Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. EPIDEMIOLOGI
Kanker serviks adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi pada wanita diseluruh
dunia, dan masih merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita di negara-
negara berkembang. Di Amerika Serikat, kanker servik merupakan neoplasma ganas nomor 4
yang sering terjadi pada wanita, setelah Ca mammae, kolorektal, dan endometrium. Insidensi
dari kanker servik yang invasif telah menurun secara terus menerus di Amerika Serikat selama
beberapa dekade terakhir, namun terus meningkat di negara- negara berkembang. Perubahan
epidemiologis ini di Amerika Serikat erat kaitannya dengan skrining besar-besaran dengan
Papanicolaou tests (Pap smears).
Kanker serviks merupakan kanker yang primer berasal dari serviks (kanalis servikalis dan
atau porsio). Setengah juta kasus dilaporkan setiap tahunnya dan insidensinya lebih tinggi di
negara sedang berkembang. Hal ini kemungkinan besar diakibatkan belum rutinnya program
skrining pap smear yang dilakukan. Di Amerika latin, gurun Sahara Afrika dan Asia tenggara
termasuk Indonesia kanker serviks menduduki urutan kedua setelah kanker payudara.
Di Indonesia dilaporkan jumlah kanker serviks baru adalah 100 per 100.000 penduduk
per tahun atau 180.000 kasus baru dengan usia antara 45-54 tahun dan menempati urutan teratas
dari 10 kanker yang terbanyak pada wanita. Perjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan
salah satu model karsinogenesis yang melalui tahapan atau multistep, dimulai dari karsinogenesis
yang awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga menjadi kanker invasif. Studi-studi
epidemiologi menunjukkan 90% lebih kanker serviks dihubungkan dengan jenis human
papilomma virus (HPV). Beberapa bukti menunjukkan kanker dengan HPV negatif ditemukan
pada wanita yang lebih tua dan dikaitkan dengan prognosis yang buruk.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Menurut Langhorne, Fulton, dan Otto (2011), serviks atau leher rahim adalah sepertiga
lebih rendah dari rahim atau uterus. Tubular serviks memanjang hingga ke bawah ke bagian
atas vagina. Serviks mengelilingi pembukaan disebut lubang serviks, rahim berbentuk
silinder jaringan yang menghubungkan vaginadan uterus. Serviks terbuat dari tulang rawan
yang ditutupi oleh jaringan halus, lembap, dan tebalnya sekitar 1 inci. Ada dua bagian utama
dari serviks, yaitu ektoserviks dan endiserviks.

2
Bagaian serviks yang dapat dilihat dari luar selama pemeriksaan ginekologi di kenal
sebagai ektoserviks. Pembuka dipusat ektoserviks, dikenal sebagai os eksternal, membuka
untuk memisahkan bagian antara uterys dan vagina. Endoserviks atau kanal endoserviks,
adala sebuah terowongan melalui serviks, dari os eksternal ke dalam uterus.
Selama masa praremaja, endoserviks terletak dibagian serviks (Langhorne, Fulton, dan
Otto, 2011). Pembatasan tumpang tindih antara endosrviks dan ektoserviks di sebut zona
transformasi. Serviks menghasilkan lendir serviks yang konsistensi atau kekentalannya
berubah selama siklus menstruasi untuk mencgah atau mempromosikan kehamilan.
Zona transformasi dari waktu ke waktu menjadi lebuh rapuh, sel-sel epitel kolumnar
digantikan dengan sel-sel epitel skuamosa. Daerah ini sangat rentan terhadap perubahan
prakanker (displasia) karena tingkat turnover yang tinggi dan tingkat pematangan sel rendah
(Rahayu, 2015).
Serviks merupakan segmen uterus berada bagian bawah yang dilapisi epitel torak
pensekresi mukus dalam kesinambungan langsung dengan epitel vagina, yang befungsi
sebagai jalan lahir.
Ekstoserviks merupakan epitel berlapis yang gepeng serupa dengan vagina, dengan
peralihan agak mendadak diantara keduanya, sambungan skuamakolumnar. Serviks
mengalami perubahan/dramatis selama masa usia reproduktif maupun dalam siklus
menstruasi. Sambungan skuamokolumnar normalnya terletak dalam kanalis endoservikalis,
tetapi dapat berada jauh di luar pada ektoserviks, baik pasca persalinan atau atas dasar
kongenital.
Mukus serviks dihasilkan sebagai respon terhadap estrogen dan dengan eversi sel
torak pensekresi mucus pada ektoserviks, suatu sekret mukoid dan kadang-kadang purulen
bisa dialami. Walaupun ini bisa menyebabkan secret yang berbau busuk, tetapi tidak ada
makna patologi dan tampaknya tidak mengubah kapasitas reproduksi.
Mukus memberikan sawar bakteri diantara traktus genitalis atas yang steril dan vagina
yang mengandung bakteri dan memudahkan sperma berjalan pada saat ovulasi. Arsitektur
endoserviks mempunyai beberapa kripta yang memberikan penampungan untuk sperma,
tempat sperma bertahan sampai beberapa hari setelah koitus.
Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis berbentuk sebagai
saluran lonjongan panjang 2,5 cm. Saluran ini dilapisi oleh kelenjar-kelenjar serviks,

3
berbentuk sel-sel toraks bersilia dan berfungsi sebagai reseptakulum seminis. Pintu saluran
serviks sebelah dalam disebut ostium uteri internum (OUI) dan pintu vagina (OUE) Ostium
Oteri Eksternum. Kedua pintu ini penting dalam klinik misalnya pada penilaian jalannya
persalinan, abortus dan sebagainya.

B. DEFINISI

Carsinoma atau kanker adalah pertumbuhan ganas berasal dari jaringan epitel sedangkan
serviks itu merupakan bagian dari rahim sebagai jalan lahir yang berbentuk silinder. Serviks
uteri : leher rahim. Carsinoma serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada
serviks, dimana pada keadaan ini terdapat kelompok sel yang abnormal yang terbentuk oleh
jaringan yang tumbuh secara terus menerus dan tidak terbatas, tidak terkoordinasi, tidak
berguna bagi tubuh sehingga jaringan di sekitarnya tidak dapat melaksanakan fungsi
sebagaimana mestinya dan penyakit ini dapat terjadi berulang.
Kanker rahim adalah penyakit kanker yang menyerang rahim dengan pembelahan sel
yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan yang
bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ketempat yang jauh (metastasis) (Wuto, 2008
dalam Padila, 2012).
Kanker leher rahim sering juga disebut kanker mulut rahim, merupakan salah satu
penyakit kanker yang paling banyak terjadi pada wanita (Edianto, 2006 dalam Padila, 2012).
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai
akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal
disekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997 dalam Padila, 2012).

C. ETIOLOGI

Etiologi langsung dari kanker serviks uteri masih belum diketahui. Tetapi ada beberapa

faktor ekstrinsik yang mempengaruhi insidensi kanker serviks uteri yaitu :

a. Hubungan seksual pertama kali pada usia dini (umur < 16 tahun).
b. Wanita yang melahirkan anak lebih dari 3 kali (multiparitas).
c. Jarak persalinan terlalu dekat.

4
d. Hygiene seksual yang jelek.
e. Sering berganti-ganti pasangan (multipartner sex).
f. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) tipe 16 dan 18. Penelitian menunjukkan
bahwa 10-30 % wanita pada usia 30’an tahun yang sexually active pernah
menderita infeksi HPV (termasuk infeksi pada daerah vulva). Persentase ini
semakin meningkat bila wanita tersebut memiliki banyak pasangan seksual. Pada
sebagian besar kasus, infeksi HPV berlangsung tanpa gejala dan bersifat menetap.
g. Infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV) tipe 2
h. Wanita merokok, karena hal tersebut dapat menurunkan daya tahan tubuh.
Kejadiannya berhubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diantaranya: jarang
ditemukan pada perawan, coitarche diusia sangat muda (16 tahun), multi paritas dengan jarak
persalinan terlalu dekat, sosial ekonomi rendah, higien seksual jelek, merokok, serta jarang
ditemukan pada wanita yang suaminya disirkumsisi.
Seiring dengan berkembangan biomolekuler, tampak bahwa HPV anogenital beperan
penting dalam patogenesis kanker serviks. Pada 90-95 % kanker serviks telah dibuktikan adanya
hubungan dengan HPV resiko tinggi. Pada saat ini diketahui terdapat 70 macam tipe HPV. Yang
dimaksud dengan HPV tipe “high risk” adalah HPV tipe 16,18,31, 33, 39, 45, 51, 52, 56 dan 58.
Tipe 16 dan 18 merupakan tipe HPV onkogen yang dapat menyebabkan instabilitas kromosomal,
terjadinya mutasi dalam DNA dan gangguan regulasi pertumbuhan. Sedangkan HPV tipe 6, 11,
42, 43 dan 44 disebut “low risk” yang merupakan tipe non-onkogen.

D. PATOFISIOLOGI

Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali dengan adanya


perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia tidak melibatkan seluruh
lapisan epitel serviks, yang dibagi menjadi displasia ringan, sedang dan berat. Displasia ini dapat
muncul bila ada aktivitas regresi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau
kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Displasia adalah
neoplasma serviks intraepitel (CIN). Tingkatan adalah CIN 1 (displasia ringan), CIN 2 (displasia
sedang), CIN 3 (displasia berat dan insitu).
Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun, perkembangan tersebut menjadi bentuk invasi pada
stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan

5
luka, perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif, carsinoma insitu yang diawali fase statis
dalam waktu 10 – 12 bulan berkembang menjadi bentuk invasi pada stroma serviks dengan
adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang
eksofilik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada
serviks. Para metrium dan pada akhirnya dapat meluas ke arah segmen bawah uterus dan cavum
uterus. Penyebab kanker ditentukan oleh stadium dan ukuran tumor, jenis histologik dan ada
tidaknya invasi ke pembuluh darah, anemis, hipertensi dan adanya demam.

E. MANIFESTASI KLINIS

Pada tahap awal terjadinya kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus. Biasanya timbul
gejala berupa ketidakteraturan siklus haid (irregularitas), amenorrhe, hiperamenorrhe, juga
adanya pengeluaran sekret vagina yang sering atau perdarahan intermenstrual dan pada post
koitus dan latihan berat. Perdarahan yang khas terjadi pada penyakit yaitu darah yang keluar
berbentuk makoid.
Nyeri dirasakan dapat menjalar ke ekstremitas bagian bawah dari daerah lumbal. Pada tahap
lanjut gejala yang mungkin dan bisa timbul lebih bervariasi. Sekret dari vagina berwarna kuning,
berbau, dan terjadinya instansi vagina serta mukosa vulva. Perdarahan pervagina akan semakin
sering terjadi pada nyeri semakin progresif.
Pada tahap yang lebih lanjut dapat terjadi komplikasi vistulvesika vagina. Sehingga urine dan
faeces dapat keluar melalui vagina. Gejala lain yang dapat terjadi adalah nausea, muntah,
demam, dan anemia.
a. Perdarahan
Sifatnya dapat intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang perdarahan baru
terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis intraservikal perdarahan terjadi lambat.
b. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebelum ada perdarahan. Pada
stadium lanjut perdarahandan keputihan lebih banyakdisertai infeksi sehingga cairan yang
keluar berbau (Padila, 2012).
Tanda dan Gejala kanker servik menurut Dedeh Sri Rahayu tahun 2015:
a. Keputihan, makin lama makin berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh. Terkadang
bercampur darah.
b. Perdarahan kontak setelah senggama merupakan gejala servik 70-85%.

6
c. Perdarahan spontan: perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah dan
semakin lam semakin sering terjadi.
d. Perdarahan pada wanita menopause
e. Anemia
f. Gagal ginjal sebagai efek dari infiltrasi sel tumor ke ureter yang menyebabkan obstruksi
total
g. Nyeri
1) Rasa nyeri saat berhubungan seksual, kesulitan atau nyeri dalam berkemih, nyeri di
daerah di sekitar panggul.
2) Bila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka akan terjadi pembengkakan di
berbagai anggota tubuh seperti betis, paha, dan sebagainya.
Menurut Ricci (2009), tersangka kanker serviks stadium lanjut antara lain
a. Nyeri panggul,
b. Nyeri pinggul,
c. Nyeri kaki,
d. Penurunan berat badan,
e. Anoreksia,
f. Kelemahan dan kelelahan,
(Dedeh Sri Rahayu,2015)
Menurut Rubina Mukhtar tahun 2015 menyatakan bahwa tanda dan gejala Ca. Serviks
adalah perdarahan vagina abnormal seperti pendarahan pasca menopause, menstruasi tidak
teratur, menstruasi berat, metrorhagia menyakitkan, atau perdarahan postcoital. Keputihan
abnormal adalah keluhan utama dari sekitar 10% dari pasien; debit mungkin berair, bernanah,
atau berlendir. Gejala panggul atau nyeri perut dan saluran kencing atau rektum terjadi dalam
kasus-kasus lanjutan. Nyeri panggul mungkin hasil dari loco penyakit regional invasif atau
dari penyakit radang panggul hidup berdampingan.

F. KLASIFIKASI
Mikroskopis
1. Displasia

7
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis. Displasia berat terjadi pada
dua pertiga epidermi hampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma insitu.
2. Stadium Karsinoma Insitu

Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis menjadi
karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang tumbuh di daerah ektoserviks, peralihan sel
skuamosa kolumnar dan sel cadangan endoserviks.
3. Stadium Karsinoma Mikroinvasif

Pada karsinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel meningkat


juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5mm dari
membrana basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada skrining kanker.
4. Stadium Karsinoma Invasif

Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan bentuk sel
bervariasi. Pertumbuhan invasif muncul diarea bibir posterior atau anterior serviks dan meluas
ketiga jurusan yaitu jurusan formiks posterior atau anterior, jurusan parametrium dan korpus
uteri.
5. Bentuk Kelainan Dalam Pertumbuhan Karsinoma Serviks

Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tunbuh kearah vagina dan dapat mengisi
setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk pertumbuhan ini mudah nekrosis
dan perdarahan.
Pertumbuhan endofilik, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambat laun lesi berubah
bentuk menjadi ulkus (Padila, 2012).
Makroskopik
1. Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servitis kronik biasa
2. Stadium permulaan
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum
3. Stadium setengah lanjut
Tengah mengalami sebagian besar atau seluruh bibir porsio
4. Stadium lanjut

8
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus dengan
jaringan yang rapuh dan mudah berdarah (Padila, 2012).
Klasifikasi Ca Serviks berdasarkan Tingkat Keparahannya

1. Stage 0: Ca. Pre invasive


2. Stage 1: Ca. Terdapat pada serviks
3. Stage Ia: disertai inbasi dari stroma yang hanya diketahui secara hispatologi
4. Stage Ib: semua kasus lainnya dari stage I
5. Stage II: sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai kepanggul telah mengenai
dinding vagina. Tapi tidak melebihi dua pertiga bagian proksimal
6. Stage III: sudah sampai dinding panggula dan sepertiga bagian bawah vagina
7. Stage IIIb : sudah mengenai organ-organ lain (Padila, 2012).

9
Stadium kanker serviks menurut FIGO 2000

G. PATOLOGI

Karsinoma serviks timbul dibatasi antara epitel yang melapisi ektoserviks (portio) dan

endoserviks kanalis serviks yang disebut skuamo kolumnar junction (SCJ). Pada wanita muda

SCJ terletak diluar OUE, sedang pada wanita diatas 35 tahun, didalam kanalis serviks.

Tumor dapat tumbuh:

10
1. Eksofitik.
Mulai dari SCJ kearah lumen vagina sebagai massa proliferatif yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis.
2 Endofitik.
Mulai dari SCJ tumbuh kedalam stroma serviks dan cenderung infitratif membentuk ulkus
3. Ulseratif.
Mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan pelvis dengan melibatkan fornices
vagina untuk menjadi ulkus yang luas. Serviks normal secara alami mengalami metaplasi/erosi
akibat saling desak kedua jenis epitel yang melapisinya. Dengan masuknya mutagen, portio yang
erosif (metaplasia skuamos) yang semula faali berubah menjadi patologik (diplatik-diskariotik)
melalui tingkatan NIS-I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasive. Sekali
menjadi mikroinvasive, proses keganasan akan berjalan terus.

Gambar 2. Lokasi Kanker Leher Rahim

11
Gambar 3. Progresivitas Kanker Serviks

Gambar 4. Perbandingan Gambaran Serviks yang Normal dan Abnormal

H. PENYEBARAN

12
Penyebaran karsinoma serviks terjadi melalui 3 jalan yaitu perkontinuitatum ke dalam
vagina, septum rektovaginal dan dasar kandung kemih. Penyebaran secara limfogen terjadi
terutama paraservikal dalam parametrium dan stasiun-stasiun kelenjar di pelvis minor, baru
kemudian mengenai kelenjar para aortae terkena dan baru terjadi penyebaran hematogen (hepar,
tulang).
Secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah:
1. fornices dan dinding vagina
2. korpus uteri
3. parametrium dan dalam tingkatan lebih lanjut menginfiltrasi septum rektovagina dan
kandung kemih.
Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar kelenjar limfe regional melalui
ligamentum latum, kelenjar iliaka, obturator, hipogastrika, parasakral, paraaorta, dan seterusnya
ke trunkus limfatik di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru, hati, ginjal, tulang serta
otak.

I. DIAGNOSIS

Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut. Yang menjadi
masalah adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks, dilakukan
dengan deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadap lesi prakanker serviks. Kemampuan untuk
mendeteksi dini kanker serviks disertai dengan kemampuan dalam penatalaksanaan yang tepat
akan dapat menurunkan angka kematian akibat kanker serviks.
Tiga komponen utama yang saling mendukung dalam menegakkan diagnosa kanker
serviks adalah:
1. Sitologi/ Pap Smears.

Bila dilakukan dengan baik ketelitian melebihi 90%. Tes Pap sangat bermanfaat untuk
mendeteksi lesi secara dini. Sediaan sitologi harus mengandung komponen ektoserviks dan
endoserviks.
Pap smear (tes Papanicolau) adalah suatu pemeriksaan mikroskopik terhadap sel-sel yang
diperoleh dari apusan serviks. Pada pemeriksaan Pap smear, contoh sel serviks diperoleh dengan
bantuan sebuah spatula yang terbuat dari kayu atau plastik (yang dioleskan bagian luar serviks)

13
dan sebuah sikat kecil (yang dimasukkan ke dalam saluran servikal). Sel-sel serviks lalu
dioleskan pada kaca obyek lalu diberi pengawet dan dikirimkan ke laboratorium untuk
diperiksa. 24 jam sebelum menjalani Pap smear, sebaiknya tidak melakukan pencucian atau
pembilasan vagina, tidak melakukan hubungan seksual, tidak berendam dan tidak menggunakan
tampon. Pap smear sangat efektif dalam mendeteksi perubahan prekanker pada serviks.
Hasil pemeriksaan Pap smear menunjukkan stadium dari kanker serviks:
· Normal
· Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas)

· Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas)

· Karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar)

· Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke
organ tubuh lainnya).

Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidakterlihat.


Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokasinya.

Gambar 5. Pemeriksaan Pap Smear10

14
Gambar 6. Pemeriksaan Pap Smear untuk Deteksi Dini Kanker Leher Rahim
Papanicolaou test atau Pap smear adalah metode screening ginekologi, dicetuskan oleh
Georgios Papanikolaou, untuk menemukan proses-proses premalignant dan malignant di
ectocervix, dan infeksi dalam endocervix dan endometrium. Pap smear digunakan untuk
mendeteksi kanker rahim yang disebabkan oleh human papillomavirus atau HPV. Pemeriksaan
Pap smear sebaiknya dilakukan pada orang yang telah melakukan hubungan seksual pertama kali
dan pada gadis sekitar usia 25-30 tahun.
Persiapan penderita :
a. Wanita diberi tahu untuk menghindari obat-obatan yang dimasukan dalam vagina
b. Pencucian (irigasi) vagina
c. Koitus dalam waktu 24 jam sebelum pemeriksaan
Peralatan yang dipergunakan dalam pemeriksaan Pap Smear antara lain :
a. Spekulum cocor bebek (Graeve’s)
b. Spatula Ayre
c. Lidi kapas atau cyto brush
d. Gelas objek
e. Alkohol 95 % untuk fiksasi atau semprot fiksatif yang dijual komersial
Cara pemeriksaan Pap Smear adalah sebagai berikut :
a. Lakukan pemeriksaan dengan inspekulo untuk melihat portio.

15
b. Lakukan pengambilan epitel dengan menggunakan spatula Ayre atau Cyto brush.
c. Buat apusan pada objek glass.
d. Lakukan fiksasi dengan menggunakan alcohol 95%.
e. Amati pada mikroskop adanya keganasan pada epitel.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan kapan saja, kecuali sedang haid . Hambatan lain untuk
pelaksanaan pap smear sebagai program skriming adalah teknik yang kurang praktis oleh karena
hanya bisa dikerjakan oleh tenaga-tenaga terlatih, interprestasi hasil memerlukan waktu yang
lebih lama, dan biaya pemeriksaan yang cukup tinggi.
Prosedur pemeriksaan pap smear ini juga sangat panjang dan kompleks. Sediaan yang
telah diambil dan difiksasi tersebut, kemudian diseleksi oleh skriner apakah memenuhi syarat
atau tidak. Setelah itu, dilakukan proses pengecatan oleh tenaga terlatih dan kemudian dibaca
oleh ahli sitologi. Bila hasil pembacaan menunjukkan tanda-tanda lesi pra kanker atau kanker
invasif, barulah kemudian dilakukan pemeriksaan kolposkopi dan pemeriksaan penunjang
lainnya. Dengan prosedur yang kompleks ini mengakibatkan pemeriksaan menjadi mahal. Selain
itu sarana yang digunakan, seperti cytobrush tidak terlalu tersedia.
Table of Pap’s Smear Classes (Previous System and Bethesda System)
Pap Classes Description Bethesda 2001
I Normal Normal and variants
II Reactive Changes Reactive Changes
Atypia ASC, ASG
Koilocytosis Low Grade SIL
III CIN I Mild dysplasia Low Grade SIL
III CIN II Moderate dysplasia High Grade SIL
III CIN III Severe dysplasia High grade SIL
IV Ca in situ High grade SIL
V Invasive Microinvasion

16
Gambaran grading berdasarkan tes Pap’s Smear

New Bethesda System Clasification


a. Low-grade squamous lntraepithelial lesion (low-grade SIL)
1. Cellular changes associated with HPV
2. Mild (slight) dysplasia/CIN 1
b. High-grade squamous intraepithelial lesion (high-grade SIL)"
1. Moderate dysplasia/CIN II
2. Severe dysplasia/CIN III
3. carcinoma in situ/CIN III
c. Atypical Squamous Cells (ASC)
1. Unspecified (ASC-US)-includes uspecified and favor benign/inflammation
2. Cannot exclude HSIL (ASC-H)
d. Atypical Glandular Cells of Uncertian Significance (AGC) AGC is broken down into
favoring endocervical, endometrial, or not otherwise specified origin or endocervical
adenocarcinoma in situ (AIS)
1. Unspecified (AGC-US)
2. Atypical glandular cells, favor neoplastic (AGC-H)
( Kumar, 2002 ).

17
CIN (Cervical Intra-epithellia neoplasma)

Pertumbuhan sel abnormal pada permukaan serviks. Dikategorikan dari nomor 1 sampai
3 untuk menggambarkan sel abnormal dan jumlah jaringan serviks yang terlibat

Serviks uteri dilapisi oleh epitel columner simpleks disertai dengan kelenjar serviks yang
akan mengeluarkan sekresi sejalan dengan siklus menstruasi. Pada bagian atas bawah serviks
uteri dan bagian atas vagina dilapisi oleh epitel skuamos kompleks non keratin, daerah
perbatasan ini dinamakan squamo-columnar junction

Gambar serviks normal


Pada dysplasia serviks terdapat pertumbuhan sel yang kurang terorganisasi. Pada CIN 1
(mild dysplasia) hanya beberapa sel yang abnormal. Sedangkan pada CIN II, moderate dysplasia,
sel abnormal sekitar setengah dari ketebalan serviks

Gambar CIN II

18
Karsinoma in situ atau severe dysplasia (CIN III) seluruh sel mengalami kelainan, tetapi
sel abnormal tidak melewati membrane basalis. Apabila keadaan ini tidak diperbaiki akan
mengalami perubahan menjadi karsinoma yang invasive

Gambar CIN III

Gambar Invasive Cancer

Screening Displasia Serviks


Umumnya ditemukan sel abnormal pada pemeriksaan Pap Smear. Lalu untuk
memastikan penyebab dysplasia atau daerah abnormal dapat digunakan kolposkop.
2. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena dapat mengikal yodium.
Jika porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan berwarna coklat tua, sedang
yang terkena karsinoma tidak berwarna.

19
3. Koloskopi
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkop, yaitu suatu alat seperti
mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya di dalamnya. Pemeriksaan kolposkopi
merupakan pemeriksaan standar bila ditemukan pap smear yang abnormal. Pemeriksaan dengan
kolposkopi, merupakan pemeriksaan dengan pembesaran, melihat kelainan epitel serviks,
pembuluh darah setelah pemberian asam asetat. Pemeriksaan kolposkopi tidak hanya terbatas
pada serviks, tetapi pemeriksaan meliputi vulva dan vagina. Tujuan pemeriksaan kolposkopi
bukan untuk membuat diagnosa histologik, tetapi untuk menentukan kapan dan dimana biopsi
harus dilakukan.
Kolposkop :Alat untuk melihat cerviks dengan lampu dan dibesarkan 10 – 40 kali. Serviks
mula – mula dibersihkan dengan kapas, kemudian dengan acidum aceticum 3 % hasil
pemeriksaan kalposkopi dapat sebagai berikut :
a. Benigna
1. Epitel gepeng yang normal.
2. Ectodi
3. Zone transforman
4. Perubahan peradangan
b. Suspek
1. Lekoplakia
2. Punctation : Daerah bertitik merah
3. Papillary punctation
4. Mozaik
5. Transformasi yang atypis
Keuntungan : Dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah melakukan
biopsi.
Kelemahan : Hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu portio, selain kelainan
pada skuamous columner dan intraservikal tidak terlihat.

20
Gambar 7. Colposcopy Untuk Mengambil Jaringan yang Abnormal
a. Kegunaan : pemeriksaan kolposkopi bukan untuk membuat diagnosis histologik
tetapi menentukan kapan dan di mana biopsi harus dilakukan.
b. Indikasi : uji skrining positif. Misalnya sitologi HPV atau IVA positif
c. Penilaian : kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan vaskular serviks yang
mencerminkan perubahan biokimia dan perubahan metabolik yang terjadi di
jaringan serviks
d. Karateristik temuannya adalah perubahan epitel acethowhite pada serviks setelah
pulasan asam asetat.
Diagnosis kolposkopi neoplasia serviks,dengan gambaran :
a. Intensitas white epitel
b. Batas jelas dan tebalnya permukaan
c. Vaskularisasi
d. Perubahan setelah aplikasi yodium
Prosedur pemeriksaan :
a. Pasien dalam posisi litotomi
b. Peralatan ditempatkan di meja instrument di samping kanan tempat tidur
c. Pemeriksaan dalam
d. Inspeksi vulva dan perianal
e. Memasanng speculum

21
f. Observasi secara klinis dan secara kolpokopi
g. Tes asam asetat
h. Identifikasi daerah transformasi
i. Batas dalam dan batas luar lesi
j. Kuretase endoserviks jika diperlukan
k. Tentukan daerah yang dibiopsi, bisopsi dan prosedur biopsy
l. Hemostasis
m. Mencatat penemuan kolpokopi
4. Biopsi
Biopsi dilakukan di daerah abnormal di bagian yang telah dilakukan kolposkopi. Jika
kanalis servikalis sulit dinilai, sampel diambil secara konisasi.

Gambar 8. Biopsi Kerucut pada Serviks (Leher Rahim)

5. IVA Test
Pemeriksaan IVA diperkenalkan Hinselman 1925.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
meneliti IVA di India, Muangthai, dan Zimbabwe. Ternyata efektivitasnya tidak lebih rendah
dari pada tes Pap.
IVA adalah pemeriksaan skrining kanker serviks dengan carain speksi visual pada serviks
dengan aplikasi asamasetat (IVA). Dengan metode inspeksi visual yang lebih mudah, lebih

22
sederhana, lebih mampu laksana, maka skrining dapat dilakukan dengan cakupan lebih luas,
diharapkan temuan kanker serviks dini akan bias lebih banyak.
Metodeskrining IVA mempunyai kelebihan, diantaranya..
a. Mudah, praktis dan sangat mampu laksana.
b. Butuh bahan dan alat yang sederhana dan murah
c. Sensivitas dan spesifikasitas cukup tinggi
d. Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat
dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu atau dilakukan
oleh semua tenaga medis terlatih
e. Alat-alat yang dibutuhkan dan Teknik pemeriksaan sangat sederhana.
f. Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana
Syarat ikut IVA TEST :
a. Sudah pernah melakukan hubungan seksual
b. Tidak sedang dating bulan/haid
c. Tidak sedang hamil
d. 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
Pelaksanaan skrining IVA
Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat
sebagai berikut:
a. Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisilitotomi.
b. Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisilitotomi.
c. Terdapat sumber cahaya untuk melihat servik.
d. Spekulum vagina
e. Asamasetat (3-5%)
f. Swab-lidi berkapas
g. Sarung tangan
Teknik IVA
Dengan speculum melihat serviks yang dipulas dengan asamasetat 3-5%. Pada lesipra
kanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto white epithelium
Dengan tampilnya porsio dan bercak putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA positif,
sebagai tindak lanjut dapat dilakukan biopsi. Andaikata penemuan tes IVA positif,

23
maka di beberapa Negara dapat langsung dilakukan terapi dengan cryosergury. Hal
ini tentu mengandung kelemahan-kelemahan dalam menyingkirkan lesi invasif.
Kategori pemeriksaan IVA
a. IVA negative = Serviks normal.
b. IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya
(polipserviks).
c. IVA positif = ditemukan bercakputih (aceto white epithelium). Kelompok kini yang
menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan
ini mengarah pada diagnosis Serviks-prakanker (displasia ringan-sedang-berat atau
kanker serviks in situ).
d. IVA- Kanker serviks Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium
kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker
serviks bila ditemukan masih pada stadium invasive dini.
6. Kolpomikroskopi
Pembesaran 200 kali. Sebelum dilihat dengan kolpokop diwarnai dulu dengan Maiyer
emaktocylin atau tolvidine blue. Dykaryose dan sel-sel atypis dari carcinoma dapat dilihat tidak
begitu populer.
7. Konisasi
Dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan –
kelainan yang jelas. Untuk pemeriksaan Ca diperlukan konisasi dengan pisau (Cold
Conization).

J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan karsinoma serviks dibagi berdasarkan stadium
1. Karsinoma serviks mikroinvasive
Histerektomi totalis
2. Stadium IA1
Total Abdominal Histerektomi (TAH)/Total Vaginal Histerektomi (TVH). Bila disertai
Vaginal Intra Epitelial Neoplasma (VAIN) dilakukan pengangkatan vaginal cuff.
3. Stadium IA2
Histerektomi radikal tipe 2 dan limfe adenektomi pelvis

24
4. Ca invasive
Biopsi untuk konfirmasi diagnosis
5. Stadium IB1 – IIA < 4cm
Jika mempunyai prognosis baik dapat dikontrol dengan operasi dan radio
terapi
6. Stadium IB2 – IIA > 4cm
Kemoradiasi primer
Histerektomi radikal primer + limfadenektomi + radiasi neoadjuvan
Kemoterapi neo adjuvan
7. Ca serviks stadium lanjut meliputi stadium IIB, III, IV A
Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap yaitu radiasi eksterna dilanjutkan
intrakaviter radioterapi. Terapi variasi yang sering diberikan khemoradiasi, khemoterapi
yang sering diberikan antara lain cisplatinum, pachitaxel, docetaxel, fluorourasil,
gemcitabine
8. Stadium IV B
Pengobatan yang diberikan bersifat paliatif, radioterapi paliatif yang diberikan

Radioterapi, Kemoterapi, dan Radikal Histerektomi


KEMOTERAPI
Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu
zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker.
Prinsip kerja obat kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker:
Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja terutama terhadap
sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut berproliferasi
maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif, sebaliknya semakin
lambat proliferasinya maka kepekaannya semakin rendah. Hal ini disebut Kemoresisten.
Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah:
1) Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik Anthrasiklin obat
golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-sel tersebut
tidak bisa melakukan replikasi.

25
2) Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang berakibat
menghambat sintesis DNA.
3) Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja pada
gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.
4) Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat sintesis
protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-sel kanker
tersebut.
Pola pemberian kemoterapi
1) Kemoterapi Induksi
Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel kanker,
contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau pada keganasan darah
seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan pengobatan penyelamatan.
2) Kemoterapi Adjuvan
Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau radiasi,
tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau metastase kecil
yang ada (micro metastasis).
3) Kemoterapi Primer
Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada kanker yang
bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum pengobatan yang lain misalnya bedah
atau radiasi.
4) Kemoterapi Neo-Adjuvan
Diberikan mendahului/sebelum pengobatan/tindakan yang lain seperti pembedahan atau
penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi. Tujuannya adalah untuk mengecilkan
massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih berhasil guna.
Cara pemberian obat kemoterapi
1) Intra vena (IV)
Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV pelan-pelan
sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 – 120 menit, atau dengan continous drip sekitar
24 jam dengan infusion pump upaya lebih akurat tetesannya.
2) Intra tekal (IT)

26
Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor dalam cairan
otak (liquor cerebrospinalis) antara lain Metrotexat, Ara.C.
3) Radiosensitizer, yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi, tujuannya untuk
memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara lain Fluoruoracil, Cisplastin,
Taxol, Taxotere, Hydrea.
4) Oral
Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran®, Alkeran®, Myleran®, Natulan®,
Puri-netol®, hydrea®, Tegafur®, Xeloda®, Gleevec®.
5) Subkutan dan intramuskular
Pemberian subkutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah L-Asparaginase, hal
ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian per IM juga sudah jarang
dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin.
6) Topikal
7) Intra arterial
8) Intracavity
9) Intraperitoneal/Intrapleural
Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak pada kanker
ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu diberikan kedalam
cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan pleura atau untuk
mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak , contohnya Bleocin
Tujuan pemberian kemoterapi
1) Pengobatan.
2) Mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi.
3) Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
4) Mengurangi komplikasi akibat metastase.
Efek samping kemoterapi
Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas:
1. Efek samping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul dalam 24
jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah.
2. Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan stomatitis.

27
3. Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul dalam
beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer, neuropati.
4. Efek samping yang terjadi kemudian (Late Side Effects) yang timbul dalam beberapa
bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.
Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap pemberian,
maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap penderita berbeda
walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan psikologis juga mempunyai
pengaruh bermakna.
Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala gastrointestinal, supresi sumsum
tulang, kerontokan rambut. Gejala gastrointestinal yang paling utama adalah mual, muntah,
diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual dan muntah biasanya timbul selang
beberapa lama setelah pemberian sitostatika dab berlangsung tidak melebihi 24 jam.
Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel darah putih
(leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah (anemia), supresi sumsum
tulang belakang akibat pemberian sitistatika dapat terjadi segera atau kemudian, pada supresi
sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan kadar leukosit mencapai nilai terendah pada hari
ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu diperlukan waktu sekitar 2 hari untuk menaikan kadar
laukositnya kembali. Pada supresi sumsum tulang yang terjadi kemudian penurunan kadar
leukosit terjadi dua kali yaitu pertama-tama pada minggu kedua dan pada sekitar minggu ke
empat dan kelima. Kadar leukosit kemudian naik lagi dan akan mencapai nilai mendekati normal
pada minggu keenam. Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat
mengakibatkan perdarahan yang terus-menerus/ berlabihan bila terjadi erosi pada traktus
gastrointestinal.
Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan sampai pada kebotakan. efek
samping yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah kerusakan otot jantung, sterilitas,
fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati, sklerosis kulit, reaksi anafilaksis, gangguan
syaraf, gangguan hormonal, dan perubahan genetik yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker
baru.
Kardiomiopati akibat doksorubin dan donorubisin umumnya sulit diatasi, sebagian besar
penderita meninggal karena “pump failure”, fibrosis paru umumnya irreversibel, kelainan hati
terjadi biasanya menyulitkan pemberian sitistatika selanjutnya karena banyak diantaranya yang

28
dimetabolisir dalam hati, efek samping pada kulit, saraf, uterus dan saluran kencing relatif kecil
dan lebih mudah diatasi.

RADIOTERAPI
Dalam menentukan teknik dan dosis radiasi pada pengobatan karsinoma serviks uteri
perlu dipertimbangkan faktor daya toleransi dari jaringan-jaringan di dalam rongga pelvis.
Teknik radiasi
Kombinasi antara radiasi lokal dan radiasi eksternal merupakan pilihan yang umumnya diberikan
dengan maksud:
 Radiasi lokal (intrakaviter) dapat memberikan dosis tinggi pada serviks dan korpus uteri
tetapi dosis cepat menurun pada jaringan di sekitarnya, sehingga dosis ke rektum,
sigmoid, kandung kencing dan ureter dapat dibatasi sampai batas-batas toleransi.
 Kemungkinan timbulnya metastase limfogen pada karsinoma serviks uteri cukup tinggi.
Oleh karena itu kelenjar-kelenjar dalam panggul kecil harus mendapat penyinaran juga.
Dosis radiasi lokal cepat menurun diluar uterus, sehingga dosis yang sampai pada
kelenjar limfe sangat rendah. Untuk mencapai dosis yang dapat mengamankan metastasis
kelenjar limfe ini diperlukan penyinaran luar yang dapat memberikan distribusi dosis
yang merata pada daerah yang lebih luas.
Komplikasi-komplikasi sesudah terapi radiologik antara lain:
a. Komplikasi umum
Gejala umum yang sering timbul adalah nafsu makan menurun, rasa mual, lesu, dan tidak
ada gairah kerja. Pada keadaan yang lebih berat terdapat muntah-muntah, tidak bisa
makan, lemah, sampai tidak bisa bangun dari tempat tidur. Berat ringannya gejala-gejala
sangan dipengaruhi oleh status fisik dan psikologi penderita.
b. Komplikasi lokal
Gejala-gejala yang timbul ialah gejala-gejala dari alat-alat tubuh yang terkena radiasi
secara langsung, yaitu:
 Problema koitus (pengkerutan vagina)
 Fistel radiologik
 Gejala sistitis
 Proktitis hemoragik

29
 Fibrosis daerah pelvis demikian luas terutama pada penyinaran yang luas dengan
dosis yang tinggi sehingga timbul frozen pelvis dengan kemungkinan penyempitan
vagina, rectum, kandung kencing atau ureter.
 Atropi mucosa rectum yang disertai teleangiektasi yang sewaktu-waktu bila defekasi
keras dapat menimbulkan perdarahan
 Nekrosis pada dinding vagina dengan kemungkinan timbulnya fistula rectovaginalis
atau fistula vesikovaginalis.

HISTEREKTOMI RADIKAL
Histerektomi radikal primer menguntungkan karena dapat dilakukan surgical staging.
Operasi radikal yang memerlukan waktu yang cukup lama, tidak mungkin tanpa terjadi
komplikasi. Oleh karena itu, persiapan operasi perlu dilakukan dengan cermat sehingga dapat
mengurangi komplikasi seperti lazimnya komplikasi operasi, yaitu:
 Trias pokok komplikasi (perdarahan, infeksi dan trauma tindakan operasi).
 Komplikasi emboli (kardiovaskular dan paru).
 Komplikasi lainnya

Gambar 9. Histerektomi

Emboli dan emboli paru yang berat


Faktor yang dapat menimbulkan terjadinya emboli paru, yaitu:

30
1. Operasi yang lama saat mengangkat jaringan lemak di pelvis.
2. Invasi sel karsinoma yang dapat menimbulkan emboli melalui proses “hiperkoagulasi”
Komplikasi alat perkemihan
Manipulasi yang cukup lama dan bervariasi sekitar pelvis menyebabkan kemungkinan terjadi
komplikasi alat perkemihan pada:
1. Disfungsi vesikouterina
Kejadian ini berkaitan dengan upaya penyisihan dan upaya pemotongan ligamentum
kardinale yang terlalu ke lateral dan pemotongan ligamentum sakrouterinum terlalu dekat
dengan rektum.
2. Fistula
Manipulasi yang berat di sekitar vesika urinaria
Infeksi pascaoperatif
Infeksi yang berat dapat menimbulkan komplikasi berantai, seperti:
 Sepsis meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
 Memperpanjang hospitalisasi
 Terjadi wound dehicense
 Pembentukan abses sekitar pelvis.

K. PENCEGAHAN
Ada 2 cara untuk mencegah kanker serviks:
« Mencegah terjadinya infeksi HPV
« Melakukan pemeriksaan Pap smear secara teratur .
Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker serviks secara akurat dan dengan biaya
yang tidak terlalu mahal. Akibatnya angka kematian akibat kanker serviks pun menurun sampai
lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual atau usianya telah mencapai 18
tahun, sebaiknya menjalani Pap smear secara teratur yaitu 1 kali/tahun. Jika selama 3 kali
berturut-turut menunjukkan hasil yang normal, Pap smear bisa dilakukan 1 kali/2-3tahun.
Anjuran untuk melakukan Pap smear secara teratur:
· Setiap tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun
· Setiap tahun untuk wanita yang berganti-ganti pasangan seksual atau pernah menderita
infeksi HPV atau kutil kelamin,

31
· Setiap tahun untuk wanita yang memakai pil KB.
· Setiap 2-3 tahun untuk wanita yang berusia diatas 35 tahun jika 3 kali Pap smear
berturut-turut menunjukkan hasil negatif atau untuk wanita yang telah menjalani
histerektomi bukan karena kanker.
· Sesering mungkin jika hasil Pap smear menunjukkan abnormal
· Sesering mungkin setelah penilaian dan pengobatan prekanker maupun kanker serviks.
Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kanker serviks sebaiknya:
· Anak perempuan yang berusia dibawah 18 tahun tidak melakukan hubungan seksual
jangan melakukan hubungan seksual dengan penderita kutil kelamin atau gunakan
kondom untuk mencegah penularan kutil kelamin
· Jangan berganti-ganti pasangan seksual
· Berhenti merokok.
· Pemeriksaan panggul setiap tahun (termasuk Pap smear) harus dimulai ketika seorang
wanita mulai aktif melakukan hubungan seksual atau pada usia 20 tahun. Setiap hasil
yang abnormal harus diikuti dengan pemeriksaan kolposkopi dan biopsi.

H. PROGNOSIS

Faktor-faktor yang menentukan prognosis adalah: umur, keadaan umum, tingkat klinik

keganasan, ciri histologi sel tumor, kemampuan tim penolong, dan sarana pengobatan.

Angka Ketahanan Hidup (AKH) 5 tahun menurut data internasional adalah sebagai berikut:
TINGKAT AKH-5 tahun
T1S Hampir 100 %
T1 70 – 85 %
T2 40 – 60 %
T3 30 – 40 %
T4 < 10 %

Tabel 2. Angka Ketahanan Hidup (AKH) 5 Tahun Menurut Data Internasional


Sumber: UICC/Clinical Oncology; Springer-Verlag, New York, Hiedelberg, Berlin;1973, p:218

32
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. W Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 50 tahun Suku bangsa : Indonesia
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. Lunang No. RM : 16.90.09
Tanggal masuk RS : 29 Agustus 2019

A. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis, Tanggal 29 Agustus 2019
Keluhan Utama: Nyeri di perut bagian bawah sejak 2 minggu sebelum masuk Rumah sakit.
Keluhan tambahan: keluar darah dari liang vagina, lemas, pusing
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sejak 2 minggu sebelum masuk
Rumah Sakit. Pasien merasakan keluhan nyeri di perut bagian bawah bertambah berat dari hari
ke hari. Sebelumnya pasien mengalami perdarahan dari liang vagina sejak 1 tahun sebelum
masuk Rumah Sakit. Darah keluar dari liang vagina terus-menerus setiap hari, darah yang keluar
berwarna merah segar, kadang-kadang disertai dengan lendir, dan tidak berbau. Selama
mengalami perdarahan pasien tidak mau berobat karena pasien merasa takut. 2 minggu sebelum
masuk Rumah Sakit. Pasien merasa sakit di perut bagian bawah yang semakin lama semakin
bertambah berat, nyeri dirasakan muncul tiba-tiba saja dan dirasakan terus menerus, karena itu
pasien dibawa berobat oleh keluarganya ke dokter di daerah Lunang. Pasien lalu diberi obat
tablet berwarna putih sebanyak 5 buah untuk menghentikan perdarahannya, setelah
mengkonsumsi obat tersebut pasien tidak lagi mengalami perdarahan yang keluar dari liang
vagina sampai saat ini. Selain itu pasien juga merasa tubuhnya sangat lemas dan terasa pusing,
pasien lalu dibawa oleh keluarganya ke RSUD MukoMuko.
Pasien mengaku sudah berhenti menstruasi sejak tahun 2018, setelah itu pasien tidak
pernah mengalami menstruasi. Pasien menyangkal keluhan lain seperti nafsu makan berkurang,
penurunan berat badan, mual, muntah, sesak napas dan keluhan lainnya. Pasien mengaku berat
badannya bertambah semenjak sakit. BAB dan BAK juga tidak ada keluhan.

33
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelum 1 tahun yang lalu. Pasien
mempunyai riwayat kencing manis dan sudah sempat berobat untuk kencing manisnya. Riwayat
darah tinggi, alergi makanan dan alergi obat-obatan disangkal oleh pasien. Pasien juga tidak
pernah terpapar dengan zat-zat kimia ataupun radiasi sinar-x sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mempunyai keluhan yang sama. Ibu pasien memiliki
riwayat darah tinggi.
B. PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Compos mentis
Kesan sakit : tampak sakit sedang
Tekanan Darah :140/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Suhu : 37.6 ˚C
Pernafasaan : 20 x/menit
Tinggi Badan :170 cm
Berat Badan :96 kg
Keadaan gizi : obesitas
IMT : 33,21 kg/m2
Kepala
Bentuk : Normocephali
Mata
Konjungtiva : Conjungtiva Anemis +/+
Sklera : tidak ikterik
Telinga
Inspeksi : fistel (-), massa (-), serumen (-)
Palpasi : nyeri tekan aurikular dan retroaurikular (-)
Hidung
Dorsum nasi : Perubahan bentuk (-), perubahan warna (-), udema (-), krepitasi (-)
Vestibulum nasi : Sekret (-), furunkel (-), krusta (-)

34
Kavum nasi : Lapang, polip (-)
Konkha inferior : Eutrophi, udema (-)
Mulut
Bibir : tidak kering Tonsil : T1 –T1 tenang
Faring : tidak hiperemis
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5 - 2 cm H2O.
Kelenjar Tiroid : tidak teraba membesar
Kelenjar Getah Bening
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraklavikula : tidak teraba membesar
Leher : tidak teraba membesar
Dada
Bentuk : datar, tidak cekung.
Pembuluh darah : tidak melebar.
Buah dada : simetris, tidak ada retraksi puting susu.
Paru – paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Palpasi Kiri - Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil simetris - Fremitus taktil simetris
Kanan - Tidak ada benjolan - Tidak ada benjolan
- Fremitus taktil simetris - Fremitus taktil simetris
Perkusi Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi Kiri - Suara vesikuler - Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-) - Wheezing (-), Ronki (-)
Kanan - Suara vesikuler - Suara vesikuler
- Wheezing (-), Ronki (-) - Wheezing (-),Ronki ( - )

35
Jantung
Inspeksi : Tampak pulsasi iktus cordis 1 jari medial midklavikula kiri.
Palpasi : Teraba pulsasi iktus cordis 1 jari medial midklavikula kiri.
Perkusi
Batas kanan : sela iga III-V linea parasternalis kanan.
Batas kiri : sela iga V, 1cm sebelah lateral linea midklavikula kiri.
Batas atas : sela iga III linea parasternal kiri.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni reguler, Gallop ada, Murmur tidak ada.
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, distensi (-), smiling umbilicus (-)
Auskultasi : Bising usus 3x/menit
Palpasi
Dinding perut : Supel, datar, tidak ada nyeri tekan
Hati : Tidak teraba
Limpa : Tidak teraba
Ginjal : Balotement -/-
Perkusi : Timpani, Shifting dullness negatif
Ginjal : Nyeri ketuk CVA -/-
Anggota gerak
LENGAN Kanan Kiri
Tonus Normotonus Normotonus
Massa Normal Normal
Otot Sendi Normal Normal
Gerakan Aktif Aktif
Kekuatan +5 +5
Oedem Tidak ada Tidak ada
Kelenjar getah bening lipat paha: tidak teraba membesar

Pemeriksaan Gynaecology
In speculo: Porsio endofilik, rapuh dan mudah berdarah
Vaginal toucher: Porsio berdungkul sampai ke adnexa kanan dan kiri

36
LABORATORIUM
29 Agustus 2019
Darah lengkap

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN

Hemoglobin 7,9 g/dl 11,7-15,5 g/dl

Leukosit 10.600 mm3 5000-10000/mm3

Trombosit 426.000 mm3 150000-


400000/mm3

Hematokrit 28 % 35-47 %

Kimia Darah

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


SGOT Reagen Habis u/L 3-45
SGPT Reagen Habis u/L 0-35
Protein total - g/dl 6,6-8,7 g/dl
Albumin - g/dl 3,8-5,1 g/dl
Globulin - g/dl 2,8-3,6 g/dl
Ureum 23 mg/dL 13-43
Creatinine 1.08 mg/dL 0,5-1,5

37
RESUME
Ny.W, perempuan, 50 tahun datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah sejak 2
minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Nyeri bertambah berat dari hari ke hari. Pasien sempat
mengalami perdarahan dari liang vagina sejak 1 tahun sebelum masuk Rumah Sakit. Darah
keluar terus-menerus setiap hari, berwarna merah segar, kadang disertai lendir, tidak berbau.
Pasien diberi obat tablet berwarna putih sebanyak 5 buah untuk menghentikan
perdarahannya, perdarahan berhenti setelah mengkonsumsi obat tersebut. Pasien juga merasa
tubuhnya sangat lemas dan pusing. Pasien mengaku sudah berhenti menstruasi sejak tahun
2018, setelah itu pasien tidak pernah mengalami menstruasi.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan : Compos mentis, tampak sakit sedang, Tekanan
Darah:140/90 mmHg, Nadi: 88 x/menit, Suhu: 37.6 ˚C, Pernafasaan: 20 x/menit, konjungtiva
Anemis (+/+). Pada pemeriksaan Gynaecology didapatkan: In speculo: Porsio endofilik,
rapuh dan mudah berdarah
Vaginal toucher: Porsio berdungkul sampai ke adnexa kanan dan kiri
DIAGNOSIS
- Suspek Ca Serviks stadium IIB
- Anemia sedang

Diagnosis banding
- Suspek Ca Endometrium

PEMERIKSAAN YANG DIANJURKAN


- Biopsi jaringan  pemeriksaan Patologi Anatomi
- Tumor marker

RENCANA PENGELOLAAN
Nonmedikamentosa:
- Rawat Inap
- Transfusi darah PRC
- Konsultasi Spesialis Penyakit Dalam
- Rujuk

Medikamentosa:
- IVFD RL : NaCl 0,9% : D 5% = 1:1:1 / 24 jam
- Inj. Cefotaxime 2x1 gr vial bolus IV

38
- Inj. Asam Tranexamat 3x1 ampul bolus IV
- Inj. Vitamin C 2x1 ampul bolus IV
- Inj. Neurobion 1x1 ampul bolus IV

PROGNOSIS
Ad Vitam: Dubia Ad Malam
Ad Functionam: Dubia Ad Malam
Ad sanationam: Dubia Ad Malam

FOLLOW UP SOAP
30/08/2019 31/08/2019 01/09/2019 02/09/2019

S Perdarahan Perdarahan Perdarahan Tidak ada


pervaginam (+), pervaginam (-), pervaginam (-), keluhan
nyeri perut (+), nyeri perut (-), nyeri perut (-),
lemas (+), pusing lemas (+), pusing lemas (-), pusing (-)
(+) (+)

O TD: 130/80, Nadi: TD: 120/70, Nadi: TD: 120/90, Nadi: TD: 140/90,
80 x/menit, Suhu: 84 x/menit, Suhu: 76 x/menit, Suhu: Nadi: 72 x/menit,
36oC, RR: 36oC, RR: 37,3oC, RR: Suhu: 36,7oC,
20x/menit 20x/menit 16x/menit RR: 18x/menit
Mata: CA +/+ Mata: CA +/+ Mata: CA -/- Mata: CA -/-
Abdomen: Abdomen: Abdomen: Abdomen:
Inspeksi: perut Inspeksi: perut Inspeksi: perut Inspeksi: perut
datar datar datar datar
Palpasi: supel, Palpasi: supel, Palpasi: supel, Palpasi: supel,
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Perkusi: Tymphani Perkusi: Tymphani Perkusi: Tymphani Perkusi:
Auskultasi: BU (+) Auskultasi: BU (+) Auskultasi: BU (+) Tymphani
Hasil Pemeriksaan Hasil pemeriksaan Auskultasi: BU
Laboratorium: Laboratorium: (+)
Hb: 9,6 g/dl, Hb: 11,5 g/dl,
leukosit: 9600, leukosit: 12000,
trombosit: 389000, trombosit: 391000,
hematokrit: 32% hematokrit: 37%

Hasil pemeriksaan
USG abdomen:
Diameter uterus
131x 65,1x 82,1
mm
Bagian tengah
uterus lebih
hipoechoic
A Suspek Ca serviks Suspek Ca serviks Suspek Ca serviks Suspek Ca
stadium II B stadium II B stadium II B serviks stadium
dengan anemia dengan anemia dengan anemia II B dengan

39
sedang sedang sedang dengan anemia sedang
Dd/: Ca Dd/: Ca perbaikan dengan
endometrium endometrium Dd/: Ca perbaikan
endometrium Dd/: Ca
endometrium

P - IVFD RL : NaCl - IVFD RL : NaCl - IVFD RL : NaCl - IVFD RL :


0,9% : D 5% = 0,9% : D 5% = 0,9% : D 5% = NaCl 0,9% : D
1:1:1 / 24 jam 1:1:1 / 24 jam 1:1:1 / 24 jam 5% = 1:1:1 /
- Inj. Cefotaxime - Inj. Cefotaxime - Inj. Cefotaxime 24 jam
2x1 gr vial bolus 2x1 gr vial bolus 2x1 gr vial bolus - Inj.
IV IV IV Cefotaxime
- Inj.Asam - Inj.Asam - Inj.Asam 2x1 gr vial
Tranexamat 3x1 Tranexamat 3x1 Tranexamat 3x1 bolus IV
ampul bolus IV ampul bolus IV ampul bolus IV - Inj.Asam
- Inj. Vitamin C - Inj. Vitamin C - Inj. Vitamin C Tranexamat
2x1 ampul bolus 2x1 ampul bolus 2x1 ampul bolus 3x1 ampul
IV IV IV bolus IV
- Inj. Neurobion - Inj. Neurobion - Inj. Neurobion - Inj. Vitamin C
1x1 ampul bolus 1x1 ampul bolus 1x1 ampul bolus 2x1 ampul
IV IV IV bolus IV
- Ciprofloxacin - Ciprofloxacin - Ciprofloxacin - Inj. Neurobion
3x500 mg oral 3x500 mg 3x500 mg oral 1x1 ampul
- Transfusi WB - Transfusi WB bolus IV
dan PRC dan PRC - Ciprofloxacin
- Periksa tumor 3x500 mg oral
marker: Ca-125

03/09/2019

S Keluhan tidak ada

O TD: 120/90, Nadi:


80 x/menit, Suhu:
37,3oC, RR:
20x/menit
Mata: CA -/-
Abdomen:
Inspeksi: perut
datar
Palpasi: supel,
Nyeri tekan (-)
Perkusi:
Tymphani
Auskultasi: BU
(+)

Hasil Ca-125: (+)

40
A Ca serviks
stadium II B
dengan anemia
sedang
Dd/: Ca
endometrium

P - Aff infus
- Imunos 1x1
tablet per oral
- Neurobion 1x1
tablet per oral
- Ironyl 1x1
tablet per oral.
- Os dianjurkan
Kemoterapi dan
Radioterapi
Tetapi Os
Menolak.

41
BAB IV
KESIMPULAN

Karsinoma serviks yang tidak dapat diobati atau tidak memberikan respons terhadap
pengobatan 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang
menjalani histerektomi dan memiliki rasio tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi
karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah histerektomi radikal,
terjadinya 80% rekurensi dalam 2 tahun.

42
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Definition Cervical Dysplasia. Diunduh pada


http://www.cancer.gov/dictionary/?CdrID=44899 tanggal 5 November 2010

2. Arif Mansjoer dkk.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3 , Jilid 1. EGC : Jakarta

3. Aziz, M.farid .Buku Acuan ONKOLOGI GINEKOLOGI . Edisi 4 Cetakan 1. 2006.


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo (BP-SP)

4. Eroschenko, Victor. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional. Edisi
9. Jakarta: EGC

5. Kumar, Robins.2002. Ovarium dalam Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta: EGC.

6. Liewellyn, Derek dan Jones. 2001. Dasar-Dasar Obstetri dan Ginekologi. Edisi 6.
Jakarta: EGC.

7. Mardjikoen Praswoto. Tumor Ganas Alat Genital. Dalam Ilmu Kandungan ed.2.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo. Jakarta, 1999; 14:380-390.

8. Mochtar, Rustam. 1989 . Synopsis obstetric. Jakarta : EGC

9. Prawirohardjo,Sarwono. 2008 .Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo.

10. Rasad S. 2005 .Radiologi Diagnostik Edisi Kedua, editor: ekayuda I. Jakarta: FKUI.

11. Rivlin, E, M.2000. Obstetrics and gynecologi, 5 th.Ed.Lippincott Williams & Wilkins
p. http://www.askep-askeb.cz.cc/2010/01/kanker-serviks.html

12. Anonim, Harapan Baru Vaksin Kanker Serviks. 2007. didapatkan dari
http://www.The Home of Urogyn Indonesia - Various Info.htm/. diakses tanggal 2
oktober 2007.
13. Wiknjosastro H. Karsinoma Serviks Uterus. Dalam : Wiknjosastro H. Ilmu
Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta : 1999,380-388
14. Mansjoer A dkk. Kanker Serviks. Dalam : Mansjoer A dkk. Kapita Selekta
Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta; 2001, 379-381.

43
15. Sjamsuddin S. Pencegahan dan deteksi dini kanker serviks. Cermin Dunia Kedokteran
2001;133;9-14.
16. Agustria ZS. Penuntun pelaksanaan praktis kanker ginekologi. Palembang, 2004;20-
26
17. Kaufman RH. Adam E. Vonka V. Human papilloma virus infection and cervikal
carcinoma. Clin obstet gynecol 2002;43:363-80
18. Bosman FT, Wagener DJ, et al. Tumor alat kelamin wanita. Dalam : Bosman FT,
Wagener DJ, et al. Onkologi. Edisi kelima. Yogyakarta : 1996;494-507.
19. Aziz, M. F, Kemoterapi pada kanker serviks. Dalam : Indones J Obstet Gynecol
20(3):Jakarta 1996, 186-192.

44

Anda mungkin juga menyukai