Anda di halaman 1dari 32

KEPERAWATAN MATERNITAS

LAPORAN PENDAHULUAN

KANKER SERVIKS

OLEH :

MUTIA ILHAM

1941313017

PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2020
Kanker Serviks

A. Pengertian
Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks yaitu
sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan
berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum (Kemkes Kanker,
2015). Karsinoma insitu pada kanker serviks adalah keadaan dimana sel-sel
neoplastik terdapat pada seluruh lapisan epitel dan perubahan sel-sel serviks
dengan karakteristik histologi. Penyakit kanker serviks disebabkan oleh
beberapa jenis virus yang disebut human papilloma virus (HPV). Virus
tersebut menyebar melalui kontak seksual. HPV dapat menyebar melalui
kontak seksual dan dapat menyerang semua wanita tanpa melihat umur dan gaya
hidup. Kanker serviks ditandai dengan adanya pertumbuhan sel-sel yang
abnormal pada leher rahim (Purwoastuti & Walyani, 2015). Kanker serviks
memiliki tanda dengan adanya perubahan sel-sel serviks dengan karakteristik
histologi, proses perubahan pertama menjadi tumor ini mulai terjadi pada
sel-sel squamocolummar junction.

B. Anatomi dan Fisiologi

Serviks atau leher rahim adalah bagian dari organ reproduksi wanita
yang terletak sepertiga lebih rendah dari rahim atau uterus. Tubular serviks
memanjang ke bawah hingga bagian atas vagina. Serviks mengelilingi
pembukaan yang disebut lubang serviks sebagai pembatas antara rahim
dengan vagina. Serviks berbentuk silinder, terbuat dari tulang rawan yang
ditutupi oleh jaringan halus, lembab dan tebalnya sekitar 1 inchi. Terdapat
dua bagian utama dari serviks, yaitu ektoserviks dan endoserviks.

Pada serviks terdapat zona transformasi (transformation zone), yaitu:


area terjadinya perubahan fisiologis sel-sel skuamos dan kolumnar epitel serviks.
Terdapat 2 ligamen yang menyokong serviks, yaitu ligamen kardinal dan
uterosakral. Ligamen kardinal adalah jaringan fibromuskular yang keluar dari
segmen bawah uterus dan serviks ke dinding pelvis lateral dan menyokong
serviks. Ligamen uterosakral adalah jaringan ikat yang mengelilingi serviks dan
vagina dan memanjang hingga vertebra. Serviks memiliki sistem limfatik
melalui rute parametrial, kardinal, dan uterosakral (Tortora & Derrickson,
2009).

Pertemuan epitel silindris endoserviks dengan epitel skuamos


eksoserviks disebut taut skuamokolumnar (squamocolumnar junction, SCJ).
Epitel serviks mengalami beberapa perubahan selama perkembangannya sejak
lahir hingga usia lanjut. Sehingga, letak taut skuamokolumnar ini juga
berbeda pada perkembangannya.

Klasifikasi stadium kanker serviks ,enurut FIGO (2009)


Tingka Kriteria
t
0 Karsinoma in situ
I Karsinoma yang hanya menyerang serviks (tanpa bisa mengenali
ekstensi ke corpus
IA Karsinoma serviks berdasar pemeriksaan mikroskopis, dengan
kedalaman invasi < 5 mm dan ekstensi sebesar > 7 mm
IA1 Invasi stroma sedalam ≤ 3 mm dan invasi horizontal ≤ 7 mm
IA2 Invasi stroma sedalam > 3 mm dan invasi horizontal > 7 mm
IB Lesi yang nampak secara klinis, terbatas pada serviks uteri atau
kanker preklinis yang lebih besar daripada stadiun IA
IB1 Lesi yang nampak ≤ 4 cm
IB2 Lesi yang nampak > 4 cm
II Karsinoma serviks menyerang di luar rahim, tetapi tidak ke dinding
pelvis atau sepertiga bagian bawah vagina
IIA Tanpa invasi ke parametrium
IIA1 Lesi yang nampak ≤ 4 cm
IIA2 Lesi yang nampak > 4 cm
IIB Nampak invasi ke parametrium
III Tumor meluas ke dinding pelvis dan/atau melibatkan sepertiga
bawah vagina dan/atau menyebabkan hidronefrosis atau merusak
ginjal
IIIA Tumor melibatkan sepertiga bawah vagina, tanpa ekstensi ke dinding
pelvis
IIIB Ekstensi ke dinding pelvis dan atau hidronefrosis datau merusak
ginjal
IV Karsinoma yang meluas ke pelvis sejati atau telah melibatkan
mukosa kandung kemih atau rektum
IVA Pertumbuhannya yang menyebar ke organ-organ sekitar
IVB Menyebar ke organ yang jauh
C. Etiologi

Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui, namun ada beberapa


faktor resiko tertentu yang lebih besar kemungkinannya untuk menderita
kanker serviks menurut Ariani (2015).

1. Usia

Perempuan yang rawan mengidap kanker serviks adalah mereka yang


berusia 35-50 tahun, terutama yang telah aktif secara seksual sebelum usia
16 tahun. Hubungan seksual pada usia terlalu dini bisa meningkatkan resiko
terserang kanker serviks sebesar dua kali dibanding perempuan yang
melakukan hubungan seksual setelah usia 20 tahun.

2. Sering berganti pasangan

Semakin banyak berganti-ganti pasangan maka tertularnya infeksi HPV


juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan terpaparnya sel-sel mulut rahim yang
mempuanyai pH tertentu dengan sperma-sperma yang mempunyai pH yang
berbeda-beda pada multi-patner sehingga dapat merangsang terjadinya
perubahan ke arah displasia.

3. Merokok

Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih
tinggi dibandingkan didalam serum, efek langsung bahan tersebut pada
serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi
kokarsinogen infeksi virus.

4. Hygiene dan Sirkumsisi

Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kanker serviks pada


wanita yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non
sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan- kumpulan
smegma.
5. Status sosial ekonomi

Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah


dan kemungkinan faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan
kebersihan perorangan. Pada golongan social ekonomi rendah umumnya
kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini yang mempengaruhi imunitas
tubuh.

6. Terpapar virus

Human immunodeficiency virus (HIV) atau penyebab AIDS merusak


sistem kekebalan tubuh pada perempuan. Hal ini dapat menjelaskan
peningkatan risiko kanker serviks bagi perempuan dengan AIDS. Para ilmuwan
percaya bahwa sistem kekebalan tubuh adalah penting dalam menghancurkan
sel-sel kanker dan memperlambat pertumbuhan serta penyebaran. Pada
perempuan HIV, kanker pra serviks bisa berkembang menjadi kanker yang
invasif lebih cepat dari biasanya.

7. Faktor genetik

Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang


menyebabkan terjadinya kanker serviks pada wanita dan dapat diturunkan
melalui kombinasi genetik dari orang tua ke anaknya.

D. Patofisiologi

Penyebab utama kanker serviks adalah HPV (Human Papillomavirus)

atau virus papiloma manusia. HPV mampu menginfeksi sel pipih epitel dan

menyebabkan keadaan hiperplasia dari sel tersebut. DNA virus HPV terdiri atas

double strand dan sirkular dengan 5-8 gen dan virus HPV tidak terselubung.

Hanya beberapa saja dari varian HPV yang menyebabkan kanker. Kanker

serviks dapat terjadi jika terjadi infeksi yang tidak sembuh-sembuh untuk waktu

yang lama (Kartikawati, 2013).


Menurut Rasjidi (2014), proses penyebaran kanker leher rahim ada tiga

macam yaitu melalui pembuluh limfe (limfogen) menuju ke kelenjar getah

bening, melalui pembuluh darah (hematogen) dan penyebaran langsung ke

parametrium, korpus uterus, vagina, kandung kemih, dan rektum. Timbulnya

kanker menyebabkan sel-sel yang mengalami mutasi dapat berkembang

menjadi sel displasia. Apabila sel karinoma telah mendesak pada jaringan

syaraf maka akan menimbulkan masalah nyeri.

Karsinoma sel skuamosa biasanya muncul pada taut epitel skuamosa

dan epitel kubus mukosa endoserviks (persambungan skuamokolumnar atau

zona transformasi). Pada zona transformasi serviks memperlihatkan tidak

normalnya sel progresif yang akhirnya berakhir sebagai karsinoma servikal

invasif. Displasia servikal dan karsinoma in situ (HSIL) mendahului

karsinoma invasif. Karsinoma serviks invasif terjadi bila tumor menginvasi

epitelium masuk ke dalam stroma serviks.

Kanker servikal menyebar luas secara langsung ke dalam jaringan

para servikal. Pertumbuhan yang berlangsung mengakibatkan lesi yang dapat

dilihat dan terlibat lebih progresif pada jaringan servikal. Karsinoma servikal

invasif dapat menginvasi atau meluas ke dinding vagina, ligamentum kardinale

dan rongga endometrium, invasi ke kelenjar getah bening dan pembuluh darah

mengakibatkan metastase ke bagian tubuh yang jauh. Tidak ada tanda atau

gejala yang spesifik untuk kanker servik.

Karsinoma servikal invasif tidak memilki gejala, namun karsinoma

invasif dini dapat menyebabkan sekret vagina atau perdarahan vagina. Walaupun

perdarahan adalah gejala yang signifikan, perdarahan tidak selalu muncul pada
saat awal, sehingga kanker dapat sudah dalam keadaan lanjut pada saat

didiagnosis. Jenis perdarahan vagina yang paling sering adalah pasca coitus

atau bercak antara menstruasi. Bersamaan dengan tumbuhnya tumor, gejala

yang muncul kemudian adalah nyeri punggung bagian bawah atau nyeri

tungkai akibat penekanan saraf lumbosakralis, frekuensi berkemih yang

sering dan mendesak, hematuri atau perdarahan rektum (Price & Wilson, 2012).

Pada pengobatan kanker serviks sendiri akan mengalami beberapa efek

samping antara lain mual, muntah, sulit menelan, bagi saluran pencernaan

terjadi diare gastritis, sulit membuka mulut, sariawan, penurunan nafsu

makan ( biasa terdapat pada terapi eksternal radiasi). Efek samping tersebut

menimbulkan masalah keperawatan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Sedangkan efek dari radiasi bagi kulit yaitu menyebabkan kulit merah dan

kering sehingga akan timbul masalah keperawatan resiko tinggi kerusakan

integritas kulit.

Semua tadi akan berdampak buruk bagi tubuh yang menyebabkan

kelemahan atau kelemahan sehingga daya tahan tubuh berkurang dan resiko

injury pun akan muncul. Tidak sedikit pula pasien dengan diagnosa positif

kanker serviks ini merasa cemas akan penyakit yang dideritanya. Kecemasan

tersebut bias dikarenakan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit,

ancaman status kesehatan dan mitos dimasyarakat bahwa kanker tidak dapat

diobati dan selalu dihubungkan dengan kematian (Aspiani, 2017).


E. Manifestasi klinis
Menurut Rasjidi (2014) kanker mikroinvasif dapat asimtomatik, dan
mungkin hanya dapat di deteksi saat investigasi pada hasil tes pap smear.
Sebaliknya, kebanyakan kasus pasien dengan kanker serviks yang invasif dating
ke petugas kesehatan saat mereka telah mengalami gejala berikut:
a. Tahap Awal
1) Keputihan kadang berbau busuk
2) Perdarahan tidak teratur pada wanita usia produktif
3) Perdarahan pasca hubungan seksual pada wanita segala usia
bahkan wanita usia muda
4) Perdarahan pasca menopause
5) Pada kasus perdarahan saat manopouse, kanker serviks harus selalu
dicurigai, jika perdarahan tersebut tidak berespon terhadap
pengobatan yang sesuai.
b. Tahap Lanjut
1) Nyeri berkemih
2) Peningkatan frekuensi berkemih
3) Nyeri punggung
4) Nyeri abdomen bawah
c. Tahap Akhir
1) Penurunan berat badan
2) Penurunan pengeluaran urin (dari obstruksi ureter atau gagal
ginjal)
3) Kebocoran urin atau feses dari vagina
4) Pembengkakan ekstremitas bawah
5) Breathlessness (karena anemia)

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Padila (2015) pemeriksaan diagnostik untuk menentukan
kanker serviks sebabgai berikut :
a. Schillentest
Epitel kanker serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat
yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel kanker serviks yang
normal akan berubah berwarna coklat tua, sedang yang terkena kanker serviks
tidak berwarna.
b. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu
dan dibesarkan 10-40 kali. Keuntungan koloskopi dapat melihat jelas daerah
yang bersangkutan sehingga mudah untuk melakukan biopsi. Sedangkan
kelemahannya hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio,
dan kelainan pada skuamosa columnar junction serta intra servikal tidak
terlihat.
c. Kolpomikroskopi
Melihat hapusan vagina atau pap smear dengan pembesaran sampai 200 kali.
d. Biopsi
Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis kanker serviks.
e. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lender serviks dan
epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi
meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.
f. Pemeriksaan lainnya
1) Pemeriksaan hematologi (Hb, Ht, leukosit, trombosit, LED,
golongan darah, masa peredaran dan masa pembekuan)
2) Pemeriksaan biokimia darah meliputi SGOT dan SGPT.
3) Pemeriksaan kardiovaskuler, antara lain EKG
4) Pemeriksaan sistem respiratorius dan urologi serta tes alergi
terhadap obat.

G. Penatalaksanaan
 Pembedahan / operatif
Terapi Pembedahan merupakan terapi yang ditujukan untuk membatasi
kerusakan jaringan tubuh yang dirusak oleh sel-sel kanker. Terapi ini
memisahkan atau melokalisasi jaringan tubuh yang telah dirusak oleh sel-sel
kanker dari jaringan tubuh yang masih sehat dan mengangkat jaringan yang
telah dirusak tersebut. Terapi pembedahan juga menguragi risiko penyebaran
kanker dan tidak memiliki banyak efek samping (Tilong 2012).
Tindakan biopsi juga merupakan metode pembedahan yang ditujukan
untuk menemukan sel-sel kanker. Pada beberapa kasus yang parah, mungkin
juga dilakukan histrektomi, yaitu operasi pengangkatan rahim atau kandungan
secara total. Tujuannya adalah untuk membuang sel-sel kanker serviks yang
sudah berkembang pada tubuh. Selain itu terapi pembedahan digunakan untuk
menghilangkan jaringan tumor jinak atau untuk memperbaiki kerusakan fisik
tubuh akibat dipasangnya alat-alat untuk memasukan obat-obatan lainya
(Tilong 2012).
Efek samping dari terapi pembedahan yaitu munculnya scar atau
bekas insisi pembedahan, gerakan disekitar area pembedahan menjadi terbatas,
gangguan fungsi seksual atau dapat mengalami ketidaksuburan, pembengkakan
pada ekstremitas (Afriyanti, 2016).
 Radioterapi
Menurut Savitri (2015), Radioterapi adalah salah satu pilihan bagi
perempuan yang menderita kanker serviks dengan stadium berapa pun.
Perempuan dengan kanker serviks tahap awal dapat memilih terapi sebagai
pengganti operasi. Hal ini juga dapat digunakan setelah operasi untuk
menghancurkan sel-sel kanker apa pun yang masih di daerah tersebut.
Perempuan dengan kanker yang menyerang bagian- bagian selain kenker
serviks mungkin perlu diterapi radiasi dan kemoterapi.Terapi radiasi
menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel kanker. Terapi
ini mempengaruhi sel-sel di daerah yang diobati. Ada dua jenis terapi ini :
1) Terapi radiasi eksternal
Sebuah mesin besar akan mengarahkan radiasi pada panggul atau jaringan
lain di mana kanker telah menyebar. Pengobatan biasanya di berikan di
rumah sakit. Penderita mungkin menerima radiasi eksternal 5 hari seminggu
selama beberapa minggu. Setiap pengobatan hanya memakan waktu beberapa
menit.
2) Terapi radiasi internal
Sebuah tabung tipis yang ditempatkan di dalam vagina. Suatu zat
radioaktif di masukkan ke dalam tagung tersebut. Penderita mungkin harus
tinggal di rumah sakit sementara sumber radioaktif masih beradadi tempatnya
(samapai 3 hari). Efek samping dari terapi radiasi berbeda-beda tergantung
pada area tubuh yang diterapi. Biasanya gejala yang timbul berupa lemah dan
merasa tidak bertenaga, perubahan kulit pada area yang diterapi seperti kulit
tampak merah yang lama kelamaan mengering dan gatal tetapi ada jangan
yang mengalami hal sebaliknya yaitu kulit menjadi lembab, basah dan
mengalami iritasi atau lecet, terutama pada lipatan-lipatan tubuh.
 c. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan kanker dengan zat atau obat yang
berguna untuk membunuh sel kanker. Obat yang diberikan disebut
sitostatika yang berarti penghambat proliferasi sel (Nindya, 2016).
Kemoterapi merupakan terapi kanker yang melibatkan penggunaan zat
kimia ataupun obat-obatan yang bertujuan untuk membunuh sel-sel kanker.
Cara pemberian obat-obatan kemoterapi ini melalui infus inrtavena,
suntikan langsung ataupun dalam bentuk tablet (Savitri, 2015).
Sebelum kemoterapi dilakukan biasanya akan dilakukan serangkaian
pemerikasaan untuk mengetahui kondisi penyakit pasien, kondisi kesehatan
pasien secara umum, termasuk kesehatan fungsi hati dan ginjal pasien. Obat
kemoterapi yang paling sering digunakan adalah Cisplatin, Paclitexel,
Fluororacil, 5-FU, Cyclophosphamide dan Ifosfamide (Savitri, 2015).
Tujuan Kemoterapi
Kemoterapi dilakukan untuk mengurangi gejala kanker dan
meningkatkan kualitas hidup dengan tingkat survival yang lebih lama.
Tujuan pemberian kemoterapi dibagi menjadi tiga yaitu:
a) Penyembuhan
Tujuan kemoterapi ini adalah untuk menyembuhkan kanker.
Pengobatan kemoterapi dengan tujuan ini biasanya jarang tercapai
dikarenakan pasien membutuhkan waktu yang lama agar bsa sembuh dari
kankernya.
b) Kontrol
Tujuan pemberian kemoterapi ini yaitu untuk mengontrol kanker.
Kemoterapi yang diberikan memperkecil ukuran sel tumor atau
menghambat prolferasi dan metastase tumor.
c) Paliatif
Pemberian kemoterapi ini bertujuan untuk mengurangi gejala klinis
yang ditimbulkan oleh kanker.
Efek samping kemoterapi
Efek samping kemoterapi pada pasien dapat mempengaruhi secara
biologis, fisik, psikologis, dan social. Efek samping dari emoterapi sangat
beragam tergantung dari tipe obat, dosis, serta lama terapi. Efek samping
berat dapat timbul pada pasien pasca kemoterapi dan sering tidak
ditoleransi oleh pasien bahkan menimbulkan kematian. Efek samping mual
dan muntah dapat menurunkan kualitas hidup pasien sehingga mengalami
kesulitan dalam menjalankan aktivitas harian. Efek mual dan muntah
merupakan salah satu efek samping yang sering terjadi pada penggunaan
sitostatiaka. Mual dan muntah termasuk dalam satu sampai dua puluh
empat jam setelah pemberian sitostatika, meskipun juga dapat terjadi pada
waktu lebih dari 24 jam (Nindya, 2016).
Efek samping mual dan muntah hampir dialami lebih dari 30% pasien
kemoterapi dan hal ini lebih jauh menyebabkan.kecemasan sehingga
membuat ketidakefektifitasan terapi yang akan dijalani (Karolin dkk, 2019).
Kecemasan yang dialami dimanifestasikan secara langsung melalui perubahan
fisiologis dan psikologis. Gejala yang dirasakan antara lain seperti gemetar,
berkeringat, detak jantung meningkat, nyeri abdomen, sesak nafas serta
perubahan perilaku seperti gelisah, bicara cepat, reaksi terkejut.
Pada kecemasan yang rendah dapat menyebabkan individu menjadi
waspada dan lebih bersifat antsipatif. Akan tetapi jika kecemasan yang
berlebihan misalnya pada pasien yang terlalu takut menjalani terapi dapat
memberikan efek negatif pada terapi yang dijalaninya dan enggan
menjalani kemoterapi (Yolanda & Karwur, 2013).

Penatalaksanaan Keperawatan
Asuhan keperawatan pada pasien dengan kanker serviks meliputi
pemberian edukasi dan informasi untuk meningkatkan pengetahuan klien
dan mengurangi kecemasan serta ketakutan klien. Perawat mendukung
kemampuan klien dalam perawatan diri untuk meningkatkan kesehatan dan
mencegah komplikasi. Perawat perlu mengidentifikasi bagaimana klien dan
pasangannya memandang kemampuan reproduksi wanita dan memaknai
setiap hal yang berhubungan dengan kemampuan reproduksinya (Reeder dkk,
2014).
Intervensi keperawatan kemudian difokuskan pada upaya membantu
klien dan pasangannya untuk menerima berbagai perubahan fisik dan
psikologis akibat masalah, dan menenukan kualitas lain dalam diri wanita
sehingga ia dapat dihargai. Serta membantu mengekspresikan rasa takut,
membuat parameter harapan yang realistis, memperjelas nilai dan dukungan
spriritual, meningkatkan kualitas sumber daya keluarga dan komunitas, dan
menemukan kekuatan diri untuk menghadapi masalah (Reeder dkk, 2014).

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesis
1) Data dasar
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara
anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang (hasil
laboratorium).
2) Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat/tanggal lahir, umur, jenis kelamin,
agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, asal suku bangsa, tanggal
masuk rumah sakit, no medical record (MR), nama orang tua, dan
pekerjaan orang tua.
3) Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pekerjaan dan hubungan dengan pasien.

b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Biasaya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan seperti
pendarahan intra servikal dan disertai keputihan yang menyerupai air
dan berbau (Padila, 2015). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi
biasanya datang dengan keluhan mual muntah yang berlebihan, tidak nafsu
makan, anemia.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien pada stadium awal tidak merasakan keluhan yang
mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul
keluhan seperti keputihan yang berbau busuk, perdarahan setelah
melakukan hubungan seksual, rasa nyeri disekitar vagina, nyeri pada
panggul. Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami
keluhan mual muntah yang berlebihan, tidak nafsu makan, dan anemia.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pada pasien kanker serviks memiliki riwayat kesehatan dahulu
seperti riwayat penyakit keputihan, riwayat penyakit HIV/AIDS. Pada
pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya ada riwayat penyakit
keputihan dan riwayat penyakit HIV/AIDS (Ariani, 2015).
4) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya riwayat keluarga adalah salah satu faktor yang paling
mempengaruhi karena kanker bisa dipengaruhi oleh kelainan genetika.
Keluraga yang memiliki riwayat kanker didalam keluarganya lebih
berisiko tinggi terkena kanker dari pada keluraga yang tidak ada
riwayat didalam keluarganya.
5) Riwayat Obstetri
Menurut Aspiani (2017), untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien
dengan kanker serviks yang perlu diketahui adalah:
a) Keluhan haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab kanker
serviks tidak pernah ditemukan sebelumnya menarche dan mengalami
atropi pada masa menopose. Siklus menstruasi yang tidak teratur atau
terjadi pendarahan diantara siklus haid adalah salah tanda gejala
kanker serviks.
b) Riwayat kehamilan dan persalinan
Jumlah kehamilan dan anak yang hidup karna kanker serviks
terbanyak pada wanita yang sering partus, semakin sering partus
semakin besar kemungkinan resiko mendapatkan karsinoma serviks.

6) Riwayat psikososial
Menurut Reeder, dkk, (2014), Biasanya tentang penerimaan pasien terhadap
penyakitnya serta harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani,
hubungan dengan suami/keluarga terhadap pasien dari sumber keuangan.
Konsep diri pasien meliputi gambaran diri peran dan identitas. Kaji
juga ekspresi wajah pasien yang murung atau sedih serta keluhan
pasien yang merasa tidak berguna atau menyusahkan orang lain. Pada
pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami keluhan
cemas dan ketakutan.
7) Riwayat kebiasaan sehari-hari
Menurut Padila (2015), biasanya meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi,
elimenasi, aktivitas pasien sehari-hari, pemenuhan kebutuhan istirahat
dan tidur. Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya
mengalami keluhan tidak nafsu makan, kelehan, gangguan pola tidur.

2. Pemeriksaan Fisik, meliputi :


a. Keadaan umum: biasanya pasien kanker serviks post kemoterapi
sadar,lemah dan tanda-tanda vital normal (120/80 mmHg).
b. Kepala : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
mengalami rambut rontok, mudah tercabut.
c. Mata : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
mengalami konjungtiva anemis dan skelera ikterik.
d. Leher : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada
kelainan
e. Thoraks:
Dada : biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak ada
kelainan.
Jantung : biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi tidak
ada kelainan.
f. Abdomen : biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
tidak ada kelainan.
g. Genetalia : Biasanya pada pasien kanker serviks mengalami sekret
berlebihan, keputihan, peradangan, pendarahan dan lesi (Brunner &
suddarth, 2015). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya
mengalami perdarahan pervaginan.
h. Ekstermitas : Biasanya pada pasien kanker serviks yang stadium
lanjut mengalami udema dan nyeri (Brunner & suddarth, 2015).

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemerikasaan hematologi
Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi mengalami anemia
karna penurunan haemoglobin, nilai normalnya haemoglobin wanita (12-
16 gr/dl), Ht, leukosit, trombosit, LED, SGOT, SGPT, ureum, kreatinin,
kalsium, dan lain-lain.
b. Sitologi dengan cara pemeriksaan koloskopi, servikografi,
pemeriksaan visual langsung, gineskopi (Padila, 2015).

4. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA 2015-2017 dan SDKI 2016-2017 kemungkinan diagnosa
keperawatan pada kanker serviks post kemoterapi adalah :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (penekanan sel
syaraf).
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan.
c. Nausea/mual berhubungan dengan terapi pengobatan (kemoterapi).
d. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi.
f. Disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan struktur tubuh.
g. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan program pengobatan.
h. Resiko pendarahan berhubungan dengan trombositopenia.
i. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilanagan cairan
aktif.
j. Gangguan proses keluarga berhubungan dengan pergeseran status
kesehatan anggota keluarga
k. Hipertermi berhubungan dengan penigkatan laju metabolisme tubuh.
l. Resiko cedera berhubungan dengan gangguan mobilitas
4) Rencana Tindakan Keperawatan

No
Diagnosa NOC NIC
.
1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Pemberian Analgesik
dengan agen cedera biologis pasien mampu mengontrol nyeri dengan 1)Tentukan lokasi,karakteristik, kualitas dan
(penekanan sel syaraf) kriteria hasil : keparahan nyeri sebelum mengobati pasien
a. Tingkat nyeri 2) Cek perintah pengobatan meliputi
1) Mengenali kapan nyeri terjadi obat,dosis, dan frekuensi obat analgesik yang
2) Menggambarkan faktor penyebab diresepkan
3) Melaporkan perubahan terhadap gejala 3) Cek adanya riwayat alergi obat
nyeri pada profesional kesehatan 4) Pilih analgesik atau kombinasi analgesik
4) Mengenali apa yang terkait dengan gejala yang sesuai ketika lebih dari satu diberikan
nyeri 5) Tentukan pilihan obat analgesik (narkotik,
5) Melaporkan nyeri yang terkontrol non narkotik atau NSAID) berdasarkan tipe dan
b. Pengetahuan: manajemen nyeri keparahan nyeri
1) Mengetahui faktor penyebab 6) Kolaborasi dengan dokter apakah obat,
2) Mengetahui tanda dan Gejala dosis, rute pemberian atau perubahan interval
3) Mengetahi efek samping terapeutik obat dibutuhkan, buat rekomendasi khusus
. Respon pengobatan berdasarkan prinsip analgesik
1) Pasien mengetahui efek sampingnya 7) Monitor tanda vital sebelum dan setelah
2) Tidak ada reaksi alergi memberikan analgesik narkotik pada
3) Tidak ada efek prilaku dari pengobatan pemberian dosis pertama kali atau jika
ditemukan tanda- tanda yang tidak biasanya
8) Berikan analgesik tambahan dan atau
pengobatan jika diperlukan untuk
mengingkatkan efek pengurangan nyeri
9) Lakukan tindakan-tindakan untuk
menurunkan efek samping analgesik (misalnya:
konstipasi dan iritasi lambung)
10) Evaluasi kefektifan analgesik dengan
interval yang teratur pada setiap setelah
pemberian khususnya setelah pemberian
pertama kali, juga observasi adanya tanda dan
gejala efek samping (misalnya: depresi
pernafasan, mual dan muntah, mulut kering dan
konstipasi)
11) Dokumentasikan respon terhadap
analgesik dan adanya efek samping
12) Evaluasi dan dokumentasi tingkat sedasi
dari pasien yang menerima opioid
Manajemen Obat
1) Tentukan obat yang diperlukan
2) Monitor efektifitas cara pemberian obat yang
sesuai
3) Monitor pasien mengenai efek terapeutik
obat
4) Monitor tanda dan gejala toksisitas obat
5) Monitor level serum darah
( misalnya:elektrolit, protrombin, obat-obatan)
yang sesuai
6) Monitor interaksi obat yang non terpeutik
7) Monitor respon terhadap perubahan
pengobatan dengan cara yang tepat
Manajemen Energi
1) Kaji status fisiologis pasien yang
menyebabkan kekelahan sesuai dengan konteks
usia dan perkembangan
2) Anjurkan pasien untuk mengungkapkan
perasaan secara verbal mengenai keterbatasan
yang dialami
3) Tentukan persepsi pasien atau orang
terdekat dengan pasien mengenai penyebab
kelelahan
4) Perbaiki defisit status pisiologis (misalnya,
kemoterapi yang menyebabkan anemia)
sebagai prioritas pertama
5) Monitor intake/asupan nutrisi untuk
mengetahui sumber energi yang adekuat
6) Monitor waktu dan lama istirahat Pasien
7) Kurangi ketidaknyamanan fisik yang dialami
pasien yang bisa mempengaruhi fungsi
kognitif, pemnatauan diri dan pengaturan
aktivitas pasien Bantu pasien untuk
mengidentifikasi kegiatan rumah yang bisa
dilakukan oles keluarga dan teman dirumah
untuk mencegah/mengatasi kelelahan
9) Instrusikan pasien atau keluarga mengenali
tanda dan gejala kelelahan yang memerlukan
pengurangan aktivitas
10) Instruksikan pasien atau keluarga
mengenai stres dan koping intervensiuntuk
mengurangi kelelahan
11) Ajarkan pasien atau keluarga untuk
menghubungi tenaga kesehatanjika tanda dan
2. Ketidakseimbangan nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Manajemen Gangguan Makan
kurang dari kebutuhan tubuh nafsu makan pasien baik dengan kriteria 1) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk
berhubungan dengan kurang hasil : mengembangkan rencana perawatan dengan
asupan makanan. a. Status nutrisi : asupan makanan dan melibatkan pasien dan orang-orang terdekatnya
cairan dengan tepat
1) Asupan makanan secara 2) Kolaborasi dengan tim dan pasien untuk
2) Asupan cairan secara oral adekuat mengatur target pencapaian berat badan jika
3) Asupan cairan IV adekuat berat badan pasien tidak berada dalam rentang
4) Asupan nutrisi parenteral adekuat normal
5) Tidak ada mual dan muntah 3) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
menentukan asupan kalori harian yang
b. Nafsu makan diperlukan
1) Peningkatan keinginan untuk makan 4) Dorong pasien untuk mendiskusikan makanan
2) Peningkatan rangsangan untuk makan yang disukai bersama ahli gizi
3) Intake makanan adekuat 5) Timbang berat badan pasien
1. 6) Monitor intake/asupan dan asupan cairan
secara tepat
7) Monitor asupan kalori makanan harian
8) Batasi makanan sesuai dengan jadwal
9) Observasi pasien selama dan setelah
pemberian makan/makanan ringan untuk
meyakinkan bahwa asupan makanan yang cukup
tercapai dan dipertahankan
10) Beri dulungan misalnya terapi relaksasi
11) Batasi aktivitas fisik sesuai kebutuhan untuk
meningkatkan berat badan
12) Monitor berat badan pasien sesuai secara
rutin
Manajemen Nutrisi

1) Tentukan status gizi pasien


2) Identifikasi alergi dan intoleransi terhadap
makanan
3) Atur diit yang diperlukan (rendah protein,
tinggi karbohidrat, rendah natrium)
4) Beri obat-obatan sebelum makan seperti
antiemeik
5) Anjurkan diit pasien sesuai kebutuhan
Monitor kalori dan asupan nutrisi

Monitor Nutrisi
1) Timbang berat badan pasien
2) Identifikasi adanya penurunan berat badan
3) Monitor turgor kulit
4) Monitor adanya mual muntah
5) Identifikasi perubahan nafsu makan
6) Monitor pucat pada konjungtiva
7) Lakukan kemampuan menelan
Tentukan faktor yang mempengaruhi nutrisi
3. Nausea/mual berhubungan Comfort level Pengawasan Nutrisi
dengan terapi pengobatan Hidration 1) Kaji penyebab mual dan muntah, tingkat
(kemoterapi) Nutritional Status energy, kelemahan
Kriteria Hasil: 2) Monitor asupan makanan dan cairan
• Melaporkan bebas dari mual 3) Monitor status nutrisi dan hidrasi : konjungtiva
• Mengidentifikasi hal-hal yang anemis, bibir kering, pecah-pecah, turgor kulit
mengurangi mual tidak elastic
1. • Nutrisi adekuat 4) Monitor BB
• Status hidrasi : hidrasi kulit membrane (penurunan/peningkatan) dan antropometri
mukosa baik, tidak ada rasa haus yang 5) Monitor hasil laboratorium
abnormal, urin output normal, TD, HCT 6) Lakukan tindakan keperawatan, tidak pada
normal. saat klien makan

Management Nutrisi:
1) Jangan jadwalkan tindakan yang dapat
menyebabkan sebelum waktu makan
2) Berikan informasi yang tepat mengenai
kebutuhan kepada klien dan keluarga
3) Anjurkan klien nafas dalam setelah menelan
untuk menekan reflek muntah
4) Anjurkan klien untuk membatasi minum jam
sebelum makan, 1 jam setelah makan
5) Batasi stimulasi yang menimbulkan rasa mual
: benda atau makanan yangmerangsang atau
aroma yang menyengat
6) Berikan informasi yang tepat mengenai
kebutuhan nutrisi kepada klien dan keluarga
7) Kolaborasi dengan tim medis lain dalam
pemberian obat
8) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang jumlah
kalori dan tipe nutrsi yang dibutuhkan klien

Manajemen kemoterapi
1) Monitor efek samping agen kemoterapi
2) Ajari klien untuk tehnik relaksasi non
farmakologi (Terapi inhalasi aroma citrus)
3) Monitor TTV dan hemodinamik
4. Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Pengurangan Kecemasan
status kesehatan pasien mampu mengontrol kecemasan 1) Gunakan pendekatan yang tenang dan
dengan meyakinkan
kriteria hasil : 2) Jelaskan semua prosedur termasuk sensai
1) Mengurangi penyebab kecemasan yang akan dirasakan yang mungkin dialami
2) Menggunakan strategi koping yang pasien selama prosedur
efektif 3) Berikan informasi faktual terkait diagnosis,
3) Menggunakan teknik relaksasi perawatan, dan prognosis
4) Mempertahankan hubungan sosial Peningkatan Koping
5) Mempertahankan tidur adekuat 1) Bantu pasien dalam mengidentifikasi tujuan
6) Mengendalikan respon kecemasan jangka pendek dan jangka panjang
2) Berikan penilaian (kemampuan) penyesuaian
pasien terhadap perubahan-perubahan dalam citra
tubuh sesuai dengan indikasi
3) Berikan penilaian mengenai dampak dari
situasi kehidupan pasien terhadap peran dan
hubungan
4) Dukung pasien untuk mengidentifikasi
deskripsi yang realistik terhadap perubahan
dalam peran
5) Berikan penilaian mengenai pemahaman
pasien terhadap proses penyakit
6) Bantu pasien untuk mengidentifikasi strategi-
strategi positif untuk mengatasi keterbatasan dan
kebutuhan gaya hidup maupun perubahan peran
Terapi Relaksasi
1) Gambarkan rasionalisasi dan manfaat relaksasi
serta jenis relaksasi yang tersedia
2) Tentukan apakah ada intervensi relaksasi di
masa lalu yang sudah memberikan manfaat
3) Ciptakan lingkungan yang tenang dan tanpa
distraksi
4) Dorong pasien untuk mengambil posisi yang
nyaman
5) Minta pasien untuk rileks dan merasakan
sensasi yang terjadi
6) Tunjukkan dan praktikkan teknik relaksasi
pada pasien
7) Dorong pengulangan teknik dan praktik-
praktik tertentu secara berkala
Berikan waktu yang tidak terganggu
5. Disfungsi seksual berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Pengurangan Kecemasan
dengan gangguan struktur tubuh status kesehatan baik dengan kriteria hasil: 1) Gunakan pendekatan yang tenang dan
1) Mengenali realita situasi kesehatan meyakinkan
2) Melaporkan harga diri yang positif 2) Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
3) Mempertahankan hubungan perilaku pasien
4) Menyesuaikan perubahandalam status 3) Jelaskan semua prosedur termasuk sensai
kesehatan yang akan dirasakan yang mungkin dialami
5) Mencari informasi tentang kesehatan pasien selama prosedur
6) Melaporkan perasaan berharga dalam 4) Berikan informasi faktual terkait diagnosis,
hidup perawatan, dan prognosis
5) Dorong keluarga untuk mendampingipasien
dengan cara yang tepat
6) Puji/kuatkan perilaku yang baik secara tepat
7) Bantu pasien mengidentifikasikan situasi
yang memicu kecemasan

Peningkatan Peran
1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi peran
yang biasanya dalam keluarga
2) Bantu pasien untuk mengidentifikasi
perubahan peran khusus yang diperlukan terkait
dengan sakit
3) Dukung pasien untuk mengidentifikasi
gambaran realistik dari adanya perubahan peran
4) Bantu pasien untuk mengidentifikasi strategi-
strategi positif unutk memanajemen perubahan-
perubahan peran
5) Fasilitasi diskusi mengenai bagaimana
adaptasi peran keluarga untuk dapat
mengkompensasi peran anggota yang sakit
Peningkatan Harga Diri
1) Monitor pernyataan pasien mengenai harga
diri
2) Bantu pasien untuk penerimaan diri
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, S. (2015). Stop! Kanker. Yogyakarta: Istana Media.

Bulechek, Gloria M., Howard K. Butcher., Joanne M. Dochterman., & Cheryl


Wagner. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC 6th ed.). St.
Louis, Missouri : Elseiver

Kemenkes RI. (2015). Pusat Data dan Informasi (InfoDATIN) Kementrian

Kesehatan RI. Jakarta Selatan

Moorhead, S, Johnson, M. (2016). Nursing Outcome Classification (NOC), 5th


Indonesian edition. Singapore : Elsevier

NANDA International. 2015. Nursing Diagnoses-Definitions and Classification


2015-2017. Philadelphia : Blackwell Publishing Limited.

Padila.(2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jogjakarta: Nu Med.

Reeder, S.J., Martin, L.L. & Koniak-Griffin, D. (2014). Keperawatan Maternitas:


Kesehatan Wanita, Bayi, & Keluarga, Volume 2, Edisi 18. Jakarta: EGC.

Tilong AD. Bebas dari ancaman kanker serviks. Jogjakarta: FlashBooks; 2012.

Anda mungkin juga menyukai