Anda di halaman 1dari 12

Referat

Rhabdomyosarcoma

Oleh:
Nika Nupiah, S. Ked
1830912320056

Pembimbing:
dr. Husna Dharma Putera, M.Si, Sp.OT(K)

BAGIAN/SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
SEPTEMBER, 2020
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................... 1

DAFTAR ISI........................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN.............................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................... 4

BAB III PENUTUP.......................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 12

2
BAB I

PENDAHULUAN

Rhabdomyosarcoma (RMS) merupakan tumor ganas pada jaringan lunak

yang sering mengenai anak-anak, diperkirakan 5% dari semua tumor ganas pada

anak dan 20% dari semua keganasan yang mengenai jaringan lunak. Lokasi

primer dari RMS diantaranya kepala dan leher (45%), di tubuh (40%), ektremitas

(15%) dan kira-kira 25%-30% dari RMS pada kepala dan leher berasal dari

orbita.1

Berdasarkan data epidemiologi , insiden rata-rata per tahun RMS okular

adalah 0.13/100000 , di USA ditemukan 350 kasus baru RMS per tahun dimana

35 kasus atau 10% diantaranya adalah RMS Orbita. Insiden ini meningkat setiap

tahunnya sekitar 1.16% per tahun dan dan survival rate RMS orbita diperkirakan

84.3%.1

Saat ini penatalaksanaan RMS orbita tidak hanya dengan

penatalaksanaan bedah saja, dengan perkembangan radioterapi dan khemoterapi

dapat meningkatkan survival rate penderita RMS. Dibutuhkan kolaborasi antara

Konsultan Onkologi Mata dengan Bedah Saraf serta Konsultan Pediatrik

Onkologi.1

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Rhabdomyosarcoma (RMS) adalah tumor jaringan lunak yang nerasal dari

sel-sel mesenkim imatur yang akan membentuk semua jaringan kecuali tulang.

RMS berasal dari kata Yunani rhabdo yang berarti bentuk batang dan myo yang

berarti otot. Sesuai namanya, RMS diperkirakan berasal dari sel-sel otot primitif.2

B. Epidemiologi dan Predileksi

RMS merupakan jenis sarcoma jaringan lunak yang paling banyak

menyerang anak dan dewasa muda, jumlahnya kira-kira 50% dari seluruh kasus

sarcoma. Sekitar 350 kasus baru RMS dilaporkan setiap tahun di AS, dengan

insidensi tahunan 4,6 kasus/ 1 juta anak berusia ≤ 20 tahun. Rasio laki-laki :

perempuan adalah 1,5 : 1.3

Distribusi lokasi tumor primer dari yang terbanyak adalah:3

 Sistem urogenital 31 %

 Parameningeal (nasofarinx, sinus paranasal, mastoid dan telinga tengah,


daeral pterygoid-infratemporal) 25 %

 Ekstremitas 13 %

 Kepala dan leher 7 %

 Retroperitoneum 7 %

 Batang tubuh 5 %

 Daerah sisanya 3 %.

4
C. Klasifikasi

Secara histopatologik RMS digolongkan dalam kelompok tumor anak

bersel kecil, bulat, biru, yaitu suatu kelompok yang di dalamnya juga termasuk

neuroblastoma, sarcoma Ewing’s, small cell osteogenic sarcoma, non-Hodgkin’s

lymphoma, dan leukemia.4

Menurut International Classification of RMS ada 6 subtipe patologi RMS,

yaitu berdasarkan urutan 5-year survival rate terbesar:4

1. Embryonal (botryoid)

2. Embryonal (spindle cell)

3. Embryonal, NOS (Not Otherwise Specified)

4. Alveolar, NOS atau varial solid

5. Anaplasia, difus

6. Undifferentiated sarcoma.

D. Stadium

Ada 2 jenis klasifikasi yang sekarang ini digunakan untuk men-staging

pasien penderita RMS, dan akhir-akhir ini kedua jenis staging digabung menjadi

satu untuk mengelompokkan lagi pasien berdasarkan risiko.

5
Klasifikasi RMS menurut IRS-IV.5

Klasifikasi staging RMS berdasarkan TNM.5

6
E. Diagnosis

Diagnosis RMS biasanya dibuat melalui biopsi. Cara melakukan biopsi

tergantung letak tumor, bisa melalui endoskopi atau needle biopsi (untuk daerah

urogenital), atau melalui eksisi / insisi (untuk daerah ekstremitas). Insisi dibuat

sedemikian rupa sehingga lokasi tersebut tetap bisa dieksisi lengkap bila nanti

diperlukan wide local excision.6

Semua KGB regional yang secara klinis atau radiografik terlibat, harus

dibiopsi untuk menetukan Grup dan untuk menentukan apakah pasien perlu

mendapat radioterapi. Namun diseksi KGB radikal tidak dianjurkan. Walaupun

negative pada pemeriksaan klinis, biopsi KGB di aksilar dan di femoral

dianjurkan untuk tumor daerah batang tubuh dan atau ekstremitas, karena

prevalensi metastasis tinggi di daerah tersebut. Pada pembedahan juga dianjurkan

untuk secara rutin melakukan evaluasi status KGB regional untuk tumor primer

di ekstremitas, perineal, dan pasien berusia > 10 tahun dengan tumor primer

paratestikular. Baru-baru ini juga diteliti kemungkinan penggunaan biopsi KGB

sentinel untuk menggantikan biopsi KGB biasa.6

Sebelum melakukan pembedahan definitif, evaluasi menyeluruh, termasuk

pencitraan, pemeriksaan laboratorium, dan evaluasi sumsum tulang harus

dilakukan.6

7
F. Tatalaksana

Pembedahan

Konfirmasi pemeriksaan jaringan dan staging pembedahan harus

dilakukan pada setiap anak yang dicurigai menderita RMS. Setelah itu ahli bedah

menentukan prosedur terbaik beradasarkan hasil pemeriksaan.7

Umumnya tumor kecil, resektabel, yang berasal dari jaringan

nonurogenital dapat diterapi inisal dengan reseksi komplet. Tumor nonresektabel,

atau resektabel hanya dengan hasil bedah yang buruk, atau berasal dari jaringan

kepala-leher atau sistem urogenital harus diterapi inisial dengan biopsi jarum atau

insisional, diikuti dengan eksisi sisa tumor setelan kemo dan atau radioterapi.7

Wide local excision tidak dianjurkan untuk tumor di kepala-leher bila

hasilnya buruk secara kosmetik atau fungsional. Eksenterasi orbital untuk RMS

orbital hanya dilakukan pada kasus rekuren local. RMS vaginal atau uterin pada

pasien pediatrik diterapi dengan biopsi inisial, diikuti dengan kemoterapi dengan

atau tanpa radiasi, lalu dilakukan prosedur second-look surgery. Tumor sisa

mungkin memerlukan vaginektomi parsial. Tumor primer kandung kecing sudah

tidak lagi dterapi dengan ekseterasi pelvic anterior. Untuk tumor primer kandung

kencing sekarang dilakukan kemotrapi dan kadang-kadang radioterapi untuk

tumor persisten. Prosedur semacam ini memngkinkan fungsi kandung kencing

dipertahankan sampai 60 %pada pasien 4 tahun setelah diagnosis, dengan survival

rate 89 %. Kontraindikasi untuk eksisi tumor adalah tumor nonresektabel kecuali

di daerah pelvis atau retroperitoneum yang membutuhkan reseksi yang merusak

bentuk dan fungsi.7

8
Radioterapi (RT)

RT diberikan untuk pasien denga risiko tumor rekuren, seperti misalnya

pasien dengan tumor Grup II (tumor residual mikroskopik). RT juga dilakukan

pada tumor Grup I yang sudah direseksi komplit yang terbukti memiliki subtipe

alveolar atau undifferentiated, dari penelitian terbukti menguntungkan. Dosis RT

ditentukan oleh lokasi dan esktensi tumor setelah pembedahan. Umumnya,

volume terapi ditentukan oleh margin 2 cm di sekitar tumor dan seluruh KGB

yang terlibat.7

Pada pasien Grup II, biasanya RT diberikan dalam dosis total 4100 Gy.

Pasien Grup III mendapat dosis kira-kira 5000 Gy. Walaupun dengan dosis ini

masih terjadi rekurensi sebanyak 30 %, peningkatan dosis tidak dapat dilakukan

karena adanya efek toksik jangka panjang. Penelitian sekarang diarahkan untuk

meneliti penggunaan hyperfractionization dan brachytherapy sebagai alternatif

metode yang digunakan saat ini.7

Kemoterapi

Penentuan tingkat risiko, yang merupakan gabungan dari staging TNM

dan Grup, penting untuk menentukan cara pemberian kemoterapi.7

 Low Risk

Pasien dengan Low Risk adalah pasien yang memiliki prognosis terbaik.

Untuk pasien-pasien ini maka regimen kemoterapi yang paling sering

adalah dengan kombinasi vincristine dan dactynomycin (VA protocol).

Pada pasien dengan abnormalitas fungsi renal yang cenderung terjadi

nefrotoksiksitas maka sering ditambahkan cyclophospamide (seperti pada

9
VAC protocol). Survival rate keseluruhan kelompok ini kira-kira 90%.

Pasien Low Risk mendapat dosis Vincristine setiap minggu sebanyak 9

dosis dan Actinomycin D dengan atau tanpa Cyclophasphamide (VAC

protocol) dan granulocyte colony-stimulating faktor (G-CSF) sebanyak 4

dosis setiap 12 minggu (pada minggu ke-0, 12, 24, dan 36). RT diberikan

juha untuk pasien denga residu tumor local.7

 Intermediate Risk

Pasien dengan Intermediate Risk mendapat regimen terapi VAC protocol,

dengan tambahan RT. Protocol IRS-V terbaru mengharuskan tambahan

pemberian Topotecan pada regimen yang sudah ada. Lama terapi adalah

hampir 1 tahun. Survival rate 5 tahun setelah diagnosis adalah 55-70 %.7

 High Risk

Pasien dengan RMS metastasis (kecuali yang termasuk dalam kelompok

Intermediate Risk) memiliki survival rate kira-kira 30 % walaupun sudah

diberikan kemoterapi dan RT, dan karenanya digolongkan dalam

kelompok High Risk, dan memiliki prognosis terburuk. Seperti kelompok

Intermediate Risk, biasanya diberikan regimen VAC protocol. IRS-V

menganjurkan tambahan pemberian Irinotecan pada kelompok ini.

Penelitian terbaru juga meneliti penggunaan vinca alkaloid vinorelbine

untuk RMS rekuren dan parah. Penggunaan VDC/IE protocol dan

Irinotecan sedang diteliti untuk kelompok High Risk.7

10
BAB III

PENUTUP

RMS merupakan jenis sarcoma jaringan lunak yang paling banyak

menyerang anak dan dewasa muda, jumlahnya kira-kira 50% dari seluruh kasus

sarcoma. Sekitar 350 kasus baru RMS dilaporkan setiap tahun di AS, dengan

insidensi tahunan 4,6 kasus/ 1 juta anak berusia ≤ 20 tahun. Rasio laki-laki :

perempuan adalah 1,5 : 1.

Diagnosis RMS biasanya dibuat melalui biopsi. Cara melakukan biopsi

tergantung letak tumor, bisa melalui endoskopi atau needle biopsi (untuk daerah

urogenital), atau melalui eksisi / insisi (untuk daerah ekstremitas). Insisi dibuat

sedemikian rupa sehingga lokasi tersebut tetap bisa dieksisi lengkap bila nanti

diperlukan wide local excision. Tatalaksananya dapat berupa pembedahan,

radioterapi atau kemoterapi.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong. 2013. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta.

2. Misra S, Patill K, Misra N, Patill K. Advanced case of rhabdomyosarcoma of


orbit mimicking orbital cellulitis. Journal of Clinical and Experimental
Ophthalmology. 2016;7(2):1-3.

3. Mauatova TT. Epidemiology of ocular tumors in children and adults. Edisi


ke-1. Nepal: Jaypee Highlights;2013.hlm.68-74.

4. Nagarkar R, Roy S, Akheel M. Rhabdomysarcoma of orbit: a rare case report


and review. IJJS Case Report and review. 2014; 1 (5): 6-10.

5. Bagdonaite L, Jeeva I, Chang YP. Case report; multidisciplinary management


of adult orbital rhabdomyosarcoma. Orbit Informa Health Care. 2012;1:1-3.

6. Seregard S. Management of alveolar rhabdomyosarcoma of the orbit.


Opthalmic pathology and oncology service. Acta Opthalmol Scand.
2012;80:660-4.

7. Shields LC, Shields JA. Orbital myogenic tumors. eyelid, conjunctival, and
orbital tumors. Edisi ke-2. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2008.hlm.600-13.

12

Anda mungkin juga menyukai