Anda di halaman 1dari 11

1.

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI

Menurut Langhorne, Fulton, dan Otto (2011), serviks atau leher rahim adalah
sepertiga lebih rendah dari rahim atau uterus. Tubular serviks memanjang hingga ke bawah
ke bagian atas vagina. Serviks mengelilingi pembukaan disebut lubang serviks, rahim
berbentuk silinder jaringan yang menghubungkan vaginadan uterus. Serviks terbuat dari
tulang rawan yang ditutupi oleh jaringan halus, lembap, dan tebalnya sekitar 1 inci. Ada dua
bagian utama dari serviks, yaitu ektoserviks dan endiserviks.
Bagaian serviks yang dapat dilihat dari luar selama pemeriksaan ginekologi di kenal
sebagai ektoserviks. Pembuka dipusat ektoserviks, dikenal sebagai os eksternal, membuka
untuk memisahkan bagian antara uterys dan vagina. Endoserviks atau kanal endoserviks,
adala sebuah terowongan melalui serviks, dari os eksternal ke dalam uterus.
Selama masa praremaja, endoserviks terletak dibagian serviks (Langhorne, Fulton,
dan Otto, 2011). Pembatasan tumpang tindih antara endosrviks dan ektoserviks di sebut
zona transformasi. Serviks menghasilkan lendir serviks yang konsistensi atau kekentalannya
berubah selama siklus menstruasi untuk mencgah atau mempromosikan kehamilan.
Zona transformasi dari waktu ke waktu menjadi lebuh rapuh, sel-sel epitel kolumnar
digantikan dengan sel-sel epitel skuamosa. Daerah ini sangat rentan terhadap perubahan
prakanker (displasia) karena tingkat turnover yang tinggi dan tingkat pematangan sel
rendah (Rahayu, 2015).
2. DEFINISI

Kanker rahim adalah penyakit kanker yang menyerang rahim dengan pembelahan
sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang jaringan yang
bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ketempat yang jauh (metastasis) (Wuto,
2008 dalam Padila, 2012). Kanker leher rahim sering juga disebut kanker mulut rahim,
merupakan salah satu penyakit kanker yang paling banyak terjadi pada wanita (Edianto,
2006 dalam Padila, 2012). Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah
mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan
merusak jaringan normal disekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997 dalam Padila, 2012).
3. KLASIFIKASI
Mikroskopis
1. Displasia Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis. Displasia
berat terjadi pada dua pertiga epidermi hampir tidak dapat dibedakan dengan
karsinoma insitu.
2. Stadium Karsinoma Insitu Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada
seluruh lapisan epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang
tumbuh di daerah ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel cadangan
endoserviks.
3. Stadium Karsinoma Mikroinvasif
Pada karsinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel
meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stoma
sejauh tidak lebih 5mm dari membrana basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan
hanya ditemukan pada skrining kanker.
4. Stadium Karsinoma Invasif Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan
sel menonjol besar dan bentuk sel bervariasi. Pertumbuhan invasif muncul diarea
bibir posterior atau anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu jurusan formiks
posterior atau anterior, jurusan parametrium dan korpus uteri.
5. Bentuk Kelainan Dalam Pertumbuhan Karsinoma Serviks
Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tunbuh kearah vagina dan dapat
mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk pertumbuhan ini
mudah nekrosis dan perdarahan.
Pertumbuhan endofilik, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambat laun lesi
berubah bentuk menjadi ulkus (Padila, 2012).
Makroskopik
1. Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servitis kronik biasa.
2. Stadium permulaan
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum
3. Stadium setengah lanjut
Tengah mengalami sebagian besar atau seluruh bibir porsio.
4. Stadium lanjut
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus
dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah (Padila, 2012).
Klasifikasi Ca Serviks berdasarkan Tingkat Keparahannya
1. Tumor primer TX tidak dapat dinilai
2. T0 Tidak ada bukti tumor primer
3. Tis Carcinoma in situ (karsinoma pra-invasif)
4. T1 I Karsinoma serviks terbatas pada serviks (abaikan ekstensi ke korpus)
5. T1a IA Karsinoma invasif yang hanya didiagnosis dengan mikroskop; invasi stroma
dengan kedalaman maksimum 5,0 mm diukur dari dasar epitel dan penyebaran
horizontal 7,0 mm atau kurang; keterlibatan ruang vaskular, vena atau limfatik, tidak
memengaruhi klasifikasi
6. T1a1 IA1 Invasi stroma terukur dengan kedalaman 3,0 mm dan penyebaran
horizontal 7,0 mm
7. T1a2 IA2 Invasi stroma terukur> 3,0 mm dan ≤ 5,0 mm dengan penyebaran
horizontal ≤ 7,0 mm
8. T1b IB Lesi yang terlihat secara klinis terbatas pada serviks atau lesi mikroskopis
lebih besar dari T1a / IA2
9. T1b1 IB1 Lesi yang terlihat secara klinis ≤ 4,0 cm dalam dimensi terhebat
10. T1b2 IB2 Lesi yang terlihat secara klinis> 4,0 cm dalam dimensi terhebat
11. T2 II Karsinoma serviks menyerang di luar rahim tetapi tidak ke dinding panggul atau
ke sepertiga bagian bawah vagina
12. T2a IIA Tumor tanpa invasi parametrial
13. T2a1 IIA1 Lesi yang terlihat secara klinis ≤ 4,0 cm dalam dimensi terbesar
14. T2a2 IIA2 Lesi yang terlihat secara klinis> 4,0 cm dalam dimensi terhebat
15. Tumor T2b IIB dengan invasi parametrium
16. T3 III Tumor meluas ke dinding panggul dan / atau melibatkan sepertiga bagian
bawah vagina dan / atau menyebabkan hidronefrosis atau ginjal yang tidak berfungsi
17. T3a IIIA Tumor melibatkan sepertiga bagian bawah vagina, tidak ada ekstensi ke
dinding panggul
18. T3b III B Tumor meluas ke dinding panggul dan / atau menyebabkan hidronefrosis
atau ginjal yang tidak berfungsi
19. T4 IV Tumor menyerang mukosa kandung kemih atau rektum dan / atau melampaui
panggul sejati (edema bulosa tidak cukup untuk mengklasifikasikan tumor sebagai
T4)
20. T4a IVA Tumor menyerang mukosa kandung kemih atau rektum (edema bulosa tidak
cukup untuk mengklasifikasikan tumor sebagai T4)
21. T4b IVB Tumor melampaui panggul sejati
4. ETIOLOGI
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan
predisposisi yang menonjol, antara lain :
 Aktivitas seksual
Rute penyebaran HPV yang paling umum Infeksi melalui kontak seksual, terutama
dini onset aktivitas seksual, banyak pasangan, seksual berisiko tinggi pasangan dan
kegagalan untuk menggunakan kondom.
 Sistem kekebalan tubuh yang dikompromikan
Sistem kekebalan yang lemah,sebagai hasil dari HIV atau oleh obat-obatan yang
menyebabkan penindasan respon imun, menempatkan wanita pada risiko tinggi
untuk HPV infeksi dan kanker serviks.
 Kehamilan remaja
Kehamilan jangka pertama pada wanita <17tahun, dua kali lipat risiko kanker serviks
di kemudian hari, seperti dibandingkan dengan wanita dengan kehamilan semester
pertama pada usia 25 dan lebih tua.
 Kehamilan ganda
Wanita dengan 3 kehamilan atau lebih berada pada risiko yang meningkat karena
perubahan hormon atau lemah sistem kekebalan tubuh selama kehamilan
 Riwayat keluarga: Wanita dengan ibu / saudara perempuan memiliki kanker serviks
memiliki 2-3 kali risiko mengembangkan serviks kanker dibandingkan wanita tanpa
riwayat keluarga.
 Kontrasepsi oral
Penggunaan jangka panjang (> -5 tahun) meningkat risiko kanker serviks.
 Merokok
Merokok juga meningkatkan risiko sel skuamosa kanker dengan memaparkan tubuh
pada bahan kimia penyebab kanker dan juga dengan melemahkan sistem kekebalan
tubuh.
 Kebiasaan diet: Pola makan yang kurang dalam buah-buahan, sayuran, juga sebagai
kelebihan berat badan, meningkatkan risiko kanker serviks.
 Diethylstilbestrol (DES)
DES meningkatkan risiko adenokarsinoma di serviks, terutama pada wanita yang
ibunya mengambil DES saat hamil ( Naina kumar 2016 )
 Radioterapi dan Pap Smear
Karsinoma sel skuamosa adalah salah satu akibat tidak efektifnya radioterapi
sebagai pengobatan utama dalam kasus adenocarcinoma. Meningkatnya
penggunaan tes Pap untuk deteksi dini penyakit ini tapi masih merupakan salah satu
penyebab utama morbiditas kanker terkait di negara-negara berkembang karena
kurangnya program skrining (Rubina Mukhtar, 2015).

5.PATOFISIOLOGI

Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang tinggi.
Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar antara 1– 7
tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3 – 20
tahun.
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya
perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila
ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau
kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka
waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi
invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks
dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis
serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat
menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan
serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan
perubahan gen pada molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan
sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan (Brunner & Sudart,
2010).
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo - columnar junction
(SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis
serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan dari epitel ektoserviks yaitu epitel
skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel kuboid atau kolumnar pendek
selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia, aktivitas seksual dan paritas. Pada
wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum, sedangkan pada wanita berusia di
atas 35 tahun SCJ berada di dalam kanalis serviks, Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ
yang berada di luar ostium uteri eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen
yang akan displasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ
terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin.
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks, epitel
kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari cadangan epitel
kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa disebut proses
metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang
tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka secara
morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan
antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SCJ ini
disebut daerah transformasi.
Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu factor
penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam nukleat
virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah sehingga menyebabkan
terjadinya mutasi sel, sel yang mengalami mutasi tersebut dapat berkembang menjadi sel
displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia
ringan, displasia sedang, displasia berat dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang
menjadi karsinoma invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai
tingkat pra-kanker. (Sjamsuhidajat,1997 dalam Prawirohardjo,2010).
6. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis rekurensi seringkali tidak spesifik ditandai dengan :
 penurunan berat badan
 edema ekstremitas bawah, panggul / lebih rendah
nyeri tungkai
 pendarahan vagina
 gejala pernapasan dan meningkat
kelenjar getah bening supraklavikular
 Triad penurunan berat badan
 edema tungkai
dan nyeri panggul adalah patognomi penyakit berulang. Mayoritas
kekambuhan terjadi dalam 18-24 bulan dari saat diagnosis

a. Perdarahan Sifatnya dapat intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang


perdarahan baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis intraservikal
perdarahan terjadi lambat.
b. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebelum ada perdarahan. Pada
stadium lanjut perdarahandan keputihan lebih banyakdisertai infeksi sehingga cairan
yang keluar berbau (Padila, 2012).
Tanda dan Gejala kanker servik menurut Dedeh Sri Rahayu tahun 2015:
a. Keputihan, makin lama makin berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh. Terkadang
bercampur darah.
b. Perdarahan kontak setelah senggama merupakan gejala servik 70-85%.
c. Perdarahan spontan: perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah dan
semakin lam semakin sering terjadi.
d. Perdarahan pada wanita menopause
e. Anemia
f. Gagal ginjal sebagai efek dari infiltrasi sel tumor ke ureter yang menyebabkan
obstruksi total
g. Nyeri
1) Rasa nyeri saat berhubungan seksual, kesulitan atau nyeri dalam berkemih, nyeri
di daerah di sekitar panggul.
2) Bila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka akan terjadi
pembengkakan di berbagai anggota tubuh seperti betis, paha, dan sebagainya.
Menurut Ricci (2009), tersangka kanker serviks stadium lanjut antara lain
a. Nyeri panggul
b. Nyeri pinggul
c. Nyeri kaki
d. Penurunan berat badan
e. Anoreksia
f. Kelemahan dan kelelahan
(Dedeh Sri Rahayu,2015)
Menurut Rubina Mukhtar tahun 2015 menyatakan bahwa tanda dan gejala Ca.
Serviks adalah perdarahan vagina abnormal seperti pendarahan pasca menopause,
menstruasi tidak teratur, menstruasi berat, metrorhagia menyakitkan, atau perdarahan
postcoital. Keputihan abnormal adalah keluhan utama dari sekitar 10% dari pasien; debit
mungkin berair, bernanah, atau berlendir. Gejala panggul atau nyeri perut dan saluran
kencing atau rektum terjadi dalam kasus-kasus lanjutan. Nyeri panggul mungkin hasil dari
loco penyakit regional invasif atau dari penyakit radang panggul hidup berdampingan.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sitologi/Pap Smear
Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidakterlihat. Kelemahan,
tidak dapat menentukan dengan tepat lokasinya.
2. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena dapat mengikal yodium.
Jika porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan berwarna coklat
tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.
3. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu dan
dibesarkan 10-40 kali. Keuntungan, dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan
sehingga mudah untuk melakukan biopsy. Kelemahan, hanya dapat memeriksa
daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang kelainan pada skuamosa columnar
junction dan intraservikal tidak terlihat.
1) Kolpomikroskopi melihat hapusan vagina (Pap Smeardengan pembesaran sampai
200 kali.
2) Biopsi Biopsy dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
3) Konisasi Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lender serviks dan
epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan
pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas (Padila, 2012).
8.PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan farmakologi
cisplatin dalam kemoterapi, trachelectomy, hysterectomy dan jenis perawatan tergantung
pada stadium kanker dan tingkat keparahannya.
a. Irradiasi
1) Dapat dipakai untuk semua stadium
2) Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
3) Tidak menyebabkan kematian seperti operasi
b. Dosis
Penyiaran ditunjukkan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks
c. Komplikasi irradiasi
1) Kerentanan kandungan kencing
2) Diarrhea
3) Perdarahan rectal
4) Fistula vesico atau rectovaginasis
d. Operasi
1) Operasi wentheim dan limfaktomi untuk stadium I dan II
2) Operasi schauta, histerektomi vagina yang radikal
e. Kombinasi Irradiasi dan pembedahan
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan bertambahnya
vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat mengalami
kesukaran dansering menyebabkan fistula, disamping itu juga menambah
penyebaran kesistem limfe dan peredaran darah.
f. Cytostatik
Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten. 5% dari karsinoma
serviks adalah resisten terhadap radioterapi, dianggap resisten bila 8-10 minggu post
terapi keadaan masih tetap sama (Padila, 2012).
g. Vaksinasi
Vaksinasi HPV dapat memiliki implikasi penting bagi peningkatan kesehatan
perempuan dan menurunkan kematian akibat kanker serviks (Rubina Mukhtar,
2015).
Penatalaksanaan non farmakologi
selama terapi radiasi perawatannya yaitu :
 monitor tanda % tanda vital tiap 8 jam.
 memberikan posisi semi fowler
 berikan makanan berserat dan cairan parenteral sampai 300ml dan memberikan
support mental.
 perawatan post pengobatan antara lain menghindari komplikasi post
pengobatan ( tromboplebitis, emboli pulmonal dan pneumonia ), monitor
intake dan output cairan.
9. KOMPLIKASI
Komplikasinya mencakup infark miokardium, hemoragi, sepsis, obstruksi
perkemihan, pielonefritis, CVA, pembentukan fistula (Sylvia Anderson Price, 2005).
Nyeri pinggang mungkin merupakan gejala dari hidronefrosis, sering dipersulit oleh
pielonefritis. Nyeri siatik, kaki edema, dan hidronefrosis hampir selalu dikaitkan dengan
keterlibatan dinding panggul luas oleh tumor. Pasien dengan tumor yang sangat canggih
mungkin memiliki heamaturia atau inkontinensia dari fistula vesikovaginal yang disebabkan
oleh perluasan langsung dari tumor kandung kemih. Kompresi eksternal dari rektum oleh
tumor primer besar dapat menyebabkan sembelit (Rubina Mukhtar, 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2010.Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.
Mukhtar, Rubina., 2015.Prevalence of Cervical Cancer in Developing Country: Pakistan.US:
Global Journal.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.Yogyakarta: MediAction Publishing.
Buraerah H. Abdul Hakima, dkk. 2015. International Journal of Sciences: Basic and Applied
Research (IJSBAR) volume 24 no 3. Jakarta: EGC
Naina Kumar., dkk. 2016. Department of Obstetrics and Gynecology, Maharishi
Markandeshwar Institute of Medical Sciences and Research: india.
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Media.
Prawirohardjo, sarwono, 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan bina pustaka.
Rahayu, Dedeh Sri. 2015. Asuhan Ibu dengan Kanker Serviks.Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai