KARSINOMA REKTUM
Oleh
Pembimbing:
PADANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
Etiologi kanker rektum belum diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor risiko
yang berperan dalam terjadinya kanker rektum antara lain usia, diet, kebiasaan
merokok, dan faktor heriditer atau genetik yang tidak bisa diubah.5,6 Untuk faktor
risiko yang dapat diubah seperti diet dan kebiasaan merokok, dapat dihindari untuk
mencegah terjadinya kanker rektum.2
Penemuan awal dalam hal diagnosis yang tepat pada kanker masih menjadi
kunci utama penanggulangan berbagai kanker termasuk kanker rektum. Perlunya
pengetahuan dasar sampai mendalam mengenai kanker rektum pada dokter umum
juga akan membantu tatalaksana yang cepat tepat untuk pasien.
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas mengenai anatomi rektum, definisi, epidemiologi,
faktor risiko, patogenesis, patofisiologi, klasifikasi, gejala klinis, diagnosis, diagnosis
banding, pemeriksaan penunjang, tatalaksana, dan prognosis kanker rektum.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Anatomi Rectum
Rektum berawal dari taenia coli pada kolon sigmoid bergabung membentuk
lapisan otot longitudinal luar kontiniu pada level promontorium sakrum. Rektum
mengikuti lekukan sacrum, dan berakhir di anorectal junction. Otot puborectal
melingkari bagian posterior dan lateral junction, membentuk sudut anorectal (normal
120°). Rektum memiliki tiga kurvatura lateral, antara lain kurvatura atas dan bawah
yang cembung ke kanan, dan tengah yang cembung ke kiri. Pada bagian luminal,
tiga kurvatura ini ditandai sebagai lipatan semisirkuler atau Valvula Houston.9
Rektum orang dewasa berukuran panjang sekitar 12-18 cm, dan dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu 1/3 atas adalah bagian yang mobile dan ditututupi
peritoneum di anterior dan lateral, 1/3 tengah adalah dimana peritoneum hanya
menutupi bagian anterior dan sebagian permukaan lateral, dan 1/3 bawah berada di
dalam pelvis dikelilingi mesorektum berlemak dan dipisahkan dari struktur
didekatnya oleh lapisan fascial. 1/3 bawah rektum dipisahkan oleh fascia
Denonvilliers dari prostat atau vagina di bagian depan, dan fascia Waldeyer di bagian
belakang dari os. coccygis dan dua vertebrae sacral terbawah. Lapisan fascia ini
penting karena menjadi barrier/ pembatas dari invasi keganasan.9,10
2.2 Definisi
Kanker rektum atau karsinoma rekti didefinisikan sebagai tumor yang muncul
pada rektum, yang sebagian besar adalah tumor ganas. Jenis keganasan terbanyak pada
rektum adalah Adenokarsinoma.1,2 Kanker rektum dan kanker kolon sering
dikategorikan bersama karena memiliki banyak karakteristik yang dan dikenal sebagai
kanker kolorektal.2,7
Kanker rektum umunya mulai tumbuh di lapisan dalam rektum dan disebut
sebagai polip. Beberapa jenis polip berubah menjadi kanker dalam jangka lebih dari
beberapa tahun, tetapi tidak semua polip menjadi kanker. Kemungkinan perubahan
menjadi kanker bergantung pada jenis polip. Terdapat dua jenis polip, antara lain;
Polip adenomatous (adenoma), yaitu polip yang sering berubah menjadi kanker
sehingga adenoma disebut sebagai pre-kanker. Polip hiperplasia dan polip inflamasi
sering ada tetapi secara umum mereka bukan pre-kanker.2
Dinding rekrtum terbuat dari beberapa lapisan. Kanker rektum mulai muncul
pada lapisan terdalam (mukosa) dan dapat tumbuh ke sebagaian atau semua lapisan.
Ketika kanker berada di dinding rektum, mereka selanjutnya dapat menyebar melalui
pembuluh darah atau pembuluh limfe. Dari sana mereka dapat menyebar ke kelejar
getah bening terdekat atau bagian tubuh yang jauh.2, 9
2.3 Epidemiologi
Kanker rektum bersama dengan kanker kolon merupakan keganasan ketiga
terbanyak di dunia dan penyebab kematian kedua terbanyak (terlepas dari gender)
di Amerika Serikat.3 Berdasarkan data GLOBOCAN kanker rektum dan kolon
(kolorektal) menempati urutan kanker ketiga tersering pada pria setelah kanker paru
dan prostat, dan urutan kedua pada wanita setelah kanker payudara.11 Sekitar 75%
kanker kolorektal ditemukan di rektosigmoid.5 Insidensi kanker ini meningkat dari
tahun 1975 sampai pertengahan 1980-an, tetapi telah menurun selama beberapa tahun
belakangan. Dari 2008 sampai 2010 insidensi kanker rektum dan kolon menurun lebih
dari 4% per tahun pada pria dan wanita. Penurunan insidensi dalam beberapa dekade
dikaitkan dengan deteksi dan pengangkatan polip prekanker sebagai hasil dari
meningkatnya usaha skrining kanker kolorektal.12 Insidensi kanker rektum
berdasarkan usia juga bervariasi. Kanker rektum banyak ditemukan pada usia tua,
yaitu lebih dari 50 tahun. Saat ini, insidensi kanker rektum pada usia ≥ 50 tahun
berkurang, dan terjadi peningkatan insiden pada usia < 50 tahun. Peningkatan kanker
rektum pada usia muda dikaitkan dengan meningkatnya obesitas dan pola diet
berisiko pada anak dan dewasa muda.13
Di Indonesia dari berbagai laporan terdapat kenaikan jumlah kasus tetapi
belum ada angka yang pasti berapa insiden kanker rektum. Berdasarkan data RS
kanker Dharmais, kanker rektum masuk dalam 10 besar kanker dengan insidensi
tertinggi selama tahun 2010-2013.4 Berdasarkan data patologi anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas Padang tahun 1999 kanker rektum bersama
kanker kolon menempati urutan ke dua.14
2.5 Patogenesis
Selama lebih dari dua dekade, upaya penelitian fokus pada defek genetik dan
abnormalitas molekuler yang dihubungkan dengan perkembangan dan progresifitas
adenoma dan karsinoma kolorektal. Mutasi dapat menyebabkan aktivasi onkogen (K-
ras) dan/ atau inaktivasi gen supressor tumor yaitu APC, p53, DCC (Deleted in
Colorectal Carcinoma). Karsinoma kolorektal diketahui berkembang dari polip
adeomatous yang disebabkan akumalasi mutasi tersebut yang kemudian dikenal
sebagai adenoma-carcinoma sequences.
Defek pada gen APC adalah yang pertama kali dideskripsikan pada pasien
dengan FAP (Familial Adenomatous Polip). Dengan menginvestigasi anggota
keluarga, karakteristik mutasi gen APC teridentifikasi. Mereka saat ini diketahui
muncul pada 80% kanker kolorektal sporadik. Gen APC adalah gen supressor tumor.
Mutasi pada kedua alel penting untuk menginisiasi pembentukan polip. Mayoritas
mutasi merupakan pemberhentian kodon secara prematur, yang menghasilkan protein
APC yang terpotong. Pada FAP, lokasi mutasi berkolerasi dengan keparahan klinis
penyakit. Sebagai contoh, mutasi pada ujung gen 3’ atau 5’ menghasilkan bentuk
FAP lemah atau attunuated of FAP (AFAP), sedangkan mutasi pada pusat/ tengah
gen menghasilkan penyakit yang lebih virulen. Sehingga, pengetahuan spesifik
tentang mutasi pada keluarga dapat membantu mengarahkan pembuatan keputusan
klinis. Inaktivasi APC saja tidak menghasilkan karsinoma. Sebagai gantinya, mutasi
ini mengatur tahapan akumalasi kerusakan genetik yang berakibat pada keganasan.
Mutasi tambahan dapat terdiri dari aktivasi atau inaktivasi bermacam-macam gen.
Salah satu gen yang paling sering terlibat pada kanker kolorektal adalah K-ras.
K-ras adalah molekul sinyal pada jalur reseptor faktor pertumbuhan epdermal/
Epidermal Growth Factor Receptor (EFGR), diklasifikasikan sebagai protoonkogen
karena mutasi yang hanya terjadi pada satu alel akan menganggu siklus sel. Gen K-ras
menghasilkan G-protein yang terlibat pada transduski sinya intraseluler. Ketika K-ras
aktif, ia akan mengikat Guanosine Triphospate (GTP) (hidrolisis GTP menjadi GDP
akan mengaktivasi G-Protein). Mutasi K-ras berakibat paa ketidakmampuan untuk
menghidrolisis GTP, sehingga meyisakan G-protein yang secara permanen pada
bentuk aktifnya. Hal ini diketahui memicu pembelahan sel yang tidak terkontrol.
Molekul sinyal EGFR lain seperti BRAF juga telah diimplikasikan pada patogenesis
dan progresifitas kanker.
Mutasi lain yang sering terjadi adalah pada gen MYH pada kromosom 1p. MYH
adalah gen dasar perbaikan eksisi, dan penghapusan gen bi-alel berakibat pada
perubahan molekul kebawahnya. Sejak ditemukannya, mutasi MYH telah
dihubungkan dengan fenotip AFAP sebagai tambahan kanker sporadik. Tidak
seperti mutasi gen APC yang diekspresikan seara autosomal dominan, syarat untuk
mutasi bi-alel MYH secara autosmal resesif yang diturunkan.
Gen supresor tumor p53 telah dikaitkan dengan banyak keganasan. Protein p53
menjadi krusial untuk menginisiasi apoptosis sel dengan kerusakan genetik yang tidak
dapat diperbaiki. Mutasi gen p53 terdapat pada 75% kanker rektum.6
Gambar 3. Pertumbuhan kanker kolorektal
Secara umum dinyatakan bahwa untuk perkembangan kanker rektum
merupakan interaksi berbagai faktor yakni faktor lingkungan dan faktor genetik.
Faktor lingkungan yang multipel bereaksi terhadap predisposisi genetik atau defek
yang didapat dan berkembang menjadi kanker.
Terdapat 3 kelompok kanker rektum dan kolon berdasarkan perkembangannya
yaitu :
1. Kelompok yang diturunkan (inherited) mencakup kurang dari 10%
2. Kelompok sporadik, mencakup 30%
3. Kelompok familial, mencakup 20%
Kelompok yang diturunkan adalah pasien yang waktu dilahirkan sudah dengan
mutasi sel sel germinativum (germline mutation) pada salah satu alel dan terjadi
mutasi somatik pada alel lain. Contoh kelompok ini adalah FAP (Familial
Adenomatous Polip) dan HNPC (Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer).
Kelompok sporadik membutuhkan dua mutasi somatik, satu pada masing-
masing alel nya. Kelompok familial tidak sesuai kedalam salah satu FAP atau HNPC,
dan lebih dari 35% terjadi pada umur muda. Mekskipun kelompok familial dapat
terjadi secara kebetulan, ada kemungkinan peran dari faktor lingkungan, penetrasi
mutasi yang lemah atau mutasi-mutasi germinativum yang sedang berlangsung.
Terdapat dua model utama perjalanan perkembangan kanker rektum dan kolon
yaitu LOH (Loss of Heterozygocity) dan RER (Replicatio Eror). Model LOH
mencakup mutasi gen supressor tumor meliputi gen APC, DDC, dan p53 serta
aktivasi onkogen yaitu K-ras. Contoh dari model ini adalah perkembangan polip
adenoma menjadi karsinoma (Adenoma – Carcinoma Sequence). Sementara model
RER karena adanya mutasi gen hMSH2, hMLH1, hPSM1, hPSM2. Model terakhir ini
terjadipada HNPCC. Pada kelompok sporadik 80% berkembang lewat model LOH
20% berkembang lewat model RER.6,15
2.6 Patofisiologi
Saat ini diketahui bahwa kanker rektum berasal dari adenoma dan tumbuh
bertahap dengan meningkatkan displasia pada adenoma akibat akumulasi
abnormalitas genetik (adenoma-carcinoma sequence. Biasanya karsinoma ini muncul
sebagai ulkus, tetapi bertangkai (polyploid) dan memilki sifat infiltratif.1 Berawal dari
polip jinak pada rektum, tumor akan menjadi ganas dengan menyusup kedalam
lapisan dan struktur sekitar dan terlepas dari tumor primer, menyebar dan
bermetastasis ke bagian tubuh lain.5
Penyebaran karsinoma melalui berbagai cara, antara lain :
- Penyebaran lokal
Penyebaran lokal lebih sering muncul secara sirkumferensial atau melingkar
daripada longitudinal. Setelah selubung otot ditembus, tumor akan menyebar ke
mesorektum sekitar, tetapi awalnya terbatas pada fascia mesorectal. Jika penetrasi
muncul di anterior, maka prostat, vesikula seminalis atau buli-buli akan terlibat pada
pria. Pada wanita, vagina atau uterus dapat terlibat. Sedangkan penetrasi di posterior
bisa mencapai sacrum dan plexus sacralis. Penyebaran kebawah lebih dari beberapa
centimeter jarang terjadi.9
- Penyebaran limfatik (Limfogen)
Penyebaran limfatik dari karsinoma rekti di peritoneum muncul hampir secara
eksklusif ke arah atas, di bawah level tersebut, penyebaran limfatik masih keatas
tetapi ketika neoplasma berada di dalam daerah arteri rectalis media, penyebaran
lateral primer sepanjang limfe yang biasnya menyertai jarang terjadi. Penyebaran
secara limfogen akan ditemui pada kelenjar parailiaka, mesentrium, dan paraaorta.5,9
- Penyebaran secara hematogen
Penyebaran secara hematogen akan membuat tumor menyebar jauh atau
metastasis ke organ lain terutama hepar, dapat pula ditemukan di paru.9
2.7 Klasifikasi
2.7.1 Klasifikasi Duke’s 9
Dukes mengkalsifikasikan karsinoma rektum menjadi :
Tabel 2.1 Klasifikasi karsinoma rektum menurut Dukes
Duke’s
A Pertumbuhan terbatas pada dinding rektum (15%),
B Pertumbuhan meluas ke jaringan extrarectal, tetapi tidak ada
metastasis pada kelenjar limfe regional (35%)
C Terdapat deposit sekunder pada kelenjar limfe regional (50%)
C1 Hanya kelenjar limfe pararectal lokal yang terlibat
C2 Kelenjar limfe jauh mengikuti pembuluh darah
Stage D sering dimasukan, tetapi tidak dideskripsikan oleh Dukes. Stage ini
menandakan adanya metastasis jauh biasanya ke hepar, paru.
M1a Metastasis pada satu organ (hepar, paru, ovarium, KGB non regional)
Stadium 0 Tis N0 M0 -
Stadium I T1 N0 M0 A
T2 N0 M0 A
Stadium IIA T3 N0 M0 B
T1 N2a M0 C
T2-T3 N2a M0 C
T1-T2 N2b M0 C
T3-T4a N2b M0 C
T4b N1-N2 M0 C
Perdarahan adalah gejala paling awal dan tersering pada kanker rektum. Tidak
ada karakteristik mengenai waktu munculnya, ataupun warna dan jumlah kehilangan
darah. Perdarahan sering jelas terlihat di akhir defekasi, atau diketahui karena
memberikan warna pada pakian dalam. Memang perdarahan melalui anus sering
terjadi pada hemoroid interna (hemoroid dan karsinoma kadang terjadi bersama).
Seiring berjalannya waktu, kehilangan darah dapat menyebabkan penurunan jumlah
sel darah merah (anemia). Terkadang, pasien datang karena gejala anemia berupa rasa
lemah dan lemas.
Tenesmus adalah gejala yang biasa didapat pada kanker rektum. Adanya
sensasi berupa feses lebih yang harus dikeluarkan atau sulit mengedan untuk
mengosongkan isi usus tanpa hasil pengosongan berupa feses. Hal ini sangat penting
untuk gejala awal dan hampir selalu muncul pada tumor distal rektum. Pasien akan
berusaha keras mengosongkan isi rektum beberapa kali sehari (diare palsu), sering
dengan sedikit flatus dan sedikit lendir dengan bercak darah darah (lendir berdarah/
bloody slime).2,9
Nyeri merupakan gejala lanjut, tetapi nyeri kolik mungkin menyertai tumor
rektosigmoid lanjut, dan disebabkan oleh obstruski usus. Ketika ulkus
carcinomatous rektum yang dalam mengikis prostat atau buli, mungkin akan terjadi
nyeri yang berat. Nyeri punggung, atau nyeri panggul muncul ketika kaknker
9
menginvasi plexus sacralis. Penurunan berat badan sugestif pada metastasis
hepar.2,9
2.9 Diagnosis
2.9.1 Anamnesis
Tanda dan gejala berikut ini merupakan temuan yang sering menjadi awal
dugaan adanya karsinoma rekti: 1
- Perdarahan melalui anus disertai peningkatan frekuensi defekasi dan/atau diare
selama minimal 6 minggu pada semua umur
- Defekasi seperti kotoran kambing
- Perdarahan melalui anus tanpa gejala anal pada individu berusia di atas 60
tahun
- Peningkatan frekuensi defekasi atau buang air besar berlendir
- Massa intra-luminal di dalam rektum
- Tanda-tanda obstruksi mekanik usus
- Anemia
- Penurunan berat badan
2.9.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda anemia, kadang dapat pula
ditemukan massa yang teraba pada abdomen, atau tanda-tanda obstruksi usus.
Pemeriksan fisik abdomen biasanya normal pada kasus awal. Kadang ketika tumor
anular lanjut terletak di rectosigmoid junction, gejala obstruksi usus besar akan
muncul. Seiring berjalannya waktu metatstasis pada hepar juga dapat diraba.1,2
Pemeriksaan colok dubur adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada
setiap penderita dengan gejala anorektal.1,2 Pada banyak kasus, neoplasma dapat
dirasakan dengan jari. Pada awalnya akan terasa nodul dengan dasar yang menegeras.
Ketika bagian tengah mengalami ulserasi, cekungan dangkal akan ditemukan,
pinggirnya meninggi dan terbalik. Pada pemeriksaan bimanual, mungkin dirasakan
bagain bawah karsinoma terletak di rectosigmoid junction. Setelah jari dikeluarkan,
jika berkontak secara langsung dengan karsinoma, jari akan berlumur darah atau
material mukopurulen dengan bercak darah. Ketika ulkus carcionomatous terletak di
1/3 distal rektum, melibatkan kelenjar getah bening terkadang dapat dirasakan massa
satu atau lebih, keras, oval, bengkak di mesorectum posterior atau posterolateral
diatas tumor.9
Tujuan pemeriksaan ini untuk menetapkan keutuhan sfingter ani dan
menetapkan ukuran dan derajat fiksasi tumor pada rektum 1/3 tengah dan distal, serta
menetapkan jarak antara tumor dengan anocutan line. Pada pemeriksaan colok dubur
ini yang harus dinilai adalah :1
- Keadaan tumor
- Mobilitas tumor
- Ekstensi penjalaran
1. Pemeriksaan Laboratorium2
- Hematologik ; darah perifer lengkap, LED, hitung jenis. Tes ini untuk
mengukur berbagai jenis sel di dalam darah. Tes ini dapat menunjukan anemia.
Beberapa pasien dengan kanker rektum menjadi anemis karena tumor
mengalami perdarahan yang cukup lama.
- Kimia darah ; Enzim hepar. Tes ini untuk memeriksa fungsi hepar, karena
kanker rektum yang dapat metastasis ke hepar.
- Tumor marker. Sel kanker rektum kadang menghasilkan substansi dikenal
dengan tumor marker yang dapat ditemukan di darah. Tumor marker yang
paling sering pada kanker rektum adalah Carcioembryonic antigen (CEA).
Pemeriksaan darah untuk tumor marker ini kadang mengindikasi seseorang
menderita kanker rektum, tetapi dengan hanya pemeriksaan ini tidak dapat
menegakan diagnosis kanker. Hal ini karena kadar tumor marker kadang dapat
normal pada seseorang dengan kanker dan sebaliknya dapat abnormal pada
seseorang dengan penyakit selain kanker. Tumor marker biasanya sering
digunakan bersama pemeriksaan lain untuk memonitor pasien yang sudah
didiagnosis kanker rektum. Pemeriksaan ini dapat membantu mengetahui
apakah tatalaksana yang diberikan sudah tepat atau sebagai peringatan awal
bahwa kanker muncul kembali.
2. Pemeriksaan Radiologi2,9
Pemeriksaan radiologi dengan Sinar X, Ultrasound, magnetik, atau zat
radioaktif digunakan untuk beberapa alasan, antara lain ; untuk mengetahui daerah
yang dicurigai terkena kanker, melihat seberapa jauh penyebaran kanker, dan
membantu menentukan apakah tatalaksana yang diberikan sudah tepat.
- Pemeriksaan foto toraks PA, masih sering dilakukan karena terjangkau.
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui metastasis ke organ di dalama
thoraks, tersering adalah paru.
- Computed tomography scan (CT scan) abdomen, digunakan untuk melihat
lebih detail gambar organ tubuh dalam berbagai potongan. Pemeriksaan ini
dapat membantu mengetaui jika kanker telah bermetastasis ke hepar atau
organ lain. CT dengan portografi, jenis CT scan dengan menginjeksikan bahan
kontras ke vena portal, vena besar yang masuk hepar yang berasal dari usus.
Pemeriksaan ini untuk melihat lebih baik jika kanker bermetastasis ke hepar.
- USG abdomen, digunakan untuk melihat tumor apakah terdapat di hepar,
kandung empedu, pankreas, atau tempat lain di abdomen, tetapi tidak dapat
melihat tumor di kolon
- USG endorektal, yaitu pemeriksaan dengan mengunakan transduser khusus
yang dimasukan ke rektum. Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat
seberapa jauh tumor menembus dinding rektum dan apakah telah menyebar ke
organ didekatnya atau jaringan seperti KGB.
- MRI, sama halnya dengan CT scan dapat memperlihatkan gambar jaringan
lunak yang lebih detail. MRI dapat digunakan untuk melihat area abnormal di
hepar akibat metastasis kanker, atau untuk melihat otak dan sumsum tulang
belakang. Endorectal MRI yaitu MRI yang dapat digunakan pada pasien
kanker rektum untuk melihat apakah tumor telah menyebar ke struktur sekitar.
can be used in patients with rectal cancers to see if the tumor. Pemeriksaan ini
memiliki akurasi yang lebih tinggi. Pada pemeriksaan ini dokter meletakan
probe (endorectal coil) di dalam rektum selama 30 – 45 menit, sehingga
pasien kadang merasa tidak nyaman.
- Positron emission tomography (PET) scan, adalah pemeriksaan dengan
menginjeksikan bahan radioaktif yang akanberkumpul di sel kanker. Kamera
khusus kemudian digunakan untuk memfoto area dengan radioktifitas. Gambar
pada PET Scan tidak serinci pada CT Scan dan MRI, tetapi dapat meberikan
informasi yang sangat berguna mengenai area abnormal yang tidak dapat
dilihat dengan pemeriksaan lain. Jika diagnosis kanker telah ditegakan,
pemeriksaan ini dapat digunakan untuk melihat penyebaran kanker ke KGB
atau bagain tubuh lain.
- Angiografi, adalah pemeriksaan dengan sinar x untuk melihat pembuluh darah.
Kontras diinjeksikan ke dalam arteri, dan gambar diambil dengan sinar x. Zat
warna kontras akan mengisi pembuluh darah. Jika kanker menyebar ke hepar,
pemeriksaan ini akan menunjukan arteri yang memberi suplai darah ke tumor.
Pemeriksaan ini dapat membantu ahli bedah apakah tumor hepar dapat
dibuang, dan jika bisa hal ini dapat membantu tindakan bedah. Angiografi juga
membantu merencanakan tatalaksana lain untuk kanker yang menyebar ke
hepar seperti embolisasi.
4. Pemeriksaan Endoskopi2
Pemeriksaan endoskopi yang dapat dilakukan:
- Sigmoidoskopi rigid / Rektoskopi
- Sigmoidoskopi fleksibel (Lebih efektif dibandingkan denga sigmoidoskopi
rigid untuk visualisasi kolon dan rektum)
- Kolonoskopi. Akurasi kolonsoskopi sama dengan kombinasi barium enema
kontras ganda + sigmoidoskopi fleksibel untuk kanker rektum atau polip >
9mm.4 Kolonoskopi wajib dilakukan jika memungkinkan pada semua pasien
untuk menyingkirkan tumor synchronous, bisa jadi karsinoma atau adenoma.
Jika adenoma proksimal ditemukan,tumor dapat dengan mudah diambil dan
dibuang dengan kolonoskop. Jika terdapat karsinoma synchronous, teknik
operasi perlu diubah. Jika full colonoscopy tidak mungkin dilakukan, CT
Colonography atau barium enema dapat dilakukan. Jika terdapat karsinoma
yang stenosis, pemeriksaan ini mungkin tidak dapat digunakan, khususunya
kolonoskopi untuk memvisualisasi kolon proksimal. Meskipun demikian,
tingginya insidens tumor synchromatous, kolonoskopi penting dilakukan
dalam beberapa bulan sebelum tindakan bedah reseksi.1
2.12 Tatalaksana
b. Stadium I
Pada stadium ini, kanker rektum sudah tumbuh di lapisan dinding rektum yang
lebih dalam tetapi belum menyebar diluar rektum. Stadium ini termasuk kanker yang
merupakan bagian dari polip. Jika polip dibuang komplit selama kolonoskopi, dengan
tidak adanya kanker di bagian pinggir, terapi lain tidak diperlukan. Jika kanker pada
polip merupakan kanker high grade (grade IV) atau terdapat sel kanker pada pinggir
polip, pasien disarankan untuk operasi lebih sekali. Operasi lebih sekali juga
disarankan jika polip tidak dapat dibuang komplit atau jika harus dibuang akan sulit
melihat sel kanker pada bagaian pinggirnya. Untuk kanker stadium I lain, tindakan
bedah biasanya merupakan terapi utama. Beberapa kanker kecil stadium I dapat
dibuang melalui anus tanpa menyayat abdomen dengan reseksi transanal atau
transanal endoscopic microsurgery (TEM). Untuk kanker lain, low anterior
resection (LAR), proctectomy dengan colo-anal anastomosis, atau abdominoperineal
resection (APR) dapat dilakukan tergantung dimana tepatnya lokasi kanker dalam
rektum.
Terapi tambahan tidak diperlukan setelah operasi ini, kecuali ahli bedah
menemukan kanker lebih lanjut dari yang diperkirakan. Jika kanker lebih dari yang
diperkirakan, kombinasi kemoterapi dan radioterapi biasanya diberikan. 5-FU adalah
obat kemo yang sering digunakan. Jika pasien terlalu lemah atau sakit untuk
melakukan operasi, dapat ditatalaksana dengan radioterapi meskipun terapi ini belum
terbukti sama efektif dengan terapi pembedahan.
c. Stadium II
Pada stadium ini, kanker rektum telah tumbuh melewati dinding rektum dan
dapat meluas ke jaringan terdekat. Tumor mungkin belum menyebar ke KGB.
Kebanyakan pasien dengan stadium II kanker rektum ditatalaksana dengan
kemoterapi, radioterapi, dan pembedahan, meskipun jenis terapi mungkin berbeda
pada beberapa orang. Sebagai contoh, berikut beberapa pendekatan yang sering
dilakukan untuk menatalaksana kanker ini ;
- Kebanyakan pasien mendapat baik kemo dan radioterapi (kemoradiasi)
sebagai terapi pertama mereka. Kemoterapi yang biasanya diberikan dengan
radiasi adalah 5-FU atau capecitabine (Xeloda).
- Terapi tersebut biasanya diikuti dengan tindakan pembedahan, seperti low
anterior resection (LAR), proctectomy dengan colo-anal anastomosis, atau
abdominoperineal resection (APR), tergantung dimana lokasi kanker rektum.
Jika terapi cukup untuk memperkecil tumor, kadang reseksi transanal dapat
dilakukan dibandingkan tindakan invasif seperti LAR atau APR. Hal ini
mungkin dilakukan untuk menghindari kolostomi. Tetapi tidak semua dokter
setuju dengan metode ini, karena tidak memberi kesempatan ahli bedah
memeriksa KGB sekitar kanker.
- Kemoterapi tambahan selanjutnya diberikan setelah tindakan pembedahan,
niasanya selama total sekitar 6 bulan. Kemoterapi dapat berupa regimen
FOLFOX (oxaliplatin, 5-FU, and leucovorin), 5-FU dan leucovorin, CapeOx
(capecitabine plus oxaliplatin) atau capecitabine saja, berdasarkan apa yang
paling cocok dengan kebutuhan pasien.
Pilihan lain dapat berupa kemoterapi saja pertama, diikuti kemo dan
radioterapi, lalu diikuti tindakan pembedahan. Jika seseorang tidak dapat
menjalanikemo dan radioterapi karena beberapa alasan, tindakan pembedahan
(LAR,proctectomy dengan colo-anal anastomosis, atau APR) dapat dilakukan dahulu,
diikuti kemoterapi dan kadang radioterapi.
d. Stadium III
Pada stadium ini, kanker rektum telah menyebar ke KGB terdekat tetapi tidak
pada bagain tubuh lain. Kebanyakn pasien dengan stadium III akan ditatalaksana
dengan kemoterapi, radioterapi, dan tindakan pembedahan. Kebanyakan pasien
mendapatkan baik kemo dan radioterapi (kemoradiasi) sebagai terapi pertama mereka.
Hal ini dapat memperkecil kanker, sering membuat pembedahan lebih efektif untuk
tumor yang lebih besar. Tindakan ini juga menurunkan kesempatan untuk kanker
kembali ke pelvis. Pemberian radiasi sebelum pembedahan juga cenderung
memperkecil masalah dibandingkan diberikan setelah pembedahan.
Kemoterapi dan radioterapi diikuti dengan tindakan pembedahan untuk
membuang tumor rektum dan KGB didekatnya, biasanya dengan LAR, proctectomy
dengan colo-anal anastomosis, atau APR, tergantung lokasi kanker rektum. Jika
kanker mencapai organ sekitar, operasi yang lebih ekstensif diketahui sebagai
eksenterasi pelvis mungkin diperlukan. Setelah pembedahan, kemoterapi diberikan
selama sekitar 6 bulan. Regimen yang sering digunakan adalah FOLFOX (oxaliplatin,
5-FU, and leucovorin), 5-FU dan leucovorin, CapeOx (capecitabine plus oxaliplatin)
atau capecitabine saja, berdasarkan apa yang paling cocok dengan kebutuhan pasien.
Pilihan lain dapat berupa kemoterapi saja pertama, diikuti kemo dan
radioterapi, lalu diikuti tindakan pembedahan. Jika seseorang tidak dapat
menjalanikemo dan radioterapi karena beberapa alasan, tindakan pembedahan
(LAR,proctectomy dengan colo-anal anastomosis, atau APR) dapat dilakukan dahulu,
diikuti kemoterapi dan kadang radioterapi.
e. Stadium IV
Pada stadium ini, kanker rektum telah metastasis jauh ke organ dan jaringan
lain seperti hepar dan paru. Pilihan terapi untuk stadium IV bergantung pada
bagaimana dan seberapa luas kanker menyebar. Jika ada kemungkinan kanker dapat
dibuang ( hanya sedikit tumor di hepar dan paru), tatalaksana umunya berupa;
- Tindakan pembedahan untuk membuang lesi pada rektum dan tumor jauh,
diikuti kemoterapi (dan radioterapi pada beberapa kasus)
- Kemoterapi diikuti kemoradiasi dan selanjutnya pembedahan untuk
membuang lesi pada rektum dan tumor jauh. Terapi ini dapat diikuti dengan
kemoterapi lebih.
- Kemoterapi diikuti radioterapi dan selanjutnya pembedahan untuk membuang
lesi pada rektum dan tumor jauh. Terapi ini dapat diikuti dengan kemoterapi.
Pendekatan ini dapat membantu pasien hidup lebih lama pada beberapa kasus
bahakan dapat menyembuhkan.
Tindakan pembedahan untuk membuang tumor rektum biasanya adalah
LAR,proctectomy dengan colo-anal anastomosis, atau APR, bergantung dimana
lokasinya. Jika lokasi kanker hanya menyebar ke hati, dapat ditatalaksana dengan
kemoterapi yang diberikan secara langsung kedalam arteri yang menuju hepar
(hepatic artery infusion). Hal ini dapat memperkecil kanker di heapr lebih efektif
daripada kemo diberikan intravena atau oral. Jika kanker lebih luas menyebar dan
tidak dapat dibuang secara komplit dengan pembedahan, tatalaksana bergantung pada
Jika tidak, kanker dapat ditatalaksana dengan kemoterapi dan/atau targeted therapy
drugs (tanpa pembedahan). Beberapa pilihan termasuk :
- FOLFOX: leucovorin, 5-FU, dan oxaliplatin (Eloxatin)
- FOLFIRI: leucovorin, 5-FU, dan irinotecan (Camptosar)
- CapeOX: capecitabine (Xeloda) and oxaliplatin
- FOLFOXIRI: leucovorin, 5-FU, oxaliplatin, dan irinotecan
- Salah satu kombinasi diatas, ditambah obat target VEGF (bevacizumab
[Avastin], ziv-aflibercept [Zaltrap], atau ramucirumab [Cyramza]), atau obat
target EGFR (cetuximab [Erbitux] or panitumumab [Vectibix])
- 5-FU and leucovorin, dengan atau tanpa targeted drug
- Capecitabine, dengan atau tanpa targeted drug
- Irinotecan, dengan atau tanpa targeted drug
- Cetuximab saja
- Panitumumab saja
- Regorafenib (Stivarga) saja
- Trifluridine dan tipiracil (Lonsurf)
Pilihan regimen bergantung pada beberapa faktor, termasuk setiap terapi
sebelumnya dan kesehatan pasien sepenuhnya dan kemampuan untuk memperoleh
terapi. Jika kemoterapi dapat memperkecil tumor, pada beberapa kasus mungkin
untuk mempertimbangkan pembedahan untuk membuang semua kanker pada tahap
ini. Kemoterapi dapat diberikan setelah pembedahan. Untuk kanker yang tidak
mengecil dengan kemoterapi dan menyebar luas menyebabkan berbagai gejala,
tatalaksana dilakukan untuk menghilangkan gejala dan mencegah komplikasi jangka
panjang seperti perdarahan atau sumbatan usus.
Terapi dapat berupa satu atau lebih tindakan berikut :
- Membuang tumor dengan pembedahan
- Pembedahan untuk membuat kolostomi dan jalur bypass tumor rektum
( diverting colostomy)
- Menggunakan sinar khsusus untuk menghancurkan tumor didalam rektum
- Meletakan stent didalam rektum untuk menjaga tetap terbuka, tindakan ini
tidak memerlukan pembedahan
- Kemoterapi dan radioterapi
- Kemoterapi saja
Jika tumor di hepar tidak dapat dibuang dengan pembedahan karena terlalu
bsar atau terlalu banyak, mungkin dapat dihancurkan dengan ablasi atau embolisasi.
2.13 Prognosis
Angka dibawah ini berasal dari National Cancer Institute’s SEER database,
dilihat dari pasien yang didiagnosis dengan kanker rektum tahun 2004 – 2010.2
- Angka kelangsungan hidup relatif 5 tahun untuk pasien stadium I adalah
sekitar 87%.
- Pasien dengan stage IIA, angka kelangsungan hidup relatif 5 tahun adalah
sekitar 80, untuk stadium IIB adalah sekitar 49%
- Angka kelangsungan hidup relatif 5 tahun untuk pasien stadium IIIA adalah
sekitar 84%, stadium III sekitar 71%, dan stadium II C adalah sekitar 58%
- Kanker rektum yang telah menyebar ke bagian tubuh lain dan sering lebih
sulit untuk ditatalaksana dan cenderung memiliki penampilan yang lebih
buruk, adanya metastasis atau kanker rektum stadium IV memilki angka
kelangsungan hidup relatif 5 tahun adalah sekitar 12%. Masih terdapat
banyak pilihan terapa pada pasien stadium ini.
BAB 3
KESIMPULAN
Kanker rektum adalah tumor yang muncul pada rektum, yang sebagian besar
adalah tumor ganas. Jenis keganasan terbanyak pada rektum adalah Adenokarsinoma.
Etiologi kanker rektum belum diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor risiko yang
berperan dalam terjadinya kanker rektum antara lain usia, diet, kebiasaan merokok,
dan faktor heriditer atau genetik yang tidak bisa diubah.
Penemuan awal dalam hal diagnosis yang tepat pada kanker masih menjadi
kunci utama penanggulangan berbagai kanker termasuk kanker rektum. Perlunya
pengetahuan dasar sampai mendalam mengenai kanker rektum pada dokter umum
juga akan membantu tatalaksana yang cepat tepat untuk pasien
DAFTAR PUSTAKA