Anda di halaman 1dari 8

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN NY.

IMAS DENGAN CARSINOMA


SEVIKS DI RUANG CA CENTRE RSUD AL-IHSAN BANDUNG

A. KONSEP DASAR

1. Pengertian
Kanker serviks atau kanker leher rahim (sering juga disebut kanker mulut rahim)
merupakan salah satu penyakit kanker yang paling banyak terjadi bagi kaum wanita.
Kanker serviks atau kanker leher rahim terjadi di bagian organ reproduksi seorang
wanita. Kanker serviks disebabkan infeksi virus HPV (human papillomavirus) atau virus
papiloma manusia. Risiko menderita kanker serviks adalah wanita yang aktif
berhubungan seks sejak usia sangat dini, yang sering berganti pasangan seks, atau yang
berhubungan seks dengan pria yang suka berganti pasangan. Faktor penyebab lainnya
adalah menggunakan pil KB dalam jangka waktu lama atau berasal dari keluarga yang
memiliki riwayat penyakit kanker. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk
menggambarkan gangguan pertumbuhan seluler dan merupakan kelompok penyakit
tunggal yang dapat timbul dibagian tubuh mana saja, dengan manifestasi yang
mengakibatkan kegagalan untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel. Kanker leher
rahim / serviks adalah kanker kedua terganas yang menyebabkan kematian pada
perempuan. ( Prof. Dr. Samsurizal Djauzi, SpPD. 2008 ).Kanker leher rahim / serviks
adalah tumor ganas yang tumbuh di leher rahim / serviks ( bagian terendah dari rahim
yang menempel pada puncak vagina ). ( Ratna Dewi Pudiastuti, Pentingnya Menjaga
Organ Kewanitaan, 2010 ).
2. Etiologi
Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang diduga
berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human Papilloma
Virus (HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di sambungan skuamokolumner
serviks. Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah perilaku seksual
berupa mitra seks multipel, multi paritas, nutrisi, rokok, dan lain-lain. Karsinoma serviks
dapat tumbuh eksofitik maupun endofitik. Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan
resiko terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :
1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan
hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan
penelitian para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17
tahun mempunyai resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20
tahun.
2. Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan
penyakit kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah infeksi Human
Papilloma Virus (HPV) telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks,
penis dan vulva. Resiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang
mempunyai partner seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe
2 dapat menjadi faktor pendamping.
3. Faktor genetik
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan terjadinya
kanker serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi genetik dari orang tua ke
anaknya.
4. Kebiasaan merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan
dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita
perokok mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya tahan serviks di samping
merupakan ko-karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok mengandung zat benza piren
yang dapat memicu terbentuknya radikal bebas dalam tubuh yang dapat menjadi mediator
terbentuknya displasia sel epitel pada serviks.
5. Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C dapat
meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga
meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta
karoten dan retinol (vitamin A).
6. Multiparitas Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi
timbulnya infeksi, perubahan struktur sel, dan iritasi menahun
7. Gangguan sistem kekebalan
Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit yang sifatnya
immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS
8. Status sosial ekonomi lemah
Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak mempunyai
biaya untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear secara rutin, sehingga upaya
deteksi dini tidak dapat dilakukan.
3. Tanda gejala
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1) Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2) Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut
menjadi perdarahan yang abnormal
3) Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau
busuk.
4) Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius 5. Timbul
gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
5) Kelemahan pada ekstremitas bawah
6) Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang
panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi
infiltrasi kanker pada serabut saraf lumbosakral.
7) Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum),
terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala
akibat metastasis jauh.
4. Patofisiologi
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks; epitel
kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari cadangan epitel
kolumnar. Proses pergantian ini disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH
vagina yang rendah. Akibat proses metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2
SSK, yaitu SSK (Sel skuamosa karsinoma) asli dan SSK baru yang menjadi tempat
pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar (Rahmawan, 2009).
Daerah di antara kedua SSK ini disebut daerah transformasi. Masuknya mutagen atau
bahan-bahan yang dapat mengubah perangai sel secara genetik pada saat fase aktif
metaplasia dapat menimbulkan sel-sel yang berpotensi ganas. Perubahan ini biasanya
terjadi di daerah transformasi. Mutagen tersebut berasal dari agen-agen yang ditularkan
secara hubungan seksual dan diduga bahwahuman papilloma virus (HPV) memegang
peranan penting. Sel yang mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel
displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Perbedaan derajat
displasia didasarkan atas tebal epitel yang mengalami kelainan dan berat ringannya
kelainan pada sel. Sedangkan karsinoma in-situ adalah gangguan maturasi epitel
skuamosa yang menyerupai karsinoma invasif tetapi membrana basalis masih utuh
(Rahmawan, 2009). Klasifikasi terbaru menggunakan istilah Neoplasia Intraepitel Serviks
(NIS) untuk kedua bentuk displasia dan karsinoma in-situ.
NIS terdiri dari ; NIS 1, untuk displasia ringan; NIS 2, untuk displasia sedang; dan NIS 3,
untuk displasia berat dan karsinoma in-situ. Patogenesis NIS dapat dianggap sebagai
suatu spektrum penyakit yang dimulai dari displasia ringan, sedang, berat dan karsinoma
in-situ untuk kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Beberapa penelitian
menemukan bahwa 30-35% NIS mengalami regresi, yang terbanyak berasal dari NIS
1/NIS 2. Karena tidak dapat ditentukan lesi mana yang akan berkembang menjadi
progresif dan mana yang tidak, maka semua tingkat NIS dianggap potensial menjadi
ganas sehingga harus ditatalaksanai sebagaimana mestinya. (Rahmawan, 2009)
5. Pemeriksaan penunjang dan hasilnya
1) Pemeriksaan Sitologi
Pap Smear Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear.
Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini
mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu
suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula
kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop. Saat ini telah ada teknik
thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap smear yang dimodifikasi yaitu
sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan untuk menghilangkan
kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan
sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan
mengunakan semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan
dan disentrifuge, sel yang terkumpul diperiksa dengan mikroskop. Pap smear
hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan
hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa
kolposkopi. Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit dan
gambaran histopatologimnya. Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun
mencapai 90%.
2) Kolposkopi
Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk
mengamati secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal.
Dengan kolposkopi akan tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks,
kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi tersebut.
3) IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah
dan praktis dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan
praktek dan lain-lain. Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan
serviks/leher rahim diolesi dengan asam asetat, akan tampak bercak-bercak putih
pada permukaan serviks yang tidak normal.
4) Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi
50 mm. Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram) dibaca
oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tampak
kelainan abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya dan
disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat dibaca (faktor kamera
atau flash). Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%.
Servikografi dapat dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi
servikografi dan kolposkopi dengan sitologi mempunyai sensitivitas masing-
masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-masing 73% dan 99%.
Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan
sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana
tidak ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi
sangat membantu dalam deteksi kanker serviks.
5) Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x
dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau
pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna
putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing
84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%.
Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan pemeriksaan gineskopi dengan
pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut:
Sensitivitas 95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative
value 99,9%; positif palsu 11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil
tersebut memberi peluang digunakannya gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan
untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas pemeriksaan sitologi tidak ada.
Prilaku ( Sex aktif, paritas, personal higiene) Lingkunga (Polusi,onkogenik agent,
virus, radiasi Pelayanan Kesehatan Genetika (Deteksi dini penyakit,
laboratorium,Penanganan kasus P. Kelamin penyuluhan pencegahan Ca. Serviks )
Genetika (Keluarga yang menderita Ca,keluarga dengan ambang stress rendah)
6) Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif
dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan
untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino
Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA
abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml.
HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai
kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui
pemeriksaan darah dan urine.
6. Pathway
B. KONSEP KEPERAWATAN

Anda mungkin juga menyukai