Anda di halaman 1dari 21

Kejang

& Epilepsi
Pembimbing : dr. Steven, M. Si, Med, Sp. S
DEFINISI
Epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan kondisi/gejala berikut:
1. Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks dengan
jarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam.
2. Satu bangkitan tanpa provokasi dengan gambaran EEG khas atau neuroimaging
yang mendukung
3. Dapat ditemukannya sindrom epilepsi.

Bangkitan Epileptik  Gejala sepintas yang disebabkan aktivitas


sekelompok neuron di otak yang abnormal berlebihan atau hipersinkron
Gejala Istilah
Perilaku otomatis Automatisms
Emosi atau penampakan emosi Emotions
Postur ekstensi atau fleksi Tonic
Peronaan/berkeringat/piloerection Autonomic
Renjatan tidak berirama Myoclonus
Renjatan berirama Clonus
Gangguan bahasa atau berpikir, deja vu Cognitive
Kedutan kelopak mata Eyelid myoclonia
Lemas Atonic
Kebas/kesemutan, suara, bau, rasa, penglihatan, Sensations
vertigo
Berhenti dari aktivitas, membeku, Behavior arrest
Gerakan seperti mengayuh sepeda Hyperkinetic
Trunk flexion Spasm
EPIDEMIOLOGI
 World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa
sekitar 50 juta orang secara global menderita epilepsi dan
menjadi salah satu penyakit saraf yang paling umum.
 Insidens epilepsi 20-70 per 100.000 pertahun dan prevalens
400-1000 per 100.000 pada populasi umum.
 Sekitar 70% kasus epilepsi yang tidak diketahui sebabnya
dikelompokkan sebagai epilepsi idiopatik dan 30% yang
diketahui sebabnya dikelompokkan sebagai epilepsi
simptomatik, misalnya trauma kepala, infeksi, kongenital, lesi
desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik dan
metabolik.
TYPICAL ABSENCE
SEIZURE
• Hilangnya kesadaran mendadak, aktivitas motoric berhenti, tonus
normal, tidak jatuh  bengong, unaware
Patofisiologi
Aktivitas kejang sangat dipengaruhi oleh perubahan eksitabilitas sel-sel
saraf dan hubungan antar sel-sel saraf. Kejang dapat dipicu oleh eksitasi
ataupun inhibisi pada sel saraf.
Kerusakan akibat lesi di otak menyebabkan ketidakseimbangan antara
neuron eksitatori (glutamatergic) dan neuron inhibisi (GABAergic) yang
merupakan dasar patogenesis terjadinya fokus epileptik. Neuron-neuron
korteks yang tersisa di area otak yang rusak akan menjadi sangat peka
(hipereksitabilitas) dan inilah yang akan berkembang menjadi fokus
epileptogenik.
MANIFESTASI
KLINIS
Manifestasi Motorik : Manifestasi Somatosensor :
● Jerking/klonus ● Halusinasi sensasi: Rasa tidak enak, mati
● Spasme rasa, sengatan listrik, terbakar, panas
● Stiffness ● Fenomena visual
● Ilusi

Manifestasi Psikis :
Manifestasi Otonom :
● Dyspashic symptom
● Perubahan warna kulit, detak jantung,
tekanan darah, berkeringat, frekuensi ● Dymnestic symptom
nafas, pupil ● Cognitive symptom
● Rasa aneh di dada, perut, kepala ● Affective symptom
DIAGNOSIS
1. Memastikan bahwa episode paroxysmal yang terjadi adalah bangkitan
epileptik
2. Menentukan tipe kejang
3. Menentukan diagnosis, apakah bangkitan simtomatik, sindrom epilepsi, atau
penyakit epilepsi
Diagnosis

Anamnesis:
a. Gejala dan tanda sebelum, selama, dan pasca bangkitan
b. Faktor pencetus: kelelahan, kurang tidur, hormonal, stress psikologis, alkohol.
c. Usia awitan, durasi bangkitan, frekuensi bangkitan, interval terpanjang antara bangkitan,
kesadaran antara bangkitan.
d. Terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap OAE sebelumnya
e. Penyakit yang diderita sekarang, riwayat penyakit neurologis psikiatrik maupun sistemik yang
mungkin menjadi penyebab maupun komorbiditas.
f. Riwayat epilepsi dan penyakit lain dalam keluarga
g. Riwayat saat berada dalam kandungan, kelahiran, dan tumbuh kembang
h. Riwayat bangkitan neonatal/ kejang demam
i. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi susunan saraf pusat (SSP), dll.
Diagnosis

Pemeriksaan Fisik Umum: Untuk mencari tanda-tanda gangguan yang berkaitan dengan epilepsi,
misalnya:
• Trauma kepala
• Tanda-tanda infeksi
• Kelainan congenital
• Kecanduan alcohol atau napza
• Kelainan pada kulit (neurofakomatosis)
• Tanda-tanda keganasan.
Pemeriksaan Neurologis: untuk mencari defisit neurologis fokal atau difus
Diagnosis

Pemeriksaan Penujang

1. Pemeriksaan pencitraan otak: bila kita mendapatkan epilepsi dugaan karena penyakit sekunder
(simptomatis), pemeriksaan yang pertama kali dilakukan adalah melihat struktur otaknya dengan CT
Scan atau MRI kepala. CT scan kepala lebih ditujukan untuk kasus kegawatdaruratan, karena teknik
pemeriksaannya lebih cepat. Di lain pihak MRI kepala diutamakan untuk kasus elektif.
2. Pemeriksaan EEG
3. Pemeriksaan Lab
Tata Laksana
1. Terapi dimulai dengan monoterapi
2. Pemberian obat dimulai dengan dosis rendah dan dinaikkan sampai dosis efektif
3. Bila pada penggunaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol bangkitan, maka
dapat dirujuk kembali untuk mendapatkan penambahan OAE kedua. Bila OAE kedua
telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap (tapering off)
perlahan-lahan.
4. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan bila terdapat respons dengan OAE kedua,
tetapi respons tetap suboptimal walaupun pergunaan kedua OAE pertama sudah
maksimal.
Tipe bangkitan Lini pertama Obat yang dihindari
Fokal Karbamazepin, gabapentin,
lamotigrin, levetirasetam,
okskarbazepin, zonisamid
Pemilihan obat anti epilepsi
(OAE) berdasarkan jenis General
Tonik-klonik Lamotigrin, karbamazepin, Jika curiga bangkitan absans,
bangkitan okskarbazepin, asam valproat myoklonik, atau juvenile
myoclonic, maka hindari:
karbamazepin, gabapentin,
fenitoin, pregabalin, tiagabin,
vigabatrin

Absans Etosuksimid, asam valproat karbamazepin, gabapentin,


fenitoin, pregabalin, tiagabin,
vigabatrin

Myoklonik (termasuk juvenile Lamotigrin, levetirasetam, karbamazepin, gabapentin,


myoclonic epilepsy) topiramat, asa valproat fenitoin, pregabalin, tiagabin,
vigabatrin
Pemilihan obat anti epilepsi (OAE) berdasarkan sindroma
epilepsi
Tata Laksana
Tata
Laksana
Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

Anda mungkin juga menyukai