KARSINOMA LARING
Oleh:
Pembimbing:
dr. Hj. Hamita, Sp. THT-KL
BAGIAN/SMF THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Januari, 2024
DAFTAR ISI
Halaman
A. Anatomi Laring........................................................................ 4
ii
BAB I
PENDAHULUAN
dari seluruh kanker kepala dan leher. Karsinoma laring timbul dari jaringan epitel
skuamosa laring dan terbagi menjadi supraglotis, glottis, dan subglotis. Karsinoma
laring lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (masing-masing 5,8 kasus
per 100.000 vs 1,2 per 100.000). Selain itu, terdapat disparitas ras yang diamati
pada kanker laring, dimana orang Amerika keturunan Afrika muncul pada usia yang
lebih muda dan memiliki insiden serta mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan
Etiologi pasti karsinoma laring masih belum diketahui, namun ada beberapa
faktor yang berkaitan erat antara lain merokok; alkohol; sinar radioaktif; polusi
udara; dan asbestosis.1 Faktor resiko paling signifikan adalah konsumsi tembakau
dan alkohol. Perokok memiliki resiko 10 hingga 15 kali lebih tinggi terdiagnosis
resiko 30 kali lebih besar. Paparan asbes, hidrokarbon aromatik polisiklik, dan debu
laring.2
gejala awal kanker glotis karena imobilitas atau fiksasi pita suara, dengan
1
2
Sebaliknya, odinofagia adalah gejala awal paling umum dari kanker supraglotis,
glotis. Metastasis nodal muncul sebagai massa yang terfiksasi, keras, dan tidak
nyeri di leher. Gejala lanjut pada semua bagian termasuk penurunan berat badan,
disfagia, aspirasi, dan gejala sisa, serta gangguan saluran napas. Komponen
terpenting dari pemeriksaan fisik adalah penilaian invasif terhadap lesi primer
yang bertujuan untuk menilai ukuran atau luas lokal tumor, keterlibatan struktur di
sekitarnya, dan menilai mobilitas pita suara. Untuk semua kanker laring, baik yang
dicurigai berada pada stadium awal atau akhir, pencitraan lesi primer (CT Scan
primer, dan aspirasi jarum halus (FNA) pada setiap dugaan penyakit kelenjar getah
bening.3
laring sangat bervariasi menurut lokasi dan stadium tumor. Berbagai faktor
host, tumor, dan pengobatan. Faktor host meliputi usia, jenis kelamin, status gizi,
status kinerja fisik dan psikologis, penyakit penyerta, dan respons imunologis.
Faktor tumor meliputi lokasi tumor, stadium TNM, derajat, dan adanya kanker
primer kedua. Faktor pengobatan mencakup semua pendekatan terapi yang tersedia
dan berbagai kombinasi modalitas ini, dan lokasi pengobatan (rumah sakit
multidisiplin.5 Jika dulu pengobatan kanker laring hanya melalui pembedahan, saat
hasil yang serupa dengan laringektomi total. Selain itu, saat ini juga terdapat metode
Sekitar 60% pasien karsinoma laring datang dengan stadium lanjut (stadium
III atau IV). Karsinoma laring adalah salah satu penyakit onkologis yang tingkat
kelangsungan hidupnya dalam 5 tahun telah menurun selama 40 tahun terakhir, dari
66% menjadi 63%.2 Maka dari itu, diperlukan pemahaman yang baik tentang
karsinoma laring bagi tenaga kesehatan untuk.Pada makalah ini akan dilaporkan
sebuah kasus seorang pria berumur 39 tahun dengan karsinoma laring yang telah
terpasang trakeostomi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Laring
tulang rawan yang melindungi sistem respirasi inferior dan merupakan instrumen
penghasil suara. Kavitas laring berlanjut ke bawah bertemu trakea, dan di atas
oris.6
struktur plica vocalis. Subglottis merupakan bagian terbawah dari laring diantara
4
5
Struktur laring terdiri dari tiga kartilago besar yang tidak berpasangan
(cricoidea, thyroidea, dan epiglottis), tiga kartilago yang lebih kecil (arytenoidea,
sejumlah musculi intrinsik. Suplai darah utama menuju laring oleh arteria laryngea
superior dan arteria laryngea inferior. Persarafan motorium dan sensorium laring
diperoleh dari 2 cabang nervus vagus, yaitu nervus laryngeus superior dan nervus
laryngeus recurrens.6
(laryngeal inlet) membuka pada aspectus anterior pharynx tepat di bawah dan
posterior dari lingua. Tepi anterior laryngeal inlet dibentuk oleh mukosa yang
menutup tepi superior epiglottis. Tepi lateral laryngeal inlet dibentuk oleh lipatan-
qudrangularis pharyngis dan jaringan lunak yang berdekatan, dan dua tuberculum
pada tepi yang lebih posterolateral dari aditus laryngis pada tiap sisi menandai
posterior laryngeal inlet pada garis tengah dibentuk oleh lipatan mucosa yang
tuberculum corniculatum.6
Lebih lanjut, bukaan inferior terusmenerus terbuka, sedangkan aditus laryngis dapat
Keterangan:
a. Pandangan posterolateral
b. Pandangan posterior (dipotong)
c. Pandangan superior melalui aditus larynges
d. Fotograf berlabel dari larynx, pandangan superior
8
Dua pasang lipatan mucosa, plica vestibularis dan plica vocalis, yang berada
di medial dari dinding lateral cavitas laryngis, memendekkan dinding tersebut dan
cavitas infraglottica:6
• Bagian tengah cavitas laryngis sangat tipis dan terletak di antara plica
dan di antara plica vocalis (yang menutup ligamentum vocale dan jaringan
Pada tiap sisi, mucosa pada cavitas medius menonjol di lateral melalui celah
antara plica vestibularis dan cartilago thyroidea dan dapat mencapai setinggi
Saat dilihat dari atas, terdapat bukaan segitiga (rima vestibuli) di antara dua
plica vestibularis yang berdekatan pada tempat masuk cavitas medial cavitas
laryngis. Apex dari bukaan tersebut terletak anterior dan basisnya dibentuk oleh
dinding posterior cavitas laryngis. Inferior dari plica vestibularis, plica vocalis
(plica vocalis nyata) dan mucosa yang berdekatan bagian tertutup cartilago
arytenoidea membentuk dinding lateral yang serupa, bukaan segitiga yang lebih
sempit (rima glottidis di antara 2 plica vocalis yang berdekatan). Bukaan tersebut
memisahkan cavitas medialis di atas dari cavitas infraglottica di bawah. Basis dari
bukaan segitiga tersebut dibentuk oleh lipatan mucosa (plica interarytenoidea) pada
dasar incisura interarytenoidea. Baik rima glottidis dan rima vestibuli dapat terbuka
d) Otot Intrinsik
yang dipersarafi oleh nervus laryngeus superior nervus vagus. Semua musculi
e) Drainase Limfatik
terkait dengan arteria thyroidea inferior atau dengan nodi yang berkaitan
f) Fungsi Laring
ukuran cavitas centralis laryngis disebabkan oleh perubahan dalam ukuran rima
11
glotidis, rima vestibuli, dan aditus laryngis. Perubahan tersebut dihasilkan dari kerja
• Respirasi
dan rima glottidis terbuka. Cartilago arytenoidea abduksi dan rima glottidis
• Fonasi/produksi suara
Saat fonasi, cartilago arytenoidea dan plica vocalis teradduksi dan udara
didorong melalui rima glottidis yang tertutup. Gerakan ini menyebabkan plica
vocalis bergetar satu sama lain dan menghasilkan suara, yang kemudian
dimodifikasi oleh saluran nafas bagian atas dan cavitas oris. Tegangan dalam
• Upaya penutupan
Upaya penutupan larynx terjadi saat udara tertahan di dalam cavitas thoracis
pula rima vestibuli dan bagian bawah vestibulum laryngis. Hasilnya adalah
• Menelan
Saat menelan, rima glottidis, dan vestibulum laryngis tertutup dan aditus
gerakan ini bersama-sama mencegah benda padat dan cairan untuk memasuki
dalam esophagus.6
B. Karsinoma Laring
1. Definisi
Karsinoma laring adalah keganasan yang berasal dari lokasi anatomi yang
disebut laring (juga dikenal sebagai “kotak suara”), yang secara anatomi terbagi
menjadi tiga wilayah termasuk laring supraglotis (meliputi epiglotis, pita suara
14
palsu, ventrikel, lipatan aryepiglotis, dan arytenoids), glotis (meliputi pita suara
Menurut serangkaian kasus besar yang baru-baru ini diterbitkan oleh Ciolofan
dkk, sebagian besar keganasan laring (lebih dari 98%) merupakan karsinoma sel
dan melanoma hanya mencakup 2%−5% dari seluruh kasus kanker laring. Diantara
karsinoma sel skuamosa, bentuk yang berdiferensiasi baik dan sedang sedikit lebih
menyumbang 43,5% dan 41,5% dari seluruh kasus. Jumlah terbesar kasus kanker
laring berasal dari daerah glotis (yaitu sekitar dua pertiga), diikuti oleh daerah
supraglotis (sekitar 30%), sedangkan tumor transglotis dan tumor subglotis murni
2. Epidemiologi
selama sepuluh tahun terakhir. Namun, tingkat kasus kanker laring baru yang
sosiodemografi yang lebih tinggi, yang sekali lagi mencerminkan perubahan dalam
perilaku merokok dan minum alkohol. Secara keseluruhan, kanker kepala dan leher
menyerang laki-laki dua hingga empat kali lebih banyak dibandingkan perempuan,
dengan perkiraan mencapai lebih dari 20 per 100.000. Hal ini dapat terjadi berkaitan
dengan pola spesifik jenis kelamin terhadap konsumsi rokok dan alkohol.9
Menurut World Cancer Report tahun 2020, 60% kasus kanker laring terjadi
pada masyarakat berpenghasilan rendah hingga sedang, dan 50% kasus muncul di
15
Asia. Pada tahun 2018, terdapat 177.000 kasus baru dan 95.000 kasus kematian
bahwa kanker laring lebih sering muncul pada pria berusia 51-60 tahun.10
bahan kimia, asbes, nikel atau radiasi pengion, serta beberapa penyakit lainnya.
ketergantungan dosis yang jelas pada populasi Nepal. Individu yang memiliki
beralkohol, memiliki risiko 12,83 kali lebih tinggi terkena kanker kepala-leher
• Penggunaan tembakau
Merokok dianggap sebagai faktor risiko paling penting untuk kanker laring.
Sekitar 87% kasus kanker laring di Eropa Tengah disebabkan oleh penggunaan
tembakau, dimana 75% dan 12% disebabkan oleh kebiasaan merokok saat ini dan
masa lalu. Efek karsinogenik dari asap tembakau berkorelasi dengan intensitas dan
durasi merokok. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Falk dkk.
mengamati hubungan dosis merokok dan karsinoma sel skuamosa laring. Risiko
relatifnya adalah 4,4 kali lipat pada pasien yang merokok hingga setengah bungkus
16
per hari, dan 10,4 kali lipat pada pasien yang merokok lebih dari dua bungkus per
hari. Selain itu, jumlah rokok dan durasi merokok berhubungan erat dengan risiko
kanker laring. Tampaknya efek merokok lebih penting pada kanker supraglotis
• Konsumsi alkohol
di seluruh dunia mungkin terkait dengan alkohol. Alkohol merupakan faktor risiko
penting dalam patogenesis kanker laring. The World Cancer Research Foundation
telah menyimpulkan bahwa terdapat bukti kuat bahwa konsumsi alkohol pada
tingkat berapa pun meningkatkan risiko terkena kanker laring. Di Eropa, lebih dari
30% kematian akibat kanker laring disebabkan oleh alkohol. Hal ini sejalan dengan
antara konsumsi alkohol dan perkembangan kanker laring sebanding dengan dosis
dan durasi paparan. Jumlah kasus yang terkait dengan konsumsi alkohol secara
signifikan lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan. Setiap tahun,
konsumsi alkohol global meningkat, sehingga alkohol dapat menjadi faktor risiko
dengan skor histologis yang lebih tinggi dibandingkan dengan kasus-kasus HPV-
negatif. Sementara itu, efek karsinogenik tembakau dapat memberikan efek sinergis
dengan infeksi HPV, dan replikasi sel virus dapat meningkatkan mutagenesis dan
17
metaplasia akibat merokok. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang HPV dan
• Mengunyah sirih
mengarah pada karsinogenesis. Pengguna sirih kunyah di waktu senggang dan jam
• Asbestos
Sejak tahun 1950-an, terdapat hubungan sebab akibat antara paparan asbes
signifikan pada pasien yang terpapar asbes telah dilaporkan. Paparan asbes, serta
konsumsi tembakau dan alkohol sering kali digabungkan. Dampak gabungan dari
paparan asbes dan tembakau serta konsumsi alkohol secara signifikan lebih tinggi
meskipun pada akhirnya paparan asbes saja bukanlah penyebab kanker laring.
Selama studi tentang risiko kanker laring pada pekerja yang terpapar karsinogen
karsinogenik dari empat karsinogen paru-paru (asbes, bahan yang dapat terhirup,
silika kristal, kromium-IV dan kromium-VI dengan nikel) pada kanker laring.11
18
• Infeksi H. pylori
Dalam penelitian Zhou dkk. risiko terkena kanker laring pada orang yang
terinfeksi H. pylori adalah 2,87 kali lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol.
Tingkat deteksi DNA HPV yang tinggi pada jaringan kanker menegaskan bahwa
HPV adalah bagian dari mikrobiota area orofaring, karena hanya 7,2% pasien
memiliki kemungkinan 2,37 kali lebih besar untuk didiagnosis dengan karsinoma
laring. Artinya, kerusakan jaringan inflamasi yang kronis atau berulang dapat
dengan karsinoma laring dini, ditemukan komponen LPR tipikal tingkat tinggi,
• Sindrom metabolik
karsinoma laring dengan sindrom metabolik 1,13 kali lebih tinggi dibandingkan
yang kronis dikaitkan dengan risiko tertinggi terjadinya karsinoma laring. Glukosa
darah puasa tinggi, lingkar pinggang, trigliserida, tekanan darah tinggi dan
laring.11
19
4. Klasifikasi
Sembilan puluh lima persen kasusnya adalah SCC yang timbul dari lapisan epitel
skuamosa berlapis pada laring. Patologi kanker laring lainnya termasuk SCC
Empat puluh persen kanker laring akan terdiagnosis pada stadium lanjut (penyakit
stadium III atau IV). Glottis (51%) adalah tempat tersering terjadinya kanker laring,
5. Patofisiologi
diikuti oleh pertumbuhan sel klonal dengan perubahan genetik kumulatif dan
perubahan fenotipik yang mengarah pada keganasan invasif. Untuk semua varian
kanker, sering terjadi perubahan genetik, seperti inaktivasi gen penekan tumor dan
berdasarkan analisis perubahan genetik yang paling sering terjadi pada tumor
dua transkrip berbeda, p16 dan p14ARF. Insiden p16/HPV positif di SCC laring
umumnya rendah dan bervariasi berdasarkan geografis. Namun, ekspresi p16 lebih
sering diamati pada bukan perokok, wanita, dan pasien SCC laring yang lebih
muda. Baik p16 dan p14ARF terlibat dalam mengatur siklus sel G1 dan memediasi
degradasi p53 oleh MDM2. Di SCC laring, tingkat ekspresi p16INK4a berkurang
secara signifikan, dan hipermetilasi telah terbukti menjadi mekanisme umum yang
menyebabkan penurunan regulasi ini. Hilangnya fungsi gen penekan tumor p53
menyebabkan penghentian siklus sel, penuaan sel, dan perbaikan DNA ketika sel
terpapar agen berbahaya. Jika perbaikan DNA tidak efektif, p53 menginduksi
apoptosis untuk menghilangkan sel-sel yang rusak. Inaktivasi p16 dan p53 dapat
mengganggu kontrol siklus sel normal dan mendorong pertumbuhan sel yang tidak
displasia awal, namun sebagian besar menunjukkan mutasi hanya terjadi pada akhir
evolusi tumor.14
Gen lain yang berperan penting dalam mengatur siklus sel adalah 9p34
(penekan tumor atau onkogen NOTCH1), 11p15 (HRAS onkogen), 3q26 (onkogen
PIK3CA), dan 10q23 (gen penekan tumor PTEN). Mutasi RAS mengaktifkan jalur
Raf/MEK/ERK dan jalur PI3K, keduanya terlibat dalam proliferasi sel, diferensiasi,
dan kelangsungan hidup sel. Mutasi RAS dan amplifikasi PIK3CA telah dikaitkan
Dalam SCC laring, NOTCH1 bertindak sebagai gen penekan tumor, dan sebagian
besar mutasinya adalah mutasi hilangnya fungsi ligan mirip faktor pertumbuhan
efektor hilir yang mendorong proliferasi sel. Dalam beberapa kasus, sel-sel tertentu
angiogenesis, dan peningkatan kelangsungan hidup sel, seperti yang terjadi pada
meningkatnya derajat displasia, dan sangat meningkat pada banyak SCC kepala-
leher yang mengalami transformasi penuh. Tingkat EGFR yang tinggi pada SCC
22
Mutasi akhir pada SCC laring termasuk hilangnya heterozigosis 17p dan
mutasi titik pada p53. Mutasi ini ditemukan pada sekitar 50% sel ketika displasia
Gen lain yang menarik perhatian khusus dalam proses karsinogenesis laring
adalah 11q13 dan cyclin D1. Faktanya, amplifikasi 11q13 dan ekspresi berlebih dari
cyclin D1 terjadi pada lebih dari 45% kasus SCC kepala-leher dan berhubungan
dengan peningkatan laju metastasis kelenjar getah bening dan prognosis buruk
secara keseluruhan.14
pramaligna. Memang benar, berdasarkan bukti saat ini, mutasi yang terjadi pada
transisi dari karsinoma in situ ke karsinoma invasif jauh lebih sedikit dibandingkan
Salah satu mutasi terbaru menyangkut protein adhesi sel. E-cadherin (CDH1)
adalah protein permukaan yang memediasi kontak sel-sel. Hilangnya kontak sel-sel
telah dikaitkan dengan invasi tumor dan potensi metastasis pada banyak jenis
23
diketahui.14
THT. Anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik diperlukan selama evaluasi awal.
Keluhan yang muncul antara lain suara serak, perubahan suara, sakit tenggorokan,
leher, dan penurunan berat badan. Gejala dapat bervariasi berdasarkan bagian laring
yang terkena penyakit dan stadium saat timbulnya penyakit. Kanker glotis
cenderung muncul pada tahap lebih awal dibandingkan kanker supraglotis dan
subglotis karena perubahan suara yang dini. Gejala yang berhubungan dengan
leher akibat metastasis serviks. Tumor subglotis dapat muncul dengan obstruksi
jalan napas. Penting untuk menilai penyakit penyerta pasien, status fungsional, dan
sistem dukungan sosial. Perhatian khusus harus diberikan pada fungsi pernafasan
pengobatan.13
lesi, evaluasi patensi jalan napas, dan penilaian posisi dan mobilitas pita suara.
b) Pencitraan
mengungkap penyakit leher dan metastasis, invasi tulang rawan, dan perluasan ke
ruang pre-epiglotis dan paraglotis. Pencitraan leher untuk penyakit glotis in situ,
stadium I, atau mungkin kanker glotis stadium awal II dapat diabaikan, kecuali jika
pencitraan struktural, CT, atau MRI dengan kontras untuk menentukan invasi ruang
yang tepat untuk leher. CT berguna dalam penilaian penyakit submukosa, invasi
laring yang berlebihan. MRI sangat ideal untuk memvisualisasikan jaringan lunak,
Lokasi tersering metastasis distal pada kanker laring yaitu paru-paru, diikuti
hepar. Rontgen dada direkomendasikan untuk skrining lesi paru pada bukan
perokok. Namun dengan tingginya angka kejadian perokok atau mantan perokok,
dibanyak institusi. Visualisasi tumor yang optimal serta biopsi dapat dilakukan
Laringoskopi direk juga memungkinkan palpasi tumor dan struktur laring. Prosedur
d) Pemeriksaan tambahan
Berbagai tes lain tersedia untuk mengevaluasi pasien. Tes fungsi paru dapat
memberikan informasi mengenai sisa fungsi paru, terutama jika operasi laring
meliputi hitung darah lengkap, kimia, dan panel koagulasi. Tingginya kadar
kalsium, peningkatan alkali fosfat, atau kadar enzim hati yang abnormal bisa
endoskopi, dan pencitraan. Penentuan stadium yang akurat sangat penting dalam
T4a Tumor menginvasi kartilago krikoid atau tiroid dan/atau menginvasi jaringan
diluar laring
T4b Tumor menginvasi ruang prevertebral, melingkupi arteri karotis, atau menginvasi
struktur mediastinum
7. Tatalaksana
hasil yang memberikan kualitas hidup terbaik. Untuk pasien dengan kanker stadium
awal (T1 dan T2), reseksi endoskopi dan laringektomi parsial terbuka diupayakan
penyakit lanjut (T3 dan T4), pengobatan dengan terapi kemoradiasi telah muncul
penting dalam pengobatan pasien yang dipilih dengan cermat. Bagi mereka yang
memiliki penyakit lanjut dan fungsi yang buruk, atau mereka yang memiliki
utama.15
28
untuk kanker laring bergantung pada faktor-faktor individual pasien seperti usia dan
penyakit penyerta, lokasi tumor primer, luas dan volume tumor primer, dan adanya
metastasis kelenjar getah bening atau lokasi kanker laring, kemungkinan metastasis
di daerah nodal yang berisiko menyebar, meskipun tanpa bukti adanya penyakit.
bedah dan radiasi onkologi, serta layanan rehabilitasi yang memadai, merupakan
termasuk mobilitas, gangguan, atau fiksasi pita suara, fungsi suara dan menelan
sebelum pengobatan, keinginan pasien dan kebutuhan gaya hidup terkait dengan
stadium T atau N lanjut, volume tumor besar, keterlibatan komisura anterior atau
berkurangnya mobilitas pita suara, dan obstruksi jalan napas yang memerlukan
trakeostomi.15
konservasi dilakukan pada pasien dengan kanker laring stadium awal dengan
29
terbuka.15
Bedah laring konservasi harus dilakukan hanya jika ahli bedah dapat dengan
yakin mencapai batas bebas tumor. Hasil fungsional dari operasi laring konservasi
sangat bergantung pada peran operasi sebagai satu satunya modalitas dalam
pengobatan, karena penggunaan terapi radiasi adjuvan pasca operasi setelah reseksi
diantisipasi untuk terapi radiasi pasca operasi karena margin positif bukanlah
Radiasi sinar eksternal dapat menjadi pengobatan primer atau sekunder untuk
penargetan kanker yang lebih tepat, sehingga mengurangi kerusakan pada jaringan
normal di sekitarnya. Radiasi dianggap tepat untuk mengobati tumor T1, T2, dan
atau angiolimfatik.13
penyakit dengan risiko metastasis serviks 20% atau lebih besar. Radioterapi
idealnya dimulai dalam waktu 6 minggu setelah operasi. Skenario lain penggunaan
radiasi dalam pengobatan kanker laring mencakup pengobatan paliatif untuk kanker
yang tidak dapat dioperasi dan kandidat bedah yang buruk. Kemoterapi sering
pengobatan induksi dan paliasi pada kanker laring. Agen yang paling sering
kemoterapi induksi yang diikuti dengan radiasi dan radiasi saja. Standar perawatan
saat ini adalah kemoradiasi definitif untuk penyakit stadium III atau IV untuk
untuk terapi penyelamatan dan pada lesi T4 lanjut, termasuk lesi dengan invasi
Obat terapeutik baru yang menargetkan jalur berbeda saat ini sedang
berlebihan pada banyak kanker kepala dan leher, termasuk kanker laring.
operasi, laser pemotongan jaringan, dan instrument bedah mikro untuk mereseksi
tumor primer. Tumor direseksi secara keseluruhan atau sedikit demi sedikit,
31
bervariasi berdasarkan luasnya tumor, dengan hasil optimal untuk lesi membranosa
pita suara T1 dan tumor supraglotis yang tidak melibatkan pita suara. Kualitas suara
setelah operasi buruk untuk kanker yang melibatkan arytenoid atau kanker yang
tulang rawan laring dipertahankan utuh dalam bedah mikro laser transoral, sehingga
tidak memerlukan trakeostomi, proses menelan pasca operasi lebih cepat, dan masa
rawat inap di rumah sakit lebih singkat. Hasil onkologis dari bedah mikro laser
luka yang buruk, obstruksi jalan napas yang memerlukan trakeostomi, pneumonia
dilakukan bedah mikro laser transoral. Sekali lagi, pemilihan pasien untuk tumor
stadium lanjut ini sangat penting karena hanya sedikit tumor T3 yang dapat
• Laringektomi Total
32
lanjut bagi pasien yang tidak dapat menjalani perawatan mempertahakan organ
akibat invasi ekstensif ke tulang rawan tiroid, penyebaran ke luar laring, atau
laring, otot tali, limfatik paratrakeal, dan lobus tiroid ipsilateral dalam beberapa
kasus. Meskipun laringektomi total sering kali memberikan peluang terbaik untuk
asli. Komplikasi laringektomi total yang paling umum adalah infeksi luka dan
radiasi. Oleh karena itu, flap jaringan bervaskularisasi bebas atau bertangkai untuk
fistula.15,17
8. Komplikasi
Komplikasi radiasi dapat dibagi menjadi manifestasi awal dan akhir. Pasien
berjuang dengan mucositis, luka bakar, odinofagia, disfagia, dan edema selama
pengobatan radiasi. Pasien mungkin mengalami penurunan berat badan karena efek
pada kanker laring stadium lanjut (T3 dan T4). Prediktor ketergantungan
luka. Ada komplikasi unik pada operasi kanker laring. Operasi kepala dan leher
dianggap terkontaminasi bersih dan berisiko lebih tinggi terhadap infeksi pasca
operasi. Fistula dapat terbentuk antara kulit dan lokasi reseksi/rekonstruksi ketika
akibat radiasi dan kemoradiasi sebelumnya. Pasien yang menjalani operasi laring
endoskopi atau konservasi dapat mengalami obstruksi jalan napas jika trakeostomi
tidak dilakukan selama operasi. Aspirasi dapat terlihat pada pasien yang menjalani
Kebakaran saluran napas adalah komplikasi unik dari Bedah Mikro Laser
Transoral.13
9. Prognosis
pasien dengan karsinoma laring yang baru didiagnosis dengan metastasis jauh.
Mereka menemukan bahwa pasien yang tidak menjalani operasi tumor primer
memiliki kemungkinan dua kali lebih besar untuk meninggal akibat kanker
dan perawatan bedah merupakan faktor prognostik pasien dengan karsinoma laring
stadium M1.18
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama : Tn. R
Usia : 39 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku : Banjar
II. Anamensis
Autoanamnesis dilakukan dengan pasien pada 13 Januari 2024 pukul 16.00
WITA.
Awalnya pasien mengeluhkan suara serak sejak 8 bulan terakhir. Keluhan suara
serak dirasakan terus menerus dan memberat. Pasien mencoba meminum air panas,
namun keluhan suara serak tidak berkurang. Keluhan nyeri menelan tidak ada.
Pasien juga mengeluhkan sesak nafas sejak 4 bulan terakhir. Pasien lalu dibawa ke
RSUD Ulin untuk dilakukan operasi trakeostomi. Pada saat operasi trakeostomi,
35
36
leher yang semakin membesar. Keluhan nyeri pada benjolan disangkal. Pasien juga
mengeluhkan batuk yang semakin progresif, dan terkadang disertai darah sejak
dalam 9 bulan. Keluhan batuk lama, dan keringat di malam hari disangkal. Keluhan
Hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asma (-), riwayat keganasan (-).
Hipertensi (-), diabetes mellitus (-), asma (-), riwayat keganasan (-).
e. Riwayat Pengobatan
2023.
f. Riwayat Kebiasaan
Merokok 2 bungkus per hari selama 10 tahun, namun telah berhenti 10 tahun
a. Status Generalis
Tanda Vital :
37
- Suhu : 36.3 °C
b. STATUS LOKALIS
Telinga
Inspeksi : Ukuran dan bentuk normal, fistula (-/-), massa (-/-), edema
Palpasi : Nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tarik
aurikula (-/-)
MAE : Hiperemi (-/-), edema (-/-), sekret (-/-), serumen (+/+) minimal, furunkel (-
Tes Pendengaran :
Hidung
Inspeksi : Bentuk nomal, deformitas (-), hiperemi (-), massa (-) krepitasi(-), deviasi
septum (-/-)
38
Sinus : Nyeri tekan sinus frontalis (-/-), nyeri tekan sinus maksilaris(-/-), nyeri tekan
Rinoskopi Anterior :
Vestibulum : Lapang (+/+), edema (-/-), hiperemi (-/-), massa(-/-), sekret (-/-)
Kavum Nasi : Lapang (+/+), hiperemi (-/-), massa polip (-/-), edema konka (-/-),
Tenggorok
a. Rongga Mulut
4. Lidah : Deviasi (-), massa (-), ulkus (-), pseudomembran (-), gerak lidah (+) ke
segala arah
b. Orofaring :
1. Faring : Warna (normal), refleks muntah (+), post nasal drip (-), edem (-), massa
(-)
3. Konsistensi : Kenyal/kenyal
4. Warna : normal/normal
5. Permukaan : licin/licin
6. Kripta : -/-
Leher
Inspeksi : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), massa (+) berwarna sesuai
warna kulit sekitarnya; ikut bergerak saat menelan, terpasang kanul trakeostomi,
Palpasi : Nyeri tekan (-), pembesaran tiroid (-), massa (+) keras; nyeri tekan (-);
jumlah 1; berlokasi di anterior leher; ukuran 7.5x8x1.5 cm; batas tegas; permukaan
INR 1.02 -
h. Follow-up pasien
Hidung:
- Keadaan luar: Deformitas (-),
warna sama dengan kulit sekitar,
massa (-)
- Rhinoskopi anterior: Mukosa
(hiperemis -/-), edema -/-),
sekret (minimal, darah (-
)/minimal, darah (-), krusta (-/-),
concha (eutrofi/eutrofi), septum
deviasi (-), polip (-/-), pasase
udara (efektif/efektif)
- Nyeri tekan pada sinus
maxillaris (-/-), nyeri tekan sinus
frontalis (-)
Maksilofasial:
Bentuk: deformitas (-)
47
Leher:
Inspeksi : Terpasang kanul
trakeostomi, sekret (+) pada
kanul Pasase udara pada
trakeokanul (+) efektif,
pembeseran KGB (-)
Palpasi : Pembesaran KGB (-),
massa (+), keras, nyeri tekan (-),
warna sesuai warna kulit
15 Januari 2024 (HP-2)
Nyeri post Pemeriksaan fisik Post Op • Inf RL 20 tpm
operasi (+), Status generalis Laringektomi • Inj ketorolac 3x
demam (-), mual KU: Tampak sakit sedang total + 30 mg iv
(-), muntah (-) Kesadaran: compos mentis tiroidektomi • Inj ceftriaxon 2x
(E4V5M6) total POD 0 1 g iv
Tanda Vital • Inj as.
TD: 110/60 mmHg Tranexamat 3x
HR: 80 x/menit 500 mg
RR: 18 x/menit • Inj
T: 36.7 C Dexametason 3x
SpO2: 99% tanpa suplementasi 1 amp iv
oksigen • Inj bisolvon 2x
1 amp iv
Auris dextra et sinistra: • Nebul dengan
- Preaurikula: Kelainan
ventolin ½ resp
kongenital (-/-), radang (-/-), + aquades 2 cc
tumor (-/-), trauma (-/-)
• Posisi ½ duduk
- Aurikula: Kelainan kongenital
• Tidak boleh
(-/-), radang (-/-), tumor (-/-),
menelan
trauma (-/-), nyeri tekan tragus
(-/-) • Tidak boleh
- Retroaurikula: Edema (-/-), bicara
hiperemis (-/-), nyeri tekan (-/-), • Tidak boleh
sikatriks (-/-), fistula (-/-), menoleh/
fluktuasi (-/-) menunduk
- CAE: Kelainan kongenital (-/- • Cek lab :
), kulit hiperemis (-/-), sekret (-/- calsium, T3, T4,
), serumen (minimal/minimal), TsH
edema (-/-), jaringan granulasi (-
/-), massa (-/-), kolesteatoma (-/-
)
48
Hidung:
- Keadaan luar: Deformitas (-),
warna sama dengan kulit sekitar,
massa (-)
- Rhinoskopi anterior: Mukosa
(hiperemis -/-), edema -/-),
sekret (minimal, darah (-
)/minimal, darah (-), krusta (-/-),
concha (eutrofi/eutrofi), septum
deviasi (-), polip (-/-), pasase
udara (efektif/efektif)
- Nyeri tekan pada sinus
maxillaris (-/-), nyeri tekan sinus
frontalis (-)
Maksilofasial:
Bentuk: deformitas (-)
Paresis N. Cranialis: tidak ada
parase
Leher:
Inspeksi : Luka operasi tertutup
perban, rembesan (-), terpasang
kanul trakeostomi, sekret (+)
pada kanul Pasase udara pada
trakeokanul (+) efektif,
pembeseran KGB (-)
Palpasi : TDL
16 Januari 2024 (HP-3)
49
Hidung:
- Keadaan luar: Deformitas (-),
warna sama dengan kulit sekitar,
massa (-)
- Rhinoskopi anterior: Mukosa
(hiperemis -/-), edema -/-),
50
Maksilofasial:
Bentuk: deformitas (-)
Paresis N. Cranialis: tidak ada
parase
Leher:
Inspeksi : Terpasang kanul
trakeostomy yang tertutup oleh
perban, terpasang drain berisi
darah(+) kanul Pasase udara
pada trakeokanul (+) efektif
Palpasi : TDL
17 Januari 2024 (HP-4)
51
Hidung:
- Keadaan luar: Deformitas (-),
warna sama dengan kulit sekitar,
massa (-)
- Rhinoskopi anterior: Mukosa
(hiperemis -/-), edema -/-),
52
Maksilofasial:
Bentuk: deformitas (-)
Paresis N. Cranialis: tidak ada
parase
Leher:
Inspeksi : Terpasang kanul
trakeostomy yang tertutup oleh
perban, terpasang drain berisi
darah(+) kanul Pasase udara
pada trakeokanul (+) efektif
Palpasi : TDL
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien atas nama Tn. R dengan usia 39 tahun dirawat di Bangsal THT RSUD
Ulin Banjarmasin dengan keluhan suara serak dan sesak nafas yang telah terpasang
Pasien awalnya mengeluhkan suara serak sejak 8 bulan yang lalu. Keluhan
suara serak dirasakan menetap dan progresif. Keluhan nyeri menelan disangkal.
Pasien juga mengeluhkan sesak nafas menetap yang muncul 4 bulan yang lalu, dan
akhirnya pasien dibawa ke RSUD Ulin dan dilakukan trakeostomi. Pasien juga
juga mengalami penurunan berat badan dalam 8 kg dalam 9 bulan. Pasien juga
Berdasarkan teori, laring adalah salah satu organ dengan sejumlah fungsi biologis
penting yang memfasilitasi fonasi dan menelas, melindungi jalan napas dan
Kriteria rujukan mendesak pada pasien yang diduga menderita kanker laring
penyebabnya (yang baru timbul, atau benjolan yang sebelumnya tidak terdiagnosis
dan telah berubah dalam jangka waktu tiga hingga enam minggu), pembengkakan
nyeri terus-menerus yang tidak diketahui penyebabnya, nyeri unilateral yang tidak
53
54
diketahui penyebabnya di daerah kepala dan leher selama lebih dari empat minggu,
Gejala kanker laring bergantung pada lokasi asal lesi. Tumor glotis sering kali
muncul dengan suara serak, meskipun sebagian besar pasien yang mengalami hal
ini pada praktik umum tidak mungkin menderita kanker laring. Bahkan tumor glotis
yang kecil sekalipun akan mempunyai efek nyata pada suara akibat terganggunya
karakteristik getaran normal pita suara. Gejala kanker laring antara lain disfagia,
odynophagia, otalgia, stridor, dyspnoea, dan hemoptisis. Tumor juga dapat muncul
dengan limfadenopati serviks metastatik tanpa gejala laring; Hal ini umum terjadi
pada lesi supraglotis karena banyaknya suplai limfatik ke laring. Sebaliknya, lesi
glotis bermetastasis lambat karena pita suara tidak mendapat pasokan limfatik yang
baik. Oleh karena itu, pasien yang mengalami limfadenopati dan disertai faktor
risiko onkologis kepala dan leher harus dirujuk sejak dini, bahkan tanpa adanya
Sekitar 5% hingga 15% pasien kanker laring datang dengan obstruksi jalan
napas (stridor dan dispnea), 81% dari penyakit pasien ini diklasifikasikan sebagai
T4 dan 82% sebagai stadium IV. Terapi standar untuk obstruksi jalan napas yaitu
intubasi. Jika pasien tidak dapat diintubasi, perangkat supraglotis atau sungkup
wajah bisa digunakan, dan jika gagal bisa dilakukan krikotirotomi. Setelah jalan
napas terkontrol, trakeostomi dilakukan yang sebaikan pada tingkat cincin trakea
badan yang tidak disengaja sebesar ≥5% dalam 1 bulan atau ≥10% dalam 6 bulan,
sekitar 30% hingga 55% dari seluruh pasien. Meskipun prevalensi penurunan berat
badan kritis pada pasien dengan kanker laring rendah (12%), pada kelompok pasien
kanker laring supraglotis lebih sering mengalami penurunan berat badan kritis
Berdasarkan teori, eisiko laki-laki dua kali lipat terkena kanker laring dibandingkan
56
utamanya. Selain itu, penggunaan alkohol berlebihan juga dianggap sebagai faktor
berdungkul, dan terfiksir. Berdasarkan teori, semua pasien yang datang dengan
gejala laring atau yang berhubungan dengan kanker laring harus menjalani
pemeriksaan kepala dan leher secara mendetail. Pada palpasi leher penting
menyebabkan suara serak), limfadenopati (yang dapat disebabkan oleh infeksi atau
metastasis), nyeri tekan atau gejala atau tanda lain yang memastikan atau
leher penting untuk menilai luas lokal tumor, mencatat ukuran dan keterlibatan
menyeluruh sangat penting, tidak hanya untuk menilai metastasis nodus tetapi juga
perluasan lesi primer. Laringoskopi cermin indirek, jika tersedia, dapat memberikan
Hasil pemeriksaan MSCT laring tanpa dan dengan kontras ditemukan massa
laring area glottis kiri yang melibatkan vocal cord kiri, meluas ke subglottis,
paraglottic space kiri, serta sedikit mengerosi lamina thyroid kiri. Tidak ditemukan
penting dalam evaluasi penuh terhadap setiap dugaan lesi laring. CT biasanya
menilai invasi tulang rawan dan membedakan struktur jaringan lunak; namun, hal
ini tidak dapat dilakukan jika terdapat benda asing dari logam (misalnya alat pacu
jantung), lebih mahal dan memakan waktu serta rentan terhadap artefak gerak. 20
pada pita suara pasien dan kemudian dilakukan biopsi. Hasil pemeriksaan patologi
skuamosa merupakan jenis tumor ganas laring primer yang paling sering
ditemukan, yaitu lebih dari 95% kasus. Sisanya tumor yang berasal dari kelenjar
ludah minor, neuroepithelial, tumor jaringan lunak dan jarang timbul dari tulang
kartilaginosa laring. Laring merupakan organ yang dilapisi epitel skuamosa yang
59
hiperplasia, keratosis non atipik, keratosis atipik, karsinoma insitu dan karsinoma
mikroinvasif. Karsinoma sel skuamosa laring merupakan hasil dari interaksi banyak
faktor etiologi seperti konsumsi tembakau dan atau alkohol yang lama, bahan
teori, laringektomi total digunakan untuk pengobatan kanker laring penyakit lanjut
T3 dan T4, kanker laring yang gagal dalam kemoterapi dan radiasi. Kanker
subglotis sering muncul pada stadium lanjut dengan keterlibatan tulang rawan yang
luas dan seringkali memerlukan laringektomi total. Prosedur ini mengangkat laring,
tulang hyoid, tulang rawan tiroid, tulang rawan krikoid, dan trakea proksimal.
Sebagian faring dan pangkal lidah juga dapat direseksi. Trakea yang tersisa dibawa
yang efektif untuk kanker stadium lanjut, namun memiliki tingkat kekambuhan
secara keseluruhan sebesar 37% pada tumor glotis stadium III dan IV.13
Pasien yang menjalani laringektomi total akan bernapas melalui lubang bedah
sambungan faring dari rongga mulut sehingga inspirasi dapat dilakukan melalui
berbicara, menelan, dan bernapas serta mungkin mempunyai efek psikologis yang
luar biasa pada pasien. Laringektomi total melibatkan pengangkatan pita suara dan
60
laring dapat menyerang kelenjar tiroid melalui perluasan langsung atau lebih jarang
dapat menyebar secara tidak langsung melalui saluran limfatik atau pembuluh
darah. Namun, invasi kelenjar tiroid oleh karsinoma laring stadium lanjut (T3 dan
T4) jarang terjadi dengan insiden keseluruhan sekitar 5–12,6%. Selain itu, pasien
laringektomi jika terdapat invasi kelenjar tiroid, perluasan subglotis, invasi tulang
g/dl), hipokalsemia (7.1 Mg/dl), penurunan kadar FT3 (2.52 Pmol/l), dan penurunan
kadar TsHs (0.1271 uIU/ml). Berdasarkan teori, disfungsi kelenjar tiroid setelah
laringektomi merupakan kondisi klinis yang serius. Dilaporkan terjadi lebih sering
pada 62,5% pasien yang menjalani tiroidektomi dan pada 6,7% pasien yang
merupakan molekul protein dalam eritrosit yang berikatan dengan oksigen dan
mikroorganisme ke dalam pembuluh darah. Jika kadar albumin menurun hal ini
dengan peningkatan angka kematian pada pasien penyakit kronis dan pasien kritis
KESIMPULAN
suara serak sejak 8 bulan yang lalu yang telah terpasang trakeostomi selama sekitar
dengan warna suram pada telinga kiri. Pasien didiagnosis karsinoma laring
total tiroidektomi. Pasien di edukasi untuk tidak mengonsumi alcohol dan rokok.
Pasien masuk rumah sakit pada tanggal 13 Januari 2024, dan saat ini masih dalam
62
DAFTAR PUSTAKA
2. Steuer CE, El‐Deiry M, Parks JR, Higgins KA, Saba NF. An update on
larynx cancer. CA Cancer J Clin. 2017;67(1):31-50. doi:10.3322/caac.21386
6. Drake LR, Vogl WA, Mitchell AA. Dasar-dasar anatomi Gray. 2nd ed.
Elsevier; 2019.
63
64
1254-59-2008-1863
13. Tamaki A, Miles BA, Lango M, Kowalski L, Zender CA. AHNS Series: Do
you know your guidelines? Review of current knowledge on laryngeal
cancer. Head Neck. 2018;40(1):170-181. doi:10.1002/hed.24862
16. Cîrstea AI, Berteșteanu Șerban VG, Scăunașu RV, et al. Management of
locally advanced laryngeal cancer—From risk factors to treatment, the
experience of a tertiary hospital from Eastern Europe. Int J Environ Res
Public Health. 2023;20(6). doi:10.3390/ijerph20064737
17. Jenckel F, Knecht R. State of the art in the treatment of laryngeal cancer.
Anticancer Res. 2013;33(11):4701-4710.
18. Yang W, Mei X, Zhou Y, et al. Risk factors and survival outcomes of
laryngeal squamous cell carcinoma patients with lung metastasis: A
population-based study. Auris Nasus Larynx. 2021;48(4):723-730.
doi:10.1016/j.anl.2020.11.009
19. Hull JH, Backer V, Gibson PG, Fowler SJ. Laryngeal dysfunction:
Assessment and management for the clinician. Am J Respir Crit Care Med.
2016;194(9):1062-1072. doi:10.1164/rccm.201606-1249CI
21. J LG, A GP, M GG, et al. Emergency surgical treatment of upper airway
obstruction in oncological patients: Bibliographic review and proposal for
management algorithm. Head Neck Cancer Res. 2018;03(01):1-5.
doi:10.21767/2572-2107.100023
22. Jager-Wittenaar H, Dijkstra PU, Vissink A, Van Der Laan BFAM, Van Oort
RP, Roodenburg JLN. Critical weight loss in head and neck cancer -
prevalence and risk factors at diagnosis: An explorative study. Support Care
Cancer. 2007;15(9):1045-1050. doi:10.1007/s00520-006-0212-9
2023;17(1):36. doi:10.33371/ijoc.v17i1.1021
25. Schaab H. Patient education and support pre and post total laryngectomy
patient education and support pre and post total laryngectomy. Capstone Proj
Sci Disord. 2017;(1). https://ir.library.illinoisstate.edu/cpcsd/1
26. El-Sebai Ali M, Atef Ebada H, El-Shaheed MA, Musaad Abd ElFattah A,
Kamal ES. Routine thyroidectomy with total laryngectomy: Is it really
indicated? A randomized controlled trial. Ann Med Surg. 2022;74(December
2021):103309. doi:10.1016/j.amsu.2022.103309
29. Nipper CA, Lim K, Riveros C, et al. The Association between serum albumin
and post-operative outcomes among patients undergoing common surgical
procedures: An analysis of a multi-specialty surgical cohort from the
National Surgical Quality Improvement Program (NSQIP). J Clin Med.
2022;11(21):1-14. doi:10.3390/jcm11216543