Anda di halaman 1dari 22

Depertemen keperawatan Gawat Darurat

LAPORAN PENDAHULUAN PADA Tn. S DENGAN DIAGNOSIS


SQUAMOUS CELL CARCINOMA (SCC) RUANGAN UGD BEDAH DI
RUMAH SAKIT WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Oleh
NURUL ANNISA SAING
NIM : 70900119018

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INTITUSI

(…………………………….) (………………………………..)

PRODI NERS ANGKATAN XV


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2020

KATA PENGANTAR

1
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya

terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan

laporan “Squamous Cell carsinoma”. Kemudian shalawat beserta salam kita

sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan

pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.

Tugas ini merupakan salah satu tugas yang diberikan oleh salah satu dosen

Fakultas Kodekteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar. Selanjutnya


penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman

jurusan keperawatan yang telah membantu menyelesaikan tugas ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan

dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, Januari 2020

Penulis

DAFTAR ISI

2
Sampul

Kata Pengantar

Daftar isi

BAB I Konsep Medis

A. Definisi……………………………………………………………….. 4
B. Etiologi………………………………………………………………….. 4
C. Patofisiologi…………………………………………….………………. 5
D. Penatalaksanaan………………………………………………………. .. 5
E. Komplikasi ………………………………………………………. .. 7
F. Pemeriksaan penunjang…………………………………………………. 7
G. Prognosis ……………………………………………………………….. 8

BAB II Konsep Keperawatan

A. Pengkajian…………………………………………………………… 10
B. Diagnosa Keperawatan ……………………………………………… 11
C. Rencana Keperawatan……………………………………………….. 15
D. Penyimpanan KDM…………………………………………………… 20

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Defenisi
Karsinoma sel skuamosa (KSS) adalah neoplasma maligna yang
berasal dari keratinosit suprabasal epidermis. Neoplasma ini merupakan jenis
neoplasma non melanoma kedua terbanyak setelah karsinoma sel basal.
Karsinoma Sel Skuamosa (KSS) atau Squamous Cell Carsinoma
(SCC) merupakan salah satu jenis kanker yang berasal dari lapisan tengah
epidermis. Jenis kanker ini menyusup ke jaringan di bawah kulit (dermis).
Kulit yang terkena tampak coklat kemerahan dan bersisik atau
berkerompeng dan mendatar, kadang menyeruapai bercak pada psoriasis
dermatitis atau infeksi jamur.
Karsinoma sel skuamosa dapat tumbuh dalam setiap epitel berlapis
skuamosa atau mukosa yang mengalami metaplasia skuamosa. Jadi bentuk
kanker ini dapat terjadi di lidah, bibir, esophagus, serviks, vulva, vagina,
bronkus atau kandung kencing. Pada permukaan mukosa mulut atau vulva,
leukoplakia merupakan predisposisi yang penting. Tetapi kebanyakan
karsinoma sel skuamosa tumbuh di kulit (90-95%).
B. Etiologi
Insidensi pasti KSS sampai saat ini belum terdokumentasi oleh
National Cancer Institute, tetapi diperkirakan terjadi satu kasus tiap 1000
penduduk di Amerika. Karsinoma ini meningkat insidensinya di daerah yang
lebih banyak paparan sinar matahari, bahkan mencapai 200–300 kasus tiap
100.000 penduduk di Australia. Usia di atas 40 tahun, paparan sinar
matahari, pengaruh zat-zat karsinogenik (tar, arsen, hidrokarbon polisiklik
aromatik, parafin), merokok, trauma kronik dan/atau luka bakar pada kulit,
radiasi sinar pengion1–3 serta ulkus Marjolin4–6 adalah berbagai faktor
predisposisi yang telah diketahui untuk terjadinya KSS.

4
Faktor-faktor etiologi terbanyak yan berkaitan dengan kaesino sel
skuamosa ialah pemakaian tembakau, konusmsi alcohol dan virus-vurus
(kurang jelas). Termasuk tembakau yang dibakar maupun yang tidak
dibakar, seperti dihirup dan mungkin juga, sirih yang dikunyah (kebiasaan di
india, Myanmar dan Pakistan). Walaupun sebagai besar penderita perokok
dan peminum alcohol, sebanyak 10% ppenderita karsinoma sel skuamosa
tidak mengaku menggunakan tembakau atau alcohol; orang-orang ini
cenderung pria atau wanita yang lebih tua.
C. Patofisiologi
Karsinoma skuamosa invasive kebanyakan didapati pada tepi lateral
lidah dan dasar mulut; sangat jarang pada palatum dan dorum lidah. Pulau-
pulau tumor yang invasive bermetastasis melalui pembuluh darah limfa dan
mengenai kelenjar getah bening supraomohiod dan servikal. Penyebaranya
melalui pembuluh darah merupakan skuele terakhir dan biasanya sebagai
akibat, metastasis kelenjar getah bening yang menjalar ke duktus torakikus
masuk vena sistemik.
D. Penatalaksanaan
Evaluasi yang cermat terhadap gejala dan simptom sangat penting,
termasuk didalamnya biopsi dan follow- up yang rutin. Pembedahan
dilakukan dengan biopsi insisi menggunakan skapel bila lesi berukuran 5
mm. Teknik ini cepat, tidak banyak merobek jaringan dan hanya diangkat
sedikit sampling. Apabila ukuran tumor kecil, dapat dilakukan biopsi insisi
ataupun eksisi, apabila sulit membedakan antara displasia dengan karsinoma,
dianjurkan menggunakan biopsi insisi.
Jika hasil biopsi tersebut menunjukkan sel karsinoma skuamosa
(terdapat invasi sel displasia ke jaringan ikat), klinisi dapat merencanakan
terapi kanker. Terapi yang potensial diantaranya pembedahan atupun terapi
radiasi. Kadang kemoterapi digunakan sebagai tambahan, namun beberapa

5
tumor kurang responsif terhadap kemoterapi. Pemilihan terapi tergantung
dari stadium kanker, stadium dini (kecil dan terlokalisasi), stadium lanjut
(besar dan menyebar). Evaluasi menggunakan teknik pencitraaan yang lebih
baik kualitasnya seperti MR (magnetic resonance) dan CT (computed
tomography) sangat dibutuhkan. Teknik terbaru yaitu menggunakan PET
(positron emission tomography), bisa menentukan metastase ke kelenjar
limfe. Teknik ini berguna bagi klinisi untuk membedakan batas dan rencana
terapi, juga menentukan prognosisnya.
Penggunaan teknik laser sangat berguna pada terapi kanker dan dapat
mengontrol leukoplakia. Pencegahan menggunakan analog vitamin A
(retinoid) dan antioksidan lain (beta karoten, vitamin C, E) kurang efektif,
berdasarkan teori, antioksidan tersebut dapat membantu menjaga sel-sel
tubuh dari radikal bebas, yang merupakan promotor terjadinya mutagenesis
kromosom dan karsinogenesis. Yang menjadi permasalahan pada
penggunaan antioksidan ini adalah toksisitasnya dan rekurensinya ketika
antioksidan ini tidak dilanjutkan. Efektifitas antioksidan tergantung pada
dosis, regimen dan individu pasien.
Dapat pula dengan pendekatan nutrisional dengan diet kaya buah-
buahan dan sayur-sayuran, karena banyak mengandung antioksidan dan
protein supresor-sel yang membantu mengurangi aktifitas mutagenesis dan
karsinogenesis. Pengenalan dan pengontrolan lesi pre-kanker efektif
mengurangi angka morbiditas dan mortalitas kanker mulut
E. Komplikasi
Setiap penderita kanker kulit berisiko mengalami kanker kembali.
Kanker berulang dapat terjadi di area tubuh yang sama atau jaringan
sekitarnya. Kanker juga dapat terjadi pada bagian tubuh lain. Kondisi ini
terjadi ketika sel kanker telah menyebar kbagian tubuh yang lain.
F. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

6
Diagnosa ditegakkan melalui pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
mikroskopis melalui biopsi. Seringkali, biopsi ditunda karena keputusan dari
dokter maupun pasien, terdapat infeksi atau iritasi lokal. Tetapi, penundaan
tersebut tidak boleh lebih dari 3-4 minggu. Kadang, luasnya lesi menyulitkan
untuk melakukan biopsi yang tepat untuk membedakan displasia atau
kanker. Oleh sebab itu tambahan penilaian klinis lainnya dapat membantu
mempercepat biopsi dan memilih daerah yang tepat untuk melakukan biopsi.
Penggunaan cairan toluidine blue sangat berguna sekali, karena
keakuratannya (lebih dari 90%), murah, cepat, sederhana dan tidak invasif.
Mekanisme kerjanya dengan afinitas atau menempelnya toluidine
blue dengan DNA dan sulfat mukopolisakarida, sehingga dapat dibedakan
apakah terjadi displasia atau keganasan dengan epitel yang normal dan lesi
jinak. Toluidine blue berikatan dengan membran mitokondria , dimana
terikat lebih kuat pada epitel sel displasia dan sel kanker daripada dengan
jaringan normal.
Sitologi eksfoliatif telah membantu dalam menentukan diagnosa.
Namun, kesulitan pengumpulan sel, waktu yang lama dan biaya yang mahal
telah membatasi penggunaannya. Teknik brush biopsy secara luas digunakan
pada sitologi dengan pengumpulan sel yang mewakili keseluruhan epitel
berlapis skuamosa. Prosedurnya tidak menyebabkan sakit, oleh sebab itu
tidak perlu penggunaan anestetikum.
G. Prognosis
Prognosis karsinoma sel skuamosa sangat tergantung kepada,
diagnosis, cara pengobatan dan keterampilan, dan kerja sama Antara orang
yang sakit dengan dokter. Prognosis yang paling buruk bila tumor tumbuh di
atas sel kulti normal (de nova), sedangkan tumor yang ditemulam di kepala
dan leher, prognosisinya lebih baik dari pada ditempat lainnya. Demikian
juga prognosis yang ditemukan diekstremitas bawah, lebih buruk dari pada
di ekstremitas atas.

7
BAB II

8
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah indentifikasi/analisis masalah
(diagnosa keperawatan), perencanaan implementasi dan evaluasi. Proses
keperawatan menyediakan pendekatan pemecahan masalah yang logis dan
teratur untuk memberikan asuhan keperawatan sehingga kebutuhan pasien
terpenuhi secara komprenhensif dan efektif
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : kelemahan atau keletihan. perubahan pola istirahat dan jam
kebiasaan tidur pada malam hari, adanya faktor – faktor yang
mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam.
Keterbatasan partisipasi dalam hobi, latihan. Pekerjaan atau profesi
dengan karsinogen lingkungan tingkat stres tinggi.
2. Sirkulasi
Gejala : palpitasi, nyeri dada pada pengaruh kerja.
Kebiasaan : perubahan pada tekanan darah.
3. Integritas ego
Gejala : faktor stress ( keuangan, pekerjaan perubahan peran) dan cara
mengatasi stress (misal merokok, minum alkohol, menunda mencari
pengobatan, keyakinan religius/ spritual).
4. Masalah tentang perubahan dalam penampilan mis: alopesia, lesi cacat,
pembedahan. Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya,putus asa,
tidak mampu,tidak bermakna, rasa bersalah,kehilangan kontrol, depresi.
Tanda : menyangkal, menarik diri, marah.
5. Eliminasi
Gejala : perubahan pada pola defekasi mis : darah pada feses, nyeri pada
defekasi. Perubahan eliminasi urinarius mis: nyeri atau rasa terbakar pada

9
saat berkemih, hematuria, sering berkemih. Tanda : perubahan pada
bising usus,distensi abdomen.
6. Makanan/Cairan:
Gejala : Kebiasaan diet buruk (mis: rendah serat, tinggi lemak, aditif
bahan pengawet). Anoreksia, mual/muntah. Intoleransi makanan,
Perubahan pada berat badan, penurunan berat badan hebat, kakaksia,
berkurangnya massa otot . Tanda : perubahan pada kelembapan/ turgor
kulit, edema.
7. Neurosensorik
Gejala : pusing, sinkope
8. Nyeri / kenyamanan
Gejala : tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi misal ketidak nyamanan
ringan sampai nyeri berat (di hubungkan dengan proses penyakit).
9. Pernafasan
Gejala : merokok ( tembakau, mariyuanan dan hidup dengan seseorang
perokok), pemajananan asbes.
10. Keamanan
Gejala : pemajanan pada kimia toksik, karsinogen. Pemajanan matahari
lama/ berlebihan. Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi.
11. Seksualitas
Gejala : masalah seksual misal, dampak pada hubungan, perubahan pada
tingkat kepuasaan, nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun,
multigravida, pasangan seks multipel, aktivitas seksual dini, herpes
genital.
12. Interaksi Sosial
Gejala : ketidakadekuatan/ kelemahan sistem pendukung. Riwayat
perkawinan (berkenaan dengan kepuasan di rumah, dukungan, atau
bantuan). Masalah tentang fungsi / tanggung jawab peran.

10
B. Diagnosa
1. Nyeri akut
a. Defenisi

Pengelaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak

atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat.

b. Penyebab
1) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia,
neoplasma)
2) Agen pencedera kimiawi ( mis. Terbakar, bahan kimia
iritan)
3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, trauma, latihan
fisik berlebihan)
c. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif,
Pasien mengeluh nyeri
2) Objektif
a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif (mis. Waspada, posisi menghindari
nyeri)
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi meningkat
e) Sulit tidur.
d. Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif
(tidak tersedia)

11
2) Objektif
a) Tekanan darah meningkat
b) pola nafas berubah
c) nafsu makan berubah
d) proses berpikir terganggu
e) menarik diri
f) berfokus pada diri sendiri
g) diaforesis.
e. Kondisi klinis terkait
1. Kondisi pembedahan
2. Cedera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrom koroner akut
5. Glaukoma
2. Hipertermia
a. Defenisi
Suhu tubuh meningkat di atas normal tubuh.
b. Penyebab
1) Dehidrasi
2) Terpapar lingkungan panas
3) Prose penyakit (mis, infeksi, kanker)
4) Ketidak sesuai pakaian dengan suhu lingkungan
5) Peningkatan laju metabolism
6) Respon trauma
7) Aktivitas berlebihan
8) Penggunaan inkubator
c. Gejala dan Tanda Mayor
1) Subjektif
-

12
2) Objektif
Suhu tubuh diatas nilai normal
d. Gejala dan Tanda Minor
1) Subjektif
-
2) Objektif
a) Kulit merah
b) Kejang
c) Takikardi
d) Takipnea
e) Kulit terasa hangat
e. Kondisi klinis terkait
1) Proses infeksi
2) Hipertiroid
3) Stroke
4) Dehidrasi
5) Trauma
6) Prematuritas mk m k
3. Gangguan mobilitas fisik
a. Defenisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas
secara mandiri.
b. Penyebab
1) Kerusakan integritas struktur tulang
2) Perubahan metabolism
3) Ketidakbugaran fisik
4) Penurunan kendali otot
5) Penurunan massa otot
6) Penurunan kekuatan otot

13
7) Keterlambatan perkembanagan
8) Kekakuan sendi
9) Kontraktur
10) Malnutrisi
11) Gangguan moskuloskeletal
12) Gangguan neuromaskular
13) Indeks massa tubuh diatas persentil ke -75 sesuai usia
14) Efek agen farmakulogi
15) Program pembatasan gerak
16) Nyeri
17) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
18) Kecemasan
19) Gangguan kognitif
20) Keengganan melakukan pergerakan
21) Gangguan sensori persepsi.
c. Gejala dan tanda mayor
1) Subjektif
a) Mengeluh sulit menggerakkan ekstermitas
2) Objektif
a) Kekuatan otot menurun
b) Rentang gerak (ROM) menurun
d. Gejala dan tanda minor
1) Subjektif
a) Nyeri saat bergerak
b) Enggan melakukan pergerakan
c) Merasa cemas saat bergerak
2) Objektif
a) Nyeri saat bergerak
b) Enggan melakukan pergerakan

14
c) Merasa cemas saat bergerak
e. Kondisi klinis terkait
1) Stroke
2) Cedera medulla spinalis
3) Trauma
4) Fraktur
5) Osteoarthritis
6) Osteomaasia
7) Keganasan.
C. Intervensi
1. Nyeri akut
Manajemen Nyeri :
Intervensi Keperawatan (SIKI, 2018) :
a. Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respon nyeri non verbal
4) Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri.
6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
diberikan
9) Monitor efek samping penggunaan analgetik.
b. Terapeutik
1) Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri(
mis.hipnosis,akupresur, terapi musik,terapi pijat,

15
aromaterapi,terknik imajinasi terbimbing, kompres hangat atau
dingin.
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis.suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri.
c. Edukasi
1) Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
d. Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional :
a) Mengetahui daerah nyeri,kualitas,kapan nyeri dirasakan,faktor
pencetus,berat ringannya nyeri yang dirasakan.
b) Untuk mengajarkan pasien apa bila nyeri timbul
c) Untuk mengurangi rasa nyeri
d) Untuk mengetahui keadaan umum pasien.
e) Mengalihkan rasa nyeri yang dirasakan pada pasien.
2. Hipertermia
Manajemen hipertermia :
Intervensi Keperawatan (SIKI, 2018) :
a. Observasi
1) Identifikasi penyebab hipertermia (mis, dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan incubator)
2) Monitor suhu tubuh

16
3) Monitor kadar elektrolit
4) Monitor haluaran urine
5) Monitor komplikasi akibat hipertermia
b. Terapeutik
1) Sediakan lingkungan yang dingin
2) Longgarkan atau lepaskan pakaian
3) Basahi atau kipasi permukaan tubuh
4) Berikan cairan oral
5) Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hiperhidrosis (keringat berlebih)
6) Lakukan pendinginan eksternal (mis, selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
7) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
8) Berikan oksigen, jika perlu
c. Edukasi
Anjurkan tirah baring
d. Kolaborasi
1) Pemberian analgetik
2) Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu
Rasional :
a) Untuk mengetahui perkembangan kesehatan pasien dan
memudahkan dalam pemberian therapy
b) Peningkatan suhu tubuh meningkatkan penguapan sehingga perlu di
imbangi dengan asupan cairan yang banyak
c) Pemberian obat antipiretik untuk mempercepat proses penyembuhan
dan cepat menurun demam. Pemberian antibiotic menghambat
pertumbuhan dan proses infeksi.
d) Meminimalisir produksi panas yang diproduksi oleh panas

17
3. Gangguan mobilitas fisik
Dukungan mobilisasi
Intervensi Keperawatan (SIKI, 2018) :
a. Observasi
1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3) Monitor frekuensi jantung dan tekaknan darah sebelum
memulai mobilisasi
4) Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
b. Terapeutik
1) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis, pagar
tempat tidur)
2) Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
3) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
c. Edukasi
1) Jelaskan tujuan prosedur mobilisasi
2) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis,
duduk di tempat tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi).
Rasional
1) Dapat meningkatkan kemampuan pasien untuk melakukan
rentang gerak pasif
2) Menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat
sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
3) Untuk mencegah terjadinya komplikasi

18
4) Agar pasien dan keluarga tahu maksud dan tujuan
dilakukannya mobilisiasi
5) Agar otot-otot kembali aktif

19
Penyimpanan KDM

Karsinogenik Lingkungan Genetik

Terjadi Mutasi Gen

Sel menjadi aktif dan tidak terkontrol

Karsinoma sel skuamosa

adenokarsinoma

lesi tumor dekat hilus

tekanan asomtomatik plasma

transudasi cairan intramuskular

edema

Efusi pleura

penumpukan cairan dalam rongga pleura

peradangan pada rongga pleura

febritis

20
Demam

Hipertemia
pengeluaran cairan dalam rongga pleura

pemasangan chest tube

Gangguan mobilitas fisik Nyeri Akut

21
DAFTAR PUSTAKA

Grosman D, Leffl DJ. 2008. Squamous Cell Carcinoma. In: Wolff K, Goldsmith LA,
Katz SI. New York: McGraw-Hill

Lauretia astrid, djwad kairuddin, vitayani sri. Suswardana. Karsinoma sel skuamosa
yang berkembang dari ulkus merjolin akibat luka gigit.
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:v1CcrdclhPcJ:journ
al.unair.ac.id/download-fullpapers
karsinoma%2520sel%2520Vol%252021%2520%2520No%25201.pdf+&cd
=5&hl=en&ct=clnk&gl=id

Rahma Chenoa. Karsinoma skuamosa sel.


https://www.scribd.com/doc/146647768/Karsinoma-Sel-Skuamosa diakses
pada hari senin, 23 september 2019

Persatuan Perawatan Nasional Indonesia.2017. Standar diagnosis keperawatan


Indonesia (SDKI) definisi dan indikator diagnostik. Jakarta selatan : DPP
PPNI.

Persatuan Perawatan Nasional Indonesia.2017. Standar luaran keperawatan


Indonesia (SLKI). Jakarta selatan : DPP PPNI.

Persatuan Perawatan Nasional Indonesia.2017. Standar intervensi keperawatan


Indonesia (SIKI). Jakarta selatan : DPP PPNI

22

Anda mungkin juga menyukai