BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Epilepsi
a. Definisi
Secara konseptual epilepsi didefinisikan sebagai kelainan otak yang ditandai
dengan kecenderungan untuk menimbulkan bangkitan epileptik yng terus
menerus
dengan konsekuensi neurobiologis, kognitif, psikologis dan sosial. Definisi ini
mensyaratkan terjadinya minimal 1 kali bangkitan epileptik (Kusumastuti dan
Basuki, 2014)
Secara operasional atau definisi praktis, epilepsi adalah suatu penyakit otak
yang ditandai dengan kondisi atau gejala sebagai berikut :
Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan refleks
dengan jarak waktu antar bangkita pertama dan kedua lebih dari 24 jam.
Satu bangkitan tanpa provokasi atau 1 bangkitan refleks dengan
kemungkinan terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan
sama dengan (minimal 60%) bila terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi
atau bangkitan refleks (misalkan bangkitan pertama yang terjadi 1 bulan
setelah kejadian stroke, bangkitan pertama pada anak yang disertai lesi
struktural dan epileptiform discharges).
Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi (Rudolf G et al., 2004).
b. Epidemiologi
Prevalensi epilepsi di negara berkembang ditemukan lebih tinggi daripada di
negara maju. Dilaporkan prevalensi di negara maju berkisar antara 4-7 per 1000
Pada negara maju, prevalensi median epilepsi yang aktif (bangkitan dalam 5 thn
terakhir) adalah 4,9 per 1000 (2,3-10,3), sedangkan pada negara berkembang di
pedalaman 12,7 per 1000 (3,5-45,5) dan di perkotaan 5,9 (3,4-10,2). Antara
negara di Asia, prevalensi epilepsi aktif tertinggi dilaporkan di Vietnam, 1,7 per
1000 orang dan terendah di Taiwan 2,8 per 1000 orang (Banerjee PN et al.,2009)
Penelitian Pai dan Tsai (2005), menyatakan pasien epilepsi terdapat pada
Tingkat pendidikan rendah terdiri dari pasien dengan kurang dari 12 pendidikan,
memiliki fungsi kognitif yang lebih baik dibandingkan dengan tingkat pendidikan
terakhir rendah. Hal ini tentu akan mempengaruhi kulaitas hidup pasien epilepsi
c. Klasifikasi
Sidrom epilepsi
1981) :
1. Bangkitan parsial/fokal
kesadaran
bangkitan
umum
2. Bangkitan umum
2.2. Mioklonik
2.3. Klonik
2.4. Tonik
2.5. Tonik-klonik
2.6. Atonik/astatik
1989) :
1. Fokal/partial
spikes)
1.2. Simtomatis
tinggi)
1.3. Kriptogenik
2. Epilepsi umum
bangkitan)
4. Sindrom khusus
sekali isolated
reflektorik)
d. Etiologi
e. Patofisiologi
Bangkitan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan
opening dan menguatnya sinkroni neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi
dan perambatan aktivitas bangkitan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh oleh
konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan
aksi secara cepat dan berulang-ulang. Cetusan listrik abnormal ini kemudianmengajak neuron di
sekitarnya atau yang terkait dengan proses. Secara klinis
bangkitan epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik dari sejumlah besar neuron
Tata laksana lini pertama untuk serangan fokal yang pertama kali didiagnosis
adalah karbamazepin dan lamotigrin. Jika tidak efektif, dapat diberikan levetiracetam, oxkarbazepin,
dan asam valproat. Levetiracetam tidak dijadikan sebagai terapi lini pertama karena tidak efektif dari
segi biaya.
Bila masih tidak efektif, pertimbangkan pemberian terapi ajuvan berupa klobazam, atau gabapentin.
Bila masih tetap tidak efektif, maka pasien perlu dirujuk ke fasilitas kesehatan tersier untuk diberikan
eslikarbazepin, lakosamid, fenobarbital, phenytoin, pregabalin, tiagabalin, vigabatrin, atau zonisamid.
Pertimbangkan pemberian terapi ajuvan bila terapi antiepilepsi lini kedua tidak efektif.
Tata Laksana untuk Serangan Umum Tonik-Klonik
Pada serangan umum tonik-klonik yang pertama kali didiagnosis, obat lini pertama yang diberikan
adalah asam valproat. Bila asam valproate tidak cocok, lamotigrin dapat diberikan namun perlu
berhati-hati karena dapat mengeksaserbasi serangan mioklonik juvenil. Karbamazepin dan
oxkarbazepin dapat digunakan dengan mempertimbangkan risiko eksaserbasi serangan mioklonik atau
serangan absans.
Tata Laksana untuk Serangan Absans
Berikan etosuksimid atau asam valproat pada pasien anak dan dewasa muda. Bila ada risiko
mengalami serangan tonik-klonik, berikan asam valproat terlebih dahulu. Berhati-hati dengan efek
teratogenik asam valproat.[10,11]
Tindakan Bedah
Tindakan bedah diindikasikan untuk pasien yang resisten dengan obat antiepilepsi. Tindakan bedah
dapat bersifat paliatif maupun kuratif. Tindakan bedah yang sering pada pasien epilepsi adalah
lesionektomi dan lobektomi, yang bertujuan untuk membuang fokus epileptik. Tindakan bedah lain
namun tidak secara luas tersedia adalah hemisferektomi dan implantasi neurostimulasi responsif.
Terapi bedah untuk epilepsi telah dilakukan di Indonesia sejak tiga dekade lalu dan semakin sering
dilakukan dengan hasil yang secara signifikan lebih baik pada pasien muda.[8]
Rujukan
Pasien yang mengalami serangan epileptik untuk pertama kalinya harus dilakukan pemeriksaan yang
mengarah ke epilepsi. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh dokter spesialis anak atau dokter
spesialis anak dengan keahlian epilepsi. Secepatnya dalam dua minggu seluruh pasien dengan
serangan epileptik harus diperiksa oleh spesialis untuk diagnosis dini dan tatalaksana segera. Pasien
dengan epilepsi harus rutin dilakukan pemantauan atau kontrol kondisi penyakitnya.[11]
Pasien dengan spasme infantil harus dirujuk ke spesialis di bidang epilepsi di fasilitas kesehatan
tersier. Pasien yang tidak respon dengan obat antiepilepsi juga harus dirujuk ke fasilitas kesehatan
tersier untuk diberikan diet ketogenik.[10]
Komplikasi Epilepsi
Kejang pada penderita epilepsi terkadang dapat membahayakan penderitanya dan orang lain. Bahaya
tersebut dapat berupa terjatuh saat kejang, hingga risiko mengalami cedera atau patah tulang. Bahaya
lainnya adalah hilang kesadaran ketika kejang, sehingga berisiko tenggelam saat berenang atau
mengalami kecelakaan saat berkendara.
Selain itu, masalah kesehatan mental juga sering kali dihadapi penderita epilepsi akibat efek samping
pengobatan, atau kesulitan dalam menghadapi kondisinya. Komplikasi kesehatan mental yang sering
timbul, antara lain adalah depresi, kegelisahan, atau keinginan untuk bunuh diri.
Komplikasi juga dapat terjadi pada penderita epilepsi yang sedang hamil. Meski sebagian besar
penderita epilepsi dapat mengalami kehamilan dan persalinan dengan baik, ada kemungkinan janin
mengalami cacat saat lahir atau masalah perkembangan.
Dalam kasus yang jarang terjadi, epilepsi dapat menimbulkan komplikasi yang membahayakan
nyawa. Komplikasi tersebut adalah status epileptikus, yaitu kejang yang berlangsung lebih dari lima
menit, atau kejang yang berulang tanpa diselingi kondisi sadar di antara kejang. Komplikasi
membayakan lainnya adalah kematian mendadak dengan penyebab yang belum diketahui. Kondisi ini
dapat dialami penderita kejang yang tidak dikendalikan dengan obat.
.
Penyebab Epilepsi
Epilepsi dapat mulai diidap pada usia kapan saja, umumnya kondisi ini terjadi sejak
masa kanak-kanak. Berdasarkan penyebabnya, epilepsi dibagi dua, yaitu:
Epilepsi idiopatik, disebut juga sebagai epilepsi primer. Ini merupakan jenis
epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui. Sejumlah ahli menduga bahwa
kondisi ini disebabkan oleh faktor genetik (keturunan).
Epilepsi simptomatik, disebut juga epilepsi sekunder. Ini merupakan jenis
epilepsi yang penyebabnya bisa diketahui. Sejumlah faktor, seperti luka berat
di kepala, tumor otak, dan stroke diduga bisa menyebabkan epilepsi sekunder.
Diagnosis Epilepsi
cara berjalan.
otot.
kepekaan.
kemampuan berpikir.
Selain itu, dokter akan menyarankan tes berikut, jika kamu terindikasi mengidap
epilepsi, seperti:
Pengobatan Epilepsi
Belum ada metode dan obat untuk menyembuhkan epilepsi. Namun, ada obat untuk
mencegah terjadinya kejang yaitu obat yang dapat menahan gejala epilepsi,
sehingga pengidapnya dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan normal. Kejang-
kejang pada pengidap epilepsi perlu ditangani dengan tepat adalah untuk
menghindari terjadinya situasi yang dapat berakibat fatal. Misalnya terjatuh,
tenggelam, atau mengalami kecelakaan saat berkendara akibat kejang.
Pencegahan Epilepsi
Selain dengan obat, penanganan epilepsi juga perlu ditunjang dengan pola hidup
yang sehat, seperti olahraga secara teratur, tidak mengonsumsi minuman beralkohol
secara berlebihan,