PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pecahnya selaput ketuban merupakan bagian integral dari proses kelahiran
pengelolaan PPROM jauh lebih panjang dan meliputi keluarga dan tim medis untuk
merawat kehamilan, termasuk tim medis neonatal dan ibu. PPROM harus dirawat di
mana fasilitas NICU tersedia karena kebanyakan ibu dengan PPROM melahirkan
setelah satu minggu ketubannya pecah sehingga transfer ibu hamil ke fasilitas yang
berkualitas sangat mendesak dan harus difasilitasi segera setelah diagnosis
ditegakkan.
Sindrom distress pernafasan adalah komplikasi yang paling umum terjadi
pada bayi yang lahir prematur. Morbiditas perinatal serius yang dapat menyebabkan
gejala sisa jangka panjang atau kematian yang umum ketika PROM menyebabkan
kelahiran prematur. Morbiditas neonatal akut seperti necrotizing enterocolitis,
perdarahan intraventricular (IVH), dan sepsis sering mempersulit kelahiran prematur
awal tetapi relatif jarang pada waktu awal. Telah ditetapkan bahwa kelahiran
prematur merupakan faktor resiko yang signifikan untuk jangka panjang gejala sisa
seperti penyakit paru-paru kronis, gangguan neurosensorik, cerebral palsy dan
keterlambatan perkembangan. Infeksi perinatal juga telah dikaitkan dengan
komplikasi neurologis. Cerebral palsy dan periventrikular leukomalacia telah
dikaitkan dengan amnionitis, yang umumnya terlihat pada PPROM.
Dengan terapi yang tepat dan manajemen konservatif, sekitar 50% dari
seluruh kehamilan dengan PPROM mengalami persalinan 1 minggu setelah ketuban
pecah. Dengan demikian sangat sedikit wanita hamil dengan PPROM mengalami
persalinan lebih dari 3-4 minggu setelah ketuban pecah. Penutupan secara spontan
dari selaput ketuban sangat jarang sekali terjadi (<10% dari semua kasus). Ada
beberapa kontroversi mengenai pendekatan medis yang terbaik untuk wanita hamil
dengan PPROM meliputi pilihan terapi dan perawatan yang tepat agar resiko
maternal dapat diminimalisir dan meningkatkan keuntungan bagi bayi yang akan
dilahirkan serta mengurangi sisi negatif dari prematuritasnya.
Oleh karena itu berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik melakukan
pembahasan mengenai kasus ketuban pecah dini yang terjadi di Rumah Sakit Saiful
Anwar Malang.
1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menegakkan diagnosa ketuban pecah dini preterm pada
2.
3.
4.
5.
pasien ini?
Apa etiologi ketuban pecah dini preterm pada pasien ini?
Apa saja faktor resiko ketuban pecah dini preterm pada pasien ini?
Apakah ada tanda-tanda infeksi intrauterin pada kasus ini?
Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan ketuban pecah dini preterm
pada pasien ini?
1.3
Tujuan Penulisan
1. Mengetahui cara menegakkan diagnosa ketuban pecah dini preterm pada
pasien ini.
2. Mengetahui etiologi ketuban pecah dini preterm pada pasien ini.
3. Mengetahui apa saja faktor resiko ketuban pecah dini preterm pada pasien
ini.
4. Mengetahui apakah ada tanda-tanda infeksi intrauterine pada kasus ini.
5. Mengetahui penatalaksanaan pasien dengan ketuban pecah dini preterm
pada pasien ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Ketuban Pecah Dini (KPD) atau spontaneous/early/premature rupture of the
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multi para kurang dari 5 cm dan
dalam 1 jam tidak diikuti tanda-tanda inpartu. Ketuban Pecah Dini Preterm atau
Preterm Premature Rupture of the Membran (PPROM) adalah pecahnya ketuban
sebelum usia kehamilan mencapai 37 minggu (Soewarto, 2010; Parry, 2006; Gibbs
2003).
2.2
2.2.1
mengandung pembuluh darah maupun saraf, sehingga nutrisi disuplai melalui cairan
amnion. Lapisan paling dalam dan terdekat pada fetus ialah epitel amniotik. Epitel
amniotik ini mensekresikan kolagen tipe III dan IV serta glikoprotein non kolagen
(laminin, nidogen dan fibronectin) dari membrana basalis, lapisan amnion di
sebelahnya (Gjoni, 2006; Widjanarko, 2009).
Lapisan kompakta jaringan konektif yang melekat pada membrana basalis ini
membentuk skeleton fibrosa dari amnion. Kolagen dari lapisan kompakta
disekresikan oleh sel mesenkim dari lapisan fibroblast. Kolagen interstitial (tipe I dan
III) mendominasi dan membentuk parallel bundles yang mempertahankan integritas
mekanik amnion. Kolagen tipe V dan VI membentuk koneksi filamentosa antara
kolagen interstitial dan membrane basalis epithelial. Tidak ada interposisi dari materi
yang menyusun fibril kolagen pada jaringan konektif amniotik sehingga amnion
dapat mempertahankan tensile strength selama stadium akhir kehamilan normal
(Gjoni, 2006; Widjanarko, 2009).
Lapisan fibroblast merupakan lapisan amniotik yang paling tebal terdiri dari
sel mesenkim dan makrofag di antara matriks seluler. Kolagen pada lapisan ini
membentuk jaringan longgar dari glikoprotein non kolagenosa. Lapisan intermediate
(spongy layer atau zona spongiosa) terletak di antara amnion dan korion. Lapisan ini
banyak mengandung hydrated proteoglycan dan glikoprotein yang memberikan sifat
spongy pada gambaran histologi. Lapisan ini juga mengandung nonfibrillar
meshwork yang sebagian besar terdiri dari kolagen tipe III. Lapisan intermediate ini
mengabsorbsi stres fisik yang terjadi (Gjoni, 2006; Widjanarko, 2009).
Walaupun korion lebih tebal dari amnion, amnion memiliki tensile strength
yang lebih besar. Korion terdiri dari membran epithelial tipikal dengan polaritas
langsung menuju desidua maternal. Pada proses kehamilan, vili trofoblastik di antara
lapisan korionik dari membrana fetal mengalami regresi. Di bawah lapisan
sitotrofoblas (dekat janin) merupakan membrana basalis dan jaringan konektif
korionik yang kaya akan serat kolagen. Membran fetal memperlihatkan variasi
regional. Walaupun tidak ada bukti yang menunjukan adanya titik lemah di mana
membran akan pecah, observasi harus dilakukan untuk menghindari terjadinya
perubahan struktur dan komposisi membran yang memicu terjadinya ketuban pecah
dini (Gjoni, 2006).
2.2.2
Cairan Amnion
Mulamula ruangan amnion merupakan rongga kecil saja, tapi kemudian
mengelilingi seluruh janin. Akhirnya amnion merapat pada korion dan melekat
dengannya. Ruangan amnion berisi air ketuban. Amnion ikut membentuk selaput
janin yang terdiri dari lapisan amnion, mesoderm, korion dan lapisan tipis dari
desidua (Anonymous, 2011; Widjanarko 2009).
Rongga yang diliputi selaput janin disebut sebagai rongga amnion.
Di dalam ruangan ini terdapat cairan amnion (likuor amnii). Asal cairan amnion
kehamilan
aterm
pertukaran
cairan
amnion
secara
lengkap
memerlukan waktu sekitar 3 jam. Cairan amnion terdiri dari urine (hipotonik) dan
sekresi cairan paru. Absorbsi cairan amnion terjadi melalui proses menelan dan
dibuang pada amniotic chorionic interface serta ruang intervilous. Ruangan amnion
berisi 1 liter air ketuban. Terkadang jumlahnya sangat berbeda (Anonymous, 2011;
Widjanarko 2009).
10
2.3.1
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior
rapuh, bukan seluruh selaput ketuban. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan
degradasi ekstraseluler matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme
kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan selaput ketuban pecah
(Soewarto, 2010).
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dari inhibitor protease. Mendekati waktu
persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi
proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membrane janin. Aktivitas degradasi ini
semakin meningkat seiring dengan semakin dekatnya waktu persalinan (Soewarto,
2010).
2.3.2
infeksi sebelumnya. Lebih khusus, PROM disebabkan oleh rhexis atau pecah
amnion, terutama di daerah yang kontak dengan serviks uterus. Membran yang
11
dengan
mudah
bisa
menginvasi
membran.
enzim
fosfolipase,
sehingga
metabolisme
asam
arakidonat
12
2.4
Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan terjadinya
13
2.5
Faktor Resiko
Berbagai faktor resiko berhubungan dengan timbulnya PPROM. Ras kulit
hitam cenderung memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan dengan ras kulit putih.
Pasien dengan status sosio ekonomi rendah, perokok, riwayat penyakit menular
seksual, riwayat persalinan preterm sebelumnya, perdarahan pervaginam (solusio
plasenta, plasenta previa) atau distensi uteri (misal polihidramnion dan gemelli)
memiliki resiko tinggi. Tindakan prosedural seperti amniosentesis juga dapat memicu
PPROM (Medina, 2006).
Pada penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan meningkatnya MMP,
seperti periodontitis, dapat terjadi PPROM. Namun berdasarkan penelirian case
control skala besar, diantara semua faktor resiko diatas hanya ada 3 faktor utama
yang menyebabkan PPROM, yaitu riwayat melahirkan premature sebelumnya,
rwayat merokok (baik merokok sebelum kehamilan, berhenti ketika hami, dan masih
merokok ketika hamil), dan riwayat perdarahan pervaginam pada masa kehamilan
(Sowewarto, 2010; Medina, 2006; Gibb, 2003)
Faktor resiko PPROM meliputi:
1. Kehamilan multipel:
a. Kembar dua : 50%
b. Kembar tiga : 90%
2. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
3. Perdarahan pervaginam
4. pH vagina di atas 4,5
5. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
6. Flora vagina abnormal
7. Fibronektin >50 ng/ml
14
penyakit
sistemik,
patologi
organ
reproduksi
atau
pelvis,
subklinik,
korioamnionitis
klinik,
inkompetensia
serviks,
15
2.6
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis utama dari PPROM adalah amenorrhoe, yang pada
sebagian kasus diikuti dengan nyeri pelvis bagian bawah (35%) dan peningkatan
sekresi secket vagina (30%) (Gjoni, 2006).
Setelah ketuban pecah dini pada kondisi term, sekitar 70% pasien akan
memulai persalinan dalam 24 jam, dan 95% dalam 72 jam. Setelah ketuban pecah
dini preterm, periode latensi dari ketuban pecah hingga persalinan menurun terbalik
dengan usia gestasional, misalnya pada kehamilan minggu ke 20 hingga ke 26, ratarata periode latensi sekitar 12 hari. Pada kehamilan minggu ke 32 hingga ke 34,
periode latensi berkisar hanya 4 hari (Mercer, 2008).
Ketuban pecah dini dapat memberikan stress oksidatif terhadap ibu dan bayi.
Peningkatan lipid peroxidation dan aktivitas proteolitik dapat terlihat dalam
eritrosit.Bayi premature memiliki pertahanan antioksidan yang lemah. Reaksi radikal
bebas pada bayi premature menunjukan tingkat lipid preoxidation yang lebih tinggi
selama
minggu
pertama
kehidupan.
Beberapa
komplikasi
pada
neonatus
16
2.7
Diagnosa
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena diagnosa
yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan bayi terlalu awal
atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada indikasinya. Sebaliknya diagnosa
yang negatif palsu berarti akan membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi
yang akan mengancam kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu
diperlukan diagnosa yang cepat dan tepat. Pada pasien hamil yang datang dengan
keluhan keluar cairan harus dipikirkan diagnosa KPD. Tujuan umum diagnostik
awal adalah:
1. Konfirmasi diagnosa
2. Menilai keadaan janin
3. Menentukan apakah pasien dalam keadaan inpartu aktif
4. Menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi
(Soewarto, 2010; Gjoni, 2006; Jazayeri, 2006)
Tabel 2.1. Evaluasi Awal KPD Preterm
17
18
GEJALA
Temperatur
Denyut jantung ibu
Denyut jantung janin
Hitung darah putih
Hitung darah putih
Air ketuban yang
berbau
Perlunakan uterus
>37,8 oC
>100 x/menit
>169 x/menit
>15.000
>20.000
FREKUENSI (%)
100
20-80
40-70
70-90
3-10
5-22
4-25
(Gjoni, 2006)
19
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau
dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban
mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5,
dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap kuning.
Tes lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air
ketuban 7-7.5. Darah dan infeksi vagina dapat meghasilkan tes
Komplikasi
Komplikasi PPROM:
1. Persalinan prematur
PPROM merupakan penyebab pentingnya persalinan premature dan
prematuritas janin. Setelah ketuban pecah biasanya diikuti dengan
persalinan. Pada kasus ketuban pecah dini preterm biasanya 50%
persalinan akan terjadi dalam kurun waktu 24 jam
2. Infeksi fetal/neonatal
Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis
3. Infeksi maternal
Resiko terjadinya ascending infection akan lebih tinggi jika persalinan
dilakukan setelah 24 jam onset pecahnya ketuban. Infeksi pada ketuban
pecah dini preterm lebih tinggi dibandingkan ketuban pecah dini aterm.
Infeksi pada ibu biasanya adalah korioamnionitis, sementara umumnya,
korioamnionitis terjadi sebelum janin terinfeksi
4. Kompresi tali pusat/ prolaps
20
hubungan
antara
terjadinya
gawat
janin
dengan
derajat
Penatalaksanaan
Tujuan utama dari penatalaksanaan PPROM adalah keselamatan neonates
pada usia gestational ketika selaput ketuban ruptur, karena itulah penatalaksanaan
PPROM tergantung pada usia kehamilan. Penanganan berdasarkan usia kehamilan
dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Penanganan konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan:
Antibiotik (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila alergi terhadap
<32-34 minggu: Dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air
janin
Observasi tanda-tanda infeksi
Observasi kesejahteraan janin
Terminasi pada saat kehamilan mencapai usia 37 minggu (Soewarto,
2010)
32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada tanda-tanda infeksi:
o Berikan tokolitik (salbutamol)
21
janin
o Lakukan induksi setelah 24 jam (Soewarto, 2010)
32-37 minggu, ada infeksi:
o Antibiotik
o Berikan steroid (deksametason) untuk menginduksi pematangan paru
o
o
janin
Lakukan induksi persalinan
Nilai tanda-tanda infeksi
(suhu,
leukosit,
tanda-tanda
infeksi
terminasi kehamilan:
Usia kehamilan 20-24 minggu:
Survivalitas janin sangat rendah (< 20-25%), resiko infeksi sangat tinggi,
komplikasi jangka panjang sering terjadi, dan dibutuhkan follow-up yang
mahal. Pada usia kehamilan ini terminasi kehamilan sangat dianjurkan
kepada pasangan (Gjoni, 2006).
22
Angka
survivalitas
neonatus sangat
tinggi
(95%). Disarankan
untuk
Kehamilan 37 minggu
Induksi dengan oksitosin. Bila gagal, kita lakukan seksio sesaria. Dapat pula
diberikan
maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi
dan terminasi persalinan (Gjoni, 2006).
Bila skor pelvic < 5:
o Lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri
persalinan denngan seksio sesaria.
o Bila skor pelvis > 5: Induksi persalinan (Soewarto, 2010)
23
2.10
Medikasi
1. Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan mortalitas perinatal
pasca ketuban pecah dini preterm. Kortikosteroid juga menekan resiko terjadinya
sindrom distress pernafasan (2035,4%), hemoragi intraventrikular (7,515,9%),
enterokolitis nekrotikans (0,84,6%). Rekomendasi sebagian besar menggunakan
betamethason (celestone) intramuscular 12 mg setiap 24 jam selama 2 hari.
National Institute of Health merekomendasikan pemberian kortikosteroid
sebelum masa gestasi 3023 minggu, dengan asumsi viabilitas fetus dan tidak ada
infeksi intra amniotik.Pemberian kortikosteroid setelah masa gestasi 34 minggu
masih kontroversial dan tidak direkomendasikan kecuali ada bukti immaturitas paru
melalui pemeriksaan amniosentesis (Danielsson, 2009; Medina, 2006)
2. Antibiotik
Pemberian antibiotik pada pasien ketuban pecah dini dapat menekan infeksi
neonatal dan memperpanjang periode latensi. Sejumlah antibiotik yang digunakan
meliputi ampisilin 2 gram dengan kombinasi eritromisin 250 mg setiap 6 jam selama
48 jam, diikuti pemberian amoksisilin 250 mg dan eritromisin 333 mg setiap 8 jam
untuk lima hari. Pasien yang mendapat kombinasi ini dimungkinkan dapat
mempertahankan kandungan selama 3 minggu setelah penghentian pemberian
antibiotik setelah 7 hari (Medina, 2006).
3. Agen Tokolitik
Pemberian agen tokolitik diharapkan dapat memperpanjang periode latensi
namun tidak memperbaiki luaran neonatal. Tidak banyak data yang tersedia
mengenai pemakaian agen tokolitik untuk ketuban pecah dini. Pemberian agen
tokolitik jangka panjang tidak diperkenankan dan hingga kini masih menunggu hasil
penelitian lebih jauh (Medina, 2006).
24
(Medina, 2006)
Gambar 2.2 Algoritma penatalaksanaan ketuban pecah dini preterm
25
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1
Identitas Pasien
Nama Pasien
No Register
Usia
Alamat
Pekerjaan
Pendidikan terakhir
Tanggal MRS
Status obstetric
: Ny. S. A.
: 11182xx
: 30 tahun
: Jl. MT. Haryono Gg XII N/8 Lowokwaru
: Ibu rumah tangga
: 12 tahun
: 19 Juli 2011 jam 11.30 WIB.
: Wanita/30 tahun/ menikah 1x, 6 tahun/ G 3 P2002 Ab000
Subjektif
Keluhan utama : Kenceng-kenceng dan keluar cairan dari jalan lahir
18 Juli 2011 jam 16.30, pasien merasa keluar cairan dari jalan lahir disertai
kenceng-kenceng. Pada jam 17.30, pasien pergi ke RSI dan dikonsulkan ke
dengan medikasi:
IVFD RL
Inj. Gentamycin 2 x 80 mg (18.00 dan 06.00)
Profenid supp.
Inj. Dexametason 16 mg I.V (19.00)
Riwayat Persalinan:
1. Aterm/?/ Sptb/ dukun/ perempuan/ 15 tahun/ hidup
2. Aterm/2500 gram/ Sptb/ RSSA/ Laki-laki/ 12 tahun/ hidup
3. Hamil ini
Riwayat kehamilan sekarang
26
Objektif
Status interna
KU
: baik, compos mentis
TB
: 155 cm
BB
: 50 kg
TD
: 120/80
Nadi
: 88 x/menit
Tax
: 36,6 oC
Trec
: 36,8 oC
K/L
: an (-), ict (-)
Cor/pulmo
: S1S2 single murmur (-) gallop (-) / vesicular, rh (-), wh (-)
Abdomen
: BU (+) N
Ekstirimitas : edema (-) cyanosis (-)
3.3.2
Status Obstetri
TFU
: 29 cm
Letak janin
: bujur
BJA
: 12.12.11
TBJ
: 1085 gram
His
: 10.3.30
Pembukaan : 2 cm, efficement: 100%, Hodge I,
Ketuban
: jernih
Presentasi kepala, denominator UUK jam 3, UPD: dbn
3.3.3
NST normal
Baseline rate : 130 bpm
Variabilitas
: 5-10
Akselerasi
: (+)
Deselerasi
: (-)
3.3.4
Hasil laboratorium:
DL: 9600/11,8/ 35,1/ 185.000
3.4
Assesment
G3 P2002 Ab000 part 28-30 mgg T/H + Kala I fase laten + Partus prematurius +
Riwayat PPROM + Primi tua sekunder
3.5
Planning
PDx
PTx
: DL admission test
: evaluasi 6 jam lagi (18.00) pro expectative pervaginam
27
PMo
PEd
Bayi lahir hidup pada tanggal 19 Juli 2011 jam 20.09 dengan jenis kelamin
perempuan, berat badan janin 1320 gram, panjang badan 37 cm, dan Apgar
Score: 6-8
Tabel 3.5 Laporan Kemajuan Persalinan
Tgl
19-72011
Jam
Subjective
Objective
kenceng dan
keluar cairan
12.00 Kenceng-
KU baik, CM
TB 155 cm
BB 50 kg
TD 120/80
Nadi 88x/mnt
Tax 36,6oC
Trect 36,8oC
K/L ed -|- ict -|Cor/pulmo dbN
Ekstremitas ed =|
Assessment
G3P2002Ab000
part
cm,
efficement
100%, H I
Presentasi
PDx
DL
mgg
T/H
Kala
+ PTx
(18.00)
prematurius + pro
Riwayat
expectative
PPROM
+ pervaginam
= ict =|=
Primi
TFU 29 cm
sekunder
Letak janin bujur
U
BJA 12.12.11
TBJ 1085 gram
His 10.3.30/sk
Pembukaan
2
Planning
tua PMo
VS,
keluhan, DJJ,
kemajuan
persalinan
PEd
KIE
(Kemungkinan
bayi
hidup
setelah
lahir
sangat
kecil
kepala,
karena kondisi
denominator
bayi
masih sangat
dbN
NST normal:
Baseline rate:
kecil)
C
/senior
yang
28
130 bpm
Variabilitas
10
Akselerasi
Deselerasi
Hasil
: 5:+
:-
laboratorium:
DL: 9600/11,8/
35,1/ 185.000
18.00 Kencengkenceng
teratur
KU baik, CM
TB 155 cm
BB 50 kg
TD 120/80
Nadi 88x/mnt
Tax 36,6oC
Trect 36,8oC
K/L ed -|- ict -|Cor/pulmo dbN
Ekstremitas ed =|
G3P2002Ab000
part
28-30 PTx
mgg
T/H
Kala
cm,
efficement
100%, H I-II
Presentasi
::
+ evaluasi 2 jam
fase lagi
(20.00)
= ict =|=
Primi
TFU 29 cm
sekunder
Letak janin bujur
BJA 12.11.12
TBJ 1085 gram
His 10.3.30/sk
Pembukaan 4
PDx
pervaginam
+ PMo
KIE
(Kemungkinan
bayi
hidup
setelah
lahir
sangat
kecil
kepala,
karena kondisi
denominator
bayi
masih sangat
dbN
kecil)
C
/senior
yang
29
ingin
mengejan
Kenceng
kenceng
teratur
20.00 Ibu
KU baik, CM
TB 155 cm
BB 50 kg
TD 120/80
Nadi 88x/mnt
Tax 36,6oC
Trect 36,8oC
K/L ed -|- ict -|Cor/pulmo dbN
Ekstremitas ed =|
G3P2002Ab000
part
28-30 PTx
mgg
T/H
Kala
II
Partus
lengkap,
efficement 100%,
H III+, ketuban
(-)
jernih,
presentasi
kepala,
denominator
UUK jam 1, UPD
20.04
dbN
Lahir
bayi
perempuan/BB
1120 gr/37 cm/AS
6-8
.
::
Ibu
+ dipimpin
+ mengejan
PMo
keluhan, DJJ,
PPROM
+ his, kemajuan
= ict =|=
Primi
TFU 29 cm
sekunder
Letak janin bujur
BJA 12.11.12
TBJ 1085 gram
His 10.3.40/sk
Pembukaan
PDx
tua persalinan
PEd
KIE
(Kemungkinan
bayi
hidup
setelah
lahir
sangat
kecil
karena kondisi
bayi
yang
masih sangat
kecil)
C
/senior
30
BAB IV
PEMBAHASAN
Teori
Data Kasus
Penegakan diagnosis ketuban pecah Anamnesis:
o tanggal 18 Juli 2011 jam 16.30,
dini preterm diperoleh dari anamnesis,
pasien merasa keluar cairan dari
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
jalan
penunjang.
Ketuban Pecah Dini Preterm atau
Preterm Premature Rupture of the
sebelum
mencapai 37 minggu.
usia
kenceng.
HPHT: 30
disertai
kenceng-
Desember
2010,
lahir
kehamilan
Pemeriksaan Fisik:
o
Pemeriksaan
dalam:
pada
VT
Etiologi:
o
o
o
o
o
o
o
o Tes Lakmus: +
o USG: Maturasi grade I-II
Riwayat
Infeksi
saluran
kemih
31
PPROM
diduga
asenden
dari
adalah
vagina
infeksi
(riwayat
dimana
pasien
tergolong
underweight
Faktor resiko:
o
o
o
o
o
o
o
o
Kehamilan multipel
Riwayat
persalinan
preterm
o
o
sebelumnya
o
Perdarahan pervaginam
o
pH vagina di atas 4,5
Kelainan atau kerusakan selaput
o
ketuban
Flora vagina abnormal
Fibronektin >50 ng/ml
Kadar
CRH
(corticotrophin
dini
misalnya
pada
stress
persalinan preterm
Inkompetensi serviks (leher rahim)
Polihidramnion (cairan ketuban
berlebih)
Riwayat
o
o
sebelumnya
Trauma
Serviks tipis/kurang dari 39 mm,
ketuban
pecah
dini
Temperatur : >37,8oC
Denyut jantung ibu: >100x/menit
Denyut jantung janin: >169x/menit
Hitung sel darah putih: >15.000
o
o
o
Temperatur :
Tax: 36,6oC, Trec: 36,8oC
Denyut jantung ibu : 88x/menit
Denyut jantung janin: 130 dengan
32
o
o
o
o
o
variabilitas 5-10.
Hitung sel darah putih: 9600
Air ketuban tidak berbau
Perlunakan uterus : -
Antibiotik
mg
atau
alergi
(ampisilin
4x500
eritromisin
terhadap
selama 7 hari
Metronidazol
bila
ampisilin)
2x500
mg
selama 7 hari
Jika usia kehamilan:
minggu:
Dirawat
sampai
air
dan
follow
antibiotik
steroid
untuk
up.
profilaksis
maturasi
aktif
karena
inpartu:
3.4 His
adanya
dibandingkan
dengan
tanda-tanda
: 10.3.30 (ibu
<32-34
keluar,
33
ke
kesehatan lainnya.
pusat
34
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
o Ketuban Pecah Dini Preterm atau Preterm Premature Rupture of the
Membran (PPROM) adalah pecahnya ketuban sebelum usia kehamilan
mencapai 37 minggu. Pada kasus ini PPROM ditegakkan berdasarkan
anamnesa tentang adanya riwayat kenceng-kenceng dan keluar cairan
ketuban serta didukung dari pemeriksaan fisik yang menunjukkan adanya
cairan ketuban dan pemeriksaan penunjang yaitu tes lakmus yang positif.
o Dalam kasus ini factor penyebab dari PPROM lebih mengarah pada factor
social ekonomi dan factor gizi.
o Pada kasus ini dilakukan penanganan aktif yaitu berupa terminasi kehamilan
karena adanya tanda-tanda inpartu yaitu adanya kontraksi His yang semakin
sering dan lama serta diikuti pembukaan dan dilatasi dari serviks.
5.2 Saran
o