Anda di halaman 1dari 29

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karsinoma recti merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor


ganas saluran cerna, lebih 60% tumor kolorektal berasal dari rektum. Salah
satu pemicu kanker rektal adalah masalah nutrisi dan kurang berolah raga.
Kanker rektal merupakan salah satu jenis kanker yang tercatat sebagai
penyakit yang paling mematikan di dunia. Secara global, kanker
kolorektum masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama. Di
dunia, kanker ini menempati urutan ketiga terbanyak, dengan kasus baru
sebanyak 1.3 juta per tahun dan angka kematian mencapai 694,000 per
tahun, yaitu 8% dari jumlah kematian akibat semua jenis kanker.
Data GLOBOCAN 2012, berdasarkan populasi Indonesia sebesar
122 juta jiwa, menggambarkan bahwa kanker kolorektum di Indonesia
menempati urutan ke-3 kanker yang paling sering dijumpai. Kanker
kolorektum lebih banyak ditemukan pada populasi laki-laki dibandingkan
perempuan. Insidennya untuk kedua jenis kelamin mencapai 2772 per
100,000 penduduk. Di Indonesia, data awal tentang insiden kanker
kolorektum yang tersedia adalah hasil studi oleh Sjamsuhidajat (1986)
yaitu 1.8 per 100,000.
Divisi Bedah Digestif RS Cipto Mangunkusumo mengumpulkan
data pasien kanker rektum tahun 2000-2010 dan mendapatkan angka
kejadian pada laki-laki adalah 52% dan sisanya adalah perempuan.
Kelompok usia terbanyak adalah usia 45-53 tahun (21.8%) dengan mean
50.67 tahun, usia termuda yang didapatkan adalah 18 tahun dan tertua 86
tahun. Sementara dari studi oleh Sudoyo et al. (2013) didapatkan angka
kejadian kanker kolorektum yang lebih tinggi pada laki-laki (53.8%)
dibandingkan perempuan (46.2%), dengan usia terbanyak pada kelompok
51-60 tahun.

1
Serupa dengan estimasi global, kanker rektum menempati ukuran
ke-4 kematian karena kanker di Indonesia. Diperkirakan sebanyak 394,000
kematian per tahun akibat kanker kolorektum terjadi di seluruh dunia.
Kesintasan kanker kolorektum sangat bergantung kepada stadium saat
diagnosis, semakin dini diagnosis, maka angka kesintasan semakin tinggi.
Kesintasan 5 tahun pada kanker rektum yang masih lokal dapat mencapai
90%, menurun menjadi 70% bila telah melibatkan regional dan 10% bila
telah terjadi metastasis jauh.
Angka kesintasan 5 tahun kanker rektum yang telah distandarisasi
menurut usia secara global adalah 50-59%. Tindakan pembedahan
memberi hasil yang baik pada kanker kolorektum stadium awal, namun
pada stadium lanjut lokal (T3-4, N+), angka keberhasilan dari tindakan
pembedahan saja turun menjadi 50%. Untuk meningkatkan hasil akhir,
maka perlu dilakukan terapi neoajuvan berupa kemoradiasi dan kemudan
dilanjutkan dengan Total Mesorectal Excision (TME).
Pengenalan gejala klinis awal yang dapat mengarah kepada kanker
rektum perlu menjadi perhatian setiap tenaga medis. Karena ketepatan
diagnosa secara dini dapat mempengaruhi angka keberhasilan terapi dan
kesintasan.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Ca Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum


terletak di anterior sakrum dan coccygeus panjangnya kira kira 15 cm.
Rectosigmoid junction terletak pada bagian akhir mesocolon sigmoid.
Bagian sepertiga atasnya hampir seluruhnya dibungkus oleh peritoneum.
Di setengah bagian bawah rektum keseluruhannya adalah ektraperitoneal.

Karsinoma merupakan suatu proses pembelahan sel-sel


(proliferasi) yang tidak mengikuti aturan baku proliferasi yang
terdapat dalam tubuh (proliferasi abnormal). Proliferasi ini di bagi
atas non-neoplastik dan neoplastik, non-neoplastik dibagi atas :

a. Hiperplasia adalah proliferasi sel yang berlebihan. Hal ini dapat normal
karena bertujuan untuk perbaikan dalam kondisi fisiologis tertentu
misalnya kehamilan.
b. Hipertrofi adalah peningkatan ukuran sel yang menghasilkan
pembesaran organ tanpa ada pertambahan jumlah sel.
c. Metaplasia adalah perubahan dari satu jenis tipe sel yang membelah
menjadi tipe yang lain, biasanya dalam kelas yang sama tapi kurang
terspesialisasi.
d. Displasia adalah kelainan perkembangan selular, produksi dari sel
abnormal yang mengiringi hiperplasia dan metaplasia.Perubahan yang
termasuk dalam hal ini terdiri dari bertambahnya mitosis, produksi dari sel
abnormal pada jumlah besar dan tendensi untuk tidak teratur.
2.2 Anatomi

Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3


sampai garis anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi
menjadi bagian ampula dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus

3
hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia
supra-ani. Bagian ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis
pada insersi muskulus levator ani. Panjang rektum berkisar 10-15 cm,
dengan keliling 15 cm pada rectosigmoid junction dan 35 cm pada bagian
ampula yang terluas. Pada orang dewasa dinding rektum mempunyai 4
lapisan : mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler dan longitudinal), dan
lapisan serosa.

Gambar 1 : Anatomi Rektum

Gambar 2: Lapisan dinding rektum

4
Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis
superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior yang
merupakan kelanjutan dari a. mesenterika inferior, arteri ini bercabang 2
kiri dan kanan. Arteri hemoroidalis merupakan cabang a. iliaka interna,
arteri hemoroidalis inferior cabang dari a. pudenda interna. Vena
hemoroidalis superior berasal dari 2 plexus hemoroidalis internus dan
berjalan ke arah kranial ke dalam v. Mesenterika inferior dan seterusnya
melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak berkatup sehingga
tekanan alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma
rektum dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena
hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka
interna dan sistem vena kava.

Gambar 3 : Pembuluh darah Arteri dan Vena pada rectum

Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang


mengalirkan isinya menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya
mengalir ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas pada daerah
anorektal dapat mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh rekrum

5
di atas garis anorektum berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior
dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta.
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik.
Serabut simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal
dari lumbal 2, 3, dan 4, serabut ini mengatur fungsi emisi air mani dan
ejakulasi. Serabut parasimpatis berasal dari sakral dan 4, serabut ini
mengatur fungsi ereksi penis, klitoris dengan mengatur aliran darah ke
dalam jaringan.

2.3 Epidemiologi

Menurut American Cancer Society, kanker kolorektal (KKR)


adalah kanker ketiga terbanyak dan merupakan kanker penyebab kematian
ketiga terbanyak pada pria dan wanita di Amerika Serikat. Berdasarkan
survei GLOBOCAN 2012, insidens KKR di seluruh dunia menempati
urutan ketiga (1360 dari 100.000 penduduk [9,7%], keseluruhan laki-laki
dan perempuan) dan menduduki peringkat keempat sebagai penyebab
kematian (694 dari 100.000 penduduk [8,5%], keseluruhan laki-laki dan
perempuan). Di Amerika Serikat sendiri pada tahun 2016, diprediksi akan
terdapat 95.270 kasus KKR baru, dan 49.190 kematian yang terjadi akibat
KKR.

Secara keseluruhan risiko untuk mendapatkan kanker kolorektal


adalah 1 dari 20 orang (5%). Risiko penyakit cenderung lebih sedikit pada
wanita dibandingkan pada pria. Banyak faktor lain yang dapat
meningkatkan risiko individual untuk terkena kanker kolorektal. Angka
kematian kanker kolorektal telah berkurang sejak 20 tahun terakhir. Ini
berhubungan dengan meningkatnya deteksi dini dan kemajuan pada
penanganan kanker kolorektal.

Di Indonesia, kanker kolorektal merupakan jenis kanker ketiga


terbanyak. Pada tahun 2008, Indonesia menempati urutan keempat di
Negara ASEAN, dengan incidence rate 17,2 per 100.000 penduduk dan

6
angka ini diprediksikan akan terus meningkat dari tahun ke tahun. Studi
epidemiologi sebelumnya menunjukkan bahwa usia pasien kanker
kolorektal di Indonesia lebih muda dari pada pasien kanker kolorektal di
negara maju. Lebih dari 30% kasus didapat pada pasien yang berumur 40
tahun atau lebih muda, sedangkan di negara maju, pasien yang umurnya
kurang dari 50 tahun hanya 2-8 % saja.

2.4 Etiologi dan faktor presdiposisi


Price dan Wilson (1994) mengemukakan bahwa etiologi karsinoma
rektum sama seperti kanker lainnya yang masih belum diketahui
penyebabnya. Akan tetapi, terdapat beberapa factor presdiposisi yang
ditengarai mengakibatkan munculnya karsinoma rekti, antara lain:
1. Diet tinggi lemak, rendah serat
2. Usia lebih dari 50 tahun
3. Riwayat pribadi mengidap adenoma atau adenokarsinoma kolorektal
mempunyai resiko lebih besar 3 kali lipat.
4. Riwayat keluarga satu tingkat generasi dengan riwayat kanker kolorektal
mempunyai resiko lebih besar 3 kali lipat.
5. Familial polyposis coli, Gardner syndrome, dan Turcot syndrome, pada
semua pasien ini tanpa dilakukan kolektomi dapat berkembang menjadi
kanker rektal
6. Resiko sedikit meningkat pada pasien Juvenile polyposis syndrome, Peutz-
Jeghers syndrome, dan Muir syndrome.
7. Terjadi pada 50 % pasien Kanker kolorektal Herediter nonpolyposis
8. Inflammatory bowel disease
9. Kolitis Ulseratif (resiko 30 % setelah berumur 25 tahun)
10. Crohn disease, berisiko 4 sampai 10 kali lipat.

2.5 Patofisiologi

Pada mukosa rektum yang normal, sel-sel epitelnya akan


mengalami regenerasi setiap 6 hari. Pada keadaan patologis seperti

7
adenoma terjadi perubahan genetik yang mengganggu proses
diferensiasi dan maturasi dari sel-sel tersebut yang dimulai dengan
inaktivasi gen adenomatous polyposis coli (APC) yang
menyebabkan terjadinya replikasi tak terkontrol. Peningkatan
jumlah sel akibat replikasi tak terkontrol tersebut akan
menyebabkan terjadinya mutasi yang akan mengaktivasi K-ras
onkogen dan mutasi gen p53, hal ini akan mencegah terjadinya
apoptosis dan memperpanjang hidup sel.

Gambar 5. Patofisiologi Karsinoma Rektum

2.6 Gejala Klinis

Gejala yang biasa timbul akibat manifestasi klinik dari karsinoma


kolorektal dibagi

menjadi 2, yaitu :

1. Gejala subakut

Tumor yang berada di kolon kanan seringkali tidak menyebabkan


perubahan pada pola buang air besar (meskipun besar). Tumor yang

8
memproduksi mukus dapat menyebabkan diare. Pasien mungkin
memperhatikan perubahan warna feses menjadi gelap, tetapi tumor
seringkali menyebabkan perdarahan samar yang tidak disadari oleh pasien.
Kehilangan darah dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi. Ketika seorang wanita post menopouse atau
seorang pria dewasa mengalami anemia defisiensi besi, maka
kemungkinan kanker kolon harus dipikirkan dan pemeriksaan yang tepat
harus dilakukan. Karena perdarahan yang disebabkan oleh tumor biasanya
bersifat intermitten, hasil negatif dari tes occult blood tidak dapat
menyingkirkan kemungkinan adanya kanker kolon. Sakit perut bagian
bawah biasanya berhubungan dengan tumor yang berada pada kolon kiri,
yang mereda setelah buang air besar. Pasien ini biasanya menyadari
adanya perubahan pada pola buang air besar serta adanya darah yang
berwarna merah keluar bersamaan dengan buang air besar. Gejala lain
yang jarang adalah penurunan berat badan dan demam. Meskipun
kemungkinannya kecil tetapi kanker kolon dapat menjadi tempat utama
intususepsi, sehingga jika ditemukan orang dewasa yang mempunyai
gejala obstruksi total atau parsial dengan intususepsi, kolonoskopi dan
double kontras barium enema harus dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan kanker kolon.

2. Gejala akut

Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi,


sehingga jika ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka
kemungkinan besar penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul
pada < 10% pasien dengan kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah
keadaan darurat yang membutuhkan penegakan diagnosis secara cepat dan
penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin mengeluh tidak
bisa flatus atau buang air besar, kram perut dan perut yang menegang. Jika
obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan
nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan

9
sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat
disalah artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada
vesika urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda
pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat menyebabkan
pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya
merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.

Perubahan dari pola defekasi yang mengarah kepada kanker rektum


adalah:

 Perdarahan, berupa darah segar, baik prominen maupun occult

 Mukus/lendir yang bercampur dengan feses, banyak dijumpai pada tumor


yang terletak pada rektum bagian distal
 Diare di pagi hari, berupa campuran darah dan lendir, berbau busuk, tanpa
ampas, pada pagi hari

Kristianto et al. mengumpulkan tiga gejala klinis awal yang paling


banyak dijumpai di Divisi Bedah Digestif RSCM yaitu perubahan pola
defekasi (95,7%), perdarahan per rektum (85,3%), dan feses berlendir
(68,2%).

Metastasis

Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus


pada saat direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih
60% kasus. Metastase sering ke hepar, cavum peritoneum, paru-paru,
diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan tulang. Metastase ke otak sangat
jarang, dikarenakan jalur limfatik dan vena dari rektum menuju vena cava
inferior, maka metastase kanker rektum lebih sering muncul pertama kali
di paru-paru.

2.7 Diagnosis

10
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan dibantu
dengan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
BAB berdarah, merah segar, berlendir dan berbau disertai gangguan
kebiasaan BAB (diare selama beberapa hari yang disusul konstipasi
selama beberapa hari). Nyeri pada saat BAB, tenesmus, dan pada kasus
yang lebih lanjut ileus obstruksi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Dipastikan dengan pemeriksaan colok dubur. Teraba tumor
berbenjol, rapuh, tukak, mudah berdarah. Bila letaknya rendah (2/3 bawah)
dapat dicapai dengan baik, bila letaknya tinggi (1/3 atas) biasanya tidak
dapat diraba. Dari pemeriksaan colok dubur ditetapkan mobilitasnya untuk
mengetahi prospek pembedahan. bila dapat digerakkan berarti masih
terbatas pada mukosa rektum saja. Bila sudah terfiksasi, biasanya sudah
terjadi penetrasi hingga ke struktur ekstrarektal seperti kelenjar prostat,
buli-buli, dinding posterior vagina atau dinding anterior uterus.

Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan
adanya suatu penonjolan tepi, dapat berupa :

a. Suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti


cakram yaitu suatu plateau kecil dengan permukaan yang licin dan
berbatas tegas.

b. Suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak,


tetapi umumnya mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi.

c. Suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler


yang menonjol dengan suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling sering).

d. Suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan


bentuk cincin.

Pada pemeriksaan colok dubur ini yang harus dinilai adalah:

11
1) Keadaan tumor: ekstensi lesi pada dinding rektum serta letak bagian
terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar
prostat atau ujung os coccygis. Pada penderita perempuan sebaiknya juga
dilakukan palpasi melalui vagina untuk mengetahui apakah mukosa
vagina di atas tumor tersebut licin dan dapat digerakkan atau apakah ada
perlekatan dan ulserasi, juga untuk menilai batas atas dari lesi anular.
Penilaian batas atas ini tidak dapat dilakukan dengan pemeriksaan
colok dubur.

2) Mobilitas tumor: hal ini sangat penting untuk mengetahui prospek terapi
pembedahan. Lesi yang sangat dini biasanya masih dapat digerakkan pada
lapisan otot dinding rektum. Pada lesi yang sudah mengalami ulserasi
lebih dalam umumnya terjadi perlekatan dan fiksasi karena penetrasi atau
perlekatan ke struktur ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli,
dinding posterior vagina atau dinding anterior uterus.

3) Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan


karakteristik pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau
fiksasi lesi.

3. Pemeriksaan penunjang
 Proktosigmoidoskopi
Dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai menderita karsinoma usus
besar. Jika tumor terletak di bawah, bisa terlihat langsung. Karsinoma
kolon di bagian proksimal sering berhubungan dengan adanya polip pada
daerah rektosigmoid.
 Koloskopi
Diperiksa dengan alat yang sekaligus dapat digunakan untuk biopsi tumor.
 Sistoskopi
Indikasi sistoskopi adalah adanya gejala atau pemeriksaan yang
mencurigai invasi keganasan ke kandung kencing.
 Barium colon in loop

12
Dengan menggunakan kontras akan tampak gambaran apple core
appearance
 Biopsi
Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus
dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma merupakan jenis
yang paling sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar.
Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors,
adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated tumors.

Klasifikasi modifikasi Dukes

TNM Stadium Stadium Deskripsi

T1 N0 M0 A Tumor terbatas pada submucosa


T2 N0 M0 B1 Tumor terbatas pada muscularis propria
T3 N0 M0 B2 Penyebaran transmural
T2 N1 M0 C1 T2, pembesaran kelenjar mesenteric
T3 N1 M0 C2 T3, pembesaran kelenjar mesenteric
T4 C2 Penyebaran ke organ yang berdekatan
Any T, M1 D Metastasis jauh

2.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk karsinoma rectum antara lain:


 Colitis ulseratif
 Hemmoroid
 Fisura anus
 Penyakit divertikulum

2.9 Penatalaksanaan

Berbagai jenis terapi tersedia untuk pasien kanker rektal.


Beberapa adalah terapi standar dan beberapa lagi masih diuji dalam
penelitian klinis. Tiga terapi standar kanker rektal yang digunakan

13
antara lain ialah :

1. Pembedahan

Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim


digunakan terutama untuk stadium I dan II kanker rektal,
bahkan pada pasien suspek dalam stadium III juga dilakukan
pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam
metode penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal
dilakukan  pre-surgical treatment  dengan radiasi dan kemoterapi.
Penggunaan kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai
neoadjuvant chemotherapy, dan pada kanker rektal, neoadjuvant
chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III. Pada
pasien lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun
sebagian besar jaringan kanker sudah diangkat saat operasi,
beberapa pasien masih membutuhkan kemoterapi atau radiasi
setelah pembedahan untuk membunuh sel kanker yang tertinggal.

Tipe pembedahan yang dipakai antara lain :

 Eksisi lokal : jika kanker ditemukan pada stadium paling dini,


tumor dapat dihilangkan tanpa tanpa melakukan pembedahan
lewat abdomen. Jika kanker ditemukan dalam bentuk  polip,
operasinya dinamakan polypectomy.
 Reseksi: jika kanker lebih besar, dilakukan reseksi rektum lalu
dilakukan anastomosis. Jiga dilakukan pengambilan limfonodi
disekitan rektum lalu diidentifikasi apakah limfonodi tersebut juga
mengandung sel kanker.

Pengangkatan kanker rektum biasanya dilakukan dengan


reseksi abdominoperianal, termasuk pengangkatan seluruh rectum,
mesorektum dan bagian dari otot levator ani dan dubur. Prosedur ini
merupakan pengobatan yang efektif namun mengharuskan

14
pembuatan kolostomi permanen.

Goligher dkk berdasarkan pengalamannya menyatakan


bahwa kegagalan operasi ”Low anterior resection” akan terjadi
pada kanker rectum dengan jarak bawah rectum normal 2 cm.
Angka 5 cm telah diterima sebagai jarak keberhasilan terapi.
Hasil  penelitian yang dilakukan oleh venara dkk pada 243 kasus
menyimpulkan bahwa jarak dari 3 cm dari garis dentate aman
untuk dilakukan operasi “Restorative resection”. ”Colonal
anastomosis” diilhami oleh hasil operasi Ravitch dan Sabiston yang
dilakukan pada kasus kolitis ulseratif. Operasi ini dapat diterapkan
pada kanker rectum letak bawah, dimana teknik stapler tidak
dapat dipergunakan. Local excision dapat diterapkan untuk
mengobati kanker rectum dini yang terbukti belum memperlihatkan
tanda-tanda metastasis ke kelenjar getah bening. Operasi ini dapat
dilakukan melalui  beberapa pendekatan yaitu transanal,
transpinchteric atau transsacral. Pendekatan transpinshter dan
transacral memungkinkan untuk dapat mengamati kelenjar
mesorectal untuk mendeteksi kemungkinan telah terjadi metastasis.
Sedang pendekatan transanal memiliki kekurangan untuk
mengamati keterlibatan kelenjar pararektal.

15
Pada tumor rektum sepertiga tengah dilakukan reseksi
dengan mempertahankan sfingter anus, sedangkan pada tumor
sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui reseksi
abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini anus turut
dikeluarkan.

Pada pembedahan abdominoperineal menurut Quenu-


Miles, rektum dan sigmoid dengan mesosigmoid dilepaskan,
termasuk kelenjar limf pararektum dan retroperitoneal sampai
kelenjar limf retroperitoneal. Kemudian melalui insisi perineal anus
dieksisi dan dikeluarkan seluruhnya dengan rektum melalui
abdomen.

Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui


laparotomi dengan menggunakan alat stapler untuk membuat
anastomosis kolorektal atau koloanal rendah.

Indikasi dan kontra indikasi eksisi lokal kanker rectum

1. Indikasi

 Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate


 T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound
 Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated
secara histologi
 Ukuran kurang dari 3-4 cm

2. Kontraindikasi

 Tumor tidak jelas


 Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound
 Termasuk Poorly diffrentiated secara histologi

2. Radiasi

16
Sebagai mana telah disebutkan, untuk banyak kasus
stadium II dan III lanjut, radiasi dapat menyusutkan ukuran tumor
sebelum dilakukan pembedahan. Peran lain radioterapi adalah
sebagai sebagai terapi tambahan untuk pembedahan pada kasus
tumor lokal yang sudah diangkat melaui pembedahan, dan untuk
penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama ketika
digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang
digunakan setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan
resiko kekambuhan lokal di pelvis sebesar 46% dan angka
kematian sebesar 29%. Pada penanganan metastasis jauh, radiesi
telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis tersebut,
misalnya pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi
paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal yang unresectable.

3. Kemoterapi

 Adjuvant chemotherapy, (menengani pasien yang tidak


terbukti memiliki penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami
kekambuhan), dipertimbangkan pada pasien dimana tumornya
menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol
( Stadium II lanjut dan Stadium III). Terapi standarnya ialah dengan
fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan leucovorin dalam
jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan anti
metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen lainnya,
levamisole, (meningkatkan sistem imun, dapat menjadi substitusi
bagi leucovorin. Protopkol ini menurunkan angka kekambuhan kira
–  kira 15% dan menurunkan angka kematian kira – kira sebesar
10%.

2.10 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi yaitu obstruksi usus parsial atau
lengkap, perforasi, perdarahan, dan penyebaran keorgan lain.

17
2.11 Prognosis
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal
adalah sebagai berikut :
 Stadium I - 72%
 Stadium II - 54%
 Stadium III - 39%
 Stadium IV - 7%
50% dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat berupa
kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih
sering terjadi. Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun
pertama setelah operasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi terbentuknya
rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor, lokasi, dan
kemapuan untuk memperoleh batas - batas negatif tumor.
Tumor poorly differentiated mempunyai prognosis lebih buruk
dibandingkan dengan well differentiated. Bila dijumpai gambaran agresif
berupa ”signet ring cell” dan karsinoma musinus prognosis juga buruk.
Rekurensi lokal setelah operasi reseksi dilaporkan mencapai 3-32%
penderita. Beberapa faktor seperti letak tumor, penetrasi dinding usus,
keterlibatan kelenjar limfa, perforasi rektum pada saat diseksi dan
diferensiasi tumor diduga sebagai faktor yang mempengaruhi rekurensi
local.

18
BAB III
LAPORAN KASUS

- IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 49 tahun

Pekerjaan : Tidak bekerja

Agama : Islam

Alamat : Pulau Tinggi

Tanggal MRS : 11 Oktober 2020

ANAMNESA
 Keluhan Utama
Pusing dan lemas

 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Bangkinang pada pukul 07.40 wib dengan
keluhan pusing dan lemas sejak 1 minggu ini. Keluhan disertai mual (+),
nyeri ulu hati (+), penurunan nafsu makan (+), kaki kanan bengkak (+) dan
BAB berdarah. BAB berdarah sudah dialami pasien 2 tahun ini. Tinja yang
keluar bercampur darah yang berwarna merah segar dan kadang agak
kehitaman, menggupal dan bernanah. Darah menetes walaupun pasien
tidak mengedan. Saat datang ke IGD pasien tampak pucat. Sejak tahun
2018 pasien didiagnosa tumor rectum dan dianjurkan operasi namun
pasien menolak.

19
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Riwayat HT disangkal, DM disangkal, Gangguan Jantung disangkal, Asma
(-), Riwayat Hemoroid disangkal. Riwayat penyakit kanker rektum sejak
tahun 2018.

 Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang memiliki keluhan serupa . Riwayat
keluarga pasien yang mengalami HT (-), DM (-), penyakit jantung (-).

 Riwayat Pengobatan
Pasien pernah berobat ke RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau.

 Riwayat Alergi
Pasien menyangkal adanya alergi terhadap jenis makanan atau obat-obatan
tertentu.

 Riwayat Habituasi
Pasien banyak makan sayur dan buah. Pasien tidak pernah berolahraga.

- PEMERIKSAAN FISIK UMUM


Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Composmentis

GCS : E4V5M6

Vital sign

Tekanan Darah : 113/62 mmHg

Nadi : 60 x/menit

Frekuensi nafas : 22 x/menit

20
Suhu : 36C

a. Pemeriksaan Fisik Umum


Kepala-Leher

1.Kepala : normochepali

2. Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-),
pupil isokor  3 mm, reflek pupil langsung dan tidak langsung (+/+).

3. THT : Otorea (-), rinorea (-), jejas (-)

4. Mulut : Mukosa bibir pucat (+), kering (-), atrofi papil lidah (-), lidah
kotor/thypoid tongue (-),

5. Leher : Massa (-), tidak terdapat pembesaran KGB.

Thorax

Pulmo :

Inspeksi : Bentuk simetris, gerakan dinding dada simetris, pelebaran sela


iga (-), tipe pernafasan thorako-abdominal.

Palpasi : Pengembangan dinding dada simetris, fremitus raba sama,


nyeri tekan (-), krepitasi (-)

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru.

Auskultasi : Vesikuler (+/+,) ronki (-/-), whezing (-/-).

Cor :

Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak

Palpasi : Iktus cordis teraba ICS V midclavikula line sinistra

Perkusi : Batas kanan jantung pada ICS II parasternal line dextra, batas kiri
pada ICS V micklavikula line sinistra

21
Auskultasi : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Distensi(-)

Auskultasi : BU (+)

Palpasi : Nyeri tekan lepas(+)

Perkusi : Tympani (+), pemeriksaan undulasi (-), Shifting Dullness


(-).

Ekstremitas atas: akral hangat (+/+), edema (-/-), crt < 3 detik.

Ekstremitas bawah: akral hangat (+/+), edema (+/-), crt < 3 detik.

Pemeriksaan Rectal Toucher:

Tidak dilakukan

- DIAGNOSIS :
Karsinoma Rectum

- DIAGNOSIS BANDING :
Fisura anal
Hemoroid

- HASIL PEMERIKSAAN LABOR


a. Darah Lengkap
Tanggal 11/10/2020

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Hb 2,3 g/dL 13-18 g/dL
Leukosit 12.100/mm3 5.000-11.000/mm3
Trombosit 263.000/mm3 150.000-450.000/mm3
Eritrosit 1.200.000/mm3 3.800.000-5.800.000/mm3
Neutrofil segment 84% 50-70%
Limfosit 11.8% 20-40%

22
b. Fungsi Hati
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Albumin 2,5 g/dL 3,5-5,1 g/dL
SGOT 27 U/L <40
SGPT 22 U/L <42

c. Fungsi Ginjal
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Ureum 42 mg/dL 10-50
Creatinin 2,1 mg/dL 0,5-1,4

d. Diabetes
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
GDS 160mg/dL ≤150

- RENCANA TERAPI
 Transfusi whole blood
 Infus NaCl 0,9% 20 tpm Makro
 Inj. Omeprazole 1ml 1x1
 Inj ondancentron 8 mg 1x1
 Ceftriaxone 1gr 2x1
 Ranitidine 50 mg 2x1
 Ketorolac 30mg 2x1
 Inj. Ca. Gluconas 1 amp
 Inj kalnex 1 amp 3x1
 Vit K (im) 3x1

- PROGNOSIS
 Ad vitam: dubia ad bonam
 Ad fungsionam: dubia ad malam
 Ad sanactionam: dubia ad mal
Follow Up

23
Tanggal SOAP
11/10/2020 S : pusing (+), lemas (+), mual (+), nyeri ulu hati (+),
penurunan nafsu makan (+), kaki kanan bengkak (+) dan
BAB berdarah bercampur nanah
O : Kes : Composmentis
KU : Sakit sedang
TD : 115/80 HR : 70 x/i RR : 22 x/i T : 360C
Hb : 2,3 gr
A : ca recti
 P : - Transfusi whole blood
 - Infus NaCl 0,9% 20 tpm Makro
 - Inj. Omeprazole 1ml 1x1
 - Inj ondancentron 8 mg 1x1

12/10/2020 S : pusing (+), lemas (+), mual (+), nyeri ulu hati (+),
penurunan nafsu makan (+), kaki kanan bengkak (+) dan
BAB berdarah bercampur nanah
O : Kes : Composmentis
KU : Sakit sedang
TD : 120/80 HR : 80 x/i RR : 20 x/i T : 36,5 0C
A : ca recti
P : - Transfusi whole blood
- Infus NaCl 0,9% 20 tpm Makro
 - Ceftriaxone 1gr 2x1
 - Ranitidine 50 mg 2x1
 - Ketorolac 30mg 2x1

13/10/2020 S : pusing (+), lemas (+), mual (+), nyeri ulu hati (+),
penurunan nafsu makan (+), kaki kanan bengkak (+) dan
BAB berdarah bercampur nanah
O : Kes : Composmentis
KU : Sakit sedang
TD : 126/80 HR : 76x/i RR : 21 x/i T : 36,5 0C

24
A : ca recti
P : - Transfusi whole blood
- Infus NaCl 0,9% 20 tpm Makro
- Ceftriaxone 1gr 2x1
- Ranitidine 50 mg 2x1
- Ketorolac 30mg 2x1

14/10/2020 S : mual (+), nyeri ulu hati (+), penurunan nafsu makan (+),
kaki kanan bengkak (+) dan BAB berdarah bercampur nanah
O : Kes : Composmentis
KU : Sakit sedang
TD : 120/85 HR : 82x/i RR : 20 x/i T : 36,3 0C
Hb : 6.3 gr
A : ca recti
P : - Transfusi whole blood
- Infus NaCl 0,9% 20 tpm Makro
- Ceftriaxone 1gr 2x1
- Ranitidine 50 mg 2x1

- Ketorolac 30mg 2x1


15/10/2020 S : BAB berdarah bercampur nanah
O : Kes : Composmentis
KU : Sakit sedang
TD : 120/80 HR : 85x/i RR : 20 x/i T : 36,70C
A : ca recti
P : - Transfusi whole blood
- Infus NaCl 0,9% 20 tpm Makro
- Ceftriaxone 1gr 2x1
- Ranitidine 50 mg 2x1
 - Ketorolac 30mg 2x1

-Inj. Ca. Gluconas 1 amp


 - Inj kalnex 1 amp 3x1

25
 - Vit K (im) 3x1

16/10/2020 S : BAB berdarah bercampur nanah


O : Kes : Composmentis
KU : Sakit sedang
TD : 120/80 HR : 85x/i RR : 20 x/i T : 36,70C
A : ca recti
P : - Transfusi whole blood
- Infus NaCl 0,9% 20 tpm Makro
- Ceftriaxone 1gr 2x1
- Ranitidine 50 mg 2x1
 - Ketorolac 30mg 2x1

-Inj. Ca. Gluconas 1 amp


 - Inj kalnex 1 amp 3x1

- Vit K (im) 3x1


17/10/2020 Pasien pulang (Hb : 9.6 gr)

26
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan pusing dan lemas sejak 1 minggu ini.
Keluhan disertai mual (+), nyeri ulu hati (+), penurunan nafsu makan (+),
kaki kanan bengkak (+) dan BAB berdarah. BAB berdarah sudah dialami
pasien 2 tahun ini. Tinja yang keluar bercampur darah yang berwarna
merah segar dan kadang agak kehitaman, menggupal dan bernanah. Darah
menetes walaupun pasien tidak mengedan. Saat datang ke IGD pasien
tampak pucat. Sejak tahun 2018 pasien didiagnosa tumor rectum dan
dianjurkan operasi namun pasien menolak. Pasien tidak dilakukan
pemeriksaan Rectal Toucher. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu
pemeriksaan darah lengkap terdapat peningkatan leukosit 12.100 mg/dl
dan penurunan Hemoglobin 2.3 gr%. Pemeriksaan KGD 160 mg/dL, selain
itu juga dilakukan pemeriksaan rapid test dengan hasil non-reaktif IgG dan
IgM.

Berdasarkan teori gejala dari Ca recti adalah perdarahan, berupa darah


segar, baik prominen maupun occult. Mukus/lendir yang bercampur
dengan feses, banyak dijumpai pada tumor yang terletak pada rektum
bagian distal. Diare di pagi hari, berupa campuran darah dan lendir, berbau
busuk, tanpa ampas. Pada pemeriksaan fisik Ca Recti dipastikan dengan
pemeriksaan colok dubur. Teraba tumor berbenjol, rapuh, tukak, mudah
berdarah. Bila letaknya rendah (2/3 bawah) dapat dicapai dengan baik, bila
letaknya tinggi (1/3 atas) biasanya tidak dapat diraba. Dari pemeriksaan
colok dubur ditetapkan mobilitasnya untuk mengetahi prospek
pembedahan. bila dapat digerakkan berarti masih terbatas pada mukosa
rektum saja. Bila sudah terfiksasi, biasanya sudah terjadi penetrasi hingga
ke struktur ekstrarektal seperti kelenjar prostat, buli-buli, dinding posterior
vagina atau dinding anterior uterus.

27
BAB V
KESIMPULAN

1. Karsinoma recti adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum


terletak di anterior sakrum dan coccygeus panjangnya kira kira 15
cm. Rectosigmoid junction terletak pada bagian akhir mesocolon
sigmoid.
2. Etiologi karsinoma recti sama seperti kanker lainnya, yaitu yang
masih belum diketahui penyebabnya. Akan tetapi, terdapat beberapa
factor presdiposisi yang ditengarai mengakibatkan munculnya
karsinoma rekti.
3. Gejala klinis awal yang paling banyak dijumpai yaitu perubahan pola
defekasi (95,7%), perdarahan per rektum (85,3%), dan feses berlendir
(68,2%).
4. Pada pemeriksaan fisik dipastikan dengan pemeriksaan colok dubur.
Dari pemeriksaan colok dubur ditetapkan mobilitasnya untuk
mengetahui prospek pembedahan. Bila dapat digerakkan berarti masih
terbatas pada mukosa rektum saja. Bila sudah terfiksasi, biasanya
sudah terjadi penetrasi hingga ke struktur ekstrarektal seperti kelenjar
prostat, buli-buli, dinding posterior vagina atau dinding anterior
uterus.
5. Penanganan pada karsinoma recti adalah dengan pembedahan,
radioterapi, dan kemoterapi berdasarkan stadium dan staging.
6. Komplikasi yang mungkin terjadi yaitu obstruksi usus parsial atau
lengkap, perforasi, perdarahan, dan penyebaran keorgan lain.
7. Prognosis Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal
adalah sebagai berikut Stadium I 72%, Stadium II 54%, Stadium III
39%, Stadium IV 7% .Tumor poorly differentiated mempunyai
prognosis lebih buruk dibandingkan dengan well differentiated
Rekurensi lokal setelah operasi reseksi dilaporkan mencapai 3-32%
penderita.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Cagir, Burt. Rectal cancer. 2020. Available from


www.emedicine.com. (Download : 26 Juli 2020)
2. American Cancer Society, 2006. Cancer Facts and Figures 2006.
American Cancer Society Inc. Atlanta.
3. Azamris, Nawawir Bustani, Misbach Jalins., 1997. Karsinoma
Rekti di RSUP Dr. Jamil Padang, Cermin dunia Kedokteran
No.120. Available from http://www.kalbe.co.id (Download : 26
Juli 2020)
4. Marijata, 2006. Pengantar Dasar Bedah klinis. Unit Pelayanan
Kampus, FK UGM.
5. De Jong Wim, Samsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
6. Mansjoer Arif et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.
Penerbit Buku Media Aesculapius. Jakarta.
7. Casciato DA, (ed). 2004. Manual of Clinical Oncology 5 th ed .
Lippincott Willi ams & Wilkins: USA.p 201
8. Schwartz SI, 2005. Schwartz’s Principles of Surgery 8th Ed.
United States of America: The McGraw-Hill Companies.
9. Lynch HT, Chapelle ADL. Hereditary Colorectal Cancer. the New
England Journal of Medicine. Available from www.pubmed.com.
p.348:919-932, (Download : 26 Juli 2020)
10. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan
Penatalaksanaan Kanker Kolorektal. Indonesia.
11. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Pelayanan
Klinis Kanker Rektum. Indonesia
12. Sayuti M, Nouva. 2019. Kanker Kolorektal. Jurnal Averrous. Vol.5
No.2 Page 76-88.

29

Anda mungkin juga menyukai