PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Tulang merupakan bagian tubuh yang memiliki fungsi sebagai penyokong
mekanis, gerakan pasif, pemberi bentuk tubuhm pelindung organ-organ vital dan
sebagai tempat penyimpanan mineral natrium dan kalsium sebagai mekanisme
tubuh untuk mempertahanka metabolism homeostasis. Tubuh manusia terdiri dari
sekitar 206 tulang. Secara histologi, tulang dibagi menjadi tulang imatur dan
tulang matur. Tulang imatur atau non-lamelar adalah tulang pada anak-anak yang
tersusun atas serat kolagen yang kasar dan memiliki komponen mineral yang
rendah sehingga secara mekanis menjadi lemah, sedangkan tulang matur atau
lamelar adalah tulang pada orang dewasa, terdiri atas serat kolagen yang tersusun
secara parallel, memiliki insfrakturktur yang teratur serta rapi, sehingga membua
tulang menjadi kuat.
Seluruh tulang berasal dari mesenkim, namun mengalami perkembangan
melalui satu diantara dua mekanisme. Yakni tulang dapat berkembang secara
langsung dari sel mesenkim primitive dan secara tidak langsung. Ketika tulang
berkembang secara langsung dari sel mesenkim primitive, membrane yang
berperan sebagai pembentuk tulang (osifikasi intramembran) adalah suatu
lembaran, misalnya pada cranium dan clavicula. Sedangkan pada perkembangan
secara tidak langsung yakni dilakukan dengan cara mengubah kartilago menjadi
tulang (osifikasi endokondral) yang terjadi pada sebagian besar tulang manusia.
Setelah itu, tulang imatur akan tumbuh serta mengalami remodeling secara terus
menerus, hal ini terjadi karena adanya osteoklas dan osteoblast serta berlangsung
sampai tulang menjadi matur dengan pola homeostatik. Perkembangan tulang
dikontrol oleh hormone-hormon didalam tubuh seperti hormone thyroid,
pertumbuhan dan hormone-hormon seksual (estrogen dan progesterone) (Rima,
2014).
2.2 Definisi
Enchondroma merupakan neoplasma kartilago benigna, yang berkembang
didekat kartilago lempeng pertumbuhan (growth plate cartilage), terutama pada
daerah distal phalang dari jari-jari. Enchondroma biasanya memberikan
gambaran lesi soliter; ketika ditemukan lesi enchondroma dengan jumlah yang
banyak/multiple maka kondisi ini disebut dengan enchondromatosis
(enchondromatosis). Jika sudah pada kondisi tersbut, data klinik dan radiologik
sangat penting pada saat membuat keputusan terapi (Rima, 2014, Utami, 2016).
2.3 Epidemiologi
Berdasarkan data WHO, angka kejadian enchondroma berada dikisaran 10-
25% dari keseluruhan total kasus yang terjadi dari semua jenis tumor jinak.
Namun, angka tersebut dapat bertambah mengingat banyak kasus yang tidak
terlaporkan dan terkadang tumor tersebut terdeteksi secara kebetulan serta tidak
pernah dilakukan tindakan biopsy (WHO, 2002). Penelitian tentang kasus tumor
jinak ini pernah dilakukan di Rumah Sakit Soetomo Surabaya sejak tahun 2010
sampai dengan tahun 2013, dimana dari hasil penelitian yang dilakukan
didapatkan 7 pasien dengan kasus enchondroma dari total 27 kasus yang diteliti
(Rima, 2014).
Di Amerika Serikat sendiri, dari kebanyakan kasus enchondroma yang
terjadi, ada sekitar 60% kasus enchondroma pada tulang-tulanng kecil ditangan
dan kebanyakan telah menyebar menjadi enchondromatosis (Lakshmanan. 2017).
Dalam jurnal enchondromas of the hand yang dikeluarkan oleh the journal of
hand surgery pada tahun 2012, dari total 102 pasien enchondroma, dilakukan
peninjauan retrospektif pada 80 pasien, pengidentifikasian dilakukan antara tahun
1991 dan 2008, dengan tindak lanjut klinis rata-rata 38 bulan. Dari total
keseluruhan pasien (102 pasien), 62 (61%) pasien dapat disembuhkan dalam
rangka waktu rata-rata 6 bulan, namu sekitar 95 lesi (91%) tetap ada meskipun
tindakan operasi telah dilakukan, dan satu diantaranya telah berubah menjadi
kanker (Adam, 2012).
2.4 Etiologi dan Faktor Resiko
2.5 Patofisiologi
2.6 Gejala Klinis
2.7 Diagnosis
Sedangkan pada hasil citra CT-Scan hasil gambaran yang dijumpai hamper sama
dengan yang dijumpai pada radiografi polos, namun pada gambaran CT-Scan,
bila terjadi enchondroma ataupun enchondromatosis maka akan dijumpai
gambaran matriks kalsifikasi halus (Rima, 2014, WHO, 2012)..
Kedokteran Nuklir
Pada pencitraan di kedokteran nuklir, digunakan sebuah radioaktif yang
berfungsi menghasilkan sinar gamma dan farmaka yang digunakan sebagai tracer
atau perunut yang membawa radioaktif menuju organ yang diperiksa, gabungan
dari kedunya disebut dengan radiofarmaka. Dalam pencitraan kedokteran nuklir
untuk diagnose enchondroma, digunakana radiofarmaka Tc-99m MDP yang akan
diserap oleh tulang. Dimana pada hasil pencintraan akan didapatkan gambaran
penangkapan (uptake) yang berlebih pada daerah yang terkena. Biasanya
ditunjukkan oleh gambaran yang lebih hitam pada daerah yang terkena jika
dibandingkan dengan daerah sekitar (Kit. 2013).
2.8 Penatalaksanaan
2.9
DAFTAR PUSTAKA
International Agency for Research on Cancer (IARC). 2002. “Pathology and Genetics
of Tumours of Soft Tissue and Bone”. World Health Organization. Page 237-239
Utami, Dina. 2016. “Ekspresi p-53 Mutant dan Ki-67 Pada Tumor Enchondroma,
Low Grade Chondrosarcoma dan High Grade Chondrosarcoma”. Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya.
Kit, Ka, Wong. 2013.”Dynamic Bone Imaging with Tc-99m- Labeled Diphosphonates
and F-18-NaF : Mechanism and Applications. Nuclear Medicine University of
Michigan Hospital. Michigan.