Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

PENATALAKSANAAN METASTASE TULANG PADA


KANKER PAYUDARA

Oleh:

Pembimbing:

SMF / DEPARTEMEN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
RSUD Dr. SOETOMO - SURABAYA
2018

1
I. PENDAHULUAN

Proses metastase ke tulang merupakan salah satu penyebab kegagalan dalam


pengobatan atau penatalaksanaan penyakit kanker dan merupakan keadaan yang
didapatkan pada sekitar 30% kasus keganasan. Lesi metastase tulang dapat memperburuk
kondisi penderita dan merupakan salah satu bagian terpenting dari diagnosa banding nyeri
tulang progresif. Penyebaran atau proses metastase pada tulang sering ditemukan pada
kanker payudara yang sudah masuk stadium lanjut. Kanker pada tulang yang disebabkan
oleh kanker payudara, tidak sama dengan kanker yang timbulnya memang primer dari
tulang. Hal ini terjadi apabila sel kanker lepas dari tumor utama pada payudara dan masuk
ke dalam aliran darah. kemudian sel kanker ini tinggal didalam tulang dan mulai
membelah diri. Tulang belakang adalah bagian yang sering terdampak pada kasus
keganasan dengan metastase ke tulang. Kemudian berurutan tersering adalah pada tulang
pelvis, pinggang, paha, tulang rusuk dan tulang tengkorak 1

Kanker payudara adalah tumor ganas yang menyerang jaringan payudara yang
sering dapat mengakibatkan kematian pada wanita. Jaringan payudara terdiri dari kelenjar
susu (kelenjar pembuat air susu), saluran kelenjar air susu dan jaringan penunjang
payudara. Penyakit kegansan ini oleh World Health Organization (WHO) dimasukan
kedalam International Classification of Diseases (ICD) dengan nomor kode 174. Kanker
payudara terjadi karena adanya kerusakan pada gen yang mengatur pertumbuhan dan
diferensiasi sehingga sel itu tumbuh dan berkembang biak tanpa dapat dikendalikan. Sel-
sel kanker payudara ini dapat menyebar melalui aliran darah ke seluruh tubuh 2

Metastasis dan invasi sel kanker merupakan aspek yang mematikan dari suatu
proses keganasan. Metastasis adalah kemampuan sel tumor untuk berpindah ke tempat
yang jauh dari tumor primer yang bilamana sel sudah berada pada organ lain, sel tersebut
akan bertumbuh. Oleh sebab itu, proses metastasis dapat menyebabkan peningkatan angka
kesakitan dan bahkan  kematian. Kejadian tersebut juga merupakan salah satu tanda utama
tumor ganas, sebab tumor jinak tidak mengadakan metastasis.

Pada umumnya semua tumor ganas dapat metastasis, namun demikian terdapat
pengecualian yaitu tumor sel-sel glia di otak dan tumor sel basal dikulit yang sangat
destruktif secara lokal tetapi jarang sekali dapat metastasis. Disamping itu sebagian besar
sel kanker secara cerdik dapat menutupi kemampuan potensi metastasisnya melalui

2
berbagai macam mekanisme. Proses metastasis ini terjadi terutama melalui aliran limfe
dan pembuluh darah, namun demikian dapat juga terjadi melalui rongga dalam tubuh
misalnya rongga abdomen dan melalui cairan tubuh misalnya cairan cerebrospinalis.
Kemampuan metastasis ini disebabkan karena kemampuan sel kanker untuk melakukan
invasi ke dalam jaringan sekitarnya dan seterusnya ke pembuluh darah atau pembuluh
limfe. Proses terjadinya metastasis terutama disebabkan oleh perubahan sifat sel ganas. 
Sifat sel  ganas  itu  antara lain  perubahan biokimia permukaan sel,  pertambahan
motilitas, kemampuan mengeluarkan zat  litik, kemampuan untuk membentuk pembuluh
darah baru (angiogenesis),  berkurangnya adhesi antara sel tumor satu dengan sel tumor
lainnya dan hilangnya daya pertumbuhan bersama antara sesama sel tumor dan sel normal
diantaranya 2. Karsinogenesis atau proses terjadinya kanker dimulai dengan proses
perubahan sederhana pada sel yang berubah menjadi tumor jinak hingga akhirnya menjadi
tumor ganas atau kanker (Gambar 1) 3

Gambar 1. Proses perubahan sel normal menjadi keganasan.


(Sumber : ResearchGate)

Sel Kanker dapat lepas dari sel kanker asal (primary cancer atau kanker primer)
melalui aliran darah atau saluran limfe dan menyebar ke bagian tubuh atau ke organ lain.
Apabila sel tersebut mencapai organ atau bagian lain (menyebar) dari tubuh dan

3
berkembang membentuk tumor baru di bagian itu, disebut tumor sekunder (secondary
tumor) atau proses metastasis 3

Tampak sel-sel kanker yang menembus batas jaringan menyebar secara lokal dan
akhirnya melalui pemebuluh darah atau limfe menyebar ke bagian-bagian yang jauh dari
tempat asalnya “metastasis jauh” (gambar 2).

Gambar 2. Cara atau perjalanan sel-sel kanker menyebar atau bermetastasis


(Sumber : Robbins Pathologic Basis of Disease)

II. EPIDEMIOLOGI

Kanker payudara merupakan kanker dengan insidens tertinggi No.2 di Indonesia


dan terdapat kecenderungan dari tahun ke tahun insidennya meningkat; seperti halnya di
beberapa negara barat. Angka kejadian kanker payudara di Amerika Serikat yakni 92 per
100.000 wanita pertahun dengan mortalitas yang cukup tinggi yaitu 27 per 100.000 atau
18% dari kematian yang dijumpai pada wanita. Di Indonesia berdasarkan “Pathological
Based Registration“ kanker payudara mempunyai insidens relatif 11,5%. Diperkirakan di

4
Indonesia mempunyai insidens minimal 20.000 kasus baru pertahun; dengan kenyataan
bahwa lebih dari 50% kasus masih berada dalam stadium lanjut.

Di Amerika Serikat, tulang belakang merupakan tempat atau tulang yang paling
sering terkena metastase tumor. Sekitar 30-70% pasien dengan tumor primer didapatkan
metastase ke tulang belakang pada waktu dilakukan autopsy. Sekitar 70% lesi metastase
terdapat pada daerah vertebra thorakal, 20% di daerah vertebra lumbal, dan 10% di daerah
vertebra servikal. Lebih dari 50% penderita dengan metastasis tulang belakang mempunyai
lesi yang multipel. Lokasi tersering metastasis di tulang belakang adalah pada anterior
korpus vertebra (60%), dan sekitar 30% berinfiltrasi ke lamina atau pedikel. Sebagian kecil
dapat mengenai bagian anterior dan posterior tulang belakang. Sumber utama atau
penyakit tumor primer dari lesi metastase tulang belakang adalah paru-paru (31%),
payudara (24%), gastrointestinal (9%), prostat (8%), limfoma (6%), melanoma (4%), dan
ginjal (1%). Beberapa menunjukkan lebih dari 40% Epidural Spinal Cord Compression
akibat metastasis tulang berasal dari dari tumor primer payudara, paru, dan prostat 4

5
Gambar 3. Sebaran Insidensi breast cancer
(Sumber : News-Medical.net “Breast Cancer Epidemiology”)

Insiden kanker payudara sangat bervariasi di seluruh dunia, yang lebih rendah di
negara-negara berkembang dan terbesar di negara yang lebih maju. Di dua belas wilayah
dunia, tingkat kejadian tahunan usia standar per 100.000 perempuan adalah sebagai
berikut; di Asia Timur : 18, di Asia Tengah : 22, di Afrika: 22, di Asia Timur: 26, Afrika
Utara dan Barat asia: 28, Selatan dan Amerika Tengah: 42, Eropa Timur: 49, Eropa
Selatan: 56, Eropa Utara: 73, Oseania: 74, Eropa Barat: 78 dan di Amerika Utara: 90.
Kanker payudara sangat terkait dengan umur dengan hanya 5% dari semua pasien kanker
payudara terjadi pada wanita di bawah 40 tahun (gambar 3).

Di seluruh dunia, kanker payudara adalah kanker paling umum atau paling sering
pada wanita setelah kanker kulit yang mewakili 16% dari semua kanker pada wanita.
Angka ini lebih dari dua kali lipat dari kanker kolorektal dan kanker leher rahim dan
sekitar tiga kali lipat dari kanker paru-paru. Kematian di dunia akibat penyakit keganasan
pada payudaraadalah 25% lebih besar daripada kanker paru-paru pada wanita.

Di Amerika Serikat resiko seumur hidup untuk kanker payudara di Amerika Serikat
adalah 1 dari 8 kasus (12,5%) dengan 1 dari 35 kasus (3%) berpeluang terjadi kematian.
Amerika Serikat memiliki tingkat insiden tertinggi tahunan kanker payudara di dunia;
128,6 per 100.000 pada kalangan kulit putih dan 112,6 per 100.000 pada kalangan Afrika
Amerika. Pada tahun 2007, kanker payudara diperkirakan akan menyebabkan 40.910
kematian di Amerika Serikat (7% dari kematian akibat kanker; hampir 2% dari semua
kematian). Angka ini termasuk 450 hingga 500 kasus kematian per tahun diantara laki-laki
dari 2000 kasus kanker.

Di AS, baik insiden dan angka kematian untuk kanker payudara telah menurun
dalam beberapa tahun terakhir di penduduk asli Amerika dan Alaska Pribumi. Namun
demikian, sebuah penelitian AS yang dilakukan pada tahun 2005 menunjukkan bahwa
kanker payudara masih merupakan penyakit yang paling ditakuti, meskipun penyakit
jantung adalah penyebab yang jauh lebih umum atau lebih sering menyebabkan kematian
di kalangan perempuan. Negara-negara berkembang yang mengadopsi budaya barat
memiliki kecenderungan penyakit keganasan payudara yang lebih tinggi yang timbul dari
budaya barat dan kebiasaannya (asupan lemak berlebih, konsumsi alkohol, merokok,
paparan kontrasepsi oral, perubahan pola melahirkan dan menyusui, paritas rendah).

6
III. ANATOMI

A. Anatomi Tulang

Gambar 4. Anatomi tulang


Tulang adalah suatu struktur jaringan yang mengandung mineral-mineral seperti
kalsium, fosfat, dan protein kolagen. Lapisan luar dari tulang disebut kortex dan
lapisan didalam yang menyerupai sponge disebut sum-sum tulang. Tulang secara
periodik dan konstan memperbarui diri melalui suatu proses yang dinamakan
‘remodelling’. Tulang menjalankan beberapa fungsi tertentu di dalam tubuh, yaitu :

Tulang memberikan bentuk pada tubuh dan menopang tubuh.

Tulang menyimpan dan melepaskan beberapa jenis mineral yang dibutuhkan tubuh
seperti kalsium, fosfat, magnesium, dan sodium saat dibutuhkan oleh tubuh.

Sum-sum tulang memproduksi dan menyimpan sel – sel darah. Apabila ada proses
metastase ke tulang, maka fungsi-fungsi diatas dapat terganggu. Daerah yang

7
sering menjadi tujuan metastase antara lain costa, vertebra, pelvis, tulang
tengkorak, dan humerus serta femur.5

B. Anatomi Payudara

Gambar 5. Anatomi payudara dan metastase kanker payudara6

IV. FAKTOR RESIKO

A. Faktor resiko kanker payudara

Menurut Moningkey dan Kodim, penyebab spesifik kanker payudara masih


belum diketahui, tetapi terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai
pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara diantaranya (gambar 5):

1. Faktor reproduksi: Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko


terjadinya kanker payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda,
menopause pada umur lebih tua, dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko
utama kanker payudara adalah bertambahnya umur. Diperkirakan periode antara
terjadinya haid pertama dengan umur saat kehamilan pertama merupakan window
of initiation perkembangan kanker payudara. Secara anatomi dan fungsional,
payudara akan mengalami atrofi dengan bertambahnya umur. Kurang dari 25%

8
kanker payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga diperkirakan awal
terjadinya tumor terjadi jauh sebelum terjadinya perubahan klinis.
2. Penggunaan hormon: Hormon estrogen berhubungan dengan terjadinya kanker
payudara. Laporan dari Harvard School of Public Health menyatakan bahwa
terdapat peningkatan kanker payudara yang signifikan pada para pengguna terapi
estrogen replacement. Suatu metaanalisis menyatakan bahwa walaupun tidak
terdapat risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi oral, wanita yang
menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai risiko tinggi untuk
mengalami kanker payudara sebelum menopause. Sel-sel yang sensitif terhadap
rangsangan hormonal mungkin mengalami perubahan degenerasi jinak atau
menjadi ganas.

3. Penyakit fibrokistik: Pada wanita dengan adenosis, fibroadenoma, dan fibrosis,


tidak ada peningkatan risiko terjadinya kanker payudara. Pada hiperplasis dan
papiloma, risiko sedikit meningkat 1,5 sampai 2 kali. Sedangkan pada hiperplasia
atipik, risiko meningkat hingga 5 kali.

4. Obesitas: Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk tubuh
dengan kanker payudara pada wanita pasca menopause. Variasi terhadap kejadian
kanker ini di negara-negara Barat dan bukan Barat serta perubahan kekerapan
sesudah migrasi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh diet terhadap terjadinya
keganasan ini.

5. Konsumsi lemak: Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko


terjadinya kanker payudara. Willet dkk. melakukan studi prospektif selama 8 tahun
tentang konsumsi lemak dan serat dalam hubungannya dengan risiko kanker
payudara pada wanita umur 34 sampai 59 tahun.

6. Radiasi: Eksposur dengan radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas


meningkatkan terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang
dilakukan disimpulkan bahwa risiko kanker radiasi berhubungan secara linier
dengan dosis dan umur saat terjadinya eksposur.

7. Riwayat keluarga dan faktor genetik: Riwayat keluarga merupakan komponen


yang penting dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan skrining untuk
kanker payudara. Terdapat peningkatan risiko keganasan pada wanita yang

9
keluarganya menderita kanker payudara. Pada studi genetik ditemukan bahwa
kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Apabila terdapat BRCA 1, yaitu
suatu gen kerentanan terhadap kanker payudara, probabilitas untuk terjadi kanker
payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun.
Faktor Usia sangat berpengaruh -> sekitar 60% kanker payudara terjadi di usia 60
tahun. Resiko terbesar usia 75 tahun.7

B. Faktor Resiko Metastase Tulang

Metastasis sel Kanker payudara ke tulang mengakibatkan terjadinya destruksi


tulang yang disebabkan oleh faktor faktor yang dihasilkan oleh sel kanker sendiri
seperti : Parathyroid Hormonerelated Peptide (PTHrP)5, Interleukin 6 (IL-6), IL-1,
Tumor Necrosis faktor alpha ( TNFα) dan Macrophage Inflammatory Protein 1-alpha
(MIP-1α)12 dan faktor faktor yang ada dalam lingkungan mikro tulang yaitu berbagai
macam growth faktors yang tidak aktif seperti: Transforming Growth Factor β (TGF β
), Insulin-like growth factor I dan II, fibroblast growth factors, platelet-derived growth
factor, bone morphogenetic proteins dan Kalsium.

Sel-sel kanker dapat menghasilkan molekul adhesif yang dapat melekatkan sel
kanker pada sel stroma sumsum tulang merah dan juga matriks tulang, interaksi antara
sel kanker dengan sel stroma dan matriks tulang akan menyebabkan sel kanker
meningkatkan produksi faktor-faktor angiogenik dan bone-resorbing faktor yang
selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan sel kanker dalam tulang.

Mekanisme destruksi tulang yang disebabkan oleh metastasis belum diketahui


secara sempurna. Destruksi tulang yang diakibatkan oleh adanya sel-sel kanker atau
disebut Tumor Osteolysis diawali dengan pengaktifan osteoclast. Produk dari sel
kanker dan faktor-faktor yang terdapat dalam lingkungan mikro sumsum tulang serta
faktor-faktor selluler berperan dalam terjadinya destruksi tulang. Lingkungan mikro
dalam tulang mempunyai peran yang besar dalam pembentukan osteoclast. Sitokin
yang dihasilkan oleh lingkungan mikro tulang dan juga hormone akan mengatur
pembentukan dan pengaktifan osteoclast.

Sel kanker dapat menghasilkan faktor yang dapat merangsang pembentukan


osteoclast baik secara langsung maupun tidak langsung. Produk dari sel Kanker
payudara seperti Parathyroid Hormone related Peptide ( PTHrP ) akan merangsang
pertumbuhan osteoclast dan juga merangsang osteoclast untuk menghasilkan

10
osteclastogenic yang kuat seperti IL-6. PTHrP dan IL-6 akan merangsang peningkatan
pembentukan osteoclast yang kemudian akan menimbulkan resorpsi tulang yang lebih
hebat, Osteoclast akan meresorbsi tulang dengan cara mengeluarkan suatu enzym
protease yang akan melarutkan matriks tulang dan menghasilkan asam yang akan
menyebabkan mineral tulang terlepas masuk ke ekstra selluler akibat resorpsi ini
beberapa faktor akan dilepaskan dari dalam matriks tulang seperti TGFβ, selanjutnya
faktor-faktor ini akan merangsang pembentukan PTHrP yang lebih banyak dan juga
merangsang pertumbuhan sel Kanker payudara sehingga menimbulkan suatu
“Lingkaran Setan” yang akan berlangsung terus menerus.8

V. GEJALA KLINIS KANKER PAYUDARA

1. Benjolan pada payudara

Umumnya berupa benjolan yang tidak nyeri pada payudara. Benjolan itu mula-mula
kecil, semakin lama akan semakin besar, lalu melekat pada kulit atau menimbulkan
perubahan pada kulit payudara atau pada puting susu.

2. Erosi atau eksema puting susu

Kulit atau puting susu tadi menjadi tertarik ke dalam (retraksi), berwarna merah muda
atau kecoklat-coklatan sampai menjadi oedema hingga kulit kelihatan seperti kulit jeruk
(peau d’orange), mengkerut, atau timbul borok (ulkus) pada payudara. Borok itu semakin
lama akan semakin besar dan mendalam sehingga dapat menghancurkan seluruh
payudara, sering berbau busuk, dan mudah berdarah. Ciri-ciri lainnya antara lain:
 Pendarahan pada puting susu.
 Rasa sakit atau nyeri pada umumnya baru timbul apabila tumor sudah besar, sudah
timbul borok, atau bila sudah muncul metastase ke tulang-tulang.
 Kemudian timbul pembesaran kelenjar getah bening di ketiak, bengkak (edema)
pada lengan, dan penyebaran kanker ke seluruh tubuh.
Kanker payudara lanjut sangat mudah dikenali dengan mengetahui kriteria operbilitas
Heagensen sebagai berikut:
 Terdapat edema luas pada kulit payudara (lebih 1/3 luas kulit payudara);
 Adanya nodul satelit pada kulit payudara
 Kanker payudara jenis mastitis karsinimatosa

11
 Terdapat model parasternal

 Terdapat nodul supraklavikula danAdanya edema lengan

 Adanya metastase jauh

 Serta terdapat dua dari tanda-tanda locally advanced, yaitu ulserasi kulit, edema
kulit, kulit terfiksasi pada dinding toraks, kelenjar getah bening aksila diameter
lebih 2,5 cm, dan kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain.

3. Keluarnya cairan (Nipple discharge)

Nipple discharge adalah keluarnya cairan dari puting susu secara spontan dan tidak
normal. Cairan yang keluar disebut normal apabila terjadi pada wanita yang hamil,
menyusui dan pemakai pil kontrasepsi. Seorang wanita harus waspada apabila dari puting
susu keluar cairan berdarah cairan encer dengan warna merah atau coklat, keluar sendiri
tanpa harus memijit puting susu, berlangsung terus menerus, hanya pada satu payudara
(unilateral), dan cairan selain air susu.9

VI. STADIUM

Stadium penyakit kanker adalah suatu keadaan dari hasil penilaian dokter saat
mendiagnosis suatu penyakit kanker yang diderita pasiennya, sudah sejauh manakah
tingkat penyebaran kanker tersebut baik ke organ atau jaringan sekitar maupun penyebaran
ketempat lain. Stadium hanya dikenal pada tumor ganas atau kanker dan tidak ada pada
tumor jinak. Untuk menentukan suatu stadium, harus dilakukan pemeriksaan klinis dan
ditunjang dengan pemeriksaan penunjang lainnya yaitu histopatologi atau PA, rontgen ,
USG, dan bila memungkinkan dengan CT scan, scintigrafi, dll.

Banyak sekali cara untuk menentukan stadium, namun yang paling banyak dianut
saat ini adalah stadium kanker berdasarkan klasifikasi sistem TNM yang
direkomendasikan oleh UICC (International Union Against Cancer dari World Health
Organization)/AJCC (American Joint Committee On cancer yang disponsori oleh
American Cancer Society dan American College of Surgeons).9

TNM merupakan singkatan dari “T” yaitu tumor size atau ukuran tumor , “N” yaitu
node atau kelenjar getah bening regional dan “M” yaitu metastasis atau penyebaran jauh.
Ketiga faktor T, N, dan M dinilai baik secara klinis sebelum dilakukan operasi, juga

12
sesudah operasi dan dilakukan pemeriksaan histopatologi (PA). Pada kanker payudara,
penilaian TNM sebagai berikut:

 T (tumor size), ukuran tumor:


o T 0: tidak ditemukan tumor primer

o T 1: ukuran tumor diameter 2 cm atau kurang

o T 2: ukuran tumor diameter antara 2-5 cm

o T 3: ukuran tumor diameter > 5 cm

o T 4: ukuran tumor berapa saja, tetapi sudah ada penyebaran ke kulit atau
dinding dada atau pada keduanya, dapat berupa borok, edema atau bengkak,
kulit payudara kemerahan atau ada benjolan kecil di kulit di luar tumor
utama

 N (node), kelenjar getah bening regional (kgb):

o N 0: tidak terdapat metastasis pada kgb regional di ketiak/aksilla

o N 1: ada metastasis ke kgb aksilla yang masih dapat digerakkan

o N 2: ada metastasis ke kgb aksilla yang sulit digerakkan

o N 3: ada metastasis ke kgb di atas tulang selangka (supraclavicula) atau


pada kgb di mammary interna di dekat tulang sternum

 M (metastasis), penyebaran jauh:

o M x: metastasis jauh belum dapat dinilai

o M 0: tidak terdapat metastasis jauh

o M 1: terdapat metastasis jauh

Setelah masing-masing faktor T, N, dan M didapatkan, ketiga faktor tersebut


kemudian digabung dan akan diperoleh stadium kanker sebagai berikut (dapat dilihat pada
tabel 1):

13
Tabel.1. TNM

VII. GEJALA PADA KANKER TULANG

Metastase pada tulang, sering memyebabkan rasa nyeri. Juga bisa menyebabkan
tulang fracture ( patah ) atau hancur.Ini sangat mengganggu activitas sehari-hari. Gejala
dari metastase tulang ini bisa bermacam-macam. Diantaranya :

14
 Nyeri pada tulang yang lama kelamaan menjadi amat sakit hingga pasien tidak bisa
jalan, Bisa jadi ini karena tulang yang patah atau urat syaraf tulang belakang yang
rusak ( orang awam sering mengira sebagai urat kejepit )
 Merasa lemas

 Mati rasa pada bagian yang syarafnya terkena kanker

 Masalah pada buang air kecil

 Tekanan akibat metastase pada syaraf tulang belakang menyebabkan :


1. Mati rasa, sakit dan kaki yang melemah
2. Masalah pada isi perut dan kandung kemih
3. Mati rasa pada daerah perut

Mual


Haus


Konstipasi


Kelelahan


Merasa bingung, tidak tenang


Perlu kalsium darah yang tinggi ( hypercalcemia )


Kelebihan kalsium yang dikeluarkan dari tulang yang sakit, mungkin
mengakibatkan kurang nafsu makan, mual, lelah.10

Gejala pada tulang belakang (metastase yang paling sering)

Kanker tulang primer di tulang jarang terjadi. Kanker pada tulang dapat
menyebabkan  hancurnya sel-sel sehat tulang penderita. Tumor kanker tidak hanya
merusak tulang tetapi juga merusak sumsum tulang penderitanya. Gejala kanker tulang di
tulang termasuk rasa sakit, patah tulang dan mati rasa atau kelemahan

Rasa sakit : Tanda paling umum dari kanker tulang di tulang belakang adalah
nyeri pada leher atau punggung. Rasa sakit akan terus-menerus dan disertai dengan
gejala lainnya. Nyeri ini bisa hanya di daerah belakang, bisa juga menyebar ke
anggota badan lain. Pengembangannya tergantung hanya pada lokasi pertumbuhan
abnormal. Jika kanker menyebabkan sejumlah kecil peradangan dan iritasi, rasa

15
sakit biasanya tetap di belakang. Jika kanker menekan saraf, rasa sakit berdifusi
keluar ke “dahan” yang terkait. Tidak peduli sumber rasa sakit, kanker tulang
belakang menyebabkan ketidaknyamanan kronis.

Kelemahan : Jika kanker tempat cukup tekanan pada saraf, seseorang akan
menderita kelemahan. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh gangguan pada
impuls dari tulang belakang. Jika kanker menyebabkan peradangan besar di
belakang, otak tidak lagi mampu berkomunikasi dengan baik dengan kaki.
Akibatnya, penderita mungkin merasa sulit untuk berjalan, membawa, meraih
sesuatu, atau berpegangan.


Kepekaan berkurang : Kanker tulang belakang dapat mempengaruhi sensasi
sentuhan. Karena sumsum tulang belakang adalah saraf pusat, peradangan atau
tekanan di daerah ini dapat mengakibatkan pengurangan sensasi. Objek mungkin
tidak lagi merasa panas atau dingin untuk disentuh. 


Inkontinensia : Kanker tulang belakang juga dapat menyebabkan inkontinensia.
Gejala ini sangat mirip dengan kelemahan, karena tekanan pada saraf tertentu
dalam tulang belakang yang bertanggung jawab untuk mengontrol kinerja kandung
kemih dan usus. Jika impuls terganggu, dapat menyebabkan seseorang kehilangan
kontrol kandung kemih mereka, usus, atau keduanya.

Kelumpuhan : Seiring perkembangan kanker tulang belakang, seseorang mungkin
menderita kelumpuhan. Tergantung pada beratnya kanker, kelumpuhan dapat
diisolasi untuk satu anggota badan. Ukuran dan lokasi pertumbuhan menentukan
jumlah kelumpuhan, karena kanker bisa sampai ke titik di mana saraf tampaknya
putus atau lesi telah terbentuk pada saraf itu sendiri.18

Memang perlu memahami perilaku dari kanker, dan komplikasinya, sehingga


pasien bisa mengantisipasi dan melakukan kontrol secara terus menerus. Karena
komplikasi ini bisa datang sepuluh tahun kemudian atau lebih yaitu ketika pasien lengah.
Bisa juga satu atau dua tahun kemudian.1

VIII. PATOFISIOLOGI METASTASE TULANG

16
Metastase tulang terdiri dari lesi osteolitik dan osteoblastik. Pada seorang penderita
kanker , dapat ditemukan beberapa lesi metastatik tulang osteolitik dan osteoblastik atau
lesi tulang berupa campuran osteolitik dan osteoblastik. Sebagian besar penderita kanker
payudara mempunyai lesi tulang predominan berupa osteolitik. Meskipun demikian kira-
kira 15-20% penderita mempunyai lesi tulang predominan osteoblastik. Dapat juga terjadi
pembentukan tulang sekunder sebagai respon kerusakan tulang. Proses reaktif ini
memungkinkan terdeteksinya lesi osteolitik dengan pemeriksaan sidik tulang yang
mendeteksi adanya lesi dengan aktivitas pembentukan tulang.

Beberapa faktor berperan dalan terjadinya metastase kanker ke tulang yaitu : ( The
New England Journal of Medicine (NEJM) 2004, uptodate mechanism of bone metastase) :
 Aliran darah yang banyak pada sumsum tulang.
 Sel kanker menghasilkan molekul adesi yang menyebabkan menempelnya sel
kanker pada sel stroma sumsum tulang dan matriks tulang

Adanya proses adesi ini menyebabkan meningkatnya produksi faktor-faktor


angiogenik dan faktor-faktor resorpsi tulang yang akan meningkatkan pertumbuhan kanker
di tulang. Faktor-faktor tersebut antara lain :

Ekspresi chemokine receptor CXCR4 pada sel kanker yang akan berikatan dengan
stromal cell-derived factor 1 (SDF-1, disebut juga CXCL 12) pada tulang.

Ekspresi receptor activator of nuclear factor kappa ligand (RANKL) pada tulang
berperan dalam metastase tulang melalui ikatan pada reseptor activator of nuclear
factor kappa pada permukaan sel kanker. Tulang merupakan sumber dihasilkannya
faktor-faktor pertumbuhan (transforminggrowth factor ,insulin-like growth factors
I dan II, fibroblast growth factors, plateletderived growth factors, bone
morphogenic protein dan kalsium).12

17
Gambar 6. Mekanisme regulasi chemokine pada metastase kanker payudara

Faktor-faktor ini dihasilkan dan teraktivasi pada proses resorpsi tulang dan
merupakan ”tanah yang subur” untuk pertumbuhan sel kanker ( seed-and-soil hypothesis).
Mekanisme regulasi chemokine pada metastase kanker payudara (dapat dilihat pada
gambar 6).

Sel kanker payudara menghasilkan faktor-faktor yang secara langsung dan tidak
langsung dapat menginduksi pembentukan osteoklas. Sebaliknya, dalam proses resorpsi
tulang oleh osteoklas akan dihasilkan faktor-faktor pertumbuhan dari matriks tulang yang
akan merangsang pertumbuhan sel tumor dan kerusakan tulang. Interaksi timbal balik
antara sel kanker payudara dan lingkungan mikro tulang menyebabkan terjadinya
lingkaran setan yang akan meningkatkan kerusakan tulang dan pertumbuhan sel kanker.
(Proses tersebut dapat dilihat pada gambar 7).13

18
Gambar 7. Hubungan timbal balik antara destruksi tulang dan pertumbuhan sel kanker
selanjutnya akan meningkatkan destruksi tulang dan perumbuhan sel kanker.

Keterangan : Sel tumor, terutama kanker payudara menghasilkan parathyroid hormone-


related peptide (PTHrP) yang berperan sebagai stimulator utama pembentukan osteoklas.
Sel kanker juga menghasilkan faktor-faktor lain yang meningkatkan pembentukan
osteoklas yaitu interleukin-6, prostaglandin E2 (PGE2), tumor necrosis factor dan
macrophage colony stimulating factor (M-CSF). Faktor-faktor ini akan meningkatkan
ekspresi receptor activator of nuclear factor –kB ligand (RANKL) yang akan bekerja
langsung pada prekursor osteoklas untuk menginduksi pembentukan osteoklas dan resorpsi
tulang. Proses resorpsi tulang akan menghasilkan transforming growth factor (TGF),
insulin-like growth factors (IGFs), platelet-derived growth factor (PDGF) dan
bonemorphogenetic protein (BMPs) yang akan meningkatkan produksi PTHrP dari sel
kanker dan faktor-faktor pertumbuhan yang meningkatkan pertumbuhan sel kanker.
Hubungan timbal balik antara destruksi tulang dan pertumbuhan sel kanker selanjutnya
akan meningkatkan destruksi tulang dan perumbuhan sel kanker (Gambar 7).14

IX. PROSEDUR DIAGNOSTIK


Pemeriksaan radiografik dan radioisotop untuk tulang harus dilakukan pada tumor-
tumor ganas yang mempunyai kecenderungan tinggi bermetastasis ke tulang-tulang seperti
: karsinoma payudara, paru, prostat, ginjal serta kelenjar tiroid, semua stadium dengan atau
tanpa keluhan nyeri di tulang. Dianjurkan pula pada tumor-tumor serta ditemukan nyeri
ketok.15

A. JENIS-JENIS PEMERIKSAAN
1. Bone Survey

19
Bone Survey atau pemeriksaan tulang-tulang secara radiografik
konvensional adalah pemeriksaan semua tulang-tulang yang paling sering dikenai
lesi-lesi metastatik yaitu skelet, ekstremitas bagian proksimal. Sangat jarang lesi
megenai sebelah distal siku atau lutut. Bila ada lesi pada bagian tersebut harus
difikirkan kemungkinan mieloma yang multipel (morbus Kahler). Gambaran
radiologik dari metastasis tulang kadang –kadang bisa memberi petunjuk dari mana
asal tumor. Sebagian besar proses metastasis memberikan gambaran "lytik" yaitu
bayangan "radiolusen" pada tulang. Sedangkan gambaran "blastik" adalah apabila
kita temukan lesi dengan densitas yang lebih tinggi dari tulang sendiri. Keadaan
yang Iebih jarang ini kita temukan pada metastasis dari tumor primer : prostat,
payudara, lebih jarang pada karsinoma kolon, paru, pankreas.
Distribusi metastasis pada tulang - tulang menurut Beschan adalah kurang
lebih sebagai berikut :
 Tulang belakang 80%
 Femur 40%
 Iga-iga dan sternum 25 %
 Tengkorak dan pelvis 20%
 Kaput humeri 7%
 Tulang ekstremitas 1 —2%

2. Skeletal Scintigraphy
Edelstyn, mendapatkan bahwa lesi metastase tulang baru akan tampak pada
pemeriksaan radiodiagnostik apabila telah terjadi demineralisasi sebanyak 50-70%.
"Skeletal Scintigraphy" (penatahan tulang) adalah metoda lain untuk memeriksa
tulang. Pemeriksaan ini berbeda dengan pemeriksaan radiografi, berdasarkan pada
adanya pembentukan tulang baru (bone turnover) dan aliran darah regional,
sehingga adanya proses metastasis pada tulang yang dini sekalipun dapat cepat
terdeteksi.

3. Pencitraan

Tulang merupakan tempat yang paling sering terjadi metastasis dari kanker
payudara. Pemeriksaan penunjang seperti Bone scintigraphy, plain radiography,
computed tomography, MRI dan PET merupakan pemeriksaan yang penting dalam

20
mendeteksi metastasis tulang tapi tidak ada konsensus pemeriksaan yang mana
yang dianggap terbaik. Deteksi adanya deposit metastasis dalam tulang secara
akurat sangat penting untuk mencegah komplikasi yang mungkin bisa terjadi
seperti fraktur patologis dan juga dapat digunakan untuk memilih terapi yang
optimal. Secara radiologis gambaran metastasis tulang dapat dibedakan atas:
Osteolitik, osteoblastik atau campuran keduanya. Metastasis tulang pada seorang
penderita bisa osteolitik, osteoblastik atau dapat sekaligus ditemukan campuran ke
2 jenis kelainan tulang ini (mixed lesions). Pada penderita kanker payudara
gambaran metastasis tulang umumnya adalah Osteolitik. tapi sekitar 15 sampai
25% kasus memperlihatkan gambaran osteoblastik.

Deteksi metastasis tulang dengan pemeriksaan radiografi merupakan satu masalah


karena adanya gambaran osteolitik, osteoblastik atau gabungan keduanya, pemeriksaan
ini didasarkan pada prinsip:
1. Deteksi metastasis secara langsung yaitu melihat lokasi lesi secara anatomik dan
2. Deteksi metastasis secara tidak langsung dengan mengukur aktifitas metabolisme
tulang.15

Untuk mendeteksi metastasis tulang pada penderita kanker payudara ada beberapa
pemeriksaan yang dapat digunakan dengan kelebihan dan kekurangannya.

1. Conventional radiography
Tehnik radiografi ini sangat baik untuk mendeteksi integritas / kelainan
kortex tulang tapi lesi atau kelainan korteks baru bisa terdeteksi atau terlihat bila
tumor sudah merusak > 50% korteks3. Menurut WHO dan International Union
Against Cancer criteria, untuk mengevaluasi metastasis tulang Serial Radiographs
masih merupakan metode yang standar. Metode standar untuk mengevaluasi
metastasis tulang (Skeletal Survey), kurang sensitif dibandingkan dengan metode
lainnya.
2. Bone Scintigraphy
Bone scintigraphy merupakan metode pemeriksaan nuclear medicine yang
paling sederhana, sangat sensitif tapi tidak spesifik dimana prinsip pemeriksaan ini
adalah mendeteksi adanya peningkatan metabolisme pada tulang yang terjadi
disekitar lesi / metastasis tulang. Sehingga pemeriksaan ini dapat digunakan untuk
menentukan lokasi metastasis tulang.

21
Bone Scintigraphy sensitif untuk mendeteksi lesi pada daerah yang
mengalami bone remodeling terutama di korteks tulang dan dapat mendeteksi lesi
yang besarnya hanya 5-10% dari tulang normal. Tehnik ini mampu mendeteksi lesi
tulang 18 bulan sebelum lesi ini bisa terdeteksi dengan radiografi konvensional dan
50 -80% lebih sensitif.
Bone Scintigraphy tidak mampu mendeteksi metastasis dini atau metastasis
yang kecil di vertebra karena bone remodeling sangat minimal dan belum
melibatkan atau merusak korteks. Pada awal metastasis sel kanker payudara ke
tulang dengan lesi yang kecil cenderung terjadi di dalam medulla tulang dan belum
merusak korteks tulang sehingga metastasis ini sulit dideteksi oleh Bone
Scintigraphy.
Bone scanning merupakan pemeriksaan yang sensitif untuk mendeteksi
metastasis tulang pada penderita kanker payudara tapi tidak semua kelainan yang
ditemukan pada tulang adalah metastasis tulang, beberapa penelitian hanya
menemukan sekitar 5% kelainan di bone scanning pada penderita kanker payudara
stage I dan II dan hanya 50% diantaranya terbukti metastasis tulang. Bone scan
lebih sensitif dibandingkan dengan bone survey untuk mendeteksi metastasis
tulang, namun demikian bone scan juga bisa ditemukan negatif palsu dan hasil
yang positif harus diinterpretasi dengan hati-hati. Pemeriksaan ini sangat sensitive
tapi kurang spesifik terutama pada penyakit degeneratif yang mungkin memberikan
hasil yang positif palsu.demikian juga keterbatasannya dalam mendeteksi lesi
bentuk osteolitik. Pemeriksaan bone scintigraphy perlu dipertimbangkan pada
penderita kanker payudara dengan tumor besar (T3 dan T4) juga pada penderita
yang N(+).
Bila seorang penderita kanker payudara dengan nyeri pada daerah tertentu
maka bone scanning perlu dilakukan untuk menentukan apakah nyeri karena
metastasis atau bukan tanpa memperhatikan ukuran tumor dan stadium tumor.
Banyak penelitian menyimpulkan bahwa bone scan tidak perlu dilakukan pada
pasien kanker payudara stadium I dan II yang tidak punya keluhan atau tanda
metastasis tulang, dalam penelitiannya menemukan hanya 1,6% (9 dari 547 kasus)
metastasis tulang pada pasien kanker payudara stadium I dan II dan kebanyakan
dari 9 pasien yang positif ini mempunyai keluhan atau tanda metastasis tulang.
Banyak penelitian melaporkan bahwa penderita kanker payudara stadium I dan II
kemungkinan mengalami metastasis tulang sangat rendah tapi beberapa penelitian

22
melaporkan bahwa penderita kanker payudara stadium II dengan tumor besar dan
grading tumor yang tinggi perlu dilakukan bone scintigraphy untuk menentukan
staging.
Bone scanning merupakan bagian dari pemeriksaan untuk menentukan
staging tanpa memandang apakah penderita sudah ada metastasis atau tidak.
Walaupun bone scintigraphy dianggap tidak efektif pada kanker payudara stadium
dini di beberapa senter di dunia tapi di Cancer Institute Hospital Jepang bone
scintigraphy dilakukan secara rutin pada semua kasus baru kanker payudara.
Tehnik ini masih tetap merupakan metode terpilih untuk mengevaluasi metastasis
tulang karena mudah didapat, relatif murah dan kemampuannya untuk
memperlihatkan seluruh sistim skeleta. Efikasi dan biaya pemeriksaan bone
scintigraphy dalam pelacakan metastasis tulang masih tetap kontroversi.

3. CT Scan
CT Scan sensitif untuk mendeteksi lesi di bawah korteks tulang tapi kurang
sensitif untuk mendeteksi lesi di medulla atau sumsum tulang. CT Scan sulit
membedakan antara destruksi tulang karena matastasis dengan osteophorosis atau
kelainan degeneratif pada tulang yang umum ditemukan pada orang tua. CT scan
lebih baik dibandingkan dengan radiografi konvensional lainnya dalam mendeteksi
metastasis tulang dan pemeriksaan ini harus dilakukan bila bone scintigraphy
positif tapi foto rontgent konvensional normal. Muindi dkk dalam penelitiannya
terhadap 20 penderita kanker payudara dengan foto rontgent konvensional yang
normal ternyata semua positif metastasis tulang dengan pemeriksaan CT scan.

4. MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan tehnik/metode yang
sensitif untuk mendeteksi lesi metastasis intra medulla demikian juga untuk tulang-
tulang dengan rongga sumsum tulang yang besar seperti vertebra. Dengan tehnik
Total body echo-planar imagine, untuk mendeteksi metastasis tulang diseluruh
sistem skeletal dapat dilakukan hanya dalam waktu 6 menit sehingga MRI
dianggap lebih baik dari Bone Scintigraphy. MRI relatif lebih mahal untuk
melakukan deteksi metastasis diseluruh sistem skeletal dan tidak praktis, dan juga
MRI tidak cukup adekuat untuk menilai lesi pada korteks sehingga Bone
Scintigraphy masih tetap merupakan metode terpilih untuk mengevaluasi

23
metastasis tulang karena mudah didapat, relatif murah dan kemampuannya untuk
memperlihatkan seluruh sistim skeletal.

5. PET Scan
Whole body PET scan sangat penting dalam melacak metastasis tulang
terutama pada kasus yang dicurigai mengalami rekurensi karena adanya tanda atau
gejala atau karena peningkatan drastis tumor marker CA-15-3 atau CEA14. Secara
umum FDP-PET dapat mendeteksi lebih banyak metastasis tulang dari pada bone
scanning dalam hal ini lesi osteolitik sedang bone scan lebih sensitif untuk lesi
osteoblastik.16

X. PENATALAKSANAAN (TERAPI)
A. Terapi pembedahan / operatif
Pembedahan dilakukan untuk mencegah atau untuk terapi fraktur. Biasanya
pembedahan juga dilakukan untuk mengangkat tumor. Dalam pembedahan
mungkin ditambahkan beberapa ornament untuk mendukung struktur tulang yang
telah rusak oleh metastasis.
Telah terbukti bahwa tindakan-tindakan di atas bisa memperpanjang
kehidupan penderita-penderita tumor ganas dengan metastasis. Sekalipun demikian
alangkah baiknya apabila usaha kita untuk memperpanjang hidup penderita tidak
melupakan kualitas hidupnya. Adanya fraktur yang patologis atau paraplegia jelas
tidak menguntungkan penderita. Seandainya fraktur telah terjadi maka kita harus
memilih antara tindakan konservatif dan pembedahan dengan segala untung
ruginya.
Pada fraktur patologik dari femur, tindakan konservatif akan memberikan
konsekuensi yang lebih banyak. Di sini penderita akan memerlukan istirahat di
tempat tidur yang lebih lama, berarti pula memerlukan perawatan ekstra yang
biasanya hanya bisa dilakukan di rumah sakit, dengan demikian ia tidak bisa
melewatkan sisa waktunya yang amat berharga di rumah dan di antara keluarganya.
Belum pula hal ini akan lebih memberatkan apabila dilihat dari segi ekonomi.
Selain perasaan nyeri yang timbul oleh karena kedudukan frakturnya juga
sering didapatkan komplikasi-komplikasi seperti dekubitus, infeksi-infeksi saluran
nafas bagian bawah dan saluran kemih. Tindakan operatif, yaitu dengan memasang

24
pen pada tulang yang mengalami fraktur-fraktur atau terancam untuk fraktur, tidak
hanya mengurangi nyeri tetapi perawatan penderita juga akan lebih mudah.
Penderita akan lebih mobil sehingga komplikasi-komplikasi di atas akan bisa
dihindarkan.
Apabila selanjutnya penderita direncanakan untuk diberi radiasi, manipulasi
tindakan ini akan lebih mudah sehingga perbaikan Keganasan primernya adalah
suatu karsinoma endometrii. fungsi lebih diharapkan. Lebih dari itu lamanya
perawatan dirumah sakit bisa dikurangi, suatu keuntungan baik dari segi sosial
maupun ekonomi penderita. Selain fraktur patologik yang sudah terjadi, keadaan di
mana hampir 50% kortex tulang telah dikenai proses metastasis sehingga
diperkirakan fraktur akan segera terjadi, juga merupakan indikasi kuat untuk
melakukan pemasangan pen.
Salah satu syarat yang penting untuk melakukan tindakan operasi pada
kasus-kasus ini, selain syarat umum untuk melakukan operasi, adalah bahwa sisa
umur penderita diperkirakan tidak akan kurang dari 6 minggu akibat proses
penyakitnya . Metastasis iatrogen akibat manipulasi operasi yang semula sering
ditakutkan orang ternyata tidak beralasan. Grabstald melaporkan bahwa metastasis
daripada tumor ganas ginjal (hypernephroma) pada umumnya adalah soliter,
sehingga kasus-kasus ini mempunyai prognosis terbaik di antara metastasis tulang
tumor-tumor lain dan mempunyai "5 year survival rate" sebanyak 25 -35%.17

B. Terapi Non Operatif

1. Kemoterapi.

Kemoterapi mempunyai peranan yang terbatas dalam penanggulangan


metastase tumor ganas ke tulang. Dari seluruh tumor ganas yang sering beranak
sebar di tulang maka karsinoma payudara merupakan jenis yang paling responsif
terhadap pengobatan kemoterapi. Metastase tumor kelenjar gondok di tulang,
terutama tipe folikuler sering pula memberi hasil yang memuaskan dengan
pengobatan 131 1 (yodium radioaktif) apabila tumor primernya telah diangkat. 131
1 ini diberikan peroral sebanyak 100 — 200 mci (milli curie) yang diulang 2 tahun
kemudian sampai mencapai dosis total 500 mci. Terapi hormonal, disamping

25
diberikan pada kasus-kasus karsinoma payudara juga diberikan pada penderita-
penderita karsinoma prostat. Dikatakan bahwa 75% dari penderita tumor prostat
yang mengalami metastasis ke tulang memberikan hasil subyektif yang memuaskan
dengan memberikan preparat oestrogen. Sedangkan tumor ganas payudara yang
memberikan respons terhadap pengobatan hormonal ini hanya berkisar 20 — 25%.
Hormon yang diberikan adalah preparat androgen atau estrogen tergantung dari
aktivitas hormon apa yang dominan pada penderita.18

2. Radioterapi.

Tindakan radioterapi merupakan pengobatan lokal yang sangat efektif untuk


menghilangkan rasa nyeri. Dari sejumlah penderita tumor ganas dengan metastasis
pada tulang yang mendapat radiasi pada lesi di tulangnya, 90% dari penderita tsb.
menunjukkan perbaikan subyektif yang bermakna yaitu berupa hilangnya perasaan
nyeri, ada kasus yang melaporkan bahwa hanya 4% dari 158 daerah metastasis
tulang yang mendapat radiasi tidak menunjukkan
Tanda-tanda perbaikan subyektif. Nyeri menghilang 1 sampai 2 minggu
pasca radiasi dan rata-rata berlangsung sampai 13 bulan (3 bulan sampai 5 tahun).
Radioterapi merupakan alternatif lain bila operasi tidak mungkin dilaksanakan,
baik oleh karena lokalisasi yang tak memungkinkan ataupun karena kontraindikasi
medik. Adalah sulit untuk melakukan tindakan segera pada ancaman fraktur tulang
belakang, dalam hal ini radioterapi cito merupakan indikasi yang kuat sehingga
keadaan lebih lanjut akibat lesi lintang bisa dihindarkan.
Terdapat kecenderungan untuk memberikan radioterapi dengan dosis harian
yang tinggi sehingga tujuan lebih cepat tercapai. Bahkan sekarang banyak
diberikan dalam bentuk dosis tunggal. Keuntungan radiasi dosis tunggal pada kasus
ini adalah bahwa penderita hanya memerlukan satu kali pulang pergi dari rumah ke
rumah sakit dengan hasil yang memuaskan.
Radioterapi paliatif paling sering digunakan untuk menangani nyeri akibat
metastasis tulang pada penderita kanker payudara. Kebanyakan penelitian
membuktikan bahwa radioterapi dengan dosis rendah memberikan respons
terhadap nyeri sama baiknya dengan dosis lebih tinggi tapi beberapa penelitian lain
menunjukkan bahwa kasus fraktur dan kasus yang memerlukan terapi ulangan lebih
tinggi pada kelompok penderita yang mendapat radioterapi dosis rendah.

26
Beberapa institusi menganjurkan pemberian radioterapi fraksi tunggal
dengan dosis tinggi yaitu 8 Gray pada penderita metastasis tulang yang sangat
nyeri, ada beberapa penelitian menunjukkan bahwa radioterapi dosis tinggi akan
memberikan hasil yang lebih baik dalam mengatasi nyeri. 19

3. Pemberian Bisphosphonate pada kanker payudara dengan metastase


tulang

Bisphosphonate merupakan analog pirofosfat dengan aktivitas antiresorptif


yang poten melalui inhibisi aktivitas osteoklas, rekruitmen dan difererensiasi
osteoklas. Selama lebih dari 20 tahun , bisphosphonate merupakan bagian integral
dalam pengelolaan metastase tulang.

Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa bisphosphonate


terutama zoledronic acid mempunyai efek anti kanker langsung. Mekanisme
antikanker bishosphonate antara lain :
 Inhibisi geranylgeranyltransferase yang berperan penting dalam tahap
protein prenylation. Proses selanjutnya adalah farnesylation yang
merupakan target pengobatan. Farnesyl transferase inhibitor sedang
dikembangkan sebagai obat anti kanker.
 Inhibisi angiogenesis atau produksi dan pelepasan faktor-faktor
proangiogenesis.

Terdapat 2 golongan bisphosphonate yaitu :


 Bisphosphonate yang mengandung nitrogen ( pamidronate, zoledronate,
ibandronate, alendronate). Golongan bisphosphonate ini bekerja dengan
menghambat proses prenilasi protein dan tidak bersifat anti inflamasi.
 Bisphosphonate yang tidak mengandung nitrogen ( clodronate). Golongan
bisphosphonate ini dimetabolisme di dalam osteoklas , menyebabkan
apoptosis secara langsung dan mempunyai efek anti inflamasi melalui
inhibisi sitokin dan pelepasan nitrous oxide.

Pada penderita kanker payudara, bisphosphonate mempunyai beberapa


kegunaan yaitu :

27
 Mencegah atau menghambat terjadinya komplikasi skleletal pada penderita
dengan metastase tulang dan Mengurangi nyeri tulang.
 Terapi hiperkalsemia.
 Memperlambat terjadinya metastase tulang pada penderita kanker payudara
stadium dini dengan risiko tinggi (sebagai terapi ajuvan).
 Mencegah terjadinya kehilangan massa tulang yang menyertai terapi ajuvan
sistemik.
 Efek sitotoksik langsung terhadap sel kanker

Sebagian besar penelitian-penelitian klinik tentang bisphosphonate pada


penderita kanker payudara mengevaluasi penggunaannya dalam menurunkan
skeletal-related events pada penderita dengan metastase tulang. Berdasarkan
review sistematis dari literatur-literatur tersebut, penggunaan bisphosphonate
intravena dapat menurunkan komplikasi skeletal penderita kanker payudara, fraktur
patologik, operasi untuk fraktur, kebutuhan radioterapi, kompresi spinal cord dan
metastase skleletal. Bisphosphonate tidak terbukti memperbaiki kelangsungan
hidup penderita kanker payudara. Peranan bisphosphonate oral masih belum jelas.

Cara Pemberiannya :
Pamidronate 90 mg IV dalam waktu 2 jam atau zoledronic acid 4 mg dalamwaktu
15 menit setiap 3-4 minggu merupakan bisphosphonate yang direkomendasikan.20

American Society of Clinical Oncology (ASCO), ASCO pada tahun 2003


merekomendasikan penggunaan bisphosphonate pada wanita dengan lesi metastase
osteolitik (dapat dilihat pada tabel 2).21

28
Tabel 2. Rekomendasi Penggunaan Bisphosphonate Pada Kanker Payudara

29
Adapun Efek samping bisphosphonate adalah :
 Kelainan kulit
 Gangguan gastrointestinal
 Gangguan hati
 Gangguan ginjal

30
Tidak diperlukan penyesuaian dosis pada penderita dengan kadar kreatinin
< 3 mg%. Belum banyak data tentang penggunaan bisphosphonate pada penderita
dengan gangguan fungsi ginjal yang lebih berat. Harus dihindari kecepatan infus <
2 jam untuk pamidronate atau < 15 menit untuk zoledronic , karena akan
menimbulkan toksisitas terhadap ginjal ( collapsing foca segmental
glomeruloscletosis atau nefritis tubulointerstitial). Kadar serum kreatinin harus
dipantau setiap kali akan memberikan pamidronate atau zoledronic acid.22

C. Terapi Suportif
1. Penanggulangan Nyeri
Telah dikemukakan di atas bahwa nyeri merupakan salah satu keadaan yang
paling dirasakan penderita-penderita tersebut. Maka selama tindakan –tindakan
yang telah disebutkan belum memberikan hasil , diperlukan medikamentosa untuk
mengatasi perasaan nyeri ini. Biasanya diberikan preparat yang paling sederhana
terlebih dahulu seperti asetosal 4- 6 dd. 250-500 mg., parasetamol 4- 6 dd. 500 mg.
atau codein 4- 6 dd. 10- 30 mg. Apabila obat -obatan tersebut atau kombinasinya
tidak memberikan hasil yang memuaskan, bisa ditingkatkan pada golongan morfin
dengan segala konsekuensinya.
Pada penderita-penderita yang menyadari serta mengetahui proses penyakit
yang dideritanya maka perasaan takut ikut pula berperanan. Tentunya keadaan ini
tidak menguntungkan baik untuk penyembuhan penyakitnya maupun dalam usaha
kita mengatasi perasaan nyeri. Untuk mengatasi perasaan nyeri tsb. maka
diperlukan psikofarmaka seperti diazepam, amitriptilin dsb. Tindakan yang lebih
radikal dilakukan apabila dengan pemberian analgetika serta semua tindakan
operasi atau radioterapi nyeri tetap tidak teratasi. Salah satunya adalah dengan
pemberian "neurolytic agent", yaitu larutan fenol 5% dalam gliserin, yang
disuntikkan dalam sistem aferent saraf akan memberikan anestesi lokal pada daerah
bersangkutan.

Terapi lain yang bisa digunakan yaitu terapi simptomatik baik


medikamentosa maupun nonmedikamentosa untuk mengurangi nyeri. Beberapa
kombinasi obat yang digunakan untuk mengatasi nyeri pada metastasis tulang
antara lain tipe NSAID seperti Aspirin, Ibuprofen, Naproxen yang menghambat

31
prostaglandin. Pendekatan non medikamentosa seperti terapi panas dan dingin,
terapi relaksasi, dan terapi matras.23

XI. KESIMPULAN
Metastase tulang pada kanker payudara merupakan proses yang kompleks,
melibatkan interaksi antara sel kanker, osteoklas , stroma sumsum tulang dan matriks
tulang. Sel kanker payudara menghasilkan PTHrP yang akan menstimulasi aktivitas
osteoklas. Proses resorpsi tulang oleh osteoklas akan menghasilkan faktor-faktor
pertumbuhan yang akan meningkatkan produksi PTHrP dari sel kanker dan meningkatkan
pertumbuhan sel kanker. Adanya metastasis tulang menandakan prognosis yang kurang
bagus. Pada penderita kanker payudara bila metastasis ditegakkan maka harapan hidup
penderita hanya berkisar antara 18 sampai 24 bulan dan terapi yang diberikan adalah terapi
paliatif saja. Survival untuk penderita kanker payudara dengan metastasis tulang adalah 2
tahun dan 5 tahun tidak lebih dari 20%.

DAFTAR PUSTAKA

1. dr. Susworo, Penyebaran Tumor Ganas Di Tulang : Aspek Diagnostik dan Terapi,
tahun 2008
2. Rudy Thabry and Daniel Sampepajung, The Clinical Pathology And Medical Imaging
Of Bone Metastases In Breast Cancer Patients: A Review Oncology Division,
Department of Surgery Medical Faculty, Hasanuddin University, December 2008
3. Dr. Yoe Sek Wee, Breast Cancer Bone Metastasis Treatment, www.InOncology.Com,
2012

4. Larry J Suva and Robert J Griffin, Breast Cancer Bone Metastasis Treatment,
Departments of Orthopaedic Surgery, Barton Research Institute, Center for
Orthopaedic Research, May 14 2009

5. Amaylia Oehadian, Penatalaksanaan Metastase Tulang Pada Kanker Payudara:


Peranan Bisphosphonate, Sub Bagian Hematologi Onkologi Medik, April 2008

32
6. Robert E. Coleman, Management of Bone Metastases, Professor of Medical
Oncology, Yorkshire Cancer Research Department of Clinical Oncology, Cancer
Research Centre, e-mail: r.e.coleman@sheffield.ac.uk. Accepted September 11, 2000
7. B. Petrut, Md And Friend, A Primer Of Bone Metastases Management In Breast
Cancer Patients, January 2008
8. Opdam F, Et All. The Lapatinib For Advanced Or Metastatic Breast Cancer.
Www.Theoncologist.Com The Oncologist, 2012.

9. Edith A. Perez, Md, Management Of Bone Metastases In Advanced Breast Cancer,


Cancer Control, Journal Of The Moffit Cancer Center, 2012
10. Hans Roland Dürr, Md; Peter Ernst Müller, Md, Surgical Treatment Of Bone
Metastases In Patients With Breast Cancer, Clinical Orthopaedics And Related
Research, Number 396, pp. 191–196. June 27 2008
11. Guyton, Arthur C. Hall, John E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta:
EGC. 2007
12. Miguel Martin, Anatoly makhson, et all., Phase II Study of Bevacizumab in
Combination with Trastuzumab and Capecitabine as First-Line Treatment for HER-2-
positive Locally Recurrent or Metastatic Breast Cancer. www.TheOncologist.com.
The Oncologist 17: 469–475. 2012
13. Tabassum. Wadasadawal, Gupta S, Bagul V, Patil N., Brain metastases from breast
cancer : Management approach. www.cancerjournal.net. J cancer Res Ther,
September 2007 – Volume 3 – Issue 3.
14. Suva, Larry J; Griffin,, Robert J; Makhoul, Issam (September 2009). "Mechanisms of
bone metastases of breast cancer" . Endocrine-Related Cancer (Society for
Endocrinology), jan 15 2010
15. Castelleo and friend, Imaging bone metastases in breast cancer: Techniques and
recommendations for diagnosis". The Lancet Oncology 10 (6): 606–614. DOI : 2009

16. Julia Draznin Maltzman, MD and Modified by Lara Bonner Millar, MD Affiliation:
Bone Metastasis Treatment with Bisphosphonates, The Abramson Cancer Center of
the University of Pennsylvania: June 29, 2011.
17. Michael Gnant and Peyman Hadji, Prevention of bone metastases and management of
bone health in early breast cancer, Department of Surgery, Medical University of
Vienna, A-1090 Währinger Gürtel 18-20, Vienna, Austria, December 2010

33
18. DR. Dr. Aru W. Sudoyo, “Penatalaksanaan Terpadu pada Kanker”, 09 june 2012

19. Andy Evan, “Breast Calcification”, International Breast Education Centre City
Hospital, Hucknall Road Nottingham, UK, May 2002.
20. R.E. Mansel, Metastasis Of Breast Cancer, Cancer Metastasis – Biology and
Treatment, 2007
21. Patrick G. Johnston, MD PhD FRCP FRCPI, “Oncologic Emergencies”. The Queen’s
University of Belfast andBelfast City Hospital, 2002
22. Robert E. Coleman, Lawrence R. Cola, “ Text Books Bone Metastatis”, Head
Department of Clinical Oncology, Weston Park Hospital, Sheffield UK, 2005.
23. Eric L. Chang, Simon Lo, Diagnosis and Management of Central Nervous System
Metastases from Breast Cancer, www.TheOncologist.com , Vol. 8, No. 5, 398–410,
October 2003.

34

Anda mungkin juga menyukai