PEMBIMBING :
dr. Steven, Sp.S
S M F I L M U P E N YA K I T S A R A F
FA K U LTA S K E D O K T E R A N U L M
RSUD ULIN BANJARMASIN
April, 2022
DEFINISI
Kejang merupakan gejala yang timbul dari efek langsung atau
tidak langsung dari penyakit sistem saraf pusat ( SSP ). Obat – obat yang
digunakan untuk terapi berbagai penyakit vaskuler yang dapat
mempengaruhi ambang kejang dan memyebabkan kejang , selain itu
penyakit dapat pula mendasari angka kejadian kejang pada pasien stress.
Rudzinski, L.A. Shih, J.J. The Classfication of Seizures and Epilepsy Syndromes. Novel Aspect On Epilepsy.2011
KLASIFIKASI
2. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)
2.1. lena/ absens
2.2. mioklonik
2.3. klonik
2.4. tonik
2.5. tonik-klonik
2.6. atonik/ astatik
3. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan
1. Kejang parsial simplek
Serangan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa:
- “deja vu”: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya.
- Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan
- Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian tubuh tertentu
- Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu
Rudzinski,- L.A.
Halusinasi
Shih, J.J. The Classfication of Seizures and Epilepsy Syndromes. Novel Aspect On Epilepsy.2011
KLASIFIKASI
2. Kejang parsial kompleks
Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan
kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu serangan. Gejalanya meliputi:
- Gerakan seperti mencucur atau mengunyah
- Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan pakaiannya
- Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam keadaan seperti sedang bingung
- Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang
- Berbicara tidak jelas seperti menggumam.
3. Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal)
Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada
serangan jenis ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura merupakan
perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunang-kunang, telinga berdengung. Pada tahap tonik
pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan yang jelas,
menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik: terjadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau
buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah
serangan semacam ini.
Rudzinski, L.A. Shih, J.J. The Classfication of Seizures and Epilepsy Syndromes. Novel Aspect On Epilepsy.2011
KLASIFIKASI
4. Kejang absans / Petit Mal
Kejang ini di bagi menjadi kejang absans tipikal atau petit mal dan kejang atipikal.Kejang
absenstipikal ditandai dengan berhentinya aktivitas motorik motorik anak secara tiba-tiba,kehilangan
kesadaran sementara secara singkat,yang di sertai dengan tatapan kosong.Sering tampak kedipan mata
berulang saat episode kejang terjadi.Episode kejang terjadi kurang dari 30 detik.Kejang ini jarang di jumpai
pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Kejang absans atipikal di tandai dengan gerakan 11 seperti hentakan
berulang yang bisa ditemukan pada wajah dan ekstremitas dan disertai dengan perubahan kesadaran.
5. Kejang Mioklonik
Kejang yang ditandai dengan gerakan kepala seperti terjatuh secara tiba-tiba dan di sertai dengan
flexi lengan.Kejang tipe ini dapat terjadi ratusan kali perhari
Rudzinski, L.A. Shih, J.J. The Classfication of Seizures and Epilepsy Syndromes. Novel Aspect On Epilepsy.2011
PATOFISIOLOGI
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Ada dua jenis
neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi muatan listrik dan
neurotransmitter inhibisi (inhibitif 7 terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang
menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik.
Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan
polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepaskan
muatan listrik.
Vaughan, C. J. Delanty, N. Pathophysiology of acute Symptomatic Seizures. Seizures : Medical Causesand Management. 2002.
PATOFISIOLOGI
Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat mengubah fungsi membran neuron sehingga
membran mudah dilalui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler.
Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan melepaskan muatan listrik berlebihan, tidak
teratur dan terkendali. Lepasnya muatan listrik dengan jumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar
suatu serangan kejang.
Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi.
Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar tempat epileptic. Selain itu juga sistem-sistem
inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terusmenerus melepaskan muatan.
Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat
habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak
Vaughan, C. J. Delanty, N. Pathophysiology of acute Symptomatic Seizures. Seizures : Medical Causesand Management. 2002.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik harus menapis sebab sebab terjadinya serangan kejang dengan menggunakan umur dan riwayat
penyakit sebagai pegangan. Pada pasien yang berusia lebih tua sebaiknya dilakukan auskultasi didaerah leher untuk mendeteksi
adanya penyakit vaskular. pemeriksaan kardiovaskular sebaiknya dilakukan pada pertama kali serangan kejang itu muncul oleh
karena banyak kejadian yang mirip dengan serangan kejang tetapi penyebabnya kardiovaskular seperti sinkop kardiovaskular.
Pemeriksaan kulit juga untuk mendeteksi apakah ada sindrom neurokutaneus seperti “ café au lait spots “ dan “ iris
hamartoma” pada neurofibromatosis, “ Ash leaf spots” , “shahgreen patches” , “ subungual fibromas”,“ adenoma sebaceum” pada
tuberosclerosis, “ port - wine stain “ ( capilarry hemangioma) pada sturge-weber syndrome.
Juga perlu dilihat apakah ada bekas gigitan dilidah yang bisa terjadi pada waktu serangan kejang berlangsung atau
apakah ada bekas luka lecet yang disebabkan pasien jatuh akibat serangan kejang, kemudian apakah ada hiperplasi ginggiva yang
dapat terlihat oleh karena pemberian obat fenitoin dan apakah ada “dupytrens contractures” yang dapat terlihat oleh karena
pemberian fenobarbital jangka lama.
Care of the patient with seizures 2th. USA : AANN Clinical Practice Guidelines Series.2009
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan neurologi meliputi status mental, “gait“ , koordinasi, saraf kranialis, fungsi motorik
dan sensorik, serta refleks tendon. Adanya defisit neurologi seperti hemiparese ,distonia, disfasia, gangguan
lapangan pandang, papiledema mungkin dapat menunjukkan adanya lateralisasi atau lesi struktur di area otak
yang terbatas.
Adanya nystagmus , diplopia atau ataksia mungkin oleh karena efek toksis dari obat anti epilepsi
seperti karbamasepin,fenitoin, lamotrigin. Dilatasi pupil mungkin terjadi pada waktu serangan kejang terjadi. ”
Dysmorphism “ dan gangguan belajar mungkin ada kelainan kromosom dan gambaran progresif seperti
demensia, mioklonus yang makin memberat dapat diperkirakan adanya kelainan neurodegeneratif. Unilateral
automatism bisa menunjukkan adanya kelainan fokus di lobus temporalis ipsilateral sedangkan adanya distonia
bisa menggambarkan kelainan fokus kontralateral dilobus temporalis.
Care of the patient with seizures 2th. USA : AANN Clinical Practice Guidelines Series.2009
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hiponatremia , hipoglikemia, hipomagnesia, uremia dan hepatik ensefalopati dapat mencetuskan timbulnya serangan
kejang. Pemeriksaan serum elektrolit bersama dengan glukose, kalsium, magnesium, “ Blood Urea Nitrogen” , kreatinin dan test
fungsi hepar mungkin dapat memberikan petunjuk yang sangat berguna. Pemeriksaan toksikologi serum dan urin juga sebaiknya
dilakukan bila dicurigai adanya “ drug abuse”
2. PEMERIKSAAN ELEKTROENSEFALOGRAFI
Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan adalah pemeriksaan elektroensefalografi (EEG). Pemeriksaan
EEG rutin sebaiknya dilakukan perekaman pada wktu sadar dalam keadaan istirahat, pada waktu tidur, dengan stimulasi fotik dan
hiperventilasi. Pemeriksaam EEG ini adalah pemeriksaan laboratorium yang penting untuk membantu diagnosis epilepsi dengan
beberapa alasan sebagai berikut. Pemeriksaan ini merupakan alat diagnostik utama untuk mengevaluasi pasien dengan serangan
kejang yang jelas atau yang meragukan. Hasil pemeriksaan EEG akan membantu dalam membuat diagnosis, mengklarifikasikan
jenis serangan kejang yang benar dan mengenali sindrom epilepsi.
Care of the patient with seizures 2th. USA : AANN Clinical Practice Guidelines Series.2009
PEMERIKSAAN PENUNJANG
3. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Ct Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala adalah untuk melihat apakah ada atau
tidaknya kelainan struktural diotak .
CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada kontra indikasi namun demikian pemeriksaan MRI kepala ini merupakan prosedur
pencitraan otak pilihan untuk epilepsi dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding dengan CT Scan. Oleh karena dapat
mendeteksi lesi kecil diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang
sangat mungkin dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan MRI kepala ini biasanya meliputi:T1 dan T2 weighted“ dengan minimal dua
irisan yaitu irisan axial, irisan coronal dan irisan saggital.
4. PEMERIKSAAN NEUROPSIKOLOGI
Pemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien epilepsi dengan pertimbangan akan dilakukan terapi pembedahan. Pemeriksaan ini
khususnya memperhatikan apakah ada tidaknya penurunan fungsi kognitif, demikian juga dengan pertimbangan bila ternyata diagnosisnya
ada dugaan serangan kejang yang bukan epilepsi.
Care of the patient with seizures 2th. USA : AANN Clinical Practice Guidelines Series.2009
TERAPI
Obat anti epilepsi (AED) terapi, pengobatan utama untuk sebagian besar pasien, memiliki
empat tujuan: untuk menghilangkan kejang atau mengurangi frekuensi mereka ke tingkat maksimum
yang mungkin, untuk menghindari efek 14 samping yang berhubungan dengan pengobatan jangka
panjang, dan untuk membantu pasien dalam mempertahankan atau memulihkan kegiatan psikososial
mereka , dan dalam menjaga kestabilan kehidupan sehari –hari mereka. Keputusan untuk memulai
terapi obata anti epilepsy harus berdasarkan analisis informasi tentang kemungkinan kejang
kekambuhan, konsekuensi terus kejang untuk pasien, dan efek menguntungkan dan merugikan dari
farmakologis yang akan diberikan.
Goldenberg, M.M. Overview of Drugs Used for epilepsy and Seizures. P & T. 2010, 36:7.
TERAPI
Occipital
Frontal
Cerebellum
Temporal