Anda di halaman 1dari 12

I.

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM REPRODUKSI

Menurut Langhorne, Fulton, dan Otto (2018), serviks atau leher rahim
adalah sepertiga lebih rendah dari rahim atau uterus. Tubular serviks memanjang
hingga ke bawah ke bagian atas vagina. Serviks mengelilingi pembukaan
disebut lubang serviks, rahim berbentuk silinder jaringan yang menghubungkan
vaginadan uterus. Serviks terbuat dari tulang rawan yang ditutupi oleh jaringan
halus, lembap, dan tebalnya sekitar 1 inci. Ada dua bagian utama dari serviks,
yaitu ektoserviks dan endiserviks.
Bagaian serviks yang dapat dilihat dari luar selama pemeriksaan
ginekologi di kenal sebagai ektoserviks. Pembuka dipusat ektoserviks, dikenal
sebagai os eksternal, membuka untuk memisahkan bagian antara uterys dan
vagina. Endoserviks atau kanal endoserviks, adala sebuah terowongan melalui
serviks, dari os eksternal ke dalam uterus.
Selama masa praremaja, endoserviks terletak dibagian serviks
(Langhorne, Fulton, dan Otto, 2018). Pembatasan tumpang tindih antara
endosrviks dan ektoserviks di sebut zona transformasi. Serviks menghasilkan
lendir serviks yang konsistensi atau kekentalannya berubah selama siklus
menstruasi untuk mencgah atau mempromosikan kehamilan.
Zona transformasi dari waktu ke waktu menjadi lebuh rapuh, sel-sel epitel
kolumnar digantikan dengan sel-sel epitel skuamosa. Daerah ini sangat rentan
terhadap perubahan prakanker (displasia) karena tingkat turnover yang tinggi
dan tingkat pematangan sel rendah (Rahayu, 2017).

II. Definisi

Kanker rahim adalah penyakit kanker yang menyerang rahim dengan


pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk
menyerang jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel
ketempat yang jauh (metastasis) (Wuto, 2015 dalam Padila, 2018). Kanker leher
rahim sering juga disebut kanker mulut rahim, merupakan salah satu penyakit
kanker yang paling banyak terjadi pada wanita (Edianto, 2016 dalam Padila,
2018). Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut
rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan
merusak jaringan normal disekitarnya (FKUI, 2004; FKKP, 2010 dalam Padila,
2018).

III. Klasifikasi
Mikroskopis
1. Displasia Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis.
Displasia berat terjadi pada dua pertiga epidermi hampir tidak dapat
dibedakan dengan karsinoma insitu.
2. Stadium Karsinoma Insitu Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel
terjadi pada seluruh lapisan epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa.
Karsinoma insitu yang tumbuh di daerah ektoserviks, peralihan sel
skuamosa kolumnar dan sel cadangan endoserviks.
3. Stadium Karsinoma Mikroinvasif
Pada karsinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan
sel meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi
pada stoma sejauh tidak lebih 5mm dari membrana basalis, biasanya
tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada skrining kanker.
4. Stadium Karsinoma Invasif Pada karsinoma invasif perubahan derajat
pertumbuhan sel menonjol besar dan bentuk sel bervariasi. Pertumbuhan
invasif muncul diarea bibir posterior atau anterior serviks dan meluas
ketiga jurusan yaitu jurusan formiks posterior atau anterior, jurusan
parametrium dan korpus uteri.
5. Bentuk Kelainan Dalam Pertumbuhan Karsinoma Serviks
Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tunbuh kearah vagina
dan dapat mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina,
bentuk pertumbuhan ini mudah nekrosis dan perdarahan.
Pertumbuhan endofilik, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambat
laun lesi berubah bentuk menjadi ulkus (Padila, 2018).
Makroskopik
1. Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servitis kronik biasa.
2. Stadium permulaan
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum
3. Stadium setengah lanjut
Tengah mengalami sebagian besar atau seluruh bibir porsio.
4. Stadium lanjut
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya
seperti ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah
(Padila, 2018).
Klasifikasi Ca Serviks berdasarkan Tingkat Keparahannya
1. Tumor primer TX tidak dapat dinilai
2. T0 Tidak ada bukti tumor primer
3. Tis Carcinoma in situ (karsinoma pra-invasif)
4. T1 I Karsinoma serviks terbatas pada serviks (abaikan ekstensi ke
korpus)
5. T1a IA Karsinoma invasif yang hanya didiagnosis dengan mikroskop;
invasi stroma dengan kedalaman maksimum 5,0 mm diukur dari dasar
epitel dan penyebaran horizontal 7,0 mm atau kurang; keterlibatan ruang
vaskular, vena atau limfatik, tidak memengaruhi klasifikasi
6. T1a1 IA1 Invasi stroma terukur dengan kedalaman 3,0 mm dan
penyebaran horizontal 7,0 mm
7. T1a2 IA2 Invasi stroma terukur> 3,0 mm dan ≤ 5,0 mm dengan
penyebaran horizontal ≤ 7,0 mm
8. T1b IB Lesi yang terlihat secara klinis terbatas pada serviks atau lesi
mikroskopis lebih besar dari T1a / IA2
9. T1b1 IB1 Lesi yang terlihat secara klinis ≤ 4,0 cm dalam dimensi terhebat
10. T1b2 IB2 Lesi yang terlihat secara klinis> 4,0 cm dalam dimensi terhebat
11. T2 II Karsinoma serviks menyerang di luar rahim tetapi tidak ke dinding
panggul atau ke sepertiga bagian bawah vagina
12. T2a IIA Tumor tanpa invasi parametrial
13. T2a1 IIA1 Lesi yang terlihat secara klinis ≤ 4,0 cm dalam dimensi terbesar
14. T2a2 IIA2 Lesi yang terlihat secara klinis> 4,0 cm dalam dimensi terhebat
15. Tumor T2b IIB dengan invasi parametrium
16. T3 III Tumor meluas ke dinding panggul dan / atau melibatkan sepertiga
bagian bawah vagina dan / atau menyebabkan hidronefrosis atau ginjal
yang tidak berfungsi
17. T3a IIIA Tumor melibatkan sepertiga bagian bawah vagina, tidak ada
ekstensi ke dinding panggul
18. T3b III B Tumor meluas ke dinding panggul dan / atau menyebabkan
hidronefrosis atau ginjal yang tidak berfungsi
19. T4 IV Tumor menyerang mukosa kandung kemih atau rektum dan / atau
melampaui panggul sejati (edema bulosa tidak cukup untuk
mengklasifikasikan tumor sebagai T4)
20. T4a IVA Tumor menyerang mukosa kandung kemih atau rektum (edema
bulosa tidak cukup untuk mengklasifikasikan tumor sebagai T4)
21. T4b IVB Tumor melampaui panggul sejati

IV. Etiologi

Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa


faktor resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :
 Aktivitas seksual
Rute penyebaran HPV yang paling umum Infeksi melalui kontak seksual,
terutama dini onset aktivitas seksual, banyak pasangan, seksual berisiko
tinggi pasangan dan kegagalan untuk menggunakan kondom.
 Sistem kekebalan tubuh yang dikompromikan
Sistem kekebalan yang lemah,sebagai hasil dari HIV atau oleh obat-
obatan yang menyebabkan penindasan respon imun, menempatkan
wanita pada risiko tinggi untuk HPV infeksi dan kanker serviks.
 Kehamilan remaja
Kehamilan jangka pertama pada wanita <17tahun, dua kali lipat risiko
kanker serviks di kemudian hari, seperti dibandingkan dengan wanita
dengan kehamilan semester pertama pada usia 25 dan lebih tua.
 Kehamilan ganda
Wanita dengan 3 kehamilan atau lebih berada pada risiko yang
meningkat karena perubahan hormon atau lemah sistem kekebalan tubuh
selama kehamilan
 Riwayat keluarga: Wanita dengan ibu / saudara perempuan memiliki
kanker serviks memiliki 2-3 kali risiko mengembangkan serviks kanker
dibandingkan wanita tanpa riwayat keluarga.
 Kontrasepsi oral
Penggunaan jangka panjang (> -5 tahun) meningkat risiko kanker serviks.
 Merokok
Merokok juga meningkatkan risiko sel skuamosa kanker dengan
memaparkan tubuh pada bahan kimia penyebab kanker dan juga dengan
melemahkan sistem kekebalan tubuh.
 Kebiasaan diet: Pola makan yang kurang dalam buah-buahan, sayuran,
juga sebagai kelebihan berat badan, meningkatkan risiko kanker serviks.
 Diethylstilbestrol (DES)
DES meningkatkan risiko adenokarsinoma di serviks, terutama pada
wanita yang ibunya mengambil DES saat hamil ( Naina kumar 2016 )
 Radioterapi dan Pap Smear
Karsinoma sel skuamosa adalah salah satu akibat tidak efektifnya
radioterapi sebagai pengobatan utama dalam kasus adenocarcinoma.
Meningkatnya penggunaan tes Pap untuk deteksi dini penyakit ini tapi
masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas kanker terkait di
negara-negara berkembang karena kurangnya program skrining (Rubina
Mukhtar, 2016).
V. Patofisiologi

Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi


yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS)
berkisar antara 1– 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma
insitu menjadi invasif adalah 3 – 20 tahun.
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali
adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini
dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya
akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan
keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan
tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma
serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat
menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis
serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan
akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini
menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona transformasi, dibantu
oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang
tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan
sel normal sehingga terjadi keganasan (Brunner & Sudart, 2017).
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo - columnar
junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan dari
epitel ektoserviks yaitu epitel skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu
epitel kuboid atau kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh
faktor usia, aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar
ostium uteri eksternum, sedangkan pada wanita berusia di atas 35 tahun SCJ
berada di dalam kanalis serviks, Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang
berada di luar ostium uteri eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa
mutagen yang akan displasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas
seksual tinggi, SCJ terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot
oleh prostaglandin.
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel
serviks, epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga
berasal dari cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar
menjadi epitel skuamosa disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh
pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada
masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat
2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan antara
epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SCJ ini
disebut daerah transformasi.
Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu
factor penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis
asam nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan
rumah sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel, sel yang mengalami mutasi
tersebut dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan
epitel yang disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang,
displasia berat dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi
karsinoma invasif. Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai
tingkat pra-kanker. (Sjamsuhidajat,2007 dalam Prawirohardjo,2016).
VI. Manifestasi klinis
Gambaran klinis rekurensi seringkali tidak spesifik ditandai dengan :
 penurunan berat badan
 edema ekstremitas bawah, panggul / lebih rendah
nyeri tungkai
 pendarahan vagina
 gejala pernapasan dan meningkat
kelenjar getah bening supraklavikular
 Triad penurunan berat badan
 edema tungkai
dan nyeri panggul adalah patognomi penyakit berulang. Mayoritas
kekambuhan terjadi dalam 18-24 bulan dari saat diagnosis

a. Perdarahan Sifatnya dapat intermenstruit atau perdarahan kontak,


kadang-kadang perdarahan baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada
jenis intraservikal perdarahan terjadi lambat.
b. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebelum ada
perdarahan. Pada stadium lanjut perdarahandan keputihan lebih
banyakdisertai infeksi sehingga cairan yang keluar berbau (Padila, 2018).
Tanda dan Gejala kanker servik menurut Dedeh Sri Rahayu tahun 2016:
a. Keputihan, makin lama makin berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh.
Terkadang bercampur darah.
b. Perdarahan kontak setelah senggama merupakan gejala servik 70-85%.
c. Perdarahan spontan: perdarahan yang timbul akibat terbukanya
pembuluh darah dan semakin lam semakin sering terjadi.
d. Perdarahan pada wanita menopause
e. Anemia
f. Gagal ginjal sebagai efek dari infiltrasi sel tumor ke ureter yang
menyebabkan obstruksi total
g. Nyeri
1) Rasa nyeri saat berhubungan seksual, kesulitan atau nyeri dalam
berkemih, nyeri di daerah di sekitar panggul.
2) Bila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka akan terjadi
pembengkakan di berbagai anggota tubuh seperti betis, paha, dan
sebagainya.
Menurut Ricci (2018), tersangka kanker serviks stadium lanjut antara lain
a. Nyeri panggul
b. Nyeri pinggul
c. Nyeri kaki
d. Penurunan berat badan
e. Anoreksia
f. Kelemahan dan kelelahan
(Dedeh Sri Rahayu,2017)
Menurut Rubina Mukhtar tahun 2016 menyatakan bahwa tanda dan
gejala Ca. Serviks adalah perdarahan vagina abnormal seperti pendarahan
pasca menopause, menstruasi tidak teratur, menstruasi berat, metrorhagia
menyakitkan, atau perdarahan postcoital. Keputihan abnormal adalah keluhan
utama dari sekitar 10% dari pasien; debit mungkin berair, bernanah, atau
berlendir. Gejala panggul atau nyeri perut dan saluran kencing atau rektum
terjadi dalam kasus-kasus lanjutan. Nyeri panggul mungkin hasil dari loco
penyakit regional invasif atau dari penyakit radang panggul hidup berdampingan.

VII. Pemeriksaan Penunjang


1. Sitologi/Pap Smear
Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidakterlihat.
Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokasinya.
2. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena dapat
mengikal yodium. Jika porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang
normal akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak
berwarna.
3. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan
lampu dan dibesarkan 10-40 kali. Keuntungan, dapat melihat jelas daerah
yang bersangkutan sehingga mudah untuk melakukan biopsy.
Kelemahan, hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu
porsio, sedang kelainan pada skuamosa columnar junction dan
intraservikal tidak terlihat.
1) Kolpomikroskopi melihat hapusan vagina (Pap Smeardengan
pembesaran sampai 200 kali.
2) Biopsi Biopsy dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
3) Konisasi Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lender
serviks dan epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil
sitologi meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang
jelas (Padila, 2018).

VIII. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan farmakologi
cisplatin dalam kemoterapi, trachelectomy, hysterectomy dan jenis perawatan
tergantung pada stadium kanker dan tingkat keparahannya.

a. Irradiasi
1) Dapat dipakai untuk semua stadium
2) Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
3) Tidak menyebabkan kematian seperti operasi
b. Dosis
Penyiaran ditunjukkan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks
c. Komplikasi irradiasi
1) Kerentanan kandungan kencing
2) Diarrhea
3) Perdarahan rectal
4) Fistula vesico atau rectovaginasis
d. Operasi
1) Operasi wentheim dan limfaktomi untuk stadium I dan II
2) Operasi schauta, histerektomi vagina yang radikal
e. Kombinasi Irradiasi dan pembedahan
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan
bertambahnya vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi
berikutnya dapat mengalami kesukaran dansering menyebabkan fistula,
disamping itu juga menambah penyebaran kesistem limfe dan peredaran
darah.
f. Cytostatik
Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten. 5%
dari karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi, dianggap
resisten bila 8-10 minggu post terapi keadaan masih tetap sama (Padila,
2018).
g. Vaksinasi
Vaksinasi HPV dapat memiliki implikasi penting bagi peningkatan
kesehatan perempuan dan menurunkan kematian akibat kanker serviks
(Rubina Mukhtar, 2016).
Penatalaksanaan non farmakologi
selama terapi radiasi perawatannya yaitu :
 monitor tanda % tanda vital tiap 8 jam.
 memberikan posisi semi fowler
 berikan makanan berserat dan cairan parenteral sampai 300ml dan
memberikan support mental.
 perawatan post pengobatan antara lain menghindari komplikasi post
pengobatan ( tromboplebitis, emboli pulmonal dan pneumonia ),
monitor intake dan output cairan.

IX. Komplikasi

Komplikasinya mencakup infark miokardium, hemoragi, sepsis, obstruksi


perkemihan, pielonefritis, CVA, pembentukan fistula (Sylvia Anderson Price,
2018).
Nyeri pinggang mungkin merupakan gejala dari hidronefrosis, sering
dipersulit oleh pielonefritis. Nyeri siatik, kaki edema, dan hidronefrosis hampir
selalu dikaitkan dengan keterlibatan dinding panggul luas oleh tumor. Pasien
dengan tumor yang sangat canggih mungkin memiliki heamaturia atau
inkontinensia dari fistula vesikovaginal yang disebabkan oleh perluasan langsung
dari tumor kandung kemih. Kompresi eksternal dari rektum oleh tumor primer
besar dapat menyebabkan sembelit (Rubina Mukhtar, 2016).
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2017.Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.
Mukhtar, Rubina., 2016.Prevalence of Cervical Cancer in Developing Country:
Pakistan.US: Global Journal.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2017. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.Yogyakarta: MediAction
Publishing.
Buraerah H. Abdul Hakima, dkk. 2018. International Journal of Sciences: Basic
and Applied Research (IJSBAR) volume 24 no 3. Jakarta: EGC
Naina Kumar., dkk. 2016. Department of Obstetrics and Gynecology, Maharishi
Markandeshwar Institute of Medical Sciences and Research: india.
Padila. 2018. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Media.
Prawirohardjo, sarwono, 2016. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan bina pustaka.
Rahayu, Dedeh Sri. 2018. Asuhan Ibu dengan Kanker Serviks.Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai