Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Organ Serviks

2.1.1 Uterine Cervix

Uterus terletak di antara kandung kemih pada anterior dan rektum pada

posterior, ditutupi oleh lapisan peritoneum. ⅓ caudal dari uterus adalah uterine cervix,

yang terdiri atas jaringan ikat yang kuat, kira-kira setengahnya meluas ke dalam vagina.

Bagian intravaginal dilapisi oleh epitel skuamosa non keratin (ektoserviks), sedangkan

saluran serviks dilapisi oleh epitel kolumnar (endoserviks).8

Gambar 1.1 Anatomi Organ Ginekologi

10
2.1.2 Vaskularisasi

Arteri uterine desendens memasok darah ke bagian serviks uteri dan vagina.

Arteri arkuata pada sekitar serviks juga disebut sebagai arteri sirkular dari serviks.

Arteri uterine juga bercabang menuju tuba falopi dan ureter saat melewatinya.8

2.1.3 Inervasi & Persarafan

Persarafan aferen viseral bagian superior (intraperitoneal; fundus dan korpus)

dan inferior (subperitoneal; serviks) uterus dan vagina berbeda dalam hal arah dan

tujuan. Serabut aferen viseral yang menghantarkan impuls nyeri dari fundus uteri

intraperitoneal dan badan (di atas garis nyeri panggul) mengikuti persarafan simpatik

retrograde untuk mencapai badan sel di ganglia tulang belakang thoraks-superior

inferior. Serabut aferen yang menghantarkan impuls nyeri dari serviks uteri

subperitoneal dan vagina (inferior garis nyeri panggul) mengikuti serabut parasimpatis

retrograd melalui pleksus uterovagina dan hipogastrika inferior dan saraf splanknikus

pelvis untuk mencapai badan sel di ganglia sensoris tulang belakang dari S2–S4.8

2.2 Tumor & Kanker

2.2.1 Karakteristik & Terminologi

Secara harfiah, neoplasma dapat didefinisikan sebagai massa jaringan abnormal

yang tumbuh secara berlebihan tidak selaras dengan pertumbuhan jaringan normal,

bahkan setelah rangsangan yang menyebabkan perubahan tersebut berhenti.

Pertumbuhan ini akan terus berlanjut. Semua neoplasma bergantung pada inangnya

11
untuk nutrisi dan suplai darah. Selain itu, neoplasma yang muncul dari jaringan yang

responsif terhadap hormon sering kali juga membutuhkan dukungan endokrin. Dalam

kedokteran, pertumbuhan baru sering disebut tumor. Di antara jenis tumor, neoplasma

dibagi menjadi dua kategori, jinak dan ganas, berdasarkan potensi perilaku klinis

tumor. Jika sel tumor tidak terlokalisir dan belum menyebar ke tempat lain, maka

disebut tumor jinak. 3

Tumor dianggap ganas dan berbahaya bila berpotensi fatal karena sel-selnya

bermigrasi ke bagian tubuh lain untuk membentuk tumor baru, atau yang dikenal

sebagai metastasis. Tumor jenis ini sering disebut kanker. Kata "kanker" berasal dari

kata Yunani "karsinoma" dan digunakan untuk menggambarkan proyeksi tumor yang

membesar. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kanker adalah istilah untuk

sekelompok besar penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel abnormal tak
4
terkendali secara cepat. Istilah kanker tidak mengacu pada satu penyakit, tetapi

menunjukkan kumpulan berbagai penyakit yang terkait dengan kualitas tertentu. 5

2.2.2 Klasifikasi & Nomenklatur

Neoplasma yang muncul dari jaringan yang responsif terhadap hormon

seringkali juga membutuhkan dukungan endokrin. Dalam kedokteran, pertumbuhan

baru sering disebut tumor. Di antara jenis tumor, neoplasma dibagi menjadi dua

kategori, jinak dan ganas, berdasarkan potensi perilaku klinis tumor. Jika sel tumor

tidak terlokalisir dan belum menyebar ke tempat lain, maka disebut tumor jinak. Tumor

dianggap ganas dan berbahaya bila berpotensi fatal karena sel-selnya bermigrasi ke

12
bagian tubuh lain untuk membentuk tumor baru, atau yang dikenal sebagai metastasis.

Tumor jenis ini sering disebut kanker. Kata "kanker" berasal dari kata Yunani

"karsinoma" dan digunakan untuk menggambarkan proyeksi tumor yang membesar. 4

Tumor jinak dapat berkembang menjadi tumor ganas atau ganas. Kanker

tumbuh dengan invasi progresif, invasi, kehancuran, dan penetrasi ke jaringan

sekitarnya. Kanker memiliki sifat yang kontras dengan tumor jinak. Tumor ini

memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat, bervariasi dalam tingkat enkapsulasi, ada

yang tidak berkapsul, dapat menyerang struktur lokal dan jaringan lain, berdiferensiasi

buruk, dapat bermetastasis dari tempat asalnya melalui limfatik atau pembuluh darah.

Sel kanker memiliki ciri mikroskopis - anaplasia. Ini adalah tanda hilangnya

diferensiasi sel dan menjadi sel khusus, yang tidak memiliki arsitektur jaringan normal

dan ukuran serta bentuk nukleus normal (pleomorfismo). Tata nama tumor ganas pada

dasarnya mengikuti tata nama tumor jinak, dengan beberapa tambahan atau

pengecualian. 4

2.2.3 Patofisiologi

Kanker dapat terjadi akibat proliferasi abnormal dari berbagai jenis sel di dalam

tubuh. Akibatnya, terdapat lebih dari seratus jenis kanker yang berbeda yang dapat

bervariasi secara substansial dalam perilaku dan responnya terhadap pengobatan.

Semua kanker akan menampilkan delapan perubahan mendasar pada fisiologi sel, yang

disebut juga sebagai hallmark of cancer. Hallmark of cancer diantaranya adalah

kemandirian sel dalam sinyal pertumbuhan, ketidakpekaan sel terhadap sinyal

13
penghambat pertumbuhan, perubahan metabolisme sel, menghindari apoptosis, potensi

replikasi sel tak terbatas (immortality), angiogenesis berkelanjutan, invasi dan

metastasis, serta penghindaran sel terhadap pengawasan imun tubuh.3

Pada kondisi fisiologis, proliferasi sel kanker diawali dengan pengikatan faktor

pertumbuhan pada reseptor spesifiknya pada membran sel. Setelahnya, akan terjadi

aktivasi sementara yang terbatas dari reseptor faktor pertumbuhan, yang pada akhirnya

akan mengaktifkan beberapa protein transduksi sinyal pada bagian dalam membran

plasma. Selanjutnya, transmisi sinyal transduksi akan melintasi sitosol menuju nukleus

melalui second messenger atau kaskade molekul transduksi sinyal. Faktor pengatur inti

yang memulai dan mengatur transkripsi DNA dan biosintesis komponen seluler lain

yang diperlukan untuk pembelahan sel, seperti organel, komponen membran, dan

ribosom, akan di induksi dan di aktivasi. Pada akhirnya, sel akan masuk ke dalam siklus

sel dan berkembang yang pada akhirnya akan menghasilkan pembelahan sel. Pada

kanker, fungsi fisiologis ini terganggu sehingga akan menyebabkan proliferasi sel

secara berlebihan.3

2.3 Kanker Serviks

2.3.1 Definisi & Epidemiologi

Kanker serviks merupakan jenis keganasan yang berasal dari organ serviks

uteri. Pada perempuan, kanker serviks merupakan kanker dengan peringkat keempat

dan kanker ginekologi dengan peringkat pertama yang menempati angka tertinggi

dalam penemuan kasus baru yaitu sekitar 6.5% dan angka kematian akibat kanker yaitu

14
sekitar 7.7% pada tahun 2020. Kanker serviks adalah kanker yang paling sering

didiagnosis pada wanita pada 23 negara dan menjadi penyebab kematian utama akibat

kanker pada 36 negara di seluruh dunia, dengan sebagian besar negara adalah pada

Sub-Saharan Africa, Melanesia, South America, dan South-Eastern Asia.1

Kanker serviks adalah kanker dengan peringkat keempat yang paling sering

didiagnosis pada perempuan dan kanker dengan peringkat keempat dengan kasus

kematian tertinggi pada perempuan, dengan 604.127 kasus baru dan 341.831 kasus

kematian di seluruh dunia pada tahun 2020. Di Indonesia, Kanker serviks menempati

peringkat ke-2 sebagai kanker yang paling sering didiagnosis pada perempuan dengan

jumlah 36.633 (9.2%) kasus baru dan urutan ke-3 kanker dengan penyebab kematian

tertinggi dengan jumlah 21.003 (9%) kasus kematian pada tahun 2020. 1

2.3.2 Faktor Risiko

Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat mempengaruhi seseorang dalam

memiliki kanker serviks, diantaranya adalah infeksi dan transmisi Human

Papillomavirus (HPV), merokok, obesitas, perilaku seksual, dan pola makan

seseorang.14

2.3.3 Tanda & Gejala

Tanda dan gejala kanker serviks dapat bervariasi. Gejala umum yang biasanya

muncul pada pasien kanker serviks adalah perdarahan postcoital, intermenstrualm atau

postmenopause, disertai dengan keluarnya cairan vagina dengan bau menyengat. Selain

itu, gejala umum yang muncul pada kanker serviks tingkat lanjut adalah meningkatnya

15
frekuensi dan urgensi urinasi, nyeri pada bagian perut bawah, nyeri punggung,

penurunan berat badan, anuria, edema pada ekstremitas bawah, serta batuk dan sesak

napas (edema paru, efusi, atau metastasis). 14

2.3.4 Pemeriksaan Penunjang

Setiap wanita dengan gejala yang menunjukkan kanker serviks harus menjalani

pemeriksaan klinis secara lengkap, meliputi visualisasi serviks, dengan menggunakan

spekulum. Skrining serviks tidak diindikasikan jika ada kecurigaan kanker. Lim dkk.

telah menyarankan bahwa pap smear dapat membantu penyedia layanan kesehatan

primer dalam mendiagnosis kanker serviks lebih efektif. Pada wanita dengan hasil

apusan abnormal, kolposkopi dapat diindikasikan, dengan biopsi pada area abnormal.

Jika lesinya kecil, biopsi eksisi dengan pisau dingin atau laser dapat dilakukan dengan

tujuan penyembuhan. 14

2.3.5 Staging

Terdapat 2 sistem staging yang umum dilakukan pada kanker ginekologis, yaitu

Fe´de´ration Internationale de Gynécologie et d'Obstétrique (FIGO) and TNM.

Fédération Internationale de Gynécologie et d’Obstétrique (FIGO) adalah sistem

spesifik pada kanker ginekologis, and TNM, yang dapat dilakukan pada tumor dengan

situs apapun. Sistem stadium FIGO diperbarui pada sebagian besar stadium kanker

ginekologi diperkenalkan pada tahun 2009.6 Sistem staging berdasarkan FIGO

merupakan standar yang berlaku pada semua jenis kanker serviks secara histologis.7

Staging berdasarkan FIGO pada dasarnya bersifat klinis, dengan didukung oleh

16
sejumlah investigasi, seperti rontgen dada, ultrasonografi, sistokopi, dan

proktosigmoidoskopi. Rincian prevalensi kejadian kanker serviks berdasarkan stadium

ketika diagnosis, diantaranya: 38% kanker stadium I, 32% kanker stadium II, 26%

kanker stadium III, dan 4% kanker stadium IV.7

Tabel 2.2 Klasifikasi Stadium pada Cervical Carcinoma

2.3.6 Penatalaksanaan

Wanita dengan kanker stadium I FIGO dapat ditangani dengan pembedahan.

Eksisi lokal cukup untuk lesi stadium 1Ai pada wanita yang menginginkan kesuburan.

Penatalaksanaan secara radikaldiperlukan untuk tumor yang lebih besar, dimana

histerektomi, sederhana maupun radikal, diperlukan, pendekatan laparoskopi dikaitkan

dengan morbiditas yang lebih rendah dan harus ditawarkan ketika ahli tersedia. Tumor

17
yang lebih besar atau tumor dengan faktor prognostik yang buruk diobati dengan

kemoradiasi. 14

2.4 Karsinoma

2.4.1 Definisi & Karakteristik

Karsinoma adalah tipe neoplasma padat yang berasal dari lapisan epitel tubuh.

Neoplasma ganas yang berasal dari sel epitel disebut dengan karsinoma terlepas dari

jaringan asalnya. Maka dari itu, neoplasma ganas yang timbul pada epitel tubulus ginjal

(mesoderm), kulit (ektoderm), dan lapisan epitel usus (endoderm) semua disebut

dengan karsinoma.3 Sel epitel adalah sel yang menutupi dan melapisi bagian terluar

tubuh, semua organ di dalam tubuh, serta rongga tubuh.4

2.4.2 Klasifikasi

Karsinoma kemudian diklasifikasikan kembali berdasarkan jenis sel epitel

tempat neoplasma berkembang.3 Diantaranya adalah squamous cell carcinoma,

adenocarcinoma, transitional cell carcinoma, dan basal cell carcinoma. Squamous cell

carcinoma berasal dari sel skuamosa, yaitu sel yang menutupi permukaan datar seperti

kulit, lapisan tenggorokan, dan kerongkongan. Adenocarcinoma adalah karsinoma

yang berasal dari sel kelenjar yang disebut dengan sel adenomatous. Selanjutnya,

transitional cell carcinoma berasal dari sel yang dapat meregang saat organ

berkembang yang membentuk jaringan epitel transisional. Tidak jarang, karsinoma

18
berasal dari jaringan dan organ yang tidak dapat atau sulit diidentifikasi yang dapat

disebut dengan Poorly Differentiated atau Undifferentiated Carcinoma.

2.5 Non-Squamous Cell Carcinoma

2.5.1 Definisi & Karakteristik

Non-Squamous Cell Carcinoma merupakan jenis karsinoma selain dari

Squamous Cell Carcinoma. Squamous Cell Carcinoma adalah karsinoma yang berasal

dari jaringan squamous epithelium.3

2.5.2 Epidemiologi & Klasifikasi

Pada kanker serviks, keganasan non-squamous cell carcinoma terdiri atas

adenocarcinoma (18.5-27% kasus), adenosquamous carcinoma, clear cell carcinoma,

dan neuroendocrine carcinoma. Neuroendocrine cervical carcinoma terdiri atas 4

subtipe yang diklasifikasikan secara histologis, yaitu diantaranya small cell carcinoma,

large cell carcinoma, classical carcinoid carcinoma dan atypical carcinoid.7

2.6 Radioterapi

2.6.1 Definisi & Tujuan Radioterapi

Radioterapi merupakan metode tatalaksana klinis dengan menggunakan radiasi

ionisasi pada proses pengobatan pasien dengan neoplasma malignant. Tujuan dari

radioterapi adalah untuk menghantarkan dosis radiasi sinar pengion yang akan

mengeradikasi sel kanker abnormal dengan semaksimal mungkin sambil

meminimalisir kerusakan bagi jaringan normal di sekitarnya. Radioterapi juga berperan

19
penting pada tatalaksana kanker pada metode paliatif dan preventif dari gejala kanker,

diantaranya nyeri dapat dikurangi, patensi luminal dapat dipulihkan, integritas tulang

dapat dipertahankan, dan fungsi organ dapat dibangun kembali dengan morbiditas yang

minimal dengan mempertimbangkan biaya yang terjangkau oleh pasien.11

Dua tujuan terapi radiasi adalah kuratif dan paliatif. Terapi radiasi kuratif

bertujuan untuk menyembuhkan dimana pasien bersedia untuk menimbulkan risiko

efek samping kecil. Sedangkan, terapi radiasi paliatif bertujuan untuk memperbaiki

gejala tertentu seperti nyeri, obstruksi, atau perdarahan. 11

2.6.2 Indikasi Radioterapi

Indikasi dilakukannya radioterapi adalah kumpulan data dari pemeriksaan

pasien yang dapat dibawa untuk menunjukkan bahwa terapi radiasi akan efektif bagi

kondisi pasien. Terapi radiasi dapat dilakukan apabila dapat meningkatkan kontrol

tumor lokal, memperbaiki gejala tertentu, meningkatkan kualitas hidup, ataupun

meningkatkan kemungkinan penyembuhan pasien.11

2.6.3 Prinsip Radioterapi

Pada prinsipnya, metode pengobatan dengan radioterapi adalah dengan

memaparkan sinar radiasi pengion yang dapat membentuk ion (partikel bermuatan

listrik) dan menyimpan energi deposito dalam sel jaringan yang dilaluinya. Energi

deposito ini dapat membunuh sel kanker atau menyebabkan perubahan genetik

sehingga dapat menyebabkan kematian sel kanker. Radiasi dengan energi tinggi akan

merusak materi genetik sel (DNA) yang kemudian akan menghambat kemampuan

20
proliferasi sel. Radioterapi dapat dilakukan kepada pasien dengan tujuan sebagai

penyembuhan dan modalitas pengobatan paliatif yang efektif untuk meringankan

gejala yang disebabkan oleh kanker pada pasien. Tatalaksana kanker dengan terapi

radiasi membutuhkan penanganan terpadu dan terkombinasi antara modalitas

pengobatan, seperti kombinasi dengan pembedahan, kemoterapi, ataupun

imunoterapi.11

Jika radiasi dilakukan sebelum operasi (neoadjuvant therapy), terapi bertujuan

untuk mengecilkan ukuran tumor sehingga dapat mempermudah operator dalam

melakukan operasi, serta menurunkan kemungkinan terjadinya metastasis. Sementara

itu, pemberian radiasi setelah operasi (adjuvant therapy) bertujuan untuk

menghancurkan sel-sel kanker yang mungkin tersisa pada daerah sekitar operasi.

Terdapat dua cara untuk menghantarkan radiasi ke lokasi kanker, diantaranya radiasi

eksterna/teleterapi dan radiasi interna atau brakhiterapi.11

Radiasi eksterna (teletherapy) merupakan metode pemberian sinar berenergi

tinggi (foton, proton, atau radiasi partikel) dengan sumber radiasi terletak pada suatu

jarak tertentu dari tubuh pasien. Dengan cara ini, radiasi mempunyai jangkauan yang

luas, sehingga bukan hanya tumor primer yang memperoleh radiasi, tetapi juga jaringan

di sekitarnya yang mempunyai potensi metastasis. Metode ini merupakan pendekatan

yang paling umum dalam pengaturan klinis. Meskipun begitu, metode ini mempunyai

risiko tingginya jaringan sehat yang terikut serta dalam radiasi, sehingga dapat

mengakibatkan tingginya efek samping, baik akut maupun lanjut. Maka dari itu,

terdapat dosis yang didasari pada faktor luasnya lapangan radiasi.11

21
Brakhiterapi merupakan metode komplemen teleterapi dengan cara memasang

sumber radiasi ke tumor, diseger dalam kateter atau ditempatkan secara langsung pada

lokasi tumor. Metode ini digunakan terutama pada pengobatan rutin keganasan

ginekologi dan prostat, serta dalam situasi di mana pengobatan ulang diindikasikan,

berdasarkan efek jangka pendeknya. Pada brakhiterapi, cakupan daerah radiasi jauh

lebih sempit sehingga pemberian dosis tinggi dimungkinkan tanpa menimbulkan

kerusakan yang berarti pada jaringan normal di sekitarnya. Kombinasi kedua metode,

radiasi eksterna dan brakhiterapi, dapat dilakukan untuk memperoleh hasil yang

optimal.8

2.7 Radioterapi pada Kanker Ginekologis

2.7.1 Radioterapi pada Kanker Serviks

Radioterapi merupakan salah satu standar pengobatan yang disesuaikan dengan

indikasi patologi pada pasien kanker serviks. Radioterapi dalam tatalaksana kanker

serviks dapat diberikan sebagai terapi kuratif definitif, ajuvan post-operasi, dan paliatif.

Radioterapi saja dapat dilaksanakan pada kasus stadium IA, IB, dan IIA, baik operabel

maupun resektabel karena tumor yang besar, sedangkan pada stadium IIB, IIIA dan

IIIB, serta IV dapat dilakukan kombinasi radiasi eksterna dan brakhiterapi, serta

kemoterapi.11 Sebagai radioterapi definitif:

a. Pada stadium I-IIA pasca operasi, radioterapi definitif/radikal dapat

dilakukan apabila memenuhi salah satu kriteria: Batas sayatan positif atau

close margin, Karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi sedang buruk,

22
adenosquamous carcinoma, Adenocarcinoma, Invasi limfo vaskuler

positif, Invasi kelenjar getah bening pelvis.

b. Radioterapi definitif/radikal pada stadium I-IIA tanpa pembedahan dapat

dilakukan apabila memenuhi kriteria: stadium Ib2, IIA ukuran tumor > 4

cm, indeks obesitas > 70 %, usia pasien > 65 tahun, kontra indikasi anestesi,

pasien menolak pembedahan.

c. Radioterapi definitif/radikal pada stadium IIB-IIIA, IIIB dilakukan sebagai

terapi primer.

d. Pada stadium IVA, radioterapi definitif/radikal dapat dilakukan pada

stadium IVA dengan respon baik, dari tumor yang menginfiltrasi kandung

kemih atau rectum setelah radiasi eksterna dosis 40 Gy.

Sebagai radioterapi paliatif, Indikasi radiasi paliatif adalah stadium IVA dengan

respon buruk setelah 40 Gy dan stadium IVB paliatif pada tumor primer atau lokasi

metastasis.8

2.7.2 Radioterapi Non-Squamous Cell Carcinoma

Sebagian besar dari kasus non-squamous cell carcinoma yang dilaporkan

adalah clear cell adenocarcinoma pada remaja muda yang terpapar oleh dietilstilbestrol

(DES) dalam rahim. Namun, DES tidak lagi digunakan dan studi pasien dengan non-

SCC primer pada vagina yang tidak terpapar oleh DES masih kurang. Adenocarcinoma

cenderung kurang sensitif terhadap radioterapi. Kemoterapi berbasis platinum sistemik

adjuvan diberikan kepada pasien yang dianggap berisiko mengalami kekambuhan,

23
termasuk pasien dengan ukuran tumor besar (diameter >4 cm), metastasis kelenjar

getah bening positif, dan margin incisional positif. Tujuan dilaksanakannya radioterapi,

diantaranya adalah untuk:

1. Pasca operasi, membantu mencegah rekurensi lokal pada pasien dengan

margin bedah terlibat maupun tertutup.

2. Sebagai terapi utama bagi pasien dengan tumor primer kecil, terutama pada

pasien dengan lesi klitoris atau periclitoral (pada pasien kanker vulvar)

pada wanita muda dan paruh baya, yang reseksi bedah akan menyebabkan

konsekuensi psikologis yang signifikan.7

24
2.8 Kerangka Pemikiran

Data rekam medis pasien kanker serviks non-squamous cell carcinoma yang menjalani terapi radiasi di
Instalasi Radioterapi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung pada periode 1 Januari 2020 hingga 31 Desember
2022.

Profil Pasien

• Usia
• Asal Daerah
• Marital Status
• Keluhan Utama
• Staging
• Waktu Diagnosis
• Patologi Anatomi Kanker
• Jenis Pembedahan
• Jenis Kemoterapi
• Indikasi Radioterapi
• Metode Radioterapi

Kanker serviks non-squamous cell carcinoma pada Instalasi Radioterapi RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
periode 1 Januari 2020 hingga 31 Desember 2022.

Gambar 2.2 Gambar Kerangka Pemikiran Penelitian

25

Anda mungkin juga menyukai