Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN CA SERVIKS

1. DEFINISI
Kanker rahim adalah penyakit kanker yang menyerang rahim dengan pembelahan sel
yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan yang
bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ketempat yang jauh (metastasis) (Wuto,
2008 dalam Padila, 2012).
Kanker leher rahim sering juga disebut kanker mulut rahim, merupakan salah satu
penyakit kanker yang paling banyak terjadi pada wanita (Edianto, 2006 dalam Padila,
2012).
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai
akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan
normal disekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997 dalam Padila, 2012).

2. KLASIFIKASI
Mikroskopis
1. Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis. Displasia berat terjadi
pada dua pertiga epidermi hampir tidak dapat dibedakan dengan karsinoma insitu.
2. Stadium Karsinoma Insitu
Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis
menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang tumbuh di daerah
ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel cadangan endoserviks.
3. Stadium Karsinoma Mikroinvasif
Pada karsinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel
meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stoma
sejauh tidak lebih 5mm dari membrana basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan
hanya ditemukan pada skrining kanker.
4. Stadium Karsinoma Invasif
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan
bentuk sel bervariasi. Pertumbuhan invasif muncul diarea bibir posterior atau
anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu jurusan formiks posterior atau
anterior, jurusan parametrium dan korpus uteri.
5. Bentuk Kelainan Dalam Pertumbuhan Karsinoma Serviks
Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tunbuh kearah vagina dan dapat
mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk pertumbuhan
ini mudah nekrosis dan perdarahan.
Pertumbuhan endofilik, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambat laun lesi
berubah bentuk menjadi ulkus (Padila, 2012).

Makroskopik

1) Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servitis kronik biasa

2) Stadium permulaan
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum

3) Stadium setengah lanjut


Tengah mengalami sebagian besar atau seluruh bibir porsio

4) Stadium lanjut
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus dengan
jaringan yang rapuh dan mudah berdarah (Padila, 2012).

Klasifikasi Ca Serviks berdasarkan Tingkat Keparahannya


1. Stage 0: Ca. Pre invasive
2. Stage 1: Ca. Terdapat pada serviks
3. Stage Ia: disertai inbasi dari stroma yang hanya diketahui secara hispatologi
4. Stage Ib: semua kasus lainnya dari stage I
5. Stage II: sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai kepanggul telah
mengenai dinding vagina. Tapi tidak melebihi dua pertiga bagian proksimal
6. Stage III: sudah sampai dinding panggula dan sepertiga bagian bawah vagina
7. Stage IIIb : sudah mengenai organ-organ lain (Padila, 2012).

3. ETIOLOGI

Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan
predisposisi yang menonjol, antara lain :

1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual


Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksusal
semakin besar, mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun dianggap masih
terlalu muda.

2. Jumlah Kehamilan dan Partus


Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering
partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.
3. Jumlah Perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan bergant-ganti pasangan
mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.
4. Infeksi Virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma (HPV) atau virus
kondiloma akuminata diduga sebagai faktor penyebab kanker serviks.
5. Soal Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin
faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan
perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas
makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.
6. Hygiene dan Sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kanker serviks pada wanita yang
pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis
tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.
7. Merokok dan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR
akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi serviks yang
kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat
sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks (Padila, 2012).
8. Radioterapi dan Pap Smear
Karsinoma sel skuamosa adalah salah satu akibat tidak efektifnya radioterapi sebagai
pengobatan utama dalam kasus adenocarcinoma. Meningkatnya penggunaan tes Pap
untuk deteksi dini penyakit ini tapi masih merupakan salah satu penyebab utama
morbiditas kanker terkait di negara-negara berkembang karena kurangnya program
skrining (Rubina Mukhtar, 2015).

4. PATOFISIOLOGI

Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang
tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar
antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi
invasif adalah 3 – 20 tahun.
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya
perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul
bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau
kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka
waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang
menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di
serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke
kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan
akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini
menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh
faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat
diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga
terjadi keganasan (Brunner & Sudart, 2010)

Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo - columnar junction
(SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks
kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan dari epitel ektoserviks yaitu
epitel skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel kuboid atau kolumnar
pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia, aktivitas seksual dan
paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum, sedangkan pada
wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam kanalis serviks, Oleh karena itu pada
wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium uteri eksternum ini rentan terhadap faktor
luar berupa mutagen yang akan displasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas
seksual tinggi, SCJ terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh
prostaglandin.

Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks,
epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari cadangan
epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa disebut
proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas
metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini
maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi
tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antara
kedua SCJ ini disebut daerah transformasi.

Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu factor
penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam nukleat
virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah sehingga
menyebabkan terjadinya mutasi sel, sel yang mengalami mutasi tersebut dapat
berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut
displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat dan karsinoma
in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan
karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker. (Sjamsuhidajat,1997 dalam
rawirohardjo,2010)
5. MANIFESTASI KLINIS

a. Perdarahan
Sifatnya dapat intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang
perdarahan baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis intraservikal
perdarahan terjadi lambat.

b. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebelum ada perdarahan.


Pada stadium lanjut perdarahandan keputihan lebih banyak disertai infeksi
sehingga cairan yang keluar berbau (Padila, 2012).
Tanda dan Gejala kanker servik menurut Dedeh Sri Rahayu tahun 2015:

a. Keputihan, makin lama makin berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh.


Terkadang bercampur darah.
b. Perdarahan kontak setelah senggama merupakan gejala servik 70-85%.
c. Perdarahan spontan: perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh
darah dan semakin lam semakin sering terjadi.
d. Perdarahan pada wanita menopause
e. Anemia
f. Gagal ginjal sebagai efek dari infiltrasi sel tumor ke ureter yang
menyebabkan obstruksi total
g. Nyeri
1) Rasa nyeri saat berhubungan seksual, kesulitan atau nyeri dalam
berkemih, nyeri di daerah di sekitar panggul.
2) Bila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka akan terjadi
pembengkakan di berbagai anggota tubuh seperti betis, paha, dan
sebagainya.
Menurut Ricci (2009), tersangka kanker serviks stadium lanjut antara lain

a. Nyeri panggul,
b. Nyeri pinggul,
c. Nyeri kaki,
d. Penurunan berat badan,
e. Anoreksia,
f. Kelemahan dan kelelahan,
(Dedeh Sri Rahayu,2015)

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Sitologi/Pap Smear
Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidakterlihat.
Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokasinya.
2) Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena dapat mengikal
yodium. Jika porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan
berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.
3) Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu
dan dibesarkan 10-40 kali.
Keuntungan, dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah
untuk melakukan biopsy.
Kelemahan, hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio,
sedang kelainan pada skuamosa columnar junction dan intraservikal tidak
terlihat.
4) Kolpomikroskopi
melihat hapusan vagina (Pap Smeardengan pembesaran sampai 200 kali.
5) Biopsi
Biopsy dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
6) Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lender serviks dan
epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi
meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas
(Padila, 2012).

7. PENATALAKSANAAN
1) Irradiasi
1. Dapat dipakai untuk semua stadium
2. Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
3. Tidak menyebabkan kematian seperti operasi
2) Dosis
Penyiaran ditunjukkan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks
3) Komplikasi irradiasi
1. Kerentanan kandungan kencing
2. Diarrhea
3. Perdarahan rectal
4. Fistula vesico atau rectovaginasis
4) Operasi
1. Operasi wentheim dan limfaktomi untuk stadium I dan II
2. Operasi schauta, histerektomi vagina yang radikal
5) Kombinasi Irradiasi dan pembedahan
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan
bertambahnya vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi berikutnya
dapat mengalami kesukaran dansering menyebabkan fistula, disamping itu
juga menambah penyebaran kesistem limfe dan peredaran darah.
6) Cytostatik
Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten. 5% dari
karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi, dianggap resisten bila
8-10 minggu post terapi keadaan masih tetap sama (Padila, 2012).
7) Vaksinasi
Vaksinasi HPV dapat memiliki implikasi penting bagi peningkatan kesehatan
perempuan dan menurunkan kematian akibat kanker serviks (Rubina
Mukhtar, 2015).
8. KOMPLIKASI

Komplikasinya mencakup infark miokardium, hemoragi, sepsis,


obstruksi perkemihan, pielonefritis, CVA, pembentukan fistula (Sylvia
Anderson Price, 2005).

Nyeri pinggang mungkin merupakan gejala dari hidronefrosis, sering


dipersulit oleh pielonefritis. Nyeri siatik, kaki edema, dan hidronefrosis hampir
selalu dikaitkan dengan keterlibatan dinding panggul luas oleh tumor. Pasien
dengan tumor yang sangat canggih mungkin memiliki heamaturia atau
inkontinensia dari fistula vesikovaginal yang disebabkan oleh perluasan
langsung dari tumor kandung kemih. Kompresi eksternal dari rektum oleh
tumor primer besar dapat menyebabkan sembelit (Rubina Mukhtar, 2015).
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

1. PENGKAJIAN
a. Identitas
1) Identitas klien
2) Identitas penanggung jawab
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Perdarahan dan keputihan.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang dengan keluhan perdarahan pasca coitus dan terdapat
keputihan yang berbau tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien
atau keluarga tentang tindakan yang dilakukan untuk mengurangi gejala
dan hal yang dapat memperberat, misalnya keterlambatan keluarga untuk
memberi perawatan atau membawa ke rumah sakit dengan segera, serta
kurangnya pengetahuan keluarga.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah
mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien
pernah menderita penyakit infeksi.
4) Riwayat Keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
seperti ini atau penyakit menular lain.
c. Psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah dan
bagaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.
d. Pemeriksaan Fisik Fokus
1. Kepala
a) Rambut : bersih, tidak ada ketombe, dan tidak rontok
a. Wajah : tidak ada oedema, Ekspresi wajah ibu menahan nyeri
(meringis), Raut wajah pucat.
b) Mata : konjunctiva tidak anemis
c) Hidung : simetris, tidak ada sputum
d) Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
e) Mulut : bibir tidak kering, tidak sianosis, mukosa bibir lembab, tidak
terdapat lesi
f) Leher : tidak ada pembesaran kelenjer tiroid dan tidak ada
pembesaran kelenjer getah bening
2. Dada
a) Inspeksi : simetris
b) Perkusi : sonor seluruh lap paru
c) Palpasi : vocal fremitus simetri kana dan kiri
d) Auskultasi : vesikuler, perubahan tekanan darah
3. Cardiac
a) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
b) Palpasi : ictus cordis teraba, v Perubahan denyut nadi
c) Perkusi : pekak
d) Auskultasi : tidak ada bising
4. Abdomen
a) Inspeksi : simetris, tidak ascites, posisi tubuh menahan rasa nyeri di
daerah abdomen.
b) Palapasi : ada nyeri tekan
c) Perkusi : tympani
d) Auskultasi : bising usus normal
5. Genetalia
Inspeksi

b. Ada lesi.
c. Keluarnya cairan encer dari vagina dan berbau busuk.
d. Pendarahan yang terjadi, volume darah yang keluar.
e. Urine bercampur darah (hematuria).
Palpasi

Pembengkakan di daerah uterus yang abnormal

6. Ekstremitas dan Kulit


Tidak oedema, Kelemahan pada pasien, Keringat dingin.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Nyeri Akut berhubungan dengan pertumbuhan jaringan abnormal.
2 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual
dan muntah.
3 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan port de entrée bakteri.
4 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan paska anastesi.
5 Harga diri rendah berhubungan dengan timbulnya keputihan dan bau.
6 Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan fistula pada vagina.

b. INTERVENSI KEPERAWATAN

No SDKI SLKI SIKI


.
1. Nyeri Akut SLKI : Manajemen Nyeri
Setelah dilakukan Observasi
intervensi keperawatan - Identifikasi lokasi,
selama ...... maka tingkat
karakteristik, durasi,
nyeri menurun (L.0024)
dengan KH : kualitas, intensitas
- Kemampuan nyeri
mengenali onset nyeri - Identifikasi skala
meningkat nyeri
- Kemampuan - Identifikasi respons
mengenali penyebab nyeri non-verbal
nyeri meningkat - Identifikasi faktor
- Kemampuan yang memperberat
rasa nyeri
penggunaan tehnik
- Identifikasi
non farmakologi
pengetahuan tentang
meningkat
nyeri
- Dukungan orang
- Identiikasi pengaruh
terdekat meningkat
budaya terhadap
-
- Keluhan nyeri respon nyeri
menurun - Identifikasi
- Penggunaan analgetik pengaruh nyeri pada
menurun kualitas hidup
- Meringis menurun - Monior keberhasilan
terapi komplementer
yang sudah
diberikan
- Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik
- Berikan terapi
komplementer untuk
mengurangi rasa
nyeri (misal : TENS,
hipnosis,
akupressure, terapi
musik, biofeedback,
terapi pemijatan,
aroma terapi, tehnik
imajinasi terbimbing
kompres
hanga/dingin)
- Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat
dan tidur
Edukasi
- Ajarkan terapi
komplementer untuk
mengurangi rasa
nyeri (mis. relaksasi,
pijat, distraksi,
terapi bermain)
- Informasikan
penggunaan
analgetik
Kolaborasi
Pemberian analgetik
2. Deficit SLKI :Setelah dilakukan Manajemen Gangguan
intervensi kep selama ....
Nutrisi Makan
jam, mk status nutrisi
(L.0067) membaik dgn Obsevasi
KH :
- Monitor asupan dan
-Sikap terhadap
makanan/minuman keluarnya makanan
sesuai dengan tujuan
dan cairan serta
kesehatan meningkat
-Nafsu makan meningkat - kebutuhan kalori
Terapeutik
- Timbang berat badan
secara rutin
- Diskusikan perilaku
makanan dan jumlah
akativitas fisik
(termasuk olah raga)
yang sesuai
- Lakukan kontrak
perilaku (mis.target
berat badan,
tanggung jawab
perilaku)
- Dampingi ke kamar
mandi untuk
pengamatan perilaku
memuntahkan
kembali makanan
- Berikan penguatan
positif terhadap
keberhasilan target
dan perubahan
perilaku
- Berikan konsekuensi
jika tidak mencapai
target sesuai kontrak
- Anjurkan membuat
catatan harian tentang
perasaan dan situasi
pemicu untuk
Pengeluaran
- Rencanakan program
pengobatan untuk
perawatan di rumah
(mis. Medis,
konseling)
- Ajarkan pengaturan
diet yang baik
- Ajarkan ketrampilan
koping untuk
penyelaesaian
masalah perilaku
makan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
target berat badan,
- kebutuhan kalori dan
perilaku makan
3. Intoleransi setelah dilakukan Manajemen Energi
intervensi keperawatan
Aktifitas Observasi :
selama ….jam maka
intoleransi aktivitas - Identifikasi gangguan
meningkat (L.0085)
fungsi tubuh yang
dengan kriteria hasil :
-Kemudahandalam mengakibatkan
melakukan aktivitas
sehari-hari meningkat melelahan
-Jarak berjalan meningkat
- Monitor kelelahan
-Kekuatan tubuh bagian
atas meningkat fisik dan emosional
-Kekuatan tubuh bagian - Monitor pola dan jam
bawah
-Warna kulit membaik tidur
- Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan
selama melakukan
aktifitas
- Identifikasi
kemampuan aktifitas
yang spesifik
- Monitor respon
emosi, fisik,spiritual
dalam aktifitas
Terapeutik :
- Sediakan lingkungan
nyaman
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan
aktifitas secara
bertahap
- Gunakan latihan
rentang gerak pasif
dan atau aktif
- Berikan aktifitas
distraksi yang
menenangkan
- Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur
Edukasi :
Ajarkan strategi
koping
4. Gangguan Setelah dilakukan Manajemen Eliminasi
intervensi keperawatan
Eliminasi Urin Urin
selama .......jam maka
eleminasi urin (L.0006) - Observasi
meningkat dengan
kriteria hasil : - Identifikasi tanda
- Mengompol dan gejala retensi
menurun
atau inkontinensia
- Enuresis menurun
- Sensasi penuhpada urine
kandung kemih
- Identifikasi faktor-
menurun
- Disuria menurun faktor yang
- Anuria menurun menyebabkan
- Inkontinensia
menurun retensi atau
inkontinensia urine
- Monitor eliminasi
urin(mis.frekwensi,
konsistensi,aroma,
volume dan warna)
Terapeutik
- Anjurkan mencatat
waktu-waktu dan
haluaran berkemih
- Batasi asupan
cairan, jika perlu
- Ambil sample
urine tengah
(midstream) atau
kultur
- Anjurkan minum
yang cukup, jika
tidak ada
kontraindikasi
- Anjurkan
mengurangi
minum menjelang
tidur
Edukasi
- Ajarkan tanda dan
gejala infeksi
saluran kemih
5. Gangguan SLKI : Setelah Management Koping
Konsep Diri : dilakukan intervensi
- Mengkaji peran
HDR keperawatan
selama.......maka penyakit dalam
Gangguan Konsep diri :
kehilangan harapan
HDR menurun dengan
KH: - Mengkaji
- Menunjukkan
penampilan secara
koping yang efektif
- Menggunakan fisik
strategi koping yang
- Mengkaji selera,
efektif
- Peningkatan harga latihan dan pola
diri
tidur
- Mengkaji dukungan
lingkunga social
- Kolaborasi dengan
dokter jika
dibutuhkan
6. Resiko Infeksi Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
intervensi keperawatan
Observasi :
selama.......maka tingkat
infeksi (L.0076) - Monitor tanda dan
menurun, dengan KH:
gejala infeksi lokal
-Selera makan meningkat
-Kognitif meningkat dan sistemik
-Kemerahan menurun Terapeutik :
-Vesikel menurun
-Cairan berbau busuk - Batasi jumlah
menurun pengunjung
-Periode Malaise - Berikan perawatan
menurun
kulit pada area
-Periode Menggigil
menurun edema
-Nyeri menurun - Cuci tangan
sebelum dan
sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
- Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi :
- Ajarkan tanda dan
gelala infeksi
- Ajarkan cara
mencuci tangan
dengan benar
- Ajarkan cara
menghindari infeksi
- Anjurkan
meningkatkan
masukan asupan
nutrisi dan cairan
Kolaborasi :
- Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika perlu
- Pengontrolan
infeksi
Observasi
- Identifikasi pasien
yang mengalami
penyakit infeksi
menular

C. EVALUASI

Hasil yang diharapkan dari tindakan keperawatan adalah :

a. Mampu mengenali dan menangani anemia pencegahan terhadap terjadinya


komplikasi pendarahan.
b. Kebutuhan nutrisi dan kalori pasien tercukupi kebutuhan tubuh.
c. Melaporkan nyeri berkurang.
d. Tidak ada tanda-tanda vital infeksi.
e. Pasien bebas dari pendarahan dan hipoksis jaringan.
f. Pasien mampu mempertahankan tingkat aktivitas yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Bilotta, Kimberly A. J. 2011. Kapita Selekta Penyakit: Implikasi


Keperawatan. Jakarta: EGC.
2. Brunner & Suddart. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta:
EGC.
3. Mukhtar, Rubina., et al. 2015. Prevalence of Cervical Cancer in Developing
Country: Pakistan. US: Global Journal.
4. Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.
Yogyakarta: MediAction Publishing.
5. Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Media.
6. Prawirohardjo, sarwono, 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan bina
pustaka.

7. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta: EGC.
8. Rahayu, Dedeh Sri. 2015. Asuhan Ibu dengan Kanker Serviks. Jakarta:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai