DISUSUN OLEH :
RUCI NURUL
YUDIAWATI NIM :
202203128
2. Etiologi
Berikut ini adalah daftar penyebab atau faktor resiko epilepsi :
a. Idiopatik (Penyebab tidak diketahui)
1) Terjadi pada umur berapa saja, terutama kelompok umur 5-20 tahun
2) Tidak ada kelainan neurologik
3) Ada riwayat epilepsi pada keluarganya
b. Efek Kongenital dan Cidera Perinatal
1) Munculnya bangkitan pada usia bayi atau anak-anak
c. Kelainan Metabolik
1) Terjadi pada umur berapa saja
2) Kompikasi dari Diabetes Melitus
3) Ketidakseimbangan Elektrolit
4) Gagal Ginjal, Urenia
5) Defisiensi Nutrisi
6) Intoksikasi Alkohol atau Obat-obatan
d. Trauma kepala
1) Terjadi pada umur berapa saja, terutama pada dewasa muda
2) Terutama pada kontusio cerebri
3) Munculnya bangkitan biasanya 2 tahun pasca cidera
4) Bila muncul awal (2 minggu pasca cidera) biasanya tidak
menjadi kronis
e. Tumor dan Proses Desak Ruang Lainnya
1) Terjadi pada umur berapa saja, terutama umur diatas 30 tahun
2) Pada awalnya berupa bangkitan parsial
3) Kemudian berkembang menjadi bangkitan umum tonik clonik
f. Gangguan Kardiovaskuler
1) Terutama karena stroke dan pada lanjut usia infeksi
2) Dapat terjadi pada umur berpa saja
3) Mungkin bersifat reversible
g. Infeksi
1) Dalam bentuk ensefalitis, meningitis, abses.
2) Dapat merupakan akibat dari infeksi berat di bagian lain
3) Infeksi kronis (sifilis)
4) Komplikasi dari AIDS
h. Penyakit Degeneratif
1) Terutama pada lanjut usia
2) Dimensia Alzheimer (Ambarwati & Nasution, 2015).
3. Klasifikasi
Klasifikasi epilepsi yang saat ini dianut adalah klasifikasi epilepsi
berdasarkan International Laegue Against Epilepsy (ILAE) 2017.
Klasifikasi ini terdiri dari 3 tingkatan di mana tingkatan ini dirancang untuk
melayani pengelompokan epilepsi di lingkungan klinis yang berbeda.
Klasifikasi ini memungkinan penentuan etiologi penyebab epilepsi sudah
mulai dipikirkan pada saat pertama kali kejang epilepsididiagnosis.
Tabel Klasifikasi Epilepsi berdasarkan ILAE 2017
a. Klasifikasi tipe kejang (dipergunakan bila tidak terdapat EEG,
Imaging, video)
1) Onset Fokal
2) Onset General
3) Unknown Onset
b. Berdasarkan tipe epilepsi (dipergunakan pada fasilitas dengan
akses pemeriksaan penunjang diagnostik epilepsi)
1) Onset Fokal
2) Onset General
3) Combine focal and general onset
4) Unknown Onset
c. Berdasarkan sindrom epilepsi
Ditegakkan saat ditemukan secara bersamaan jenis kejang dengan
gambaran EEG atau imaging tertentu, bahkan sering diikuti
dengan gambaran usia, variasi diurnal, trigger tertentu, dan
terkadang
prognosis.
Sumber : Scheffer, dkk. Classification of the epilepsies, 2017
4. Manifestasi Klinis
Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang pada epilepsi dibagi
menjadi :
a. Kejang umum (generalized seizure) ; jika aktivasi terjadi pada kedua
hamisfer otaksecara bersama-sama. Kejang umum terbagi atas :
1) Tonic-clonic convulsion (Grand Mal)
Merupakan bentuk paling banyak terjadi pasien tiba-tiba jatuh,
kejang, nafas terengah-engah, keluar air liur, bisa terjadi sianosis,
ngompol, atau menggigit lidah terjadi beberapa menit, kemudian
diikuti lemah, kebingungan, sakit kepala.
2) Abscense attacks / lena (Petit Mal)
Jenis yang jarang umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak
atau awal remaja penderita tiba-tiba melotot, atau matanya
berkedip-kedip, dengan kepala terkulai kejadiaannya cuma
beberapa detik, dan bahkan sering tidakdisadari.
3) Myoclonic Seizure
Biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur pasien
mengalami sentakan yang tiba-tiba. Jenis yang sama (tapi non-
epileptik) bisa terjadi pada pasien normal.
4) Atonic Seizure
Jarang terjadi pasien tiba-tiba kehilangan kekuatan otot jatuh, bisa
segerarecovered.
b. Kejang parsial / fokal jika dimulai dari daerah tertentu dari otak. Kejang
parsialterbagi menjadi :
1) Simple partial seizures
Pasien tidak kehilangan kesadaran terjadi sentakan-sentakan pada
bagiantertentu dari tubuh.
2) Complex partial seizures
Pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali: Gerakan
mengunyah, meringis, dan lain-lain tanpa kesadaran. (Nurarif &
Kusuma, 2016).
5. Patofisiologi
Proses terjadinya kejang memperlihatkan beberapa proses
biokimiawi yaitu:
a. Instabilitas membran sel saraf sehingga sel saraf mudah mengalami
pengaktifan
b. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang kemampuan untuk
melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan
muatan secara berlebihan.
c. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipolarisasi, atau selang
waktu dalamrepolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin
atau difisiasi GABA (Gamma Amino Bitiric Acid).
d. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit yang mengganggu homeostasis kimiawi neuron sehingga
terjadi kelainan pada depolarisasi neuron. Gangguan ini menyebabkan
neurotransmitter eksitatorik berlebihan atau penurunan neurotransmitter
inhibitorik. (dr. Badrul Munir Sp.S, 2015).
PATHWAY
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
b. DL, Eletrolit, LED, fungsi liver, fungsi ginjal.
c. BGA dan lain lain
d. Pemeriksaan Elektro-Ensefalografi (EEG)
e. Pemeriksaan pencitraan otak (Brain Imaging) CT-Scan MRI untuk
melihat apakahada kelainan structural di otak. (dr. Badrul Munir
Sp.S, 2015).
7. Penatalaksanaan
Obat Anti Epilepsi (OAE) diberikan bila :
a. Diagnosis epilepsi sudah dipastikan
b. Faktor pencetus bangkitan dapat dihindari (misal: alkohol, stres,
kurang tidur)
c. Terdapat minimal 2 bangkitan dalam setahun
d. Penderita dan keluarga sudah dijelaskan tujuan pengobatan dan efek
samping dariOAE. (dr. Badrul Munir Sp. S, 2015).
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta : EGC.