Anda di halaman 1dari 35

PERANAN RADIOTERAPI DALAM

PENANGGULANGAN PENYAKIT KANKER

UNIVERSITAS GADJAH MAnA

Pidato Pengukuban Jabatan Guru Besar


pada Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjab Mada

Diucapkan di depan Rapat Terbuka Majelis Guru Besar .


Universitas Gadjab Mada
pada tanggal 24 April 2004
di Yogyakarta

Oleh:
Prof. Dr. dr. Salugu Maesadjie Tjokronagoro, Sp.Rad.
Bismillahirrahmanirrochim.
Yang terhormat Ketua, Sekretaris dan para Anggota Majelis Wali
Amanat Universitas Gadjah Mada
Yang terhormat Rektor dan para Wakil Rektor Senior, serta para
Wakil Rektor Universitas Gadjah Mada
Yang terhormat Ketua, Sekretaris dan Anggota Majelis Guru Besar­
Universitas Gadjah Mada
Yang terhormat Ketua, Sekretaris dan Anggota Senat Akademik
Universitas Gadjah Mada ,
Yang terhormat Dekan dan para Wakil Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada
Yang terhormat Direktur Utama dan para Direktur RS. Dr. Sardjito
Yang terhormat Segenap Sivitas Akademika, Universitas Gadjah
Mada
Yang terhormat para tamu Undangan, Teman Sejawat, Sahabat,
Keluarga sena para Mahasiswa yang saya cintai,

Assalamualaikum Warrochmatullohi Wabarokatuh,


Perkenankanlah saya terlebih dahulu memanjatkan puji syukur
ke hadirat Allah SWT, yang pada bari ini telah melirnpahkan rachmat,
taufiq dan bidayahNya kepada kita semua sebingga dalam keadaan
sehat sejahtera dapat berada di Balai Senat Universitas Gadjab Marla
untuk mengikuti Rapat Terbuka Majelis Guru Besar Universitas
Gadjah Mada yang terhormat ini.
Dalam memenuhi kewajiban akademik sebagai seorang Guru
Besar dalam Ilmu Radiologi dan Radioterapi perkenankanlah saya
menyampaikan pidato pengukuhan berjudul:

Perman Radioterapi Dalam Penanggulangan Penyakit Kanker

Judul ini saya ketengahkan karena saya selama dua puluh tiga
tabun menggeluti bidang Radioterapi dan untuk menjelaskan peranan
Radioterapi dalam keikutsertaannya memecahkan masalah penang­
gulangan penyakit kanker.
Kanker akhir-akhir ini begitu ditakuti orang karena merupakan
penyakit penyebab kematian tertinggi ketiga setelah penyakit infeksi
2

dan penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia. Kanker


berasal dari kata cancer yang berarti kepiting. Dikatakan demikian
karena dapat mencengkeram dan menjepit ibarat kepiting, karena
kanker dapat menginfiltrasi jaringan sekitar, dan dapat menyebar ke
tempat yang jauh dari tempat asalnya, melalui pembuluh darah atau
melalui saluran lymphe yang disebut metastasis hematogen dan
lymphogen. Hal ini dapat terjadi karena kemarnpuan sel kanker
memproduksi enzym kolagenasis tipe IV yang dapat melisiskan semua
struktur dalam tubuh yang mengandung kolagen tipe IV, yang terdapat
pada dinding kapiler, vasa limfatika, membrana basalis dan jaringan
ikat serta tulang, Membrana basalis akan berlubang sehingga sel
kanker akan infiltrasi ke dalam subcutis yang kaya akan kapiler dan
vasa limfatika dan jaringan ikat. Bila kapiler dan vasa limfatika pada
subcutis terkena ensim ini akan lisis dan berlubang sehingga sel
kanker dapat masuk kedalam kapiler, masuk sirkulasi darah, dan
berhenti pada organ visceral membentuk anak sebar atau metastasis
hematogen. Vasa limfatika bila terkena ensim kolagenasis tipe IV juga
akan berlubang, sel kanker masuk ke dalam vasa, mengikuti aliran
limfe, dan berhenti pada kelenjar lim fe, membetuk koloni anak sebar
pada kelenjar limfe atau metastasis lymphogen
Tumor berasal dari bahasa latin yang berarti benjolan. Tumor
maligna berarti benjolan yang ganas yang disebut sebagai kanker.
Kanker merupakan tumor maligna yang dapat berasal dari sel-sel
epithelial, dalam bahasa latin disebut carcinoma, misalnya yang
berasal dari epithel saluran air susu payu dara (ductus lactiferus)
disebut karsinoma payu dara, atau dapat berasal dari sel epithel
saluran leher rahim (canalis cervisisi disebut kanker leher rahim
(carcinoma cervix uteri), dan dapat berasal dari epithel rongga di
belakang hidung (nasopharynx) disebut carcinoma nasopharynx.
Ketiga jenis kanker inilah yang paling banyak dijumpai, walaupun
pada organ lain dapat timbul kanker. Tumor maligna dapat berasal
dari sel sel mesenchymal yang berasal dari sel otot, tulang atau syaraf
disebut sarcoma.
Berbagai kemajuan dalam penelitian penyakit kanker menunjuk­
kan bahwa penyakit kanker disebabkan kerusakan genetik, lokasi
kerusakan genetik dapat diketabui secara tepat serta gena yang terlibat
sudah dapat diidentifikasi. Kerusakan genetik dapat disebabkan oleh
3

bahan kimia karsinogenik, beberapa virus onkogen, onkogen yang


dibawa sejak lahir, serta dapat disebabkan oleh radiasi karena ledakan
bom nuklir seperti kejadian di Hiroshima dan Nagasaki di Jepang pada
tahun 1945. Kelainan genetik berupa point mutasi, amplifikasi dan
delesi gen bcl2 atau disebut proto onkogen yang fungsinya memacu
proliferasi sel dan differensiasi sel, dan delesi gen p53 atau gen _.
suprcsor tumor yang fungsinya melakukan apoptosis atau bunuh diri
sel secara terprogram. Akibat mutasi bc12 akan terbentuk onkogen,
yang melalui proses transkripsi akan membentuk RNA pembawa
pesan (messenger RNA) yang akan memasuki ribosoma, dan
memacunya untuk memproduksi protein struktur berupa Growth
factor receptor yang akan dipasang di membrana sel, dan protein
regulator berupa Growth factor yang akan disekresikan keluar set,
yang mirip hormon. Bi1a Growth factor dan Growth factor receptor
bersatu, akan terjadi sinyal dari membran sel ke dalam inti untuk
melakukan mitosis. Proto onkogen mengkode produksi kedua protein
tadi secara proporsional, sehingga mitosis yang terjadi fisiologis.
Akan tetapi onkogen memproduksi kedua protein secara berlebihan,
sehingga mitosisnya jauh lebih cepat dan lebih banyak, yang berakibat
populasi sel kanker akan meningkat dengan cepat sesuai kurva
Gompertizian, yang berarti bila populasi sel kanker mencapai 10
milliar sel, jumlah sel yang timbul baru sarna dengan sel yang mati
karen a tidak cukup suplai makanan dan oksigen. Jika jarak antara
kapiler dengan sel kanker mencapai 1 sampai 2 milimeter, melalui
proses difusi masih cukup suplai oksigen dan nutrisi, tetapi bila
jaraknya melebihi 3 milimeter dari kapiler, sel kanker akan
kekurangan oksigen dan nutrisi. Pada kondisi tersebut sel kanker akan
mengeluarkan zat yang disebut tumor angiogenesis factor yang akan
mernacu endotel kapiler berproliferasi membentuk pembuluh darah
baru yang disebut neo vascularisasi bersifat rapuh dan mudah pecah,
yang akan mensupJai oksigen dan makanan pada sel-sel yang jauhnya
melebihi 3 milimeter dari kapiler asli, sehingga gejaJa klinis kanker
ditandai dengan phenomena perdarahan. Kanker leher rahim ditandai
dengan perdarahan per vaginam pada saat coitus, atau perdarahan per
vaginam yang terjadi tidak pada masa haid, atau terjadi setelah masa
pasca menopause. Kanker nasopharynx ditandai dengan perdarahan
\ewat hidung (epsilaxis)
4

Delesi gen p 53 menyebabkan terganggunya fungsi apoptosis,


sehingga proliferasi sel tidak terkontrol, yang berakibat terjadinya
kanker, Jadi sel kanker mempunyai perangai yang sangat berbeda
dengan sel normal, ibarat suatu monster hasil mutan yang dapat
membunuh tubuh manusia. Seluruh hiruk pikuk pada sel kanker
tersebut hanya dapat dihentikan bila pusat komandonya dihancurkan,
yaitu menghancurkan onkogen yang terletak di DNA pada kromosome
di daJam inti sel, dengan cara memberikan tembakan radiasi pengion
dari radioterapi ekstemal, brachytherapi atau radiasi internal. Bila
onkogen dan DNA sel kanker hancur, semua proses mitosis, produksi
ensim kolagenasis IV dan produksi tumor angiogenesis factor akan
berhenti dan sel kanker mengalami nekrosis atau kematian sel (Weis,
1985 Burck et al., 1988, Dedhar et al., 1998)
Sekitar 71% penderita kanker yang menginfiltrasi jaringan
sekitar (invasive cancer) saat ditemukan penyakitnya masih bersifat
lokoregional, 29% sudah terjadi anak sebar atau metastasis jauh.
Penderita kanker yang masih bersifat lokoregional yang berarti kanker
masih terbatas pada organ asalnya walaupun sudah terjadi penyebaran
pada saluran dan kelenjar lympha, 56% dapat disembuhkan, dan
sekitar 44% akan mengalami kekambuhan, sehingga pengobatan
terutama ditujukan pada upaya kontrol lokal dan regional, yang dalam
upaya pengobatan tersebut radioterapi mempunyai peran penting
dalam mencegah kekambuhan lokal dan regional dengan cara
menghancurkan sel-sel tumor pada tempat asalnya dan mensterilkan
penyebaran pada saluran dan kelenjar lymphe.
Kanker pada organ asalnya tprimery cancer) dapat diatasi
dengan pengobatan operasi dan radioterapi, bersamaan dengan
khemoterapi, dengan basil yang memuaskan. Tetapi anak sebar kanker
pada organ visceral suIit diatasi, oleh karena sel-sel kanker
menimbulkan kerusakan fungsi organ, yang akan berak.ibat kematian
penderita (perez et al., 1987)
Dalam paradigma menuju Indonesia Sehat tahun 2010, usaha
pencegahan (preventive) dan peningkatan kesehatan (promotif)
merupakan usaha yang penting dalam menangguJangi penyakit
kanker, selain upaya pengobatan (kuratif) dan pemulihan kesehatan
(rehabtlitatif).
5

Hadirin yang saya hormati,


Penggunaan radioterapi untuk pengobatan kanker dapat
dilakukan dalam beberapa cara, yaitu radiasi eksternal atau teleterapi
(tele dalam bahasa latin berarti jauh), yaitu sumber radiasi dengan
kulit mempunyai jarak tertentu, untuk teleterapi Cobalt 60 jarak .
sumber radiasi ke kulit (source skin distance) 80 em sedang radiasi
ekstemal dengan linear accelerator jarak sumber radiasi ke kulit 100
em. Cara yang lain disebut brachytherapi (dari bahasa latin brachy
berarti dekat), yaitu sumber radiasi yang dapat berupa iridium 192
atau caesium 137, dengan menggunakan jarum stainless steel, atau
aplikator, ditusukkan atau ditempelkan pada kanker. Tidak terdapat
jarak antara sumber radiasi dengan kanker. Cara yang lain disebut
radiasi internal, yaitu memberikan zat radioaktif berupa Jodium 131,
yang diminum, kemudian akan diserap oleh usus, masuk ke dalam
sirkulasi darah dan akan ditangkap oleh sel sel kelenjar gondok yang
berisi kanker kelenjar gondok. Jodium 131 akan masuk ke dalam sel
kanker kelenjar gondok, radiasi Gamma dan Beta dari molekul
molekul Jodium 131 radioactif intraseluler akan menghantam dan
merusak DNA sel kanker kelenjar gondok dan akan mematikan sel
kanker tersebut.
Penggunaan radioterapi untuk pengobatan kanker mempunyai
sejarah yang panjang, dimulai sejak Marie Curie dan Pierre Curie di
Paris pada tahun 1896 menemukan radium. Dalam lima tahun sejak
ditemukan radium, pada tahun 1903 di St. Petersburg dapat dibuktikan
pada dua kasus basal sel karsinoma di muka yang diterapi dengan
brachytherapi radium, yang mengalami kesembuhan yang .dibuktikan
secara histopathologis. Prinsip-prinsip afterloading telah ditemukan
di dalam literatur kedokteran di Munich tahun 1903, dan telah
dilaksanakan brachytherapi dengan tehnik surface mould,
intracavitary dan brachytherapi interstitiel (Mould, 1994).
Wifhelrn Conrad Rontgen menemukan sinar X pada tahun 1985.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama diketahui efek biologis dari
radiasi pengion. Pasien pertama yang dapat disembuhkan dengan
radiasi pengion dilaporkan pada tahun 1899, setelah masa itu, terapi
radiasi mengalami pertumbuhan yang lambat sampai tahun 1920.
Beberapa penemuan penting terjadi pada masa tersebut, tetapi tehnik
6

radiasi tidak konsisten dan kadang-kadang tidak dapat diulang dengan


hasil yang sarna (not reproducible). Akumulasi kemajuan tehnologi
terjadi pada kurun waktu tersebut, tetapi dasar-dasar pengetahuan
biologi radiasi belum banyak diketahui. Pada tahun 1913 Coolidge
menemukan tabung sinar X dengan enersi puncak (peak energy) 140
kilovolt, dan pada tahun 1922 Tabung X ray dengan energi 200
kilovolt ditemukan dan mulai digunakan untuk terapi tumor-tumor
yang letaknya di dalam (deep therapy).
Bidang ilmu radioterapi klinis dimulai pada International
Congress of Oncology di Paris tahun 1922, ketika Coutard dan
Hautant mempresentasikan bukti-bukti bahwa karsinoma larynx
stadium lanjut dapat disembuhkan tanpa komplikasi dan sequelle yang
berat. Pada tahun 1934, Coutard menemukan metoda radioterapi
dengan skema fraksionasi, yang sarnpai sekarang masih tetap
digunakan dalarn radioterapi modem.
Pada rnasa-masa setelah kurun waktu tersebut, radiasi pengion
telah dapat diketabui dan didefmisikan secara tepat, perencanaan
radioterapi (treatment planning) dan aplikasi radioterapi untuk
pengobatan kanker dapat dilaksanakan lebih tepat dan dapat
direproduksi (reproducible). Generator X ray dengan kekuatan enersi
800 sampai 1000 kilovolt telah dapat dibuat diikuti dengan penemuan
cyclotron, synchrocyclotron, betatron. linear accelerator. dan
penemuan reaktor nuklir yang dapat memproduksi isotop radioaktif.
Radioisotop seperti Cobalt 60. Caesium 137, Iridium 192 dan Jodium
125 melengkapi terapi radiasi. Cobalt 60 teleterapi mulai digunakan,
dan brachytherapi dengan Iridium 192, yang digunakan pada
brachytherapi modem dengan Microselectron High Dose rate, dan
Microselectron Pulse Dose rate. Terjadi perkembangan pesat di dalam
pengetabuan tentang fisika radioterapi, biologi radiasi, perencanaan
radioterapi (clinical treatment planning) dan mulai digunakannya
komputer dalam terapi radiasi external yang terintegrasi dengan
pesawat Linear accelerator, maupun pesawat Brachytherapi .
Dalarn kurun waktu dna dekade terakhir, telah dibuktikan bahwa
peranan radioterapi dalam menyembuhkan penyakit kanker merupa­
kan suatu hal yang realistis pada 50% pasien barn yang terdiagnosa
menderita kanker. Berbagai kanker yang telah metastasis, dapat
diterapi palliatif secara efektif dan dapat memperpanjang usianya serta
7

mengurangi penderitaannya.
Kemajuan daIam bidang radioterapi terjadi karena 3 hal: (1)
Peningkatan dalam diagnosa dan skrining, dan peningkatan
kewaspadaan masyarakat untuk deteksi dini. (2) Komunikasi antar
berbagai profesi ilmu kedokteran yang berkaitan dengan penyakit ,
kanker, yaitu dokter spesialis bedah tumor (oncologic surgeon), dokter
spesialis radioterapi (radiation oncologist), dokter spesialis penyakit
dalarn hematologi oncology (medical oncologist) dan dokter spesialis
pathologi anatomi (pathologist), yang melaksanakan pendekatan
terapi multi modalitas. (3) Interaksi yang intensif dengan dokter pada
bidang ilmu dasar (basic science) yang melaksanakan penelitian untuk
menemukan evidence based medicine yang berguna, sehingga terjadi
transfer pengetahuan yang .bennula dari penelitian ke aplikasi
pengobatan pada pasien kanker (purdy el al., 1987)

Hadirin yang saya muliakan,


Radioterapi berperan dalam pengobatan penyakit kanker, karena
kemampuan enersi tinggi dati radiasi pengion, yang berupa sinar
Gamma dari pesawat Cobalt 60 teleterapi, atau radiasi photon dan
elektron dari pesawat linear accelerator, yang dapat menghancurkan
sel kanker. Sel kanker, yang bila terkena radiasi pengion akan
menimbulkan reaksi langsung dan tidal langsung. Reaksi tidak
langsung karena molekul air (H20) dan molekul oksigen (02) intra
selulair maupun ekstra selulair yang terkena radiasi pengion akan
terionisasi karena elektron yang mengelilingi atom hydrogen dan
oksigen akan terpental keluar dari orbitnya, sehingga molekul OH
akan kekurangan elektron menjadi ion OH- dan atom hidrogen akan
kelebihan elektron menjadi ion H+. Molekul oksigen akan kehilangan
elektronnya sehingga menjadi ion oksigen. Ketiga ion ini bersifat
tidak stabil dan akan berubah menjadi H radikal (H*) dan OH radikal
(OH*), dan radikal oksigen (0*) yang mempunyai kecenderungan
bereaksi dengan makromolekul DNA di dalam kromosome pada inti
sel. Akibat reaksi radikal-radikal tersebut dengan DNA, terjadi
berbagai jenis kerusakan DNA, yaitu terputusnya kedua backbone
DNA (double strand break), terputusnya satu backbone DNA (single
strand break), kerusakan base (base damage), kerusakan gula (sugar
8

damage) DNA-DNA cross link dan DNA-protein cross link. DNA sel
tumor maligna yang mengalami double strand break akan mengalami
kematian set, sedangkan kelima jenis kerusakan yang lain akan
menyebabkan sel maligna menjadi sub lethal, yang akan mengalami
berbagai proses reparasi (repair) sesuai dengan jenis kerusakan DNA,
sehingga dalarn waktu 4-6 jam sel maligna sublethal akan pulih
kembali menjadi sel maligna yang potent (powell et al. ,1996)
Selain terjadi kerusakan DNA, juga terjadi aberasi kromosom
dan aberasi kromatid, dan akan terjadi beberapa kemungkinan,
kematian sel yang segera terjadi (early cell death) atau aberasi yang
terns terjadi selama sel membelah. Bila tidak terjadi mekanisme
reparasi, sel akan mengalami kematian. Terdapat beberapa jenis
aberasi kromosom: satu fragmen kromosom akan berbindah tempat ke
kromosom lain, atau sam fragmen kromosom berpindah tempat ke
lengan yang lain pada kromosom yang sarna, atau satu fragmen
kromosom berpindah tempat pada lengan yang sama pada kromosom
yang sama, Keadaan ini menyebabkan kromosom berbentuk eksentrik,
yaitu kromosom dengan panjang lengan tak normal, atau kromosom
saling berlekatan satu sarna lain, membentuk kromosom berstruktur X
atau 0, atau menjadi kromosom berbentuk disentric berupa
kromosome yang berisi dua sentromere plus fragmen kromosom.
Radiasi yang terjadi pada fase 02 akan menimbulkan kerusakan
kromatid. Radiasi yang terjadi pada fase G 1 bila tidak terjadi reparasi
akan terj adi aberasi kromatid dan aberasi kromosom. Radiasi pada
fase S akan menimbulkan aberasi kromatid berupa asymetrical
interchange, symetrical interchange triradial dan delesi kromatid
(Steel, 1997).
Demikianlah dampak radiasi pengion terhadap sel tumor
maligna, sehingga radiasi pengion dapat digunakan untuk membasmi
tumor maligna dan dapat berperan sebagai metode pengobatan untuk
menanggulangi penyakit kanker.

Hadirin yang saya muliakan,


Temyata Tuhan adalab Maha Kuasa dan Maha Tabu yang dalam
menciptakan manusia, telah membekali tubuh manusia dengan gen
yang terdapat di dalam kromosom, yang disebut gen XRee (X ray
9

Cross Complementing Gen). Fungsi gen ini memacu proses reparasi


DNA bilamana DNA mengalami kerusakan akibat radiasi pengion,
sehingga bila manusia terkena radiasi kosmis atau ultra violet yang
berasal dati matahari, kerusakan DNA yang terjadi akan mengaktifkan
gen XRCC untuk meIakukan reparasi DNA. Gen XRCC ini terdapat
dalam sel normal maupun sel tumor maligna, sehingga kerusakan "
DNA pada sel twnor maligna akan diperbaiki sesuai dengan jenis
kerusakannya, yaitu reparasi eksisi (Excision repair) untuk jenis
kerusakan single strand break DNA, reparasi rekombinasi atau
penggabungan ujung (recombination or end joining), dan mismatch
repair pada lesi patahan ganda DNA atau double strand break.
Masalah reparasi kerusakan DNA ini dapat menjadi masalah dan
sumber kegagalan dalam radioterapi, terutama tumor yang besar (local
advance lession) dengan banyak sel hipoksik yang resistent terhadap
radiasi, Peristiwa reparasi DNA ini merupakan peristiwa alamiah
(nature) yang akan selalu terjadi pada proses pengobatan radioterapi.
Pads tumor yang kecil (Tl,T2) proses reparasi tidak terlalu menjadi
masalah karena sel hipoksik hanya sedikit, sehingga radioterapi akan
menghasilkan respon komplit (complete remission). Proses reparasi
menjadi masalah pada tumor yang besar (T3,T4) dengan banyak sel
hipoksik yang resisten terhadap radiasi yang dapat menimbulkan
kegagalan radioterapi, karena adanya sisa tumor setelah radiasi
(residual disease) yang pada akhimya akan menghasilan remisi parsial
(partial remission).
Penelitian untuk mengatasi masalah ini telah banyak dilakukan
dan kesimpulan berbagai penelitian tersebut menghasilkan berbagai
solusi untuk mengatasi masalah mekanisme reparasi pada tumor
rnaligna yaitu:
(1) M emberik.an radiasi akselerasi hiperfraksionasi, yaitu
memberikan 2 fraksi radiasi dalam satu hari, interval antar fraksi 4-6
jam. Dengan memberikan fraksi kedua 4-6 jam seteJah fraksi pertama,
sel yang telah mengalarni reparasi akan dihantam oleh radiasi fraksi
kedua, sehingga sel akan menjadi lethal (Wang, 1987; Tjokronagoro,
1999),
(2) Memberikan kemoradiasi, yaitu memberikan kemoterapi
sebelum radioterapi, atau kemoterapi bersamaan dengan radioterapi
(concomitant). Pemberian kemoterapi sebelum atau bersamaan dengan

__ ..---'
10

radioterapi akan mengurangi kemampuan sel tumor maligna dalam


melakukan reparasi kerusakan DNA akibat radiasi. pengion, dan
menambah toksisitas di dalam tumor primer, serta dapat melakukan
eradikasi mikrometastasis yang belum manifest. Dengan kemoradiasi
akan terjadi peningkatan rasio terapi (enhanced therapeutic ratio)
dimana jumlah sel tumor maligna yang lethal akan lebih banyak pada
kemoradiasi dibandingkan dengan radioterapi sebagai terapi tunggal
(Steel et al., 1983; Stuup et al.,1995; Milas,2000; Tjokronagoro,
2000; 2001).
(3) Memberikan Hyperthermia simultan dengan radioterapi,
yaitu memberikan panas 43 derajat celcius selama 45-60 rnenit pada
jaringan tumor maligna dengan microwave seminggu 2 kali, simultan
dengan radioterapi yang diberikan 5 fraksi dalam seminggu. Dengan
hyperthermia akan terjadi kerusakan membran sel, terjadi perubahan
fluiditas dan permeabilitas membran sel, sehingga transfer air dan
elektrolit dari ekstra selulair ke intraselulair akan terhambat, sel akan
kekeringan dan akhirnya lethal. Selain itu dengan hyperthermia akan
terjadi kerusakan lysozome di dalam sitoplasma dan berhentinya
mikrosirkulasi pada neovascularisasi tumor, karena neovascularisasi
tumor hanya terjadi dari selapis endothel dan tidak memiliki tunika
muskularis sehingga tidak mampu dilatasi membuang panas, akan
terjadi thromboemboli sebingga mikrosirkulasi akan terhenti, jaringan
tumor akan kekurangan oksigen dan suplai makanan. Ditambah
dengan kemampuan radiasi pengion dalam merusak DNA sel tumor
maligna, maka berbagai mekanisme yang diakibatkan hyperthermia
dan radiasi pengion akan melakukan sinergi dalam mematikan sel
tumor maligna, sehingga terjadi peningkatan rasio pengobatan
(enhance therapeutic ratio) (perez et al.• 1987; Tjokronagoro &
Seegenschmiedt, 1989).

Hadirinyang kami muliakan,


Sesungguhnya sangat benar apa yang disebutkan di dalam
Hadist shahih, yang menyatakan: Maa anzalaloohu da-an ilia
anzalallahu syifaan yang terjemahannya adalah: Tiada penyakit yang
Allah turunkan melainkan pasti Allah juga turunkan obatnya atau
dengan kata lain hila Tuhan menciptakan penyakit, maka Tuhan juga
11

menciptakan obatnya. (Hadits Shahih Riwayat Bukhari). Sudah


barang tentu bahwa sinar X dan Sinar Gamma sudah ada sejak
diciptakannya alam semesta, tetapi manusia belum mengetahuinya,
karena ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia pada saat itu belum
sampai dan beJum dapat menemukannya. Baru pada tahun 1896 Marie
Curie dan Pierre Curie pertama kali menemukan adanya radioaktifitas,
dan sejak saat itu ilmu pengetahuan terus berkembang secara pesat
dan akimya diketemukan bahwa radiasi pengion dapat digunakan
untuk mengobati penyakit tumor ganas. Hal ini juga berlaku bagi
pengobatan tumor ganas yang menggunakan kemoterapi. Banyak
obat-obat kemoterapi berasal dari daun, batang, dan akar dari pohon­
pohon tertentu di alarn sekitar kita. Misalnya obat Vincristine, suatu
obat kemoterapi yang aktif pada saat sel membelah, berasal dari daun
pohon Vinca Rosea atau pohon Tapak Doro. Obat paclitaxel (Taxo!)
berasal dari daun pohon Taxane (Folia Taxane) yang tumbuh di
Amerika Utara. Jadi sesungguhnya Tuhan sudah menciptakan obat­
obat anti kanker yang terdapat pada tumbuh-tumbuhan di sekitar alam
kita, hanya untuk mengetahuinya umat manusia diharuskan
melakukan penelitian-penelitian untuk menemukan dan membuktikan
khasiat bahan kimawi aktif yang terdapat didalam tumbuh-tumbuhan
tertentu, dan akhirnya menggunakannya pada pengobatan penderita
kanker. Hal yang sarna juga terjadi pada penyakit-penyakit lainnya
sehingga umat manusia harus percaya bahwa sesungguhnya Tuhan
selalu melindungi kita dari berbagai jenis penyakit.

Hadirin yang saya hormati,


Ilmu pengetahuan di bidang radioterapi secara bertahap
berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan terjadi pada
peralatan radiasi eksternal maupun pada pengobatan dengan
brachytherapy. Suatu tonggak kemajuan dibidang radiasi eksternal
dimulai akhir tahun 1940 pada saat Perang Dunia II, sejak
perkembangan reaktor nuklir yang memungkinkan diproduksinya
radionuklida buatan yang mampu memancarkan sinar gamma dengan
enersi tinggi, dalam jumlah yang cukup besar dan dalam harga yang
relatif murah sehingga dapat diproduksi secara komersial untuk alat
radioterapi ekstemal. Alat radioterapi ekstemal Cobalt 60 pertama kali
12

diproduksi tahun 1951 di Canada dan alat Radioterapi ekstemal


Caesium 137 pada tahun 1956. Caesium 137 mempunyai keuntungan
waktu paroh (half life) yang panjang (28 tahun) tetapi mempunyai
enersi yang rendah (600 keY). Dimasa sekarang Caesium 137 masih
digunakan untuk brachytherapy afterloading tumor gynecologis,
terutama carcinoma cervix uteri, yang keuntungannya mempunyai
waktu paroh yang panjang, tidak memerlukan penggantian sumber
radioaktif (source) selama 28 tahun, dan tidak mempunyai produk
sampingan akibat peluruhan atau disintegrasi inti yang berupa gas,
sehingga aman digunakan untuk brachytherapy. Radium sudah mulai
ditinggalkan oleh karena by product akibat peluruhan berupa gas
Radon yang radioaktif dengan waktu paroh yang sangat panjang.
Kebocoran pada capsul radium yang terbuat dari platina dapat
berakibat terlepasnya gas Radon radioaktif yang berbahaya untuk
pasien, dokter, petugas medis dan lingkungan. Cobalt 60 Teletherapy,
sampai sekarang masih merupakan alat utama radioterapi ekstemal di
negara-negara sedang berkembang, seperti di Indonesia, karena biaya
perawatannya lebih murah dibandingkan pesawat Linear accelerator,
enersi sinar Gamma yang dihasilkan disintegrasi inti cobalt 60 stabil
dan hasil pengobatannya cukup baik. .
Pada tahun 1953 pertama kali microwave electron linear
accerelator untuk keperluan medis digunakan di Radiation Research
Center of the Medical Research Council di Hammersmith Hospital di
London. Penelitian-penelitian mengenai linear accelerator terus
dilakukan sehingga dapat diketemukan medical linear accelerator
yang kita kenai saat ini, yang merupakan alat utama radiasi eksternal
di dunia.
Linear accelerator mempunyai berbagai j ems, dari yang hanya
mengeluarkan photon (X ray) dengan energi 4 sampai 6 Megavolt,
atau linear accelerator yang dapat mengeluarkan photon dengan
berbagai enersi 6, 8, dan10 Megavolt dan elektron dengan berbagai
enersi mulai dari 6,8,10, 12, 14 Mega electron volts. Keuntungan
Linear accelerator adalah se1ain enersi photon (sinar X berkekuatan
megavolt) lebih tinggi dibanding sinar Gamma dari Cobalt 60
teleterapi, tidak mempunyai rnasalah limbah nuklir, Kelemahannya
adalah penggunaan arus listriknya lebih besar, biaya perawatannya
mahal, dan enersinya kadang-kadang tidak stabil, tergantung stabilitas
13

tegangan listrik PLN yang menjadi sumber tenaganya.


Radioterapi ekstenaJ pada abad XX ditandai dengan kemajuan­
kemajuan dibidang komputer yang diintegrasikan pada pesawat linear
accelerator, sehingga dapat diciptakan linear accelerator dengan
multi leaf collimator, yaitu collimator dengan banyak bilah yang ',.
digerakkan motor listrik dan dikendalikan komputer, sehingga berkas
radiasi diatur rnenyesuaikan bentuk tumor. Tehnik radioterapi
eksternal ini dikenal sebagai conformal radiotherapy.
Kernajuan lain di bidang radioterapi ekstemal dengan linear
accelerator adalah Stereotactic Radiotherapy dan Intensity
Modulated Radiotherapy (IMRl). Stereotactic Radiotherapy terutarna
digunakan untuk radioterapi tumor cerebri, dimana pasien difiksasi
dengan peralatan khusus dan radiasi diberikan secara rotasi dengan
sentrasi rotasi tepat pada tumor.
Intensity Modulated Radiotherapy adalah penggunaan komputer
pada linear accelerator dan menggunakan multiplefield (6-8 lapangan
radiasi) dengan sudut tertentu. Pada daerah dimana terdapat organ
kritis intensitas radiasi diturunkan, tetapi bila lapangan radiasi tidak
rnelalui organ kritis intensitas radiasi optimaJ. Intensity Modulated
Radiotherapy berhasil dengan baik untuk radiasi karsinoma
nasopharynx, dimana intensitas radiasi rendah pads saat berkas radiasi
rnelalui glandula parotis, sehingga dosis radiasi yang diterima
glandula parotis rendah, tetapi dosis radiasi yang diterirna
nasopharynx tinggi sesuai dosis radiasi yang diinginkan. ..
Perkembangan lain dalam bidang radiasi ekstemal adalah
diciptakannya Gamma knife, suatu helmet yang berisi 201 sumber
radiasi Cobalt 60. dengan 'arab radiasi yang terfokus pada suatu area
yang kecil, yang khusus digunakan untuk radioterapi tumor cerebri.

Hadirin yang saya muliakan,


Kemajuan-kemajuan juga dicapai daJam bidang brachytherapi,
Bila dahulu pada tahun 1960-1970 masih menggunakan capsul
radium dengan cara manual untuk brachytherapi karsinoma cervix
uteri, sekarang cara-cara tersebut sudah ditinggalkan. Brachyterapi
masa kini dengan menggunakan tehnik after loading, yaitu rnemasang
aplikator berupa tube intra uterine dan ovoid kembar di depan portio
14

uteri. Applikator dihubungkan oleh transfer tube dengan pesawat


brachytherapi yang secara remote kontrol mendorong sumber radiasi
(radioactive source) memasuki tabung uterine dan memasuki ovoid.
Waktu penyinaran dan dosis radiasi, lamanya sumber radioaktif
berada di dalam aplikator sepenuhnya dikontrol oleh komputer.
Kemajuan yang sangat signifikan adalah dibuatnya pesawat
brachytherapy Microselectron dengan sumber radiasi iridium 192
yang keeil (panjang 2 mm dan diameter 1 mm) yang dapat memasuki
kanal yang kecil sehingga brachytherapi interstitiel atau intra cavitair
pada semua bagian tubuh dapat dilaksanakan. Penggunaan komputer
pada alat Microselectron High Dose Rate dan Computer Treatment
Planning Plato memungkinkan dilakukan optimisasi brachytherapi,
sehingga tempat dimana ingin diberikan dosis radiasi lebih besar
karena tumomya tebal atau tempat dekat organ kritis tidak boleh
menerima dosis radiasi terlalu besar, dapat diatur dengan komputer,
dengan merubah dwell position dan dwell time.
Brachytherapi dengan Microselectron, baik dengan paparan
dosis tinggi (HDR) dengan enersi sumber iridium 192 10 Curie,
maupun Pulse Dose rate (PDR) dengan paparan dosis radiasi yang
rendah dengan enersi sumber lridium192 0,5-2 Curie telah merubah
cakrawala pengobatan kanker dengan radiasi, karena berbagai tumor
maligna di berbagai organ dapat dilakukan brachytherapi sebagai
pengobatan primer (Bachytheapy Microselectron Pulse Dose Rate),
atau sebagai booster setelah radiasi ekstemal iBachytherapy
Microselectron High Dose Rate), baik secara intracavitair dengan
aplikator, maupun interstitiel dengan jarum stainless steel yang kaku
(rigid stainless steel needle) atau menggunakan Flexible implant yang
lentur untuk fractionated brachytherapy. Bahkan brachytherapy
endobronchial pada kanker paru dapat dilakukan dengan
Microslectron High dose Rate (Speiser et al., 1994; Tjokronagoro. ,
2002).
Pengobatan kanker dengan ekstemal radiasi tidak dapat
dipisahkan dengan pengobatan brachytherapi. Pengobatan radiasi
ckstemal . mempunyai keterbatasan besarnya dosis yang diberikan
mengingat toleransi dosis jaringan normal pada organ organ tertentu
rnempunyai batas maksimal yang tidak boleh dilewati. Untuk
mencapai dosis kuratif harus di booster dengan brachytherapi, dimana
15

dengan brachyterapi dapat diberikan dosis yang besar pada tumor


primer, tetapi 2 em dari sumber radiasi paparan dosisnya sudah
menurun menjadi 12,5%, sehingga organ sekitar tumor aman tidak
mendapatkan dosis yang lebih besar dari dosis to leransi jaringan
nonnaL Sebagai eontoh pada kanker leher rahim (karsinoma servix
uteri) pada stadium yang sudah tidak mungkin lagi dilakukan operasi:
(stadium lib, llla,UIb) radiasi eksternal dengan 4 Japangan pada
seluruh panggul (whole pelvis) hanya dapat diberikan maksimal 50 Gy
dalam 25 fraksi radiasi, sedangkan dosis kuratif tumor leher rahim
memerlukan 70 Gy. Sehingga setelah eksternal radiasi 50 Gy harus
dilakukan 2 fraksi braehyterapi intra uterine dan ovoid kembar di
depan portio dengan dosis pada titik referensi point A menerima 8,5
Gy per applikasi brachyterapi, sehingga kanker leher rahim dapat
menerima dosis kuratif, sedangkan intestinum pada panggul tidak
melebihi dosis toleransi maksimal. Konsep ini juga berlaku pada
karsinoma nasopharynx, karsinoma lidah, soft tissue sarcoma dan lain
lainnya, Oleh karena itu seorang ahli radioterapi harus menguasai dan
memiliki ketrampilan eli bidang radiasi externa1 dan ketrampilan di
bidang brachytherapi.
Kemajuan lain adalah dimungkinkannya dilakukan brachythe­
rapy intra operative, misalnya pada karsinoma pankreas dengan
operasi laparatomi, durante operasi dilakukan brachytherapi intra
operative, atau karsinoma vesica urinaria dengan operasi sectio alta.
Di pusat-pusat radioterapi di Eropa dan Amerika bahkan .telah
dilakukan brachytherapi intraoperative pata tumor cerebri.
Brachytherapy microselectron high dose rate dengan iridium
192 bahkan telah digunakan untuk mengobati stenosis arteria poplitea
dan stenosis arteria coronaria yang dikenal sebagai Endovascular
Brachytherapy (Johnston et al., 1992; Davies et al., 1994; Waksman
et al., 1997; Tripuraneni et al., 1999; Richard Potter et al., 2000; Boris
Prokajac et al., 2000; Tjokronagoro, 2001).
Kemajuan-kemajuan ini dapat dicapai karena adanya hubungan
yang sangat baik antara perguruan tinggi dengan perusahaan industri
pembuat alat Brachytherapy. Sebagai contoh adalah Ersamus Medical
Center di Rotterdam dengan Profesor Levendag sebagai peneliti, ide­
idenya ditangkap dan ditampung Perusahaan. Nucletron BV di
Nederland, sehingga dibuat berbagai jenis applicator untuk alat
16

Microselectron PDR maupun HDR. Sebagai contoh, karena seringnya


terjadi komplikasi fistula di palatum rnolle pada brachytherapi
nasopharynx, penyebabnya diketahui karen a tube yang dilewati
radioactive source menempel terlalu dekat dengan palatum molle.
Sehingga Profesor Levendag menciptakan applicator brachytherapy
Nasopahrynx dengan membuat bagian yang dekat palatum diberi
pengganjaJ sehingga menjauhkan jarak source radiaoactive dengan
palatum molle, sehingga dosis radiasi yang diterima palatum molle
menjadi lebih kecil karena hukum inverse square law. ApIikator ini
sampai saat ini digunakan oleh rumah sakit di seluruh dunia yang
memiliki alat Microselectron High Dose Rate, termasuk. di RS. Dr.
Sardjito. Sehingga aplikator brachytherapi nasopharynx ini diberi
nama Applicator Rotterdam, yang temyata tidak ada satupun pasien
karsinoma nasopharynx di RS Dr. Sardjito yang mendapat komplikasi
fistule palatum.
Contoh lain adalah hubungan baik Bagian Radiologi,
Radiotherapi dan Kedokteran Nuklir Fakultas Kedokteran UGMIRS.
Dr. Sardjito dengan Badan Tenaga Atom Nasional (BAT AN) yang
ikut membantu, memberi masukan pada pembuatan prototipe alat
brachytherapi buatan dalam negeri yang diproduksi oleh BAT AN.

Hadirin yang saya muliakan,


Pengobatan kanker masa depan rnemasuki millenium ketiga di
tandai dengan mulai digunakannya Photodynamic Therapy, yaitu
penggunaan obat yang dapat membuat tubuh menjadi Photosensitif
(sensitif terhadap cahaya), kemudian dengan pemberian Laser akan
menyebabkan terjadinya oxygen radikal yang akan menghancurkan
DNA sel tumor maligna. Pengobatan ini masih dalam tahap pilot
study, dan RS. Dr. Sardjito dimasa yang akan datang diharapkan akan
menjadi counterpart penelitian Multi Nasional PhotoDynamic
Therapy bersama sarna Antoni Van Leeuwenhouk Zieknhuis di
Amsterdam dan Erasmus Medische Centrum di Rotterdam.
Penelitian kanker di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada mengalami kemajuan pesat, terutama dalam bidang penelitian
Biomolekuler di Laboratorium Biologi Sel Bagian Histologi,
penelitian klinis pengobatan karsinoma nasopharynx dengan
17

kemoterapi dan radioterapi. Program penelitian ini dikenal sebagai


NPC AsiaJink, suatu penelitian multi national antara Universitas
Gadjah Mada, Vriye Universiteit di Amsterdam, Antoni van
Leeuwenhouk Ziekenhuis di Amsterdam, Institute Karolinska di
Swedia, Institut Gustaf Roussy di Perancis.

Hadirin yang saya muliakan,


Sebagai rangkuman dan kesimpulan pemikiran pemikiran yang
tertuang di dalam pidato pengukuhan ini, dapat disimpulkan hal hal
sebagai berikut:

1. Radioterapi eksternal, brachyterapi dan internal radiasi mempunyai


peranan penting dalam penanggulangan penyakit kanker, oleh
karena kemampuan radiasi pengion yang dapat menghancurkan
tumor yang masih bersifat loko regional . Tumor Primer walaupun
sudah metastasis limfonodi dapat diatasi dan disembuhkan dengan
operasi, kombinasi dengan radiasi, atau radioterapi sebagai terapi
utama bersama kemoterapi. Akan tetapi bila sudah terjadi
penyebaran jauh ke dalam organ visceral, sangat sulit untuk
disembuhkan dengan ramalan penyakit (prognosis) yang buruk.
Oleh karena mayoritas penderita datang ke rumah sakit sudah
dalam stadiwn yang tidak dapat dioperasi, radioterapi merupakan
terapi utama bersama kemoterapi.

2. Kepada penderita, bila terdapat gejala-gejala yang mengarah pada


kemungkinan adanya kanker, segeralah memeriksakan pada dokter,
Semakin dini ditemukan kanker, semakin mudah diobati, dan
ramal an penyakitnya akan menjadi baik.

3. llmu Radioterapi, sebagai sub spesialisasi Ilrnu Radiologi, perlu


pendidikan formal berstandar Internasional yang dilaksanakan di
Indonesia. Saat in baru ada satu Universitas yang melaksanakan
pendidikan formal sub spesialisi radioterapi, yaitu di Bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Oleh karena
jumlah ahli Radioterapi atau Ahli Radiologi konsultan Onkologi
masih sangat sedikit (di seluruh Indonesia hanya 64 orang) dan
18

harus melayani 180 juta penduduk, maka perlu menambah jumlah


pusat pendidikan radioterapi dan menambah jumlah peserta
pendidikan.

4. Perlu peranan Pemerintah Republik Indonesia, dalam hal ini


Departemen Kesehatan untuk memeratakan pelayanan Radioterapi,
terutama di Iuar Jawa. Untuk kawasan Indonesia Timur, rumah
sakit yang memiliki fasilitas radioterapi hanya terdapat di
Denpasar, Bali, Ujung Pandang dan Manado. Belurn ada rumah
sakit dengan pelayanan radioterapi di Provinsi Papua, Nusa
Tenggara Tirnur dan Ambon. Di pulau Kalimantan barn akan ada
rumah sakit dengan pelayanan Radioterapi di Banjarmasin. Di
Pulau Sumatra hanya ada di Medan dan Palembang. Hal ini perlu
segera direncanakan dan dilaksanakan mengingat penyakit kanker
merupakan penyebab kematian no 3 setelah penyakit Infeksi dan
penyakit Jantung dan pembuluh darah.

5. Perlu peningkatan kualitas peralatan radioterapi dengan alat Linear


Accelerator dan peralatan Brachytherapi yang canggih pada pusat
pusat radioterapi yang sudah berkembang di Pulau Jaws, yang baru
memiliki alat Cobalt 60 teleterapi, terutama pada Rumah Sakit
Pendidikan.

6. Perlu peningkatan kuaJitas sumber daya rnanusia yang berkecim­


pung di dalam pelayanan radioterapi secara berkesinambungan
dengan mengikuti pelatihan pelatihan di dalarn negeri dan di luar
negeri, sehingga kuaJitas pelayanan radioterapi rnempunyai standar
yang sarna dengan standar pelayanan radioterapi intemasional.
Sumber daya manusia disini meliputi dokter ahli radioterapi atau
disebut sebagai Ahli Radiologi Konsultan Onkologi, physicus,
radiographer operator peralatan radioterapi, perawat, dan ahli
tehnik elektro medis yang merawat peralatan canggih radioterapi .
19

Hadirin yang saya muliakan,


Kepada murid-murid saya yang sekarang menjadi dokter di
puskesmas, saya berpesan, sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan
terdepan, bila anda menjumpai penderita dengan kecurigaan penyakit
tumor ganas, periksaJah dengan teliti dan rujuklah ke rumah sakit.
yang memiliki fasilitas dan tenaga yang dapat menanggulangi
penyakit kanker secara sempurna, Penundaan merujuk penderita akan
menyebabkan stadium penyakitnya meningkat, yang akan mern­
pengaruhi prognosa penyakitnya. Sarankan pemeriksaan SADARI
(periksa payu dara sendiri) dan pemeriksaan PAP Smear pada
masyarakt sekitar puskesmas anda yang masuk kelompok usia
berisiko (> 40 tahun), karena pengobatan kanker payu dara dan kanker
leher rahim yang diketemukan pada stadium dini kemungkinan
kesembuhannya mencapai 98%.
Hanya sedikit rumah sakit di Indonesia yang merniliki fasilitas
radioterapi yaitu 10 Rumah sakit di pulau Jawa dan 5 rumah sakit di
luar Jawa. Di pulau Jawa, 5 di Jakarta yaitu: RSUPN Cipto
Mangunkuswno, RS. Persahabatan, RS. Gatot Subroto, RS Kanker
Ohannais, RS. Pertamina, di Bandung RS. Hasan Sadikin, di
Semarang, RS. Kariadi, di Yogyakarta RS. Dr. Sardjito, di Surabaya
RS. Dr. Sutomo dan di MaIang RS. Syaiful Anwar. Di luar Jawa
rumah sakit yang memiliki fasilitas radiotherapi hanya RS. Pirngadi di
Medan, RSUD Palembang, RS. Sanglah di Denpasar Bali, RS.
Wahidin Sudirohusodo di Ujung Pandang dan RS. Gunung Wenang di
Manado. Dalam waktu yang akan datang adalah RS. Dr. Margono di
Purwokerto dan RSUD di Banjarmasin. Belum ada fasilitas
radioterapi di kawasan Indonesia Timur seperti Irian, Ambon dan
Nusa Tenggara Timur.

Hadirin yang saya muliakan,


Pada bagian akhir pidato pengukuhan ini, perkenankanlah saya
menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi tingginya
kepada Pemerintah Republik Indonesia dan Menteri Pendidikan
NasionaI atas kepercayaan yang diberikan kepada diri saya untuk
menduduki jabatan Guru Besar dalam Bidang Radiologi dan
20

Radioterapi di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Marla .


Rasa terima kasih dan penghargaan saya sampaikan kepada
Rektor Universitas Gadjah Mada, yang telah mengusulkan
pengangkatan diri saya menduduki jabatan Guru Besar. Rasa terima
kasih dan penghargaan setinggi-tingginya saya ucapkan kepada Ketua,
Sekertaris, Anggota Komisi dan segenap Anggota Senat Akademik
Universitas Gadjah Mada yang telah meneliti, dan menyetujui serta
mengusulkan pengangkatan diri saya menjadi Guru Besar.
Rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada
Ketua, Sekertaris, dan segenap Anggota Majelis Guru Besar yang
telah menyetujui dan mengusulkan pengangkatan diri saya menduduki
jabatan Guru Besar. Terima kasih saya ucapkan kepada Majelis Guru
Besar Universitas Gadjah Marla yang telah melantik dan' menerima
saya menjadi Anggota Majelis Guru Besar Universitas Gadjah Mada.
Ucapan terima kasih dan penghargaan saya ucapkan kepada
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, yang telah
menyetujui dan mengusulkan diri saya untuk rnenduduki Jabatan Guru
Besar.
Ucapan terima kasih dan Penghargaan setinggi-tingginya pada
Senat Akademik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang
telah meneliti, menyetujui dan rnengusulkan 'diri saya untuk
menduduki jabatan Guru Besar .
Rasa terima kasih yang tak terhingga disertai rasa haru kepada
ternan ternan sejawat saya di Bagian Radiologi yang seeara tulus
ichlas mendorong, menjetujui dan rnengusulkan diri saya untuk
menjadi Guru Besar di Bidang Radiologi dan Radioterapi di
Universitas Gadjah Mada yang saya cintai ini.
Terima kasih saya ucapkan kepada Kepala Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada yang telah
mengusulkan diri saya menduduki Jabatan Guru Besar.
Rasa terima kasih dan penghargaan setinggi tingginya kepada
Prof. H.M Djakaria Sp Rad (K) Onk, pembimbing utama saya walctu
mengambil program S3, Prof Dr. dr. Susworo Sp. Rad (K) Onk, yang
menjadi penguji program S3 saya, serta Prof Dr. dr Cholid Sadri SP.
Rad (K) Onk, semuanya dari Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia yang telah membimbing saya dan memberikan
rekomendasi pengangkatan diri saya menjadi Guru Besar, Rasa terima
21

kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Subagyo


Singgih Sp.Rad., dari Bagian Radiologi Universitas Airlangga yang
selalu mendorong kami untuk menjadi Guru Besar, serta rekomendasi
yang beliau berikan untuk pengangkatan diri saya menduduki Jabatan
Guru Besar.
Rasa terima kasih saya ucapkan kepada segenap Physicus,­
Radiographer, Perawat, Pegawai Administrasi serta semua Karyawan
di Instalasi/Bagian Radiologi yang setiap hari bahu membahu bekerja
sarna melaksanakan tugas pelayanan dan pendidikan serta penelitian
didalam tim yang tangguh, kompak, tak kenaI lelah dan berdedikasi
tinggi.
Rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada
Direktur Utama serta para Direktur RS. Dr. Sardjito yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk bekerja, mengembangkan
karier, scrta mcningkatkan ketrampilan di bidang radiotherapi dengan
peralatan radiotherapi yang dimiliki RS. Dr. Sardjito, sehingga saya
mencapai tingkat ilmu pengetahuan, ketrampilan serta dapat
melaksanakan penelitian penelitian dengan pasien pasien di RS. Dr.
Sardjito sehingga diri kami dapat diangkat menduduki jabatan Guru
Besar,
Rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada
pembimbing-pernbimbing dan para penguji saya pada saat saya
mengambil Program Doktor di Program Pasca Sarjana Universitas
Gadjah Mada, yaitu Prof. dr. H.M. Djakaria Sp. Rad dari Bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Dr. dr. H.
Suwito SP.THT, Prof Dr. dr. Suripto Sp. PA dan Prof. dr. Tonny
Sadjimin MSc, PhD, MPH, SP.Ak. dati Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada. Rasa terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya pada para penguji saya Prof Dr. dr. Susworo Sp.
Rad K. Onk dari Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Prof. Dr. dr. Sunarto Sastrowiyoto SPTHT, dan Prof. dr.
H. Asdhie Sp.PD dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Rasa terima kasih dan penghargaan setulusnya kepada Prof. dr.
H. Soesanto Tjokrosonto, M.Comm.H, M.Sc., DTM&H, Ph.D.,
DLSHTM., sebagai team peer reviewer Editor telah mengkoreksi
makalah kami yang dipublikasi pada Indonesian Journal of Clinical
Epidemiology & Biostatistic.
22
Rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada
guru guru saya di luar negeri pada saat saya rnengikuti training
radiotherapi pada tahun 1977-1978 di Antoni Van Leeuwenhoek
Ziekenhuis Amsterdam, Nederland, Yaitu A1marhum Prof. Klaas
Breur, Prof Batterman, Dr. Tierie, Dr. Van Bunningen, Prof.
Bartelink, dan Almarhumah Dr. Marion Burgers.
Rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada
Prof Munechika dari Showa University di Tokyo yang telah mendidik
kami dalam bidang CT Scan dan Ultrasonography pada tahun 1985.
Rasa Terima kasih dan penghargaan kepada Profesosr Herbst,
dan Dr. Seegenschmiedt, guru saya pada saat training radioterapi di
Universitai Erlangen Nurenberg, Jerman Barat, tahun 1988, yang
telah memberikan petunjuk, ide dan dorongan untuk mengambil
program Doktor di Indonesia. Ucapan terima kasih kepada Prof.dr
Schwartz yang telah mengusulkan kami untuk mendapat beasiswa
DAAD sehingga kami dapat beJajar di Universitat Erlangen
Nurenberg pada tahun 1988.
. Rasa terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Dr.
Michelle Resbout dan Institute Paoli Calmette . Marseiles, dan Dr.
Christhope Ravel dari Perancis yang dengan sungguh- sungguh dan
keras mendidik saya untuk menguasai tehnik- tehnik radioterapi
modern berstandart Internasional yang dilakukan di Marseilles
maupun pada saat beliau memberikan training di RS. Dr. Sardjito.
Pendidikan yang beliau berikan merupakan tonggak sejarah
radioterapi modern berstandar Internasional di Radioterapi RS. Dr.
Sardjito yang dimulai tabun tahun 2000 dan 2001.
Rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada
Prof Rode dari Asia Uninet yang telah memberikan beasiswa kepada
saya untuk belajar Brachytherapi di Algemein Krankenhaus der Stadt
Wien di Wina, Austria tahun 2002. Rasa terima kasih dan pengbargaan
setinggi-tingginya kepada Prof Richard Potter dan Prof Wolgang Zeit
dari Strahlen therapi und Radiobiologi Algemein Krankenhaus der
Stadt Wien yang telah mendidik saya dalam bidang Brachytherapi
Microselectron Pulse Dose Rate dan Microselectron High Dose Rate.
Rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada guru-guru
yang telah mendidik saya sejak dari Sekolah Dasar Kasatriyan 1 di
Solo, Guru guru SMP Negeri IV di Solo dan guru guru SMA Negeri 1
23

di Solo, sehingga mengantarkan saya memasuki Perguruan Tinggi di


Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya Kepada
para Dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah yang tak
pemah terlupakan yang telah mendidik saya sehingga menjadi dokter ...
Almarhum Dr. Joedjono Mardjono Sp. Rad., Prof dr. Suwasono; Prof
dr. Radioputro; Prof Sardjono, Prof dr. Ramelan Mochtar Sp.B, Dr.
Baried Ishom Sp.B, Prof. Bambang Sutarso Sp.P A, Dr. Suprono Sp
00, Dr H. Prastowo Mardjikoen Sp OG, Dr. Poestika Sp PD , terima
kasih saya ucapkan semoga Amal dan Ibadah semua beliau diterima
Allah SWT dan arwahnya diterima di sisi Allah SWT di Surga.
Amien.
Kepada kedua orang tua saya, Almarhum bapak KRMT Salogo
Tjokronagoro dan Almarhumah Ibu Ora Worharini Tjokronagoro, rasa
terima kasih yang tak terhingga saya ucapkan, yang telah membesar­
kan dan mendidik saya sehingga saya berhasil menduduki Jabatan
Guru Besar. Sungguh sayang bapak dan ibu tidak dapat menyaksikan
diri saya pada hari yang berbahagia ini karena bapak dan ibu telah
dipanggil Allah SWT. Semoga arnal ibadab bapak ibu diterima Allah
SWT dan arwah bapak ibu mendapat tempat yang baik di sisi Allah
SWT di Surga. Amien.
Kepada Istri saya yang sangat saya cintai, Anies Diah
Ratnawati S.H., yang telah 25 tahun lamanya mendampingi saya di
dalam suka dan duka, saya ucapkan terima kasih atas pengertian, dan
dorongan serta kebersamaan dalam menganmgi kehidupan, sehingga
saya dapat mencapai jabatan Guru Besar.
Kepada kedua anakku terkasih, Poppy Kusumadewi SKG dan
Andrian Indrakusurna, serta menantu lr. Adhika Wydiaparaga, ayah
mengucapkan terima kasih atas pengertian dan dorongan kalian
sehingga ayah dapat meniti karier dapat mencapai Jabatan Guru Besar.
Ayah minta rnaaf kalau tidak banyak waktu ayah yang diluangkan
untuk bercengkerama dengan kalian. Dalam waktu dekat kalian akan
memasuki bahtera kehidupan barn, semoga Allah SWT selalu
melimpahkan Taufiq dan Hidayahnya kepada kalian.
Kepada saudara dan saudari saya, Ir. Prasodjo Maeswando,
Ora. Triwinanti Maeswanti dan Hermastuti Maesawanti SE, terima
kasih saya ucapkan untuk pengertian dorongan kalian sehingga saya
24

dapat mencapai jabatan Guru Besar yang terhonnat ini.


SeJanjutnya kepada semua sanak famili, ternan sejawat, sahabat,
handai taulan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu., saya
mengucapkan terima kasih atas perhatian, kasih sayang dan dorongan
yang telah kalian berikan kepada saya.

Wabillahi taufik wal Hidayah, Wassalamuallaikum warochmatullohi


wabarokatuh.
25

KEPUSTAKAAN

Boris Prokajac, Richard Potter, Thomas Maca, Claudia Fellner,


Martina Mittbock, Ramanzali Achmadi, Wolfgang Seitz, Erich
Minar, May 22, 2000. Intra arterial Irridium 192 High Dose Rate
Bracbytherapy for prophylaxis of re stenosisafter femoro
popliteal percutaneus transluminal AngiopJasty: The prospective
randomized Vienna -2 Trial radiotherapy parameters, and risk
factore analysis. International Journal Radiation Oncology.
Bioi, Phys Vol 48, N04, 2000 pp 923-931. Elsevier Science
Incorporated, USA. Presented in the 41it ASTRO meeting. San
Antonia, Texas .
BW'Ck L, Liu ET, Larrick JW, 1988. Oncogenes. An Introduction to
the concept of Cancer Genes. Springer Verlag, New York Inc.
pp 78-156
Davies MG Hagen PO, 1994. Pathology of intimal hyperplasia.
Britisjh Joumal Surgery 1994,81: 1254-1269
Dedhar S, Hannigan GE, Rak J, Kerbel RS. 1998. The extracellular
Environment and cancer. Citation from The Basic Science of
Oncology, McGraw Hill Health Profession Division, New York.
pp 197 -215
Johnston KW, 1992. Femoral and Popliteal arteries. Re analyses of
result of ballon angioplasty. Radiology 1992: 183: 767-77l··
Milas L, 2000. Chemoradiation interactions, potential of newer
chemotherapeutics agents. Am Soc Clin Oncol 2000~ 1092:207-
213
Perez Ca, Brady W. 1987. Principles and practice of radiation
Oncology. m. Lippincot Company Philadelphia
Perez CA, Emami B, Nussbaum G, Sapareto S. 1987. Hyperthermia.
Citation from Perez CA, Brady LW Principles and practice of
radiation Oncology. JB Lippincot Company, Philadelphia
Powell S.N., Kachnic L.A, Anne P.R 1996 How do cells repair DNA
damage caused by Ionizing radiation? Molecular biology for
oncologist. Chapman & Hall, London, ISBN 0412712709.
Purdy lA, Lightfoot D.A, Glasgow GP, 1987, Priniples of Radiologic
Physics. Dosimetry, and Treatment Planning. Citation from
26

Principles and practice of Radiation Oncology, JB Lippincot


Company, Philadelphia
RF. Mould. 1994 Radium Brachytherapy: Historical Review. Citation
from Brachytherapy from Radium to optimization. Edited by
RF. Mould, JJ Batterman, AA Martinez BL Speiser
Richard Potter, Erik van Limbergen, Wim Dries, Youri Popowski,
Veronique Coen, Claudia Fellner, Dietmar Georg, Kristian
Kiristis, Peter Levendag, Hans Marijnissen, Hugo Marsigilia,
Jean Jaques Mazeron, Boris Prokajac, Pierre Scaliet, Vittoto
Tamburini Dec 6, 2000. Recommendation of EVA GEe ESTRO
Working Group: prescribing, recording and reporting in
Endovascular Brachytherapy, Quality assurance equipment.
personel and education. Radiotherapy and Oncology 59 (2001)
339-360
Speiser BL, Spartling L, 1994. Remote afterloading Brachytherapy
for the Local ControJ of Endobrohial carcinoma. Citation from
Brachytherapy, from Radium to Optimization Edited by
Batterman JJ, Mould RF, Speiser BL. Martinez AA. Nucletron
International BV
Steel GO, 1983. The Combination of Radiotherapy and chemotherapy.
The Biologic Basis ofRadiotherapypp 239-248
Steel GG. 1997. Basic Clinical Radiobiology, Arnold, Hodder
Headline Group. Inc, London
Stuup R, Vokes EE, 1995. Advance in treatment of head and neck
tumors with radiochemotherapy. Strahler-Onkol, 1995. 171(3):
140-8
Tjokronagoro M, 2000. Concomitant use of sandwich neo adjuvant
and adjuvant chemotherapy CAP regimen + conventional
radiotherapy for treating local advance nasopharyngeal
carcinoma. Berkala Ilmu Kedokteran Vol 32, No 3 Sept 2000.
pp 201- 207
Tjokronagoro M*, & Seegenschmiedt 1989**( ·Dept of Radiology
Faculty of Medicine Gadjah Mada University •• Department of
Radiation therapy, University of Erlangen Nurnberg).
Therrnobiology and clinical application of interstitiel and
superficial hyperthermia in two groups of patients-A new
approach for treating malignant Tumors. Berkala Ilmu
27

Kedokteran 1989 B.I Ked XXT-4 119-58. ISSN 0126-1312.


Published by Faculty of Medicine Gadjah Mada University. pp
127-135
Tjokronagoro M, 1999. Terapi radiasi akselerasi hyperfraksionasi
kombinasi secara simultan dengan Cis-Diamminedichloro
Platinum II (Cisplatinum) pada karsinoma talc terdiferensiasi"
nasofarings. Disertasi untuk memperoleh derajat Doktor dalam
ilmu kedokteran pada Universitas Gadjah Mada.
Tjokronagoro M, 2001. Basic Concept of Endovascular
Brachytherapy. A New Modality treatment for Prevention of Re
Stenosis Peripheral and Coronal Arteries. Indonesian Journal of
Clinical Epidemiology & Biostatistic. Vol 8 N02 August 2001.
ISSN 1411-0601 .pp 29-33
Tjokronagoro M, 2001. The efficacy of ajuvant chemotherapy
Cyclophosphamide + Doxorubicine (C.A.) and Loco regional
RBRT in Preventing Locoregional Reccurences and Distant
Metastasis in post modified Radical Mastectomy of Breast
Cancer. Indonesian Journal of Clinical Epidemiology &
Biostatistic ISSN 1411-0601 pp 10-13
Tjokronagoro M, 2002. Pulse Rose Rate and High Dose Rate
Brachytherapy Microselectron Irridium 192 in Breast Cancer
After Breast Conserving Treatment (BCT) Indonesian Journal
of Clinical Epidemiology & Biostatistic Vol 9 Nol April 2002
ISSN 1411-0601 pp 11- 17
Tripuraneni P, Giap H, Jani S 1999. Endovascular Brachytherapy for
perifcral vascular disease. Sem. Radiat.Oncol 1999:9 190-202
Waksman R, Rodriguez JR, Robinson KA, 1997. Effect of
intravascular irradiation on cell proliferation, apoptosis and
vascular remodelling after ballon overstech of porcine coronary
arteries. Circulation 1997. 96: 1944·1952
Wang ce, 1989. Accelerated hyperfractionation radiation therapy for
carcinoma of the Nasopharynx Tehnique and result. Cancer 63:
2461-2467
Weiss L, 1985. Principles of Metastasis. Academic Press INC,
Orlando Florida pp 96-111
28

BIODATA

Nama : Salugu Maesadjie Tjokrona-


goro
Tempat/Tgl Lahir : Solo, 13 Februari 1947
Agama : Islam
Jabatan/Golongan : Guru Besar !IVa
NIP : 130367349
Alamat Rumah : Banteng Baru RTXl37, Sin-
duhardjo, Ngaglik, Siernan,
Yogyakarta 55581
Telp/Fax (0274) 880142
HP 08122950411
Alarnat Kantor : Bagian Radiologi, Sub Bagian Radioterapi (SMF
Radiologi RS. Dr. Sardjito) Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah MadaIRS. Dr. Sardjito
telp/Fax (0274) 544004

Keluarga:
Isteri Hj. Anies Diah Ratnawati S.H
Pekerjaan Notaris PP A T di Sleman
Anak 1. Poppy Kusuma Dewi, S.KG
2 Adrian Indra Kusuma

Riwayat Pendidikan
1. Sekolah Dasar Kasatryan 1953-1959 di Solo
2. Sekolah Menengan Pertama Neg. 1959-1962 IV di Solo
3. Sekolah Menengah Atas Neg I 1962-1965 di Solo
4. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 1966-1973
5. Pendidikan Spesialis Radiologi FK UGMlFKUI 1974-1980
6. Brevet Spesialis Radiologi 1980
7. Program Doktor Pasea Sarjana UGM 1991-1999
8. Promosi Doktor/S3 6 Februari 1999
29

Pendidikan Luar Negeri


1977-1978 Training Radiotherapi di Antoni Van Leeuwenhouek
Ziekenhuis, Amsterdam Nederland
1982 Training Radiotherapi dan Brachytherapi Hopital
Tenon, Paris, Perancis dan Bergammo Hospital,_
cr
Milano, Italia, Training Scan Whole Body dan CT
scan kepala Showa University, Tokyo. Training
Ultrasonography Keio University, Tokyo
1988 Training Radiotherapy, Universitat Erlangen Numberg
Jerman Barat dengan beasiswa DAAD
1999 Training Radiotherapy di Institut Paoli Calmette,
Marseilles, Perancis. Training Magnetic Resonance
Imaging, Hopitaux De La Timone. Centre Hospitalier
Regional et Universitaire de Marseille
2001 Training Brachytherapy Algemein Krankenhaus Der
Stadt Wien, Vienna Austria dengan beasiswa Asia
Uninet/Oosteriche Austauch Dienst (OAD)

Riwayat Pekerjaan
1. 1973-1974 Dokter kontrak pada proyek pengeboran minyak
lepas pantai pada perusahaan Minyak Asing
AReO, llAPCO di laut Jawa dan selat Sunda
2. 1974-1976 Residen radiologi ill Fakultas Kedokieran
Universitas Gadjah Mada, diperkerjakan di RSU
Surakarta, Solo
3. 1976-1980 Residen Radiologi FK-UGM di RS. Dr. Sardjito
4. 1979-1980 Finishing pendidikan Spesialis Radiologi di
Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta
5. 1980-1982 Staf Dokter Spesialis Radiologi/Staf Pengajar
Bagian Radiologi FK-UGM
1980-sekarang Anggota SMF Radiologi RS. Dr. Sardjito
6. 1982-2000 Kepala Sub lnstalasi Radioterapi Instalasi
Radiologi FK·UGMIRS. Dr. Sardjito
7. 1982-sekarang Kepala Sub Bagian Radioterapi, Bagian
30

Radiologi FK-UGM
8. 1980-1986 Anggota Tim Onkologi RSUP. Dr. SardjitolFK­
UGM.
1987-1994 Sekertaris Tim Onkologi FK-UGM/RS. Dr.
Sardjito
9. 2000- sekarang Ketua Tim Brachytherapi RS. Dr. Sardjito
10. 2003-Sekarang Dosen Program Intemasional FK-UGM
11. 2002-Sekarang Dosen Program Pasca Sarjana FK-UGM
12. 2000-Sekarang Anggota Badan Penguji Nasional Radiologi
Indonesia (BPNRl)

Peogbargaao yaog peroab diterima


1. Tanda Kehormatan Satyalancana Karya Satya XX tahun dari
Presiden Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Presiden
Republik Indonesia No 008 rrKlTahun 1997, Ditetapkan di
Jakarta tanggal 12 Maret 1997
2. Tanda Penghargaan Kesetiaan XXV tahun dari Rektor Universitas
Gadjah Mada pada tanggal19 Desemher 1998

Karya Umiab dalam kuruo waktu 1988-2004 yang dibasilkan daa


dipublikasikao
1. Tjokronagoro M*, & Seegenschmiedt 1989**( *Dept of
Radiology Faculty of Medicine Gadjah Mada
University ** Department of Radiation therapy,
University of Erlangen Numberg). Thermobiology
andclinical application of nterstitiel and superficial
hyperthermia in two groups of patients-A new
approach for treating malignant Tumors. Berkala
llmu Kedokteran 1989 B.l Ked XXI-4-119-58 SSN
0126-1312.Published by Faculty of Medicine
Gadjah Mada University
2. Maesadjie Tjokronagoro 1990. Diagnostik radiologi pada Carci­
noma Cervix Uteri. Berita Kedokteran Masyarakat,
1990
31

3. Maesadjie Tjokronagoro.1992 Multicenter Pilot Study in advance


head and neck cancer with Mitomycin C and 5-
FJuorouracyl simultan with Radiation Therapy.
Presented in the Asia Pacific Cancer Conference,
Nusa Dua, Bali 1992.
4. Maesadjie Tjokronagoro, 1993. Oncogen dan Oncogenesis
Kajian etiologi tumor maligna dipandang dari sudut
biologi molekuler. Majalah radiologi Indonesia
tahun 111/2, tahun 1995 hal 28-31. Dipresentasikan
pada Kongres Nasional Perhimpunan Onkologi
Indonesia, Surabaya 29 Mei -1 Juni 1993, Surabaya
5. Maesadjie Tjokronagoro 1993. Khemoterapi sitostatika. Kajian
tentang struktur Kimia, mekanisme kerja
antineoplastic, dan efek samping. Dipresentasikan
pada Konggres Nasional Perhimpunan Onkologi
Indonesia, Surabaya, 29 Mei-I Juni 1993. Dimuat
pada Majalah Radiologi Indonesia Tahun Ill/3.
1995
6. Maesadjie Tjokronagoro, 1993. Farmakokinetika 5 Fluorouracyl
dan Futraful E dalam pengobatan tumor maligna.
Otsuka Meeting and medical representative training.
Ambarukmo Palace Hotel Yogyakarta 1993
7. Maesadjie Tjokronagoro 1994. Traumatologi ditinjau dari aspek
radiologi. Dipresentasikan pada pertemuan Ilmiah
RS. Bethesda 1994
8. Maesadjie Tjokronagoro 1994. Peranan radioterapi pada tumor
Cerebri. Dipresentasikan pada Seminar Radiology
Head and neck Tumor, Yogyakarta 15 Januari 1994
9. Maesadjie Tjokronagoro 1995. Treatment of Adenocarcinoma
Folliculer and Papillair Thyroid with Jodium 131
radioactive id RSUP. Dr. Sardjito, Yogyakarta
Presented in The Jakarta International Cancer
Conference, Convention Center, Jakarta 1995
10. Maesadjie Tjokronagoro, 1995. Histopathological profile of
32

Nasopharyngeal carcinoma in Yogyakarta.


Indonesia. Presented in The Jakarta International
Cancer Conference, Convention center, Jakarta
1995
11. Maesadjie Tjokronagoro 1995. Radioterapi Masa Kini
Dipresentasikan pada Seminar llmiah Dalam
Rangka peringatan 100 tahun penemuan sinar
Rontgen. Hotel Horizon. Jakarta 1995
12. Maesadjie Tjokronagoro, 1995. Radioterapi pada Nyeri kanker
Dipresentasikan pada pertemuan Ilmiah Tahunan
Perhimpunan Onkologi Indonesia. Bandung 1995
13. Maesadjie Tjokronagoro, 1995. Radioterapi pada Soft Tissue
Sarcoma. Dipresentasikan pada pertemuan Ilmiah
Tahunan Perhimpunan Onkologi Indonesia,
Bandung 1995
14. Maesadjie Tjokronagoro, 1996. Diagnostik Penyakit Cranio
Spinal dengan pemeriksaan Magnetik Resonance
Imaging. Dipresentasikan pada Simposium Ilmiah
HUT Pendidikan Kedokteran Universitas Gadjah
Mada Ire 50, Grha Sabha Pramana Yogyakarta
Maret 1996
15. Maesadjie Tjokronagoro. 1996. Mammografi. Kajian tentang
Instrumentasi, Indikasi, Interpertasi pemeriksaan dan
peranannya dalam deteksi dini Kanker payu dara.
Dipresentasikan pada pertemuan Ilmiah RS.
Bethesda, Yogyakarta
16. Maesadjie Tjokronagoro, 1999. Terapi radiasi akselerasi
hyperfraksionasi kombinasi secara simultan dengan
Cis-DiamminedichloroPlatinum II (CispJatinum)
pada karsinoma tak terdiferensiasi nasofarings.
Disertasi untuk memperoleh derajat Doktor dalam
ilmu kedokteran pada Universitas Gadjah Mada.
17. Maesadjie Tjokronagoro 2000. Symptoms and Sign of
Nasopharyngeal carcinoma. Clinical Parameters for
33

diagnosis, an analysis of 166 cases. Berkala Ilmu


Kedojkteran Vol 32, No 2, Juni 2000
18. Maesadjie Tjokronagoro, 2000. Randomized Control Trial of
Accelerated Hyperfractionation Radiotherapy versus
Conventional Radiotherapy for the treatment of
Local Advance Undifferentiated Nasopharyngeal
carcinoma. Berkala Ilmu Kedokteran Vol 32, No 4,
Desember 2000 pp 263-269
19. Maesadjie Tjokronagoro, 2000. Concomitant use of sandwich
neo adjuvant and adjuvant chemotherapy CAP
regimen + conventional radiotherapy fOT treating
local advance nasopharyngeal carcinoma. Berkala
Ilmu Kedokteran Vol 32, No 3 Sept 2000. pp 201-
207
20. Maesadjie Tjokronagoro 2001. The efficacy of ajuvant
chemotherapy Cyclophosphamide + Doxorubicine
(C.A.) and Loco regional RBRT in Preventing Loco
regional Reccurences and Distant Metastasisin post
modified Radical Mastectomy of Breast Cancer.
Indonesian Journal of Clinical Epidemiology &
Biostatistic ISSN 1411-0601 pp 10- J 3
21. Tjokronagoro M, 2001. Basic Concept of EndovascuJar
Brachytherapy. A New Modality treatment for
Prevention of Re Stenosis Peripheral and Coronal
Arteries. Indonesian Journal of Clinical
Epidemiology & Biostatistic. Vol 8 No 2 August
2001. ISSN 1411- 0601. pp 29-33
22. Maesadjie Tjokronagoro, 2002. Pulse Rose Rate and High Dose
Rate Brachytherapy Microselectron Irridium 192 in
Breast Cancer After Breast Conserving Treatment
(BCT) Indonesian Journal of Clinical Epidemiology
& Biostatistic Vol 9 No} April 2002 ISSN 1411-0601
pp 11-17
34

23 Maesadjie Tjokronagoro MD, PhD. 2003. Randomized


Controlled Trial Accelerated Hyperfractionation
Radiotherapy Concurrent With Cisplatinwn Versus
Conventional Radiotherapy for treating Locally
Advanced Nasopharyngeal Undifferentiated
Carcinoma The Asean Journal of Radiology. Jan­
Apr 2003 VollX No 1 Bangkok, Thailand pp 1-10

Anda mungkin juga menyukai