Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU THT-KL REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2023


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

IMUNOLOGI TUMOR

OLEH :

Muhammad Aditya Marsaid. S.Ked

105501109121

PEMBIMBING:

Dr. dr. Nani Iriyani Djufri, Sp. THT-KL, SubSp. Onk (K) FICS

(Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian THT-KL)

FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr. Wb.


Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga Referat dengan judul
“Imunologi Tumor” ini dapat terselesaikan. Salam dan shalawat senantiasa
tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, sang pembelajar sejati yang memberikan
pedoman hidup yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing Dr. dr. Nani Iriyani
Djufri, Sp. THT-KL, SubSp. Onk (K) FICS yang telah memberikan petunjuk, arahan dan
nasehat yang sangat berharga dalam penyusunan sampai dengan selesainya laporan kasus
ini.

Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kekurangan dalam


penyusunan laporan kasus ini, baik dari isi maupun penulisannya. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi penyempurnaan
laporan kasus ini.
Demikian, semoga Referat ini bermanfaat bagi pembaca secara umum dan
penulis secara khususnya.
Wassalammulaikum Wr.Wb.

Makassar, Agustus 2023

Penulis
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Muhammad Aditya Marsaid, S. Ked


NIM : 105501109121
Judul Kasus : Imunologi Tumor

Telah menyelesaikan Referat dalam rangka kepaniteraan klinik bagian Ilmu THT-KL
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Agustus 2023


Pembimbing,

(Dr. dr. Nani Iriyani Djufri, Sp. THT-KL, SubSp. Onk (K) FICS)
BAB I

PENDAHULUAN

Kematian oleh penyakit infeksi di negara maju telah menurun dan tumor

telah menjadi sebab kematian kedua setelah penyakit jantung. Tumor dapat

dianggap sebagai penyakit yang ditimbulkan ekspansi progresif sel asal progenitor

tunggal yang dapat melepaskan diri dari pengawasan regulator pembagian sel dan

mekanisme homeostasis yang normal. Lebih dari 100 jenis dan subtipe tumor dapat

ditemukan dalam organ spesifik. Dewasa ini, tumor merupakan sebab kematian yang

sangat berarti di negara-negara industri.1

Keseimbangan antara jumlah sel yang diproduksi tubuh dan yang mati, pada

kebanyakan organ dan jaringan hewan dewasa dipertahankan dengan baik. Berbagai

jenis sel matang dalam tubuh memiliki masa hidup tertentu. Keseimbangan antara

jumlah sel yang diproduksi dan yang mati diawasi sistem pengontrol yang baik.

Kadang pertumbuhan sel tidak dapat dikontrol, sel membentuk klon yang

berkembang dan menimbulkan tumor atau neoplasma.1

Tumor yang tumbuhnya tidak terus menerus dan tidak menginvasi jaringan

sehat sekitarnya secara luas disebut jinak (benigna). Tumor yang terus tumbuh dan

menjadi progresif invasif disebut ganas (maligna). Tumor ganas cenderung

bermetastasis, berombol sel tumor kecil dapat terlepas dari tumor, menginvasi

pembuluh darah dan limfe dan dibawa ke organ lain untuk seterusnya berproliferasi.

Dalam hal ini, tumor primer di satu pihak menimbulkan tumor sekunder di tempat

lain.1

Tumor dibagi menurut sel embrionik asalnya. Pada kebanyakan karsinoma

(.80%), tumor berasal dari jaringan endodermal atau ektodermal seperti kulit atau

epitel organ internal dan kelenjar. Tumor terbanyak di kolon, payudara, prostat dan

paru adalah karsinoma. Leukemia dan limfoma adalah tumor ganas sel

hematopoietik sumsum tulang dan di Amerika Serikat merupakan sekitar 9% dari


kejadian tumor. Leukemia berproliferasi sebagai sel tunggal, sedang limfoma

cenderung tumbuh sebagai massa tumor. Sarkoma yang merupakan sekitar 1%

insidens tumor di Amerika Serikat, berasal dari jaringan ikat mesodermal seperti

tulang, lemak, dan tulang rawan.1

Tumor terjadi lebih sering pada orang dengan supresi sistem imun dibanding

dengan orang normal. Prevalensi tumor pada orang yang mendapat radiasi adalah

100 kali lebih besar dibanding orang normal. Pada kebanyakan organ dan jaringan

hewan dewasa, keseimbangan antara perbaikan dan kematian sel dipertahankan.

Berbagai jenis sel matang tubuh memiliki masa hidup tertentu; bila sel tersebut mati,

sel baru diproduksi oleh proliferasi dan diferensiasi berbagai sel asal. Kadang timbul

sel yang tidak lagi memberikan respon terhadap mekanisme kontrol hidup sel

normal. Sel tersebut menjadin klon besar, membentuk tumor atau neoplasma.1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi dan sifat pertumbuhan sel normal dalam biakan dapat diubah

dengan bahan kimiawi karsinogen, iradiasi dan virus tertentu. Pada beberapa kasus,

bila sel tersebut disuntikkan ke dalam hewan menunjukkan proses transformasi

maligna dan sering menunjukkan sifat in vitro yang sama dengan sel tumor.1

Gambar 1. Bagan Alir Skema Dasar Molekular Kanker.3


I. Antigen

Transformasi maligna suatu sel dapat disertai dengan perubahan fenotipik sel

normal dan hilangnya komponen antigen permukaan atau timbulnya neoantigen

yang tidak ditemukan pada sel normal atau perubahan lain pada membran sel.

Perubahan-perubahan tersebut dapat menimbulkan respon sistem imun.2

Ada tumor yang tidak banyak menimbulkan perubahan pada antigen sel

sehingga penjamu tidak memberikan respon imun yang diharapkan. Di samping itu,

ada pula tumor yang tidak menimbulkan respon imun sama sekali, yang disebut

immunological escape. Antigen spesifik tumor kadang-kadang sulit untuk diketahui

oleh karena antigen tersebut tidak ditemukan pada sel asalnya, tetapi dibentuk sel

yang lain.2

A. Pembagian Antigen Tumor Secara Serologis.2

1. Antigen kelas I, yang hanya ditemukan pada tumor itu saja dan tidak

pada sel normal atau keganasan lain.

2. Antigen kelas II, yang juga ditemukan pada tumor lain. Sekarang

antigen tersebut juga ditemukan pada beberapa sel normal dan oleh

karena itu antigen disebut diferensiasi autoantigen.

3. Antigen kelas III, yang ditemukan pada berbagai sel normal dan

ganas. Antigen kelas III lebih sering ditemukan dibanding dengan

antigen kelas I dan kelas II.

B. Pembagian Antigen Tumor Menurut Sebab.2

1. Antigen Tumor Yang Timbul Akibat Bahan Kimia Atau Fisik Yang

Karsinogen.

Antigen tumor yang ditimbulkan bahan kimia, mempunyai

spesifitas antigen masing-masing. Jadi tumor-tumor yang timbul dari

sel tunggal yang ditransformir memiliki antigen sama, sedang

berbagai tumor yang ditimbulkan oleh bahan karsinogen yang sama,


mempunyai antigen yang berbeda satu dari yang lain. Demikian pula

dengan tumor yang ditimbulkan akibat radiasi. Oleh karena antigen

tumor yang ditimbulkan bahan kimia dan fisik tidak menunjukkan

reaksi silang, maka cara-cara yang berdasarkan respon imun dalam

diagnosis dan pengobatan tumor tersebut sulit diterapkan atau tidak

mungkin.

2. Antigen Tumor Yang Dicetuskan Virus.

Tumor yang ditimbulkan virus onkogenik DNA atau RNA

menunjukkan reaksi silang yang luas. Setiap virus tersebut

mencetuskan ekspresi antigen yang sama yang tidak bergantung atas

asal jaringan atau spesies.

Bukti bahwa lymphoma Burkitt, karsinoma nasofaring dan

leukemia sel T ditimbulkan virus yaitu ditemukan tumor ascociated

antigen (TAA) yang berbeda dari antigen virion. Antigen tersebut

biasanya shut off selama pematangan tetapi diekspresikan kembali

akibat deregulasi gen penjamu ats pengaruh virus onkogenik.

3. Antigen Onkofetal.

Banyak tumor mengekspresikan dirinya melalui

permukaannya atau produknya yang dilepas ke dalam darah yang

mungkin ada dalam kadar rendah sekali yang tidak ada pada

jaringan/orang normal. Produk tersebut dapat ditunjukkan dengan

antisera spesifik yang dibuat dalam binatang yang alogeneik atau

xenogeneik.

Contoh antigen onkofetal tersebut adalah carcinoembryonic

antigen (CEA) yang ditemukan dalam penderita dengan kanker

saluran cerna, terutama kanker kolon. Antigen CEA dapat dilepas ke

dalam sirkulasi dan ditemukan dalam serum penderita dengan


berbagai neoplasma. Kadar CEA yang meningkat (di atas 2,5 mg/ml)

ditemukan dalam sirkulasi penderita dengan kanker kolon, kanker

pankreas, beberapa jenis kanker paru, kanker mammae dan lambung.

CEA telah pula ditemukan dalam darah penderita non-neoplastik

seperti emfisema, kolitis ulseratif, pankreatitis, peminum alkohol dan

perokok. Antigen onkofetal lainnya adalah alpha-fetoprotein (AFP)

yang ditemukan dengan kadar tinggi dalam serum fetus normal,

eritroblastoma testis dan hepatoma.

4. Antigen Tumor Spontan.

Tumor spontan adalah tumor yang timbul dengan sebab yang

belum diketahui. Sampai sekarang antigen permukaan pada

kebanyakan tumor spontan hanya dapat ditemukan dengan bantuan

serum alogeneik atau xenogeneik. Dengan adanya teknik canggih,

antibodi telah dapat ditemukan pada beberapa tumor antara lain

melanoma.

II. Respon Imun Terhadap Tumor

Efektor imun humoral dan selular yang dapat menghancurkan sel tumor in

vitro terlihat pada Tabel 1. Pada umumnya, destruksi sel tumor melalui mekanisme

tersebut lebih efisien bila sel tumor ada dalam suspensi. Destruksi tumor sulit

dibuktikan pada tumor yang padat.1,2

Tabel 1. Efektor sistem imun humoral dan selular pada destruksi tumor.2

A. Mekanisme Humoral

1. Lisis oleh antibodi dan komplemen

2. Opsonisasi melalui antibodi dan komplemen

3. Hilangnya adhesi oleh antibodi


B. Mekanisme Seluler

1. Destruksi oleh sel Tc

2. ADCC (Antibody Dependent Cellular Citotoxicity)

3. Destruksi oleh makrofag yang diaktifkan

4. Destruksi oleh sel NK (Natural Killer)

A. Peranan Antibodi Pada Imunitas Tumor.

Meskipun pada tumor, imunitas seluler lebih banyak berperan

daripada imunitas humoral, tetapi tubuh membentuk juga antibodi

terhadap antigen tumor. Antibodi tersebut ternyata dapat menghancurkan

sel tumor secara langsung atau dengan bantuan komplemen, atau melalui

sel efektor ADCC yang memiliki reseptor Fc misalnya sel K dan

makrofag (opsonisasi) atau dengan jalan mencegah adhesi sel tumor.

Pada penderita kanker sering ditemukan kompleks imun, tetapi pada

kebanyakan kanker sifatnya masih belum jelas.2 Antibodi diduga lebih

berperan terhadap sel yang bebas (leukemia, metastase tumor) dibanding

tumor padat. Hal tersebut mungkin disebabkan karena antibodi

membentuk kompleks imun yang mencegah sitotoksisitas sel T.1

B. Peranan Seluler Pada Imunitas Kanker

Pada pemeriksaan patologi-anatomi tumor, sering ditemukan infiltrat

sel-sel yang terdiri atas sel fagosit mononuklear, limfosit, sedikit sel

plasma dan sel mastosit. Meskipun pada beberapa neoplasma, infiltrasi

sel mononuklear merupakan indikator untuk prognosis yang baik, tetapi

pada umumnya tidak ada hubungan antara infiltrasi sel dengan prognosis.

Sistem imun yang nonspesifik dapat langsung menghancurkan sel tumor

tanpa sensitisasi sebelumnya.1,2 Efektor sistem imun tersebut adalah sel

CTL/Tc, fagosit mononuklear, polimorf, sel NK.2


Gambar 2. Imunitas Nonspesifik Terhadap Tumor.2
Imunitas nonspesifik terhadap tumor diperankan oleh makrofag yang diaktifkan, neutrofil
dan sel NK (natural killer cell). Efeknya dapat sitolitik atau sitostatik. Imunitas jenis ini
tidak memerlukan antibodi dan spesifitas antigen. Sel-sel tersebut menyerang semua jenis
sel tumor.

Sel T yang diaktifkan dapat diketahui dengan pemeriksaan

laboratorium seperti:

- Proliferasi sel T yang diukur dengan H thymidin.

- Produksi limfokin yang diuji dengan Leucocyte Migration Inhibition

(LMI).

- Fungsi efektor dengan uji sitotoksisitas.

Aktivasi sel T melibatkan sel Th, Ts dan Tc. Sel Th penting pada

pengerahan dan aktivasi makrofag dan sel NK. Limfokin-limfokin yang

penting adalah: MIF, MAF, CFM, LT, TF, IFN dan TNF yang dapat

membunuh sel tumor.2(Gambar 3)


Gambar 3. Peranan limfokin dalam penghancuran tumor.2
Sel T yang dirangsang antigen tumor melepaskan limfokin sbb:
1. IFN yang mengaktifkan efek lisis sel NK
2. Limfotoksin (LT) yang dapat langsung menghancurkan sel tumor
3. Bahan kemotaktik (CFM)
4. Migration inhibition factor (MIF)
5. Macrophage activating factor (MAF)
yang semuanya mengerahkan dan mengaktifkan makrofag. Makrofag
mempunyai efek sitotoksis dan mencegah multiplikasi sel tumor. Limfokin lain
seperti IL-2 mengaktifkan respos spesifik sel B dan sel T lain.

Destruksi sel tumor in vitro oleh sel T spesifik dapat terjadi baik pada

tumor yang padat maupun yang tidak. Banyak bukti-bukti yang

menunjukkan bahwa yang berperanan disini adalah sel Tc. Meskipun sel

Th berpartisipasi dalam induksi dan regulasi sel Tc, destruksi tumor

terjadi atas pengaruh sel Tc yang memiliki spesifitas terhadap antigen

permukaan sel tumor.2 Interleukin, interferon dan sel T mengaktifkan pula

sel NK.2(Gambar 4 dan 5)

Gambar 4. Bagaimana IL-2 (TCGF), IFN dan sel T regulatori


mempengaruhi aktivitas sel NK.2
Proliferasi sel NK dikontrol sel T. IL-2 meningkatkan proliferasi dan aktivitas sel NK.
IFN meninggikan ekspresi reseptor IL-2 dan proliferasi pada progenitor sel NK. IFN
juga mengatur feedback terhadap sel T untuk mengurangi aktivitasnya.

Gambar 5. Keterlibatan IFN dan PGE2 dalam pengaturan aktivitas sel NK.2
Sumber utama PgE2 adalah makrofag dan sel tumor tertentu. Makrofag supresor dan sel
tumor tertentu memproduksi PgE2 yang menekan aktivitas sel NK. Tetapi sebagian sel NK
yang diaktivasi oleh IFN atau IL-2, akan menjadi resisten terhadap efek supresi PgE2

Gambar 6. Antigen tumor yang dikenali sel T.3


Makrofag biasanya tidak menunjukkan sitotoksisitas yang jelas, kecuali

bila diaktifkan limfokin, endotoksin, RNA dan IFN. Aktivasi ditandai dengan

adanya perubahan morfologik, biokimiawi dan fungsi sel. Makrofag yang

diaktifkan biasanya menjadi sitotoksik nonspesifik terhadap sel tumor in vitro.

Makrofag dapat pula berfungsi sebagai efektor pada ADCC terhadap tumor. Di

samping itu makrofag dapat menimbulkan efek negatif berupa supresi yang

disebut makrofag supresor. Hal tersebut dapat disebabkan oleh tumor itu sendiri

atau akibat pengobatan. Makrofag menunjukkan pula interaksi dengan sel

NK.2(Gambar 7)

Gambar 7. Ringkasan interaksi antara sistem imun nonspesifik dan spesifik.2


Limfokin mengaktifkan makrofag dan sel NK. Makrofag yang diaktifkan
membentuk komponen komplemen setempat yang berperanan pada respon inflamasi
C3a bersifat sitolitik dan kemotaktik terhadap neutrofil, sedang C3b mengaktifkan
makrofag untuk melepas enzim. Sel K dipersenjatai antibodi yang spesifik untuk
tumor.

Tumor pada penjamu dengan supresi sistem imun

Tumor terjadi lebih sering pada orang dengan supresi sistem imun dibanding

dengan orang normal. Kebanyakan tumor dalam hal ini berupa keganasan

limfoproliferatif. Prevalensi tumor pada orang yang mendapat radiasi adalah 100
kali lebih besar dibanding dengan orang normal dan orang dengan supresi sistem

imun.1,2,3

III. Kanker Terhadap Pengawasan Sistem Imun

Kanker dapat luput dari pengawasan sistem imun tubuh bila timbangan

faktor-faktor yang menunjang pertumbuhan tumor lebih berat dibandingkan dengan

faktor-faktor yang menekan tumor.2

Gambar 8. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan tumor


luput dari pengawasan sistem imun. 2

Faktor-faktor yang mempengaruhi luputnya tumor dari pengawasan sistem

imun tubuh adalah sebagai berikut:2


1. Kinetik Tumor (sneaking trough)

Pada binatang yang diimunisasi, pemberian sel tumor dalam dosis

kecil akan menimbulkan tumor, tetapi dosis yang besar akan ditolak. Sel

tumor tersebut dapat menyelinap (sneak trough) yang tidak diketahui

tubuh dan baru diketahui bila tumor sudah berkembang lanjut dan di luar

kemampuan sistem imun untuk menghancurkannya.

2. Modulasi antigenik

Antibodi dapat mengubah atau memodulasi permukaan sel tanpa

menghilangkan determinan permukaan

3. Masking antigen

Molekul tertentu, seperti sialomucin, yang sering diikat permukaan

sel tumor dapat menutupi antigen dan mencegah ikatan dengan limfosit.

Sialomucin tersebut dapat dihancurkan oleh neuraminidase V. Cholerae.

4. Shedding antigen / pelepasan antigen

Antigen tumor yang dilepas dan larut dalam sirkulasi, dapat

mengganggu fungsi sel T dengan mengambil tempat pada reseptor

antigen. Hal itu dapat pula terjadi dengan kompleks imun antigen

antibodi.

5. Toleransi

Virus kanker mammae pada tikus disekresi dalam air susunya, tetapi

bayi tikus yang disusuinya toleran terhadap tumor tersebut. Infeksi

kongenital oleh virus yang terjadi pada tikus-tikus tersebut akan

menimbulkan toleransi terhadap virus tersebut dan virus sejenis.


6. Limfosit yang terperangkap

Limfosit spesifik terhadap tumor dapat terperangkap di dalam

kelenjar limfe. Antigen tumor yang terkumpul dalam kelenjar limfe yang

letaknya berdekatan dengan lokasi tumor, dapat menjadi toleran terhadap

limfosit setempat, tetapi tidak terhadap limfosit kelenjar limfe yang

letaknya jauh dari tumor.

7. Faktor Genetik

Kegagalan untuk mengaktifkan sel efektor T dapat disebabkan oleh

karena faktor genetik.

8. Faktor penyekat

Antigen tumor yang dilepas oleh sel dapat membentuk kompleks

dengan antibodi spesifik yang dibentuk penjamu. Kompleks tersebut

dapat menghambat efek sitoktisitas limfosit penjamu melalui 2 cara, yaitu

dengan mengikat sel Th sehingga sel tersebut tidak dapat mengenal sel

tumor dan memberikan pertolongan kepada sel Tc.

9. Produk tumor

Prostaglandin yang dihasilkan tumor sendiri dapat mengganggu

fungsi sel NK dan sel K. Faktor humoral lain dapat mengganggu respon

inflamasi, kemotaksis, aktivasi komplemen secara non spesifik dan

menambah kebutuhan darah yang diperlukan tumor padat.

10. Faktor pertumbuhan

Respon sel T bergantung pada interleukin. Gangguan pada makrofag

untuk memproduksi interleukin-1, kurangnya kerjasama di antara subset-

subset sel T dan produksi interleukin-2 yang menurun akan mengurangi

respon imun terhadap tumor.


Gambar 9. Mekanisme Tumor menghindari Sistem Imun.4

IV. Imunodiagnosis

Imunodiagnosis tumor dapat dilakukan dengan 2 tujuan yaitu menemukan

antigen spesifik terhadap sel tumor dan mengukur respon imun host terhadap sel

tumor.1,2

Sel tumor dapat ditemukan dalam sitoplasma. Ciri-ciri suatu tumor dapat

ditentukan dari sitoplasma, permukaan sel atau produk yang dihasilkan/ dilepasnya

yang berbeda baik dalam sifat maupun dalam jumlah dari orang normal. Petanda

tumor mempunyai sifat antigen yang lemah dan adanya antibodi monoklonal telah

banyak membantu dalam imunodiagnosis sel tumor dan produknya.1,2

Sampai dengan sekarang, imunodiagnosis kanker belum dapat dipraktekkan

untuk menemukan tumor dini, tetapi mempunyai arti penting di klinik dalam

monitor progres atau regresi tumor tertentu.1,2


Tabel 2. Imunodiagnosis Tumor

A. Deteksi Sel Tumor dan Produknya Dengan Cara Imunologik


1. Protein mieloma dan Bence-Jones (misalnya tumor sel plasma)
2. Alfa-fetoprotein (AFP pada kanker hati)
3. Antigen karsinoembrionik (CEA pada kanker gastrointestinal)
4. Deteksi imunologik petanda sel tumor lain (enzim dan hormon)
5. Deteksi antigen tumor spesifik (dalam sirkulasi atau dengan
immunoimaging)
B. Deteksi Respon Imun Anti-Tumor
1. Antibodi antitumor
2. CMI antitumor
BAB III

KESIMPULAN

1. Sel tumor berbeda dari sel normal oleh perubahan dalam regulasi

pertumbuhan, sehingga memungkinkannya untuk berproliferasi tanpa batas,

sehingga dapat menginvasi jaringan sekitar dan menyebar ke jaringan lain.

2. Sel normal dapat ditransformasi in vitro dengan karsinogen kimia atau fisika

dan virus. Sel yang ditransformasi menunjukkan perubahan sifat pertumbuhan

dan kadang-kadang dapat menginduksi tumor bila disuntikkan ke dalam

hewan.

3. Protein yang menyandi proto-onkogen terlibat dalam pengontrolan

pertumbuhan sel normal. Konversi proto-onkogen menjadi onkogen

merupakan kunci dalam induksi tumor manusia terbanyak. Konversi dapat

terjadi oleh mutasi dalam onkogen, transduksi atau amplifikasi.

4. Sel tumor mengekspresikan antigen tumor spesifik dan antigen umum yang

berhubungan dengan tumor. Sebaliknya dari antigen tumor yang diinduksi

bahan kimia atau radiasi, antigen tumor yang diinduksi virus dimiliki semua

tumor yang diinduksi oleh virus yang sama.

5. Respon imun terhadap tumor dapat berupa CTL, aktivitas sel NK, makrofag

yang menghasilkan tumor dan destruksi oleh ADCC. Berbagai faktor

sitotoksis seperti TNF-α dan TNF-β membantu memusnahkan sel tumor.

6. Tumor menggunakan berbagai strategi untuk menghindari sistem imun.


DAFTAR PUSTAKA

1. Bratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi Dasar. Edisi ke-11 Cetakan ke-

2. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016.

2. Bratawidjaja KG. Imunologi Dasar. Edisi ke-2. Jakarta: Badan Penerbit

FKUI; 1991.

3. Robbins SL, Kumar VK. Neoplasia In : Pathologic Basis of Disease .

th
8 edition. Philadelphia : Saunders; 2010.

4. Abbas AK, Lichtman AH : Cellular and Molecular Immunology, 5thed.

Philadelpia, WB Saunders, 2003.

Anda mungkin juga menyukai