoma dan membedakan kondrosarkoma dengan lesi lain yang

merupakan diagnosis pembandingnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondrosarkoma

2.1.1 Definisi
Kondrosarkoma merupakan tumor tulang ganas yang terdiri atas kondrosit
anaplastik yang dapat tumbuh sebagai tumor tulang perifer atau sentral.
Kondrosarkoma berasal dari kartilago primitif yang membentuk mesenkim,
memproduksi kartilago hialin dan menghasilkan pertumbuhan yang abnormal dari
tulang atau kartilago.2,5 Kondrosarkoma merupakan tumor ganas yang tumbuh lambat,
berasal dari sel-sel kartilago, yang dapat mengandung daerah kalsifikasi di dalam
tumor.6
Kondrosarkoma dapat dibagi menjadi kondrosarkoma primer dan sekunder.
Untuk keganasan yang berasal dari kartilago itu sendiri (de novo) disebut
kondrosarkoma primer. Sedangkan apabila merupakan bentuk degenerasi keganasan
dari penyakit lain seperti enkondroma, osteokondroma dan kondroblastoma disebut
kondrosarkoma sekunder. Kondrosarkoma sekunder kurang ganas dibandingkan
kondrosarkoma primer. Berdasar lokasi kondrosarkoma dapat diklasifikasi menjadi
tumor sentral atau perifer.7

2.1.2 Epidemiologi
Kondrosarkoma bisa mengenai semua orang dengan berbagai umur, meskipun
sering terjadi pada dekade 5 atau 6 dengan perbandingan laki-laki : perempuan (1,5-2:
1). Kondrosaroma jarang terjadi pada anak, dan seandainya terjadi kejadiannya agresif.
Meskipun semua tulang bisa terkena namun lokasi paling sering terkena adalah pelvis
(40-50% dari semua kondrosarkoma), pergelangan bahu, tulang panjang bagian

proksimal, iga, scapula, dan sternum. Kondrosarkoma primer jarang terjadi di tulang
punggung (<1%) dan tulang kraniofasial dan juga jarang terjadi di tulang kecil tangan
dan kaki (kira-kira 1%) 6. Kejadian kondrosarkoma di femur kira- kira 20%-35%
diikuti di tibia 5%. Ekstremitas atas kejadiannya sekitar 10%-20% dengan humerus
bagian proksimal merupakan tempat yang paling sering terjadi. Kerangka aksial juga
paling sering terkena dengan kejadian pada tulang innominata 25% kasus dan kejadian
pada tulang iga 8%. Lokasi yang jarang terjadi antara lain di scapula (5%) dan di
sternum (2%).3
Pada tulang panjang lesi umumnya terletak di metafisis (49%) diikuti di diafisis
(36%). Kondrosarkoma konvensional yang terpusat di diafisis tidak banyak terjadi,
hanya 16% kasus.3

2.1.3 Etiologi
Etiologi kondrosarkoma masih belum diketahui secara pasti. Informasi
etiologi kondrosarkoma masih sangat minimal. Beberapa zat-zat fisika dan kimia,
seperti radiasi, beryllium, dan isotop radioaktif, telah menunjukkan faktor resiko
potensial terhadap perkembangan tumor kondroid. Namun berdasarkan penelitian yang
terus berkembang didapatkan bahwa kondrosarkoma berhubungan dengan tumor-
tumor tulang jinak seperti enkondroma atau osteokondroma sangat besar
kemungkinannya untuk berkembang menjadi kondrosarkoma. Tumor ini dapat juga
terjadi akibat efek samping dari terapi radiasi untuk terapi kanker selain bentuk kanker
primer. Selain itu, pasien dengan sindrom enkondromatosis seperti Ollier disease dan
Maffucci syndrom, beresiko tinggi untuk terkena kondrosarkoma.6

2.1.4 Klasifikasi
Kondrosarkoma di klasifikasikan menjadi kondrosarkoma primer (90%) jika
lesi denovo dan kondrosarkoma sekunder (10%) jika berasal dari defek kartilago jinak,
seperti osteokondroma atau enkondroma. Selanjutnya diklasifikasikan sebagai
kondrosarkoma sentral (jika letak lesi di kanal intramedular), kondrosarkoma perifer
(jika letak lesi di permukaan tulang) dan kondrosarkoma jukstakortikal atau periosteal
dengan kejadian jarang (2%). Secara patologi kondrosarkoma diklasifikasikan menjadi
kondrosarkoma konvensional (80-85%), dan kondrosarkoma dengan subtipe
tergantung lokasi, tampilan, terapi dan prognosis. Subtipe tersebut antara lain
kondrosarkoma clear cell (1%-2%), kondrosarkoma miksoid (8%-10%),
kondrosarkoma mesenkimal (3%-10%) dan kondrosarkoma dedifferentiated (5%-
10%).6
Secara histologi berdasar ukuran lesi dan staining inti (hiperkromasia) dan
seluleritasnya derajat kondrosarkoma dibagi dalam skala 1-3. Derajat kondrosarkoma
tersebut mencerminkan agresifitas lesi, derajat 1 merupakan tumor derajat rendah,
derajat 2 merupakan derajat sedang dan derajat 3 merupakan derajat tinggi. Tumor
derajat 1 mempunyai kondrosit dengan inti tebal, meskipun beberapa inti membesar
(ukuran > 8 mikro) dan sedikit sel dengan multinucleated (kebanyakan binucleated).
Stroma lebih dominan dengan area miksoid sedikit atau bahkan tidak ada.
Kondrosarkoma derajat 1 ini sulit dibedakan dengan enkondroma. Kondrosarkoma
derajat 2 mempunyai matriks kondroid yang sedikit dan lebih banyak mengandung sel.
Peningkatan sel lebih dominan di tumor perifer dengan matriks kondroit yang hampir
tidak ada dan jarang ditemukan gambaran mitosis. Kondrosarkoma derajat 3,
menampilkan sel-sel yang lebih besar dan inti lebih pleomorfisme dibandingkan derajat
2. Matriks kondroit jarang bahkan hampir tidak ada dengan material interseluler sedikit
dan sering berupa mixoid. Selnya umumya bentuk stellat atau ireguler. Fokus nekrosis
sering tampak dan sering meluas. Inti sel sering berbentuk spindle dengan ukuran bisa
lebih besar 5-10 kali dibandingkan dengan ukuran normal.3

1.1.5 Patofisiologi
Patogenesis kondrosarkoma primer maupun sekunder adalah terbentuknya
kartilago oleh sel-sel tumor tanpa disertai osteogenesis. Sel tumor hanya memproduksi
kartilago hialin yang mengakibatkan abnormalitas pertumbuhan tulang dan kartilago.
Secara fisiologis, kondrosit yang mati dibersihkan oleh osteoklas kemudian daerah
yang kosong itu, diinvasi oleh osteoblas-osteoblas yang melakukan proses osifikasi.
Proses osifikasi ini menyebabkan diafisis bertambah panjang dan lempeng epifisis
kembali ke ketebalan semula. Seharusnya kartilago yang diganti oleh tulang di ujung
diafisis lempeng memiliki ketebalan yang setara dengan pertumbuhan kartilago baru di
ujung epifisis lempeng. Namun pada kondrosarkoma proses osteogenesis tidak terjadi,
sel-sel kartilago menjadi ganas dan menyebabkan abnormalitas penonjolan tulang,
dengan berbagai variasi ukuran dan lokasi.5
Proses keganasan kondrosit dapat berasal dari perifer atau sentral. Apabila lesi
awal dari kanalis intramedular, di dalam tulang itu sendiri dinamakan kondrosarkoma
sentral sedangkan kondrosarkoma perifer apabila lesi dari permukaan tulang seperti
kortikal dan periosteal. Tumor kemudian tumbuh membesar dan mengikis korteks
sehingga menimbulkan reaksi periosteal pada formasi tulang baru dan soft tissue.
Penelitian baru-baru ini berkesimpulan patogenesis dari kondrosarkoma bisa
melibatkan inaktifasi mutasional dari gen supresor tumor terdahulu. Telah dilaporkan
terjadinya inaktifasi mutasional tumor supresor p16, Rb, dan p53 pada contoh
kondrosarkoma. Lebih lanjut lagi, inaktifasi p53 berhubungan dengan tumor tingkat
yang lebih tinggi dan prognosis yang lebih buruk.10

2.1.6 Manifestasi Klinis


Gejala klinis kondrosarkoma tergantung derajat tumor. Pada kebanyakan kasus,
gejalanya ringan dengan waktu yang lama, berkisar dari beberapa bulan sampai
tahun, dan biasanya nyeri tumpul dengan teraba adanya masa. Pada derajat yang tinggi
tumor dapat tumbuh cepat dengan nyeri yang menyiksa. Tumor di pelvis biasanya

disertai dengan keluhan kencing yang sering atau sumbatan kencing6. Fraktur patologis
terkadang menjadi gejala yang tampak lebih dulu (3-17 % kasus) pada pasien dengan
kondrosaroma konvensional.3

2.1.7 Diagnosis
Diagnosis kondrosarkoma dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Dari anamnesis dapat ditemukan tanda dan gejala, antara lain nyeri lokal
yang semakin progresif (yang awalnya gejala nyeri tumpul ringan dalam
waktu yang lama, berkisar dari beberapa bulan sampai tahun, disertai
terabanya massa namun lama kelamaan menjadi semakin hebat dan
menetap). Sementara pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan edema,
keterbatasan gerak, penurunan berat badan, anemia, dan fraktur.
2. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan radiologi meliputi pemeriksaan foto polos, CT scan, MRI dan
PET scan. Foto polos atau foto konvensional merupakan pemeriksaan
penting yang dilakukan untuk diagnosis awal kondrosarkoma. Foto polos
bisa menggambarkan lokasi lesi, identifikasi sifat kartilago dan
agresifitasnya. Tampilan khas dari lesi tulang rawan pada radiografi polos
adalah kalsifikasi diskrit. Lesi dapat berupa radiolusen atau sklerotik pada
foto polos, dengan disertai adanya kalsifikasi. Tampilan lesi tergantung
jumlah mineralisasi yang terjadi. Kondrosarkoma dimulai di metafisis dan
meluas ke diafisis.10 Baik kondrosarkoma primer atau sentral memberikan
gambaran radiolusen pada area dekstruksi korteks dan muncul scallop
erosion pada kortex endosteal atau disebut endosteal scalloping, dan
penipisan atau penebalan korteks. Endosteal scalloping terjadi akibat
pertumbuhan tumor yang lambat dan permukaan tumor yang licin. Pada

kondrosarkoma, endosteal scalloping kedalamannya lebih dari 2/3 korteks,


hal ini dapat membedakan kondrosarkoma dengan enkondroma.9

Gambar 1. Kondrosarkoma di tibia AP/lateral: menunjukkan lesi dominan


litik didiafisis yang meluas. Area mineralisasi matriks kondroit terlihat di
superior (panah besar) dan focus deep scalloping (panah kecil), remodeling
kortek dan reaksi periosteal (kepala panah) posisi lateral

10




Gambar 2. Axial CT menunjukkan deep endosteal Scalloping, destruksi kortek,


perluasan soft tissue (M) dan kalsifikasi bentuk flocculent (C). Komponen non
mineralisasi tampak area dengan atenuasi redah

11




Gambar 3. Radiografi shoulder AP, tampak di proksimal humerus, lesi campuran litik
sklerotik dengan remodeling ekspansil. Komponen sklerotik menampilkan tipikal
kondroit berupa kalsifikasi bentuk ring and arc (panah putih). Fokus litik terlihat di
inferior (panah hitam) menunjukkan tipikal endosteal scalloping pada kondrosarkoma

Ketika tumor meluas ke jaringan lunak massa sering besar dan teraba. Bentuk
destruksi biasanya berupa pengikisan dan reaksi eksternal periosteal pada formasi
tulang baru. Karena ekspansi tumor, terjadi penipisan korteks di sekitar tumor yang
dapat mengakibatkan fraktur patologis. Gambaran kondrosarkoma lebih agresif disertai
destruksi tulang, erosi korteks dan reaksi periosteal, jika dibandingkan dengan
enkondroma.9 Tumor high grade menunjukkan tepi yang tidak teratur. Kalsifikasi dari
matriks tumor bisa berupa stippled, punctata, flocculent, atau ring and arc like pattern.

12




Kalsifikasi bisa kecil, tersebar, padat maupun halus. Tidak ada kriteria absolut untuk
penentuan malignansi. Namun, pada lesi maligna, terdapat kecenderungan penetrasi
korteks tampak lebih jelas dan tampak massa jaringan dengan kalsifikasi yang ireguler.
Namun, sering pula tampak area yang luas dengan sedikit kalsifikasi bahkan tanpa
kalsifikasi sama sekali.3,10,11,12 Destruksi korteks dan soft tissue di sekitarnya juga
menunjukkan tanda malignansi tumor. Jika terjadi destruksi dari kalsifikasi matriks
yang sebelumnya terlihat sebagai enkondroma, hal tersebut menunjukkan telah terjadi
perubahan ke arah keganasan menjadi kondrosarkoma.10

Komponen radiolusen dari kondrosarkoma biasanya menunjukkan adanya lisis


tulang tipe geografik dan lesi multilobulated berhubungan langsung dengan pola
pertumbuhan lesi kartilago hialin. Pola lisis tulang yang lebih agresif (moth eaten dan
permeative) bisa terlihat pada kondrosarkoma derajat tinggi tetapi lebih sering
berhubungan dengan kondrosarkoma tipe mesenkimal, miksoid, dan dedifferentiated.3
CT scan memiliki peran diagnostik untuk menunjukkan destruksi tulang,
kalsifikasi kecil, dan batas intra dan ekstra tulang. Pada CT scan, 90% kasus
ditemukan gambaran radiolusen yang berisi kalsifikasi matriks
kartilago. Pemeriksaan CT scan memberikan hasil lebih sensitif untuk penilaian
distribusi kalsifikasi matriks dan integritas korteks. Endosteal scalloping pada tumor
intramedullar juga terlihat lebih jelas pada CT scan dibandingkan dengan foto
konvensional. CT scan ini juga dapat digunakan untuk memandu biopsi perkutan dan
melihat adanya proses metastase di tempat lain.3

13




Gambar 4. CT scan potongan axial. Tampak Massa dengan kalsifikasi tersebar di os


iscium dextra meluas ke os pubis dextra, os ilium dextra yang menginfiltrasi ke M.
Gluteus minimus dextra, M. Gluteus medius dextra, M. Obturator internus dextra dan
M. Ilipsoas dextra, ukuran terbesar 15 x 13 cm dengan destruksi os ilium dextra dan os
sacrum dextra serta mendesak rectum ke sinistra dan VU ke anterosinistra sangat
mungkin kondrosarkoma

MRI dapat menunjukkan lesi lobulated dengan sinyal rendah atau menengah
pada T1W1 dan intensitas sinyal tinggi pada T2W1. MRI bisa menunjukkan
staging yang tepat terhadap adanya keterlibatan meduler dan massa jaringan lunak.
Kondrosarkoma derajat rendah menunjukkan lesi dengan pola lobulated dan
adanya peningkatan septasi setelah dilakukan injeksi media kontras intravena.
Tumor derajat tinggi tidak memiliki septasi dan menunjukkan peningkatan

14




penyangatan heterogen yang difus. Tumor jinak dan kondrosakoma derajat rendah
tidak dapat dibedakan dengan MRI dari matriks saja.10
Kondrosarkoma secara khas menunjukkan peningkatan penyerapan radioisotop
pada bone scan, namun belum bisa digunakan untuk membedakan antara
osteokondroma dan enkondroma. Peningkatan penyerapan menunjukkan adanya
aktifitas metabolik pada kondroma atau pada tranformasi ke ganas. Namun
demikian tidak adanya peningkatan penyerapan, curiga keganasan bisa
disingkirkan.6

Gambar 5. MRI potongan coronal T1 menunjukkan massa jaringan lunak


(kondrosarkoma) yang menutupi sebagian os. tibia

15




2.1.8 Diagnosis Banding

Beberapa kelainan yang menimbulkan bentukan massa pada tulang sering


sulit dibedakan dengan osteosarkoma, baik secara klinis maupun dengan
pemeriksaan pencitraan. Adapun kelainan-kelainan tersebut adalah:

1. Ewing sarcoma10,11

Tumor ini muncul dari 'sel bundar' neuroectodermal di sumsum.


Sebagian besar pasien berusia antara 5 dan 15 tahun, dan tumornya hampir
tidak diketahui di atas usia 40 tahun. Secara klinis, gambaran khasnya adalah
anak yang tidak sehat dengan pembengkakan di lokasi tumor dan nyeri yang
sering terjadi parah. Bisa timbul demam. Situs yang paling umum untuk
sarkoma Ewing adalah tulang paha, tibia, humerus, panggul, dan tulang rusuk.
Paling umum, radiografi menunjukkan lesi litik yang panjang dan
permeatif biasanya diafisis atau melibatkan metafisis dan diafisis, dengan
massa jaringan lunak yang menonjol memanjang dari tulang.

Gambar 6. Tumor ini berpusat di ujung proksimal diafisis. Ada sklerosis tulang
trabekular dengan zona transisi yang luas. Tulang baru periosteal memiliki pola
'onion-skin' karena pembesaran tumor progresif (kuning)

16




2. Osteomyelitis

Perubahan paling awal terlihat pada jaringan lunak +/- otot yang berdekatan
dengan pembengkakan dan kehilangan atau keburaman bidang lemak normal. Efusi
dapat dilihat pada sendi yang berdekatan.2
Secara umum, osteomielitis harus meluas setidaknya 1 cm dan mengurangi 30
hingga 50% kandungan mineral tulang untuk menghasilkan perubahan nyata pada
radiografi polos. Lisis tulang fokal atau kehilangan kortikal, hilangnya arsitektur
trabekular bertulang, aposisi tulang baru.2

Gambar 7. Hilangnya arsitektur trabekular bertulang dan edema cairan antar sendi

17




3. Giant cell tumor/osteoclastoma

Tidak ada sklerosis di sekitarnya: 80-85%, korteks atasnya menipis,


melebar atau kurang, massa jaringan lunak tidak jarang, fraktur patologis
dapat hadir, tidak ada matriks kalsifikasi / mineralisasi.2

Gambar 8. Korteks menipis

18




4. Aneurysmal bone cyst

Radiografi menunjukkan lesi osteolitik yang jelas dan ekspansil, dengan


margin sklerotik yang tipis. CT akan menunjukkan temuan ini ke tingkat yang
lebih besar dan juga lebih baik dalam menilai pelanggaran kortikal dan ekstensi
ke jaringan lunak.2

Gambar 9. Aneurysmal bone cyst

19




2.1.9 Tata Laksana

Penatalaksanaan kondrosarkoma merupakan bentuk kerja tim antara


dokter dengan profesional kesehatan lainnya. Para radiologist, diperlukan untuk
melihat faktor- faktor untuk evaluasi kecepatan perkembangan tumor, diagnosis
spesifik, dan pembesaran tumor. Perawat dan ahli gizi, terlibat menjelaskan
kepada pasien efek samping dari penanganan kondrosarkoma dan memberikan
dorongan kesehatan makanan untuk membantu melawan efek samping tersebut.
Jenis terapi yang diberikan kepada pasien tergantung pada beberapa hal seperti:
1. Ukuran dan lokasi dari kanker 2. Menyebar tidaknya sel kanker tersebut. 3.
Grade dari sel kanker tersebut. 4. Keadaan kesehatan umum pasien.11
Pasien dengan kondrosarkoma memerlukan terapi kombinasi
pembedahan (surgery), kemoterapi dan radioterapi. Langkah utama
penatalaksanaan kondrosarkoma pembedahan karena kondrosarkoma kurang
berespon terhadap terapi radiasi dan kemoterapi. Variasi penatalaksanaan
bedah dapat dilakukan dengan kuret intralesi untuk lesi grade rendah, eksisi
radikal, bedah beku hingga amputasi radikal untuk lesi agresif grade tinggi. Lesi
besar yang rekuren penatalaksanaan paling tepat adalah amputasi. Kemoterapi,
meskipun bukan yang paling utama, namun ini diperlukan jika kanker telah
menyebar ke area tubuh lainnya. Terapi ini menggunakan obat anti kanker
(cytotoxic) untuk menghancurkan sel-sel kanker. Namun kemoterapi dapat
memberikan efek samping yang tidak menyenangkan bagi tubuh. Efek samping
ini dapat dikontrol dengan pemberian obat.11,12
Prinsip radioterapi adalah membunuh sel kanker menggunakan sinar
bere nergi tinggi. Radioterapi diberikan apabila masih ada residu tumor, baik
makro maupun mikroskopik. Radiasi diberikan dengan dosis per fraksi 2,5 Gy
per hari dan total 50-55 Gy memberikan hasil bebas tumor sebanyak 25%
setelah 15 tahun pengobatan. Pada kasus-kasus yang hanya menjalani operasi
saja menunjukkan kekambuhan pada 85%. Efek samping general radioterapi

20




adalah nausea dan malasea. Efek samping ini dapat diminimalkan dengan
mengatur jarak dan dosis radioterapi.12

2.1.10 Prognosis

Prognosis untuk kondrosarkoma ini tergantung pada ukuran, lokasi dan


grade dari tumor tersebut. Usia pasien juga sangat menentukan survival rate dan
prognosis dari penyakit ini. Pasien anak-anak memiliki mortalitas yang lebih
tinggi dibandingkan dengan pasien dewasa. Penanganan pada saat pembedahan
sangat menentukan prognosis kondrosarkoma karena jika pengangkatan tumor
tidak utuh maka rekurensi lokal bisa terjadi. Sebaliknya apabila seluruh tumor
diangkat, lebih dari 75% penderita dapat bertahan hidup. Rekurensi
kondrosarkoma biasa terjadi 510 tahun setelah operasi dan tumor rekuren
bersifat lebih agresif serta bergrade lebih tinggi dibanding tumor awalnya.
Walaupun bermetastasis, prognosis kondrosarkoma lebih baik dibandingkan
osteosarkoma.13,14

21




BAB III
KESIMPULAN

Kondrosarkoma merupakan tumor tulang ganas yang terdiri atas kondrosit


anaplastik yang dapat tumbuh sebagai tumor tulang perifer atau sentral.
Kondrosarkoma berasal dari kartilago primitif yang membentuk mesenkim,
memproduksi kartilago hialin dan menghasilkan pertumbuhan yang abnormal dari
tulang atau kartilago.2,5
Pemeriksaan radiologi meliputi pemeriksaan foto polos, CT scan, MRI dan PET
scan. Foto polos atau foto konvensional merupakan pemeriksaan penting yang
dilakukan untuk diagnosis awal kondrosarkoma. Foto polos bisa menggambarkan
lokasi lesi, identifikasi sifat kartilago dan agresifitasnya. Tampilan khas dari lesi tulang
rawan pada radiografi polos adalah kalsifikasi diskrit. Lesi dapat berupa radiolusen
atau sklerotik pada foto polos, dengan disertai adanya kalsifikasi. Tampilan lesi
tergantung jumlah mineralisasi yang terjadi. Kondrosarkoma dimulai di metafisis dan
meluas ke diafisis.10
Pada CT scan, 90% kasus ditemukan gambaran radiolusen yang
berisi kalsifikasi matriks kartilago. Pemeriksaan CT scan memberikan hasil lebih
sensitif untuk penilaian distribusi kalsifikasi matriks dan integritas korteks. CT scan
ini juga dapat digunakan untuk memandu biopsi perkutan dan melihat adanya proses
metastase di tempat lain.4
MRI dapat menunjukkan lesi lobulated dengan sinyal rendah atau menengah
pada T1W1 dan intensitas sinyal tinggi pada T2W1. MRI bisa menunjukkan staging
yang tepat terhadap adanya keterlibatan meduler dan massa jaringan lunak.,4

22




DAFTAR PUSTAKA

1. Schrage YM, Bovee JVMG, Hogendoorn PCW. Towards new therapeutic


strategies in chondrosarcoma. Netherlands Organisation for Scientific Research;
2009.
2. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik (Diagnostic Imaging). Badan Penerbit FKUI
Jakarta; 2015.
3. Kundu S, Mousumi P, Ranjan R, Paul. Clinicopathologic correlation of
chondrosarcoma of mandible with a case report. Contemporary Clinical Dentistry.
Oct-Dec 2011;2: 390-93.
4. Murphey MD, Walker EA, Wilson AJ, Kransdorf MJ, Temple TH, Gannon FH.
Imaging of primary chondrosaroma : Radiologic-pathologic correlation.
Radiographics. 2003; 23: 1245-78.
5. Solomon L, editor, Apley’s system of orthopedics and fractures. 8 th ed. New York.
Oxford University Press Inc; 2011.
6. Mavrogenis AF, Gambarotti M, Angelini A, Palmerini E, Staals EL, Ruggieri P, et
al. Chondrosarcomas Revisited. Orthopedics; 2012 March (35);2. Available from
http://www.ORTHOSuperSite.com.Search:20120222-30.
7. Patel, Pradip R. Lecture Notes: Radiology Second Edition. Penerbit Erlangga;
2007.
8. Wirbel RJ, Schulte M, Maier B, Koschnik M, Mutschler W. Chondrosarcoma of
the pelvis: oncologic and functional outcome. Sarcoma. 2000; 4: 161-68.
9. Ryan S, McNicholas M, Eustace S. Anatomy for diagnostic imaging. 2nd ed.
Elsivier limited; 2004.
10. Ollivier L, Vanel D, Lecl`ere J. Imaging of chondrosarcomas. Cancer imaging.
Paris; International Cancer Imaging Society; 2003; 4. Available from:
http://www.e-med.org.uk

11. Sutton D, editor. Text book of radiology and imaging. 7th ed. Churchill

23




livingstones. Elsevier science Ltd; 2003.


12. Riddle NMD, Yamauchi H, Caracciolo JT, Johnson D, Letson GD, Hakam A, et
al. Dedifferentiated chondrosarcoma arising in fibrous dysplasia: A case report
and review of the current literature. Pathology and Laboratory Medicine
International 2009; (1):1–6.
13. Fitzpatrick1 KA, Taljanovic1 MS, Speer DP, Graham AR, Jacobson JA, Barnes
GR, Hunter TB. Imaging findings of fibrous dysplasia with histopathologic and
intraoperative correlation. American Journal Radiology. 2004; 182: 1389-98.
Available from http://www.ajronline.org by175.111.89.175 on 08/22/13 from IP
address 175.111.89.175.
14. Hong P, Trites JR, Taylor M, Nasser JG, Hart RD. Chondrosarcoma of the head
and neck: Report of 11 cases and literature review. Journal of Otolaryngology
Head & Neck Surgery. 2009; 38(2): 279-85.

24

Anda mungkin juga menyukai