Anda di halaman 1dari 150

PEDOMAN TATALAKSANA

EPILEPSI
BAB I
PENDAHULUAN

• Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang


sering ditemukan
• Angka kejadian epilepsi di negara berkembang
mencapai 114 (70-190) per 100.000 penduduk
pertahun
• Angka prevalensi penyandang epilepsi aktif berkisar
antara 4-10 per 1000 penyandang epilepsi
• Umumnya penyakit ini dapat di obati
• Masih banyak kendala dalam pelayanan kepada
penderita epilepsi
• Epilepsi berpotensi untuk menimbulkan masalah
sosio-ekonomi dan mediko-legal yang secara
keseluruhan dapat menurunkan atau mengganggu
kualitas hidup penyandang epilepsi
• Disamping hal-hal tersebut diatas, epilepsi
“menawarkan” masalah bagi para dokter, baik dokter
spesialis saraf, dokter umum, maupun dokter
spesialis di luar disiplin neurologi
BAB II
DEFINISI, KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI

• Definisi
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
ditandai oleh bangkitan epilepsi berulang berselang
lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi
• Bangkitan epilepsi (epileptic seizure) adalah
manifestasi klinik yang disebabkan oleh aktifitas
listrik otak yang abnormal dan berlebihan dari
sekelompok neuron
• Sindrom epilepsi merupakan kumpulan gejala dan
tanda klinik yang unik untuk suatu epilepsi; hal ini
mencakup lebih dari sekedar tipe bangkitan tetapi
juga mencakup etiologi, anatomi, faktor presipitasi,
usia awitan, berat dan kronisitas, siklus diurnal dan
sikardian bahkan kadang-kadang prognosis
• Dikenal pula istilah penyakit epilepsi yang merupakan
suatu keadaan patologik dengan satu etiologi yang
spesifik, seperti epilepsi mioklonik progresif pada
penyakit Unverricht-Lundborg.
• Klasifikasi
Ditetapkan oleh International League Against Epilepsy
(ILAE) terdiri dari dua jenis klasifikasi, yaitu klasifikasi
untuk jenis bangkitan epilepsi dan klasifikasi untuk
sindrom epilepsi.

Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe bangkitan epilepsi.


1. Bangkitan parsial/fokal
1.1 Bangkitan parsial sederhana
1.1.1 Dengan gejala motorik
1.1.2 Dengan gejala somato sensorik
1.1.3 Dengan gejala otonom
1.1.4 Dengan gejala psikis
1.2 Bangkitan parsial kompleks
1.2.1 Bangkitan parsial sederhana
yang diikuti dengan gangguan
kesadaran
1.2.2 Bangkitan parsial yang disertai
gangguan kesadaran sejak awal
bangkitan
1.3 Bangkitan parsial yang menjadi
umum sekunder
1.3.1 Parsial sederhana yang menjadi
umum
1.3.2 Parsial kompleks menjadi umum
1.3.3 Parsial sederhana menjadi parsial
kompleks, lalu menjadi umum
2. Bangkitan Umum
2.1 Lena (absence)
2.1.1 Tipikal lena
2.1.2 Atipikal lena
2.2 Mioklonik
2.3 Klonik
2.4 Tonik
2.5 Tonik-klonik
2.6 Atonik/astatik
3. Bangkitan tak tergolongkan
Klasifikasi ILAE 1989 untuk Epilepsi dan sindrom Epilepsi
1. Fokal/partial (localized related)
1.1 Idiopatik (berhubungan dengan usia
awitan)
1.1.1 Epilepsi benigna dengan
gelombang paku di daerah
sentro-temporal (childhood
epilepsy with centrotemporal
spikes)
1.1.2 Epilepsi benigna dengan
gelombang paroksismal pada
daerah oksipital
1.1.3 Epilepsi primer saat membaca
(primary reading epilepsy)
1.2 Simtomatik
1.2.1 Epilepsi parsial kontinua yang
kronik progresif pada anak-anak
(Kojenikow’s Syndrome)
1.2.2 Sindrom dengan bangkitan yang
dipresipitasi oleh suatu
rangsangan (kurang tidur,
alkohol, obat-obatan,
hiperventilasi, refleks epilepsi,
stimulasi fungsi kortikal tinggi,
membaca)
1.2.3 Epilepsi lobus temporal
1.2.4 Epilepsi lobus frontal
1.2.5 Epilepsi lobus parietal
1.2.6 epilepsi lobus oksipital
1.3 Kriptogenik
2. Epilepsi Umum
2.1 Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan
sesuai dengan usia awitan)
2.1.1 Kejang neonatus familial
benigna
2.1.2 Kejang neonatus benigna
2.1.3 Kejang epilepsi mioklonik pada
bayi
2.1.4 Epilepsi lena pada anak
2.1.5 Epilepsi lena pada remaja
2.1.6 Epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.7 Epilepsi dengan bangkitan umum
tonik-klonik pada saat terjaga
2.1.8 Epilepsi umum idiopatik lain yang
tidak termasuk salah satu di atas
2.1.9 Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi
dengan aktivasi yang spesifik
2.2 Kriptogenik atau simtomatik
(berurutan sesuai dengan
peningkatan usia)
2.2.1 Sindrom West (spasme infantil
dan spasme salam)
2.2.2 Sindrom Lennox-Gastaut
2.2.3 Epilepsi mioklonik astatik
2.2.4 Epilepsi mioklonik lena
2.3 Simtomatik
2.3.1 Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik dini
- Ensefalopati pada infantil dini
dengan burst supresi
-Epilepsi simtomatik umum lainnya
yang tidak termasuk di atas
2.3.2 Sindrom spesifik
2.3.3 Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi
penyakit lain
3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan
fokal atau umum
3.1 Bangkitan umum dan fokal
3.1.1 Bangkitan neonatal
3.1.2 Epilepsi mioklonik berat pada
bayi
3.1.3 Epilepsi dengan gelombang
paku kontinyu selama tidur
dalam
3.1.4 Epilepsi afasia yang didapat
(Sindrom Landau-Kleffner)
3.1.5 Epilepsi yag tidak termasuk dalam
klasifikasi diatas
3.2 Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4. Sindrom khusus
4.1 Bangkitan yag berkaitan dengan
situasi tertentu
4.1.1 Kejang demam
4.1.2 Bangkitan kejang/status
epileptikus yang timbul hanya
sekali (isolated)
4.1.3 Bangkitan yang hanya terjadi
bila terdapat kejadian
metabolik akut, atau toksis,
alkohol, obat-obatan, eklamsia,
hiperglikemi non ketotik
4.1.4 Bangkitan berkaitan dengan
pencetus spesifik (epilepsi
reflektorik)
Etiologi Epilepsi

Dapat dibagi dalam 3 (tiga) kategori, yaitu:


1. Idiopatik: tidak terdapat lesi struktural di otak atau
defisit neurologik (lihat tabel 1)
2. Kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi
penyebabnya belum diketahui
3. Simtomatik: bangkitan epilepsi disebabkan oleh
kelainan/lesi struktural pada otak
Tabel 1. Gen yang dapat menyebabkan epilepsi idiopatik
BAB III
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
DIAGNOSIS
Pedoman umum
Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi,
yaitu:
1. Langkah pertama: memastikan apakah kejadian yang
bersifat paroksismal merupakan bangkitan epilepsi.
2. Langkah kedua: apabila benar terdapat bangkita
epilepsi, maka tentukanlah bangkitan tersebut
termasuk tipe bangkitan yang mana. (lihat klasifikasi
ILAE 1981)
3. Langkah ketiga: tentukan etiologi, tentukan sindrom
epilepsi apa yang ditunjukkan oleh bangkitan tadi,
atau penyakit epilepsi apa yang diderita oleh pasien.
(lihat klasifikasi ILAE 1989)
Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya
bangkitan epilepsi berulang (minimum 2 kali) tanpa
provokasi, dengan atau tanpa adanya gambaran
epileptiform pada EEG.
Pemeriksaan fisik umum dan neurologik
Pemeriksaan fisik umum
Pada dasarnya adalah mengamati adanya tanda
tanda dari gangguan yang berhubungan dengan
epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga
atau sinus, gangguan kongenital, kecanduan
alkohol atau obat terlarang, kelainan pada kulit
(neurofakomatosis), kanker, dan defisit
neurologik fokal atau difus.
Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan sesuai indikasi dan apabila keadaan


memungkinkan, mencakup:
• Pemeriksaan electro-encephalography(EEG)
• Pemeriksaan pencitraan otak (brain imaging)
• Pemeriksaan laboratorium
DIAGNOSIS BANDING
Adapun diagnosis banding epilepsi adalah sbb:
• Sinkop
• Bangkitan iskemik sepintas
• Vertigo
• Transient global amnesia
• Narkolepsi dan berbagai gangguan tidur
• Psikogenik
• Tics dan gerakan involunter
• Bangkitan panic
• Gejala-gejala visual
• Drug induced flash back
• Drop attacks
• Cataplexy
Tabel 2. Contoh beberapa sindrom epilepsi
Tabel 3. Lanjutan
Skema 1. Diagnosis banding epilepsi
Tujuan terapi
 Mengupayakan tercapainya kualitas hidup optimal
untuk penyandang epilepsi sesuai dengan perjalanan
penyakit dan disabilitas fisik maupun mental yang
dimilikinya
 Untuk penyandang epilepsi  bebas bangkitan tanpa
efek samping
 Upaya utk tercapai tujuan  menghentikan
bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa
efek samping/ dgn efek samping minimal,
menurunkan angka kesakitan & kematian
Prinsip Terapi Farmakologi
OAE diberikan bila:
 Diagnosis epilepsi PASTI
 Faktor pencetus bangkitan dapat dihindari (alkohol,
kurang tidur, stress)
 Minimum 2 bangkitan/tahun
 Penyandang dan atau keluarga sudah diberitahu
mengenai:
penjelasan ttg tujuan pengobatan
kemungkinan efek samping OAE
Prinsip Terapi Farmakologi
 Terapi dimulai  monoterapi, OAE pilihan sesuai dengan
jenis bangkitan (tabel 3) & jenis sindrom epilepsi
 Obat  mulai dosis rendah dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping, kadar obat
dalam plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol
dengan dosis efektif (tabel 4), bila asa perubahan
farmakokinetik OAE (kehamilan, penyakit hati, penyakit
ginjal, gangguan absorbsi OAE, pendrita tdk patuh
pengobatan, stlh penggantian dosis OAE, melihat interaksi
antar OAE atau obat lain, dilakukan rutin setiap tahun pd
penggunaan phenitoin.
Prinsip Terapi Farmakologi
 Bila dosis max OAE ≠ mengontrol bangkitan,
ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah
mencapai kadar terapi, OAE pertama tappering off
perlahan-lahan
 OAE ketiga  bangkitan tdk teratasi dgn dosis max
kedua OAE pertama
Prinsip Terapi Farmakologi
Penyandang dengan bangkitan tunggal
direkomendasikan utk dimulai terapi bila kemungkinan
kekambuhan tinggi yaitu bila:
 Ada fokus epilepsi jelas pada EEG
 CT scan atau MRI otak lesi berkorelasi dgn bangkitan
mis meningioma, neoplasma otak, AVM, abses otak,
ensefalitis herpes
 Px neurologik  kelainan yg mengarah pada kerusakan
otak
 Riwayat epilepsi saudara sekandung, bukan orang tua
 Riwayat bangkitan simptomatik
Prinsip Terapi Farmakologi
 Terdapat sindrom epilepsi beresiko tinggi spt JME
(Juvenile Myoclonic Epilepsi)
 Riwayat trauma kepala terutama yang disertai
penurunan kesadaran, stroke, infeksi SSP
 Bangkitan pertama berupa status epileptikus
Prinsip Terapi Farmakologi
 Efek samping OAE perlu diperhatikan (tabel 5)
 Interaksi farmakokinetik antar-OAE (tabel 6)
 Strategi untuk mencegah efek samping:
Pengobatan  keuntungan & kerugian pemberian tx
Pilih OAE plg cocok dgn karakteristik penyandang
Titrasi dgn dosis terkecil & rumatan terkecil mengacu
pada sindrom epilepsi & karakteristik penyandang
epilepsi
 Penghentian obat OAE dapat didiskusikan
dengan penyandang epilepsi / keluarganya
setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan
 Gambaran EEG normal
 Harus dilakukan secara bertahap, pada
umumnya 25% dari dosis semula setiap
bulan dalam jangka waktu 3 – 6 bulan
 Bila digunakan lebih dari 1 OAE maka
penghentian dimulai dari 1 OAE yang
bukan utama
1. Semakin tua usia kemungkinan timbul
kekambuhan semakin tinggi
2. Epilepsi simptomatik
3. Gambaran EEG yang abnormal
4. Semakin lama adanya bangkitan sebelum
dapat dikendalikan
5. Penggunaan lebih dari 1 OAE
6. Masih mendapatkan 1 / lebih bangkitan
setelah memulai terapi
7. Kemungkinan kekambuhan lebih kecil pada
penyandang yang telah bebas bangkitan
selama 3-5 tahun / > 5 tahun.Bila bangkitan
timbul kembali maka gunakan dosis efektif
terakhir (sebelum pengurangan dosis OAE)
kemudian di evaluasi kembali
8. Mendapat terapi 10 tahun / lebih
9. Tergantung bentuk sindrom epilepsi yang
diderita
 sangat jarang pada sindrom epilepsi

benigna dengan gelombang tajam pada


daerah sentro-temporal
 5-25% pada epilepsi lena masa anak kecil

 25-75% epilepsi parsial kriptogenik /

simptomatik
 85-95% pada epilepsi mioklonik pd anak
 Epilepsi
refrakter : epilepsi dengan bangkitan
berulang, meski telah dicapai kadar terapi
OAE dalam 1 tahun terakhir setelah awitan
 Terjadi
akibat kegagalan OAE untuk
mengontrol fokus epilepsi
 25-30%penyandang akan berkembang
menjadi epilepsi refrakter
 Terapibedah
 Stimulasi N. Vagus
 Modifikasi tingkah laku
 Relaksasi
 Mengurangi dosis OAE
 Kombinasi OAE
Tujuan khusus terapi bedah :
 Membuat penyandang epilepsi bebas kejang
 Meningkatkan kualitas hidup penyandang
epilepsi
 Menurunkan morbiditas
 Menurunkan gangguan psikososial
 Meminimalkan defisit neurologik fokal
Kriteria :
 Sindrom epilepsi fokal dan simptomatik yang
refrakter terhadap OAE
 IQ > 70
 Tidak ada kontra indikasi pembedahan
 Tidak ada kelainan psikiatri yang jelas

Indikasi :
 Epilepsi
refrakter
 Mengganggu kualitas hidup
 Manfaat operasi lebih besar dibanding resiko
Kontra indikasi :
 Kontra indikasi absolut
1. Penyakit neurologik yang progresif (baik
metabolik maupun degeneratif)
2. Sindrom epilepsi yang benigna, yang
diharapkan terjadi remisi di kemudian hari
 Kontra indikasi relatif
1. ketidak patuhan terhadap pengobatan
2. psikosis interiktal
3. retardasi mental
 SE : bangkitan yang berlangsung > 30 menit /
adanya 2 bangkitan / lebih dimana di antara
bangkitan-bangitan tadi tidak terdapat
pemulihan kesadaran
 Kegawat daruratan yang memerlukan
penanganan & terapi segera guna
menghentikan bangkitan (dalam waktu 30’)
 SE dikatakan PASTI (established) bila
pemberian benzodiazepin awal tidak efektif
dalam menghentikan bangkitan
Klasifikasi :
 SE konvulsi (bangkitan umum tonik klonik)
 SE non konvulsi (bangkitan bukan tonik klonik)

Pengelolaan SE sebelum sampai di RS :


 Pemberian benzodiazepine rektal merupakan
terapi yang utama selama di perjalanan
menuju RS
 Dikatakan SE refrakter bila setelah
pemberian 2-3 jenis obat gagal mengatasi
bangkitan
 Perlu penanganan di ICU untuk tindakan
anestesi
 Obat yang biasa digunakan midazolam,
propofol, pentobarbital, topiramat dan
levetiracetam
 Dapat ditemukan pada 1/3 kasus SE
 Dibagi menjadi :
1. SE lena
2. SE parsial komplek
3. SE non konvulsivus pd penyandang dengan
koma
4. SE pada penyandang dgn gangguan belajar
 Pemilihanterapi untuk status epileptikus non
konvulsivus tercantum pada tabel.9
BAB V
EPILEPSI PADA PEREMPUAN
• Frekuensi dan keparahan epilepsi dapat
mengalami perubahan pada masa pubertas,
menstruasi, kehamilan dan menopause
• Faktor hormonal berperan penting
• Estrogen mempunyai efek epileptogenik
ringan, sedangkan progesteron merupakan
anti – epileptogenik lemah
EPILEPSI PADA PUBERTAS
• Epilepsi fokal mengalami peningkatan frekuensi
bangkitan di sekitar waktu menarke
• Kejang umum idiopatik seperti epilepsi mioklonik
pada masa remaja (juvenile myoclonic epilepsy)
adalah tipe kejang yg sering muncul pada masa
akil balik
• Epilepsi benigna dgn gel paku di daerah
sentrotemporal (benign epilepsy with rolandic
spikes), membaik selama pubertas bahkan dapat
menghilang
• Awitan epilepsi katamenial lebih sering pada
pubertas
• Selama masa pubertas dapat terjadi
perubahan frekuensi dan tipe bangkitan, bisa
bertambah berat/berkurang sampai terkontrol
baik
• Bangkitan umum tonik klonik lebih sering
memburuk, bangkitan lena dapat membaik,
bangkitan fokal kompleks tidak terpengaruh
EPILEPSI PADA MENSTRUASI
• Epilepsi katamenial : epilepsi yg terjadi selama
masa menstruasi, beberapa hari menjelang
atau sesudah menstruasi
• Lebih sering pada jenis fokal kompleks
• Diagnosis berdasarkan catatan harian tentang
peningkatan frekuensi dan lamanya bangkitan
epilepsi saat menjelang, selama dan sesudah
menstruasi serta pola menstruasinya
Terapi Epilepsi Katamenial
• Tambahkan OAE yang bekerja cepat seperti
Klobazam
• Dosis klobazam 20-30mg/hari dlm 2-4hari
sebelum, selama dan setelah menstruasi
• Obat tambahan lain Asetazolamid diberikan 5-
10hari sebelum, selama dan sesudah haid, ada 2
dosis yg dianjurkan : Dosis 250 mg 1-2x per hari
selama 5-7 hari sebelum, selama dan sesudah
mens. Dosis 5mg/kg bb/hari selama 3 hari
sebelum, selama dan sesudah mens
• Terapi hormon : progesteron dan progestin
EPILEPSI PADA KEHAMILAN
• Bila terjadi peningkatan bangkitan saat gestasi,
diperlukan eksplorasi faktor resiko bangkitan
epilepsi, pemeriksaan lab termasuk DPL,
elektrolit, fungsi hati dan ginjal
• Tidak ada OAE yg dianggap pasti aman pada
kehamilan
• Asam valproat sering menyebabkan defek neural
tube terutama mielomeningokel dan anensefali
yg terjadi akibat gangguan metabolisme asam
folat yg berhubungan dgn level homosistein yg
tinggi
• Pemberian suplemen asam folat 1-4mg/hari, B
6 dan B12 perikonsepsi serta penggunaan
formula extended release spt pd
Karbamazepin dan Asam valproat dpt
menurunkan resiko terjadinya malformasi,
terutama defek neural tube
OAE generasi baru rendah teratogenik
• GABAPENTIN untuk terapi add on pd epilepsi
fokal, bentuk tablet, dosis 2400-4800mg/hr
• Gabapentin tidak ada interaksi dgn obat lain
• LAMOTRIGIN : antifolat lemah, bekerja sbg
modulasi kanal natrium, spektrum luas,
merupakan lini pertama untuk epilepsi umum
dan parsial, sediaan tablet dan dispersibel tablet,
dosis 100-400mg/hr
• Lamotrigin dpt melewati plasenta,konsentrasi pd
plasma fetus dan ibu sama
• OXCARBAZEPINE : tablet dan suspensi oral, dosis
600-2400mg/hr, diberikan mulai dosis rendah
dan dititrasi bertahap tiap minggu sampai
tercapai dosis yg diinginkan
• Oxcarbazepine dpt melalui plasenta dan level
obat di tali pusat dan ibu sama
• TOPIRAMAT : spektrum luas pd epilepsi fokal dan
umum sekunder, sediaan tablet dan sprinkle
capsules, dosis 75-400mg/hr
• Topiramat dpt melalui plasenta dan level obat di
tali pusat dan ibu sama
• ZONISAMIDE : sulfonamide spektrum luas,
efektif pd epilepsi fokal dan umum refrakter,
sediaan kapsul, dosis 150-500mg/hr
Tatalaksana perempuan dgn epilepsi
dan kehamilan
• Sebelum hamil: Strong evidence (class I)
o Terapi diberikan optimal sblm konsepsi
o Bila memungkinkan ganti OAE yg kurang
teratogenik, dosis efektif harus tercapai sekurang
–kurangnya 6 bln sblm konsepsi
o Diberikan asam folat (> 0,4 mg/hr) selama masa
reproduksi dan dilanjutkan selama kejamilan
• Saat hamil : strong evidence (class I)
o Jenis OAE jgn diganti bila hanya untuk mengurangi
resiko teratogenik
o Penggunaan polifarmasi atau asam valproat perlu
dilakukan :
 Pemeriksaan alfa fetoprotein serum (minggu 14-16 kehamilan)
 Pemeriksaan usg level II struktural (minggu 16-20 kehamilan)
 Amniosentesis untuk pemeriksaan kadar alfa fetoprotein dan
asetilkolinesterase dalam cairan amnion
• Saat hamil : weaker evidence (class III)
o Penyandang epilepsi dgn bangkitan terkontrol,
kadar OAE diperiksa sblm konsepsi, awal tiap
trimester dan pd bln terakhir kehamilan
o Diberi vit K 10mg/hr dlm bln terakhir kehamilan
pd penyandang yg menggunakan anti epilepsi yg
menginduksi enzim P450 (fenobarbital, fenitoin,
karbamazepin)
• Setelah persalinan: strong evidence (class I)
o ASI tetap diberikan
o Diperhatikan apakah ada kesulitan minum dan
efek sedasi pd bayi
• Setelah persalinan : weaker evidence (class III)
o Kadar OAE dipantau sampai minggu 8 pasca
persalinan
o Bila dosis OAE dinaikkan selama kehamilan,
turunkan kembali sampai ke kadar dosis sblm
kehamilan untuk menghindari toksisitas
PERSALINAN PADA PENYANDANG
EPILEPSI
• Persalinan harus dilakukan di klinik atau RS dgn fasilitas
untuk perawatan epilepsi dan unit perawatan intensif
untuk neonatus
• Persalinan dapat normal per vaginam
• Selama persalinan, OAE tetap diberikan, bila perlu
dosis tambahan dan atau obat parenteral bila partus
lama
• Terapi kejang saat melahirkan sebaiknya lorazepam
0,07 mg/kg jika perlu dpt diulang setelah 10
mnt,diazepam 10 mg iv atau fenitoin 15-20 mg/kg
diikuti dosis 8mg/kg/hr, diberi 2kali/hr iv atau oral
• Vit K 1mg im diberi pada neonatus saat
dilahirkan ibu yg menggunakan OAE
penginduksi enzim untuk mengurangi resiko
perdarahan
• Pemberian ulang vit K 2 mg oral pd neonatus
pada akhir minggu pertama dan akhir minggu
ke 4
MENYUSUSI PADA PEREMPUAN
DENGAN EPILEPSI
• Fenitoin dan asam valproat mempunyai proporsi
ikatan pd protein cukup tinggi sehingga kadarnya
dalam ASI cukup rendah
• Karbamazepin dan fenobarbital terdapat dlm ASI
dgn kadar lebih tinggi
• Lamotrigin dan topiramat mempunyai ikatan
protein yg rendah sampai sedang,demikian pula
konsentrasi pada ASI
• Gabapentin dan levetirasetam tdk ada ikatan
protein, mempunyai konsentrasi yg ekuivalen dgn
serum maternal dan ASI
OAE PADA PENGGUNAAN
KONTRASEPSI ORAL DAN SUNTIKAN
• OAE yg meningkatkan enzim mikrosomal
(karbamazepin, fenitoin, fenobarbital) dapat
menurunkan efek kontrasepsi oral
• Penggunaan suntikan (depo provera)dpt
mengurangi bangkitan,terutama bangkitan
katamenial,suntikan ini dianjurkan diulangi tiap
10 minggu, krn secara teoritis diduga induksi
enzim ini dpt mengurangi keefektifan
depoprovera
• Benzodiazepin, lamotrigin dan gabapentin tdk
mempengaruhi kontrasepsi oral
EPILEPSI PADA PENGGUNAAN TERAPI
SULIH HORMON ATAU HRT
• Efek samping OAE :
o Mungkin timbul sindrom polikistik ovarium pd
pemberian asam valproat
o Kosmetik
Fenitoin : hirsutisma & hiperplasia ginggiva
Asam valproat : rambut rontok & BB bertambah
Pregabalin, gabapentin,karbamazepin : BB bertambah
Fenobarbital & fenitoin : wajah jadi kasar
EPILEPSI PADA MENOPAUSE
• Masa perimenopause : peningkatan resiko
terjadi awitan bangkitan & keparahan epilepsi
• Menopause dpt mengurangi frekuensi kejang
pd epilepsi katamenial, bangkitan pd usia
lanjut dan bangkitan yg terkontrol baik
• OAE yg menginduksi enzim P450 (fenitoin,
fenobarbital,karbamazepin) meningkatkan
resiko gangguan pd tulang spt osteoporosis,
osteopeni, osteomalasia dan fraktur
• Dianjurkan menggunakan OAE non induksi
enzim, lebih baik untuk perempuan
• Valproat meningkatkan resiko terjadinya
kelaianan tulang
• Beberapa efek menopause dpt dikurangi dgn
terapi sulih hormon, terapinya estrogen
kombinasi progesteron
• OAE penginduksi enzim dpt mempengaruhi
kadar hormon sehingga butuh dosis lbh besar
BAB VI
EPILEPSI PADA ANAK

Epidemiologi  negara berkembang > negara maju , berkisar


25-840/100.000 penduduk.
Anamnesis  lihat langkah2 diagnosis pada Bab III
Pemeriksaan Fisik & Neurologik  yang perlu diperhatikan :
•Lingkar kepala.
•Mencari tanda-tanda dismorfik.
•Kelainan kulit.
•Pemeriksaan jantung dan organ lain.
•Gangguan respirasi (hiperventilasi).
•Evaluasi Psikologik.
•Defisit neurologik.
•Pemeriksaan funduskopik.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan EEG  iktal (bila memungkinkan) dan
interiktal.
Faktor2 yang dapat meningkatkan penemuan :
• Waktu perekaman  penemuan interictal epileptiform
discharges pasca iktal 24 jam >> bila dilakukan
perekaman lama setelah bangkitan (51 % : 34%).
• Perekaman berulang.
• Keadaan kurang tidur.
• Aktivasi : tidur , hiperventilasi , stimulasi fotik.
• Perekaman EEG iktal dibutuhkan agar diagnosis
epilepsi lebih jelas. Video EEG telemetri digunakan bila
diagnosis masihh belum jelas dan untuk penentuan
lokalisasi fokus pada evaluasi praoperasi epilepsi.
2. Pencitraan  melihat struktur otak dalam rangka
mencari penyebab patologik, melihat fungsi otak dinamik
dalam rangka mencari gangguan fungsi otak akibat
epilepsi.
Indikasi :
•Status epileptikus atau epilepsi akut yang berat.
•Penyandang epilepsi fokal kecuali sidrom elektroklinik
yang tipikal untuk BECTS.
•Epilepsi refrakter.
•Bila ditemukan gangguan tumbuh kembang atau adanya
bukti sindrom neurokutan.
Jenis Pencitraan :
-CT Scan  diagnosis radiolgis pada 10-20 %
-MRI  diagnosis radiologis pada 50% penyandang
epilepsi parsial refrakter dan lebih baik dalam mendeteksi
abnormalitas fokal berukuran lebih kecil dibandingkan CT
Scan.
-Pencitraan fungsional : PET , SPECT , fMRI 
kegunaannya :
•Digunakan untuk perencanaan operasi epilepsi.
•Membantu identifikasi regio epileptogenik.
•Membantu identifikasi daerah awitan bangkitan.
•Melokalisasi fungsi otak.
•Pencitraan fungsional cenderung untuk menilai derajat
epileptogenik korteks serebri secara berlebihan.
Sindrom –sindrom Epilepsi Pada Anak antra lain :
1. Sindrom Ohtahara
- Hari pertama lahir s/d usia 3 bulan.
- Spasme tonik 1-10 detik dengan frekwensi 10-300 x /24 jam.
- EEG : burst suppression , amplitudo tinggi bergantian
dengan supresi. Periode supresi 3-5 detik. Interval burst ke
burst 5-10 detik tampak pada saat bangun dan tidur.
- Etiologi tersering malformasi otak pada saat tumbuh
kembang atau adanya lesi pada otak.
- Terapi tidak ada yang efektif. Vigabatrin punya efek yang
baik tapi tidak untuk jangka waktu lama . Operasi bila
terdapat displasia serebri fokal.
- Prognosis : 50% hidup dengan gangguan psikomotor dan
defisit neurologik berat. Dalam beberapa bulan berlanjut
menjadi Sindrom West  Sindrom Lennox Gastaut.
2. Sindrom West
-3 – 7 bulan , arang sebelum usia 3 bulan atau setelah 12
bulan.
-Spasme singkat berupa kontraksi tonik bilateral dari aksial
dan otot ekstremitas , simetris/asimetris.
-EEG Interiktal : Hypsarrhythmia pada 2/3 penyandang
epilepsi simetris , 1/3 pada penyandang asimetris.
-EEG Iktal : gelombang lambat menyeluruh dengan
amplitudo tinggi diikuti aktivitas amplitudo rendah.
-Terapi : Adrenocorticotropin hormone mengontrol
spasme pada 2/3 penyandang.
-Bedah reseksi otak diindikasikan pada penyandang yang
refrakter dan terdapat lesi struktural fokal.
-Prognosis akhir tidak dipengaruhi oleh pengobatan ACTH.
3. Sindrom Lennox Gastaut
-Usia 1-7 tahun , puncak : 3-5 tahun.
-Bervariasi berupa mioklonik , lena atipikal , atonik , tonik dan
tonik klonik atau non-konvulsif status epileptikus.
-EEG Interiktal : Slow spike wave complex menyeluruh dengan
irama dasar lambat.
-EEG Iktal : bangkitan tonik tampak aktivitas cepat >10 Hz ;
atypical absences SSWC; myoclonic : polyspikes ; atonic :
aktivitas EEG menunjukan amplitudo yang rendah.
-Terapi : bangkitan kemungkinan besar tidak dapat dikomtrol.
Dapat dicoba : asam valproat, klonazepam (myoclonic) , dan
fenitoin (tonik). Obat2 baru : lamotrigin, levetirasetam, atau
topiramat  kemungkinan lebih efektif. Steroid dapat
digunakan pada beberapa kasus.
-Operatif  kasus refrakter bila terdapat lesi struktural yang
jelas. Corpus callosotomy pada drop attacks yang refrakter.
4. Sindrom epilepsi lena pada anak (CAE)
-Usia 4-10 tahun , puncak : 5-7 tahun.
-Status neurologik dan tumbuh kembang normal.
-Bangkitan lena singkat (4-20 detik) dan sering (10x/hari),
kesadaran hilang mendadak.
-EEG Iktal : 3 Hz SWC ritmis menyeluruh , amplitudo
tinggi , durasi 4-20 detik.
-Monoterapi dengan valproat atau lamotrigin.

5. Sindrom epilepsi miklonik pada remaja (JME)


-Didahului bangkitan lena usia 5-16 tahun.
-Bangkitan berupa mioklonik terjadi 1-9 tahun kemudian
setelah bangkitan lena (biasanya sekitar usia 14-15 tahun).
Bangkitan umum tonik-klonik timbul bersamaan atau
beberapa bulan kemudian.
-Manifestasi klinik dicirikan oleh trias berikut ini:
* Bangkitan mioklonik saat bangun tidur.
* Bangkitan umum tonik klonik pada seluruh pasien
* Bangkitan lena tipikal  1/3 kasus.
-EEG Iktal : polyspike menyeluruh dengan durasi 0,5 – 2
detik.
-Terapi : asam valproat atau klonazepam efektif untuk
bangkitan mioklonik ; dapat pula digunakan lamotrigin ,
topiramat , dan zonisamid.
6. Sindrom epilepsi benigna dengan gelombang paku di
sentro-temporal (Childhood epilepsy with centrotemporal
spikes)
-Usia 7-10 tahun , puncak 8-9 tahun.
-Manifestasi klinik :
* bentuk bangkital fokal : sensorimotor hemifasial.
* rasa baal unilateral wajah , bagian dalam mulut ,
pipi dan lidah ; mengeluarkan suara merintih seperti
berkumur-kumur (gargling).
* kesulitan berbicara.
* hipersalivasi.
* bangkitan timbul saat tidur (Non REM sleep).
* lama bangkitan beberapa detik sampai 1-2 menit
* anak tetap sadar pada 58% kasus.
-EEG Interiktal : gelombang paku pada daerah sentro-
temporal , dengan tangential dipole latar belakang aktivitas
normal , terutama ditemukan saat tidur.
-Apabila kejang hanya 1 atau 2 kali saja tidak memerlukan
pengobatan OAE.

7. Sindrom epilepsi mioklonik berat pada masa bayi


(Dravet Sindrome)
-Tahun pertama kehidupan , puncak : 5 bulan.
-Manifestasi klinik :
-* kejang demam klonik pada masa bayi.
-* bangkitan mioklonik .
-* lena atipikal.
-* bangkitan parsial kompleks.
-Berkembang dalam 3 periode evolusi :
* peride 1 : bangkitan saat demam (klonik ,
unilateral , atau umum yang menjadi status epileptikus).
* periode 2 : peride 1 disertai bangkitan mioklonik ,
lena atipikal , parsial kompleks , yang menjadi parsial
umum tonik-klonik sekunder.
* periode 3 : bangkitan mengalami perbaikan tetapi
terdapat gangguan psikomotor dan status neurologik.
-Etiologi tidak diketahui , kemungkinan kelainan genetik ;
pencetus : kenaikan suhu tubuh.
-EEG : saat awitan normal lalu terdapat polyspike
menyeluruh dan perlambatan menyeluruh atau
predominan di satu hemisfer. Gambaran ini sering terlihat
pada saat stimulasi fotik atau saat tidur.
-Tatalaksana : OAE  asam valproat , fenobarbital ,
ethosuksimid , levetirasetam , topiramat dapat mengurangi
kejang. Pemberian karbamazepin dan lamotrigin
merupakan kontraindikasi.
-Prognosis : buruk , kejang selalu refrakter , terjadi
retardasi psikomotor , dan kelainan neurologik yang
progresif.
8. Sindrom Kejang Demam
-Definisi : bangkitan kejang yang ditemukan pada masa
anak >1 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan
kenaikan suhu tubuh dan tidak disebabkan oleh infeksi
intrakranial maupun kejadian simtomatik akut lainnya.
Umumnya : 6 bulan – 5 tahun , paling sering pada usia 18
bulan.
-Klasifikasi :
-(1) Kejang Demam sederhana
-- berlangsung sebentar (< 10 menit).
-- kejang umum tonik-klonik terjadi sekali dalam 24 jam.
-- tidak ditemukan defisit neurologik.
-- sembuh spontan.
(2) Kejang Demam Kompleks
- berlangsung > 10 – 15 menit.
- bentuk kejang bersifat fokal / parsial.
- terjadi beberapa kali (multipel) dalam 24 jam.
-Langkah2 diagnosis :
•Anamnesis : bentuk dan sebab KD , riwayat KD dlm
keluarga.
• Pemeriksaan fisik : cari kemungkinan infeksi intrakranial.
•EEG tidak dianjurkan secara rutin. Indikasi : demam
<38.50 C , usia awitan < 1 tahun , ditemukan paralisis Todd
atau adanya defisit neurologik.
• LP : dianjurkan pada usia 18 bulan , mutlak pada usia <12
bulan.
•Pemeriksaan darah lengkap tidak dianjurkan . Apabila
anak datang dengan diare dan muntah dan KD ,
dianjurkan pemeriksaan kadar elektrolit dan gula darah.
•Pemeriksaan radiologi atas indikasi . MRI kepala lebih
baik dibanding CT Scan terutama pada kejang fokal atau
gangguan tumbuh kembang anak disamping KD kompleks.
•Pemeriksaan penunjang lain dilakukan atas indikasi.
-Terapi :
* Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB tiap 8 jam pada
suhu > 38,50 C.
* Bila datang ke RS dengan keadaan kejang 
Diazepam 0,2-0,5 mg/kgBB intravena perlahan-lahan
supaya tidak terjadi depresi pernapasan. Bila tidak
memungkinkan iv , diazepam rektal dapat diulang.
* Letakkan anak pada posisi miring , beri oksigen
per nasal. Jaga jalan napas , jangan sampai air liur tertelan.
*Bila masih kejang setelah pemberian diazepam iv
 dianggap suatu kasus status epileptikus dan penangan
sesuai prosedur status epileptikus.
* Ada kecenderungan untuk menggunakan
midazolam dosis 0,1 mg/kgBB iv atau 0,15 mg/kgBB 
kejang lebih cepat berhenti dan resiko apnoe kecil.
Untuk penurunan suhu tubuh dapat diberikan
parasetamol 10-15 mg/kgBB/x 4x/hari tidak lebih dari 5
kali. Dapat juga diberikan ibuprofen 5-10mg/kgBB/x
sebanyak 3-4x sehari. Selanjutnya dilakukan
penatalaksanaan terhadap penyebab infeksi.
- Terapi jangka panjang dilakukan selektif pada kasus2 :
* Bangkitan berlangsung > 15 menit.
* Ditemukan defisit neurologik sebelum atau
sesudah KD misalnya Todd’ paralysis , hemiparesis atau
penyandang Cerebral Palsy , retardasi mental atau
hidrosefalus.
* KD berbentuk bangkitan fokal.
* Bangkitan berulang 2x/lebih dalam 24 jam.
* Bila KD pertama terjadi pada bayi berusia < 12
bulan.
-Resiko timbulnya KD berulang :
•Terdapat riwayat KD dalam keluarga.
•Kejang pertama pada usia < 18 bulan .
•Bila suhu tidak terlalu tinggi saat KD maka kemungkinan terjadi
KD ulangan lebih tinggi.
•Kejang multipel saat KD pertama.
•Bila KD terjadi setelah anak demam lebih dari satu hari.
-Faktor Resiko terjadi epilepsi di kemudian hari :
•Terdapat riwayat epilepsi dalam keluarga.
•KD kompleks.
•Sudah ada gangguan tumbuh-kembang dan defisit neurologik.
•Awitan KD pada usia 1 tahun
•Masing2 faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian
epilepsi sebesar 46%.
•Kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan
kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%.
-Resiko terjadinya kambuhan meningkat pada :
•Anak dengan epilepsi simtomatik .
•Awitan bangkitan umur > 12 tahun.
•Durasi bebas bangkitan < 6 bulan.
•EEG abnormal saat penghentian bangkitan.
•Sindrom dengan resiko relaps tinggi yaitu sidrom epilepsi
pada remaja (JME).
-Diagnosis Banding :
•Syncope
•Benign myoclonus of infancy
•Sandifers syndrome
•Hyperexplexia
•Cyanotic breath-holding spells
•Night terrors
•Cardiac arrythmia
•Neurocardiogenic syncope
•Paroxysmal dyskinesia
•Migraine
•Shuddering attacks
•Eye movement disorders
BAB VII

EPILEPSI PADA LANJUT USIA


By:
Adrianus A. Wiran
12.002 / S
PENDAHULUAN
• Epilepsi pada lansia ¾ kasus bersifat
simptomatis.
• Peningkatan insidens sesuai dengan
peningkatan usia
• Insidens epilepsi:
– Lansia: 69/1000
– 25-55 tahun: 40/1000
ETIOLOGI
• Bila epilepsi terjadi dlm waktu seminggu dari
penyebab  acute simptomatic seizure, bila lebih
dari seminggu  remote simptomatic seizure.
• Penyakit serebrovaskuler
• Penyakit neurodegeneratif (demensia vaskuler
dan nonvaskuler, Alzheimer, angiopati amiloid)
• Neoplasma: glioma, meningioma, metastasis
– Kejang sering fokal & sering tanpa tanda gejala
neurologik lain
ETIOLOGI
• Metabolik (gangguan jantung, gangguan
ginjal, hipotiroidisme, hipoglikemia, elektrolit)
• Trauma kepala
– Hematoma subdural merupakan sebab tersering
• Alcohol withdrawal
• Drug-induced seizure
• Ensefalopati
• Infeksi, contoh: vaskulitis serebral
GEJALA
• Auto dan allo anamnesis penting
• Perhatikan bekas trauma spt: lecet, teriris atau
terbakar
• Mungkin ada laporan: wajah pucat, sianosis,
gerakan abnormal, lidah tergigit, ngompol,
gangguan kesadaran atau gambaran pascaiktal
spt: bingung, sakit kepala, ngantuk atau paresis
Todd
• Paling sering bangkitan pada lansia awalnya
parsial lalu dapat diikuti bangkitan umum
sekunder
DIAGNOSIS BANDING
• Ggn neurologik:
– TIA
– Transient Global Amnesia
– Migrain
– Narcolepsy
– Restless legs syndrome
DIAGNOSIS BANDING
• Ggn CV:
– Sinkop vasovagal
– Hipotensi ortostatik
– Cardiac arrhytmia
– Penyakit jantung struktural
– Sindrom sinus karotikus
DIAGNOSIS BANDING
• Ggn endokrin/metabolik:
– Hipoglikemia
– Hiponatremia
– Hipokalemia
• Ggn tidur:
– Obstructive sleep apnoe
– Rapid eye movement sleep disorder
TATALAKSANA
• Tujuan pengobatan dgn OAE:
– Mengontrol bangkitan
– Mempertahankan kualitas hidup
• Bila mungkin, pengobatan dengan 1 macam
obat dengan dosis efektif terendah
• Pergantian obat haruslah berdasar respon
klinik daripada kadar OAE dalam darah
• Semua OAE dapat menyebabkan dose-
dependent sedation dan gangguan kognitif.
TATALAKSANA
• Obat lini pertama untuk epilepsi lansia:
– Karbamazepine
– Asam valproat
– Okskarbazepin
– Gabapentin
– Lamotrigin
• Pemberian obat epilepsi pada lansia harus hati-
hati karena pada lansia telah terjadi pe fungsi
organ tubuh dan pe kecepatan metabolisme
basal sehingga sering terjadi penyakit lainnya
secara bersamaan dengan keluhan epilepsinya.
TATALAKSANA
• Pemilihan obat epilepsi pada lansia perlu
diperhatikan bbrp hal sbb:
– Pemilihan obat berdasar jenis epilepsinya
– Berikan obat yang dapat digerus  lansia sering
sulit menelan
– OAE hendaknya tidak berinteraksi dengan obat2an
lain yang sedang dikonsumsi
– Pemberian OAE pada lansia kadang perlu waktu 
3 tahun bahkan seumur hidup, karena epilepsi
pada lansia umumnya simptomatis.
Perbedaan Karakteristik antara epilepsi
Lansia dan Orang Muda
Manifestasi Klinis Epilepsi pd Lansia Epilepsi pada Usia Muda
Bentuk bangkitan Sedikit (3 jenis) Banyak
Tipe bangkitan tersering Parsial kompleks Kejang umum tonik klonik
Frekuensi bangkitan Sedikit Banyak
Pasca bangkitan Kesadaran lama pulih Cepat pulih
Potensial trauma Tinggi Rendah
Respon terhadap OAE Umumnya buruk Umumnya baik
Toleransi terhadap OAE Umumnya buruk Umumnya baik
Dosis obat Umumnya rendah Tinggi
Kecepatan titrasi OAE Perlahan-lahan Cepat
OAE yg direkomendasikan untuk lansia
(obat lama)
Nama obat Indikasi Toksisitas Idiosinkrasi Keuntungan Kerugian
terkait dosis
Fenitoin Bangkitan Ataksia, Diskrasia Harga murah Interaksi
parsial nistagmus, darah, ruam dengan
(sederhana & bingung, kulit, berbagai jenis
kompleks), mengantuk, hepatotoksik, obat &
bangkitan letarfgi, SJS, makanan
umum pandangan neuropati,
kabur limfadenopati
, pancreatitits,
osteomalasia,
osteoporosis,
def. folat
OAE yg direkomendasikan untuk lansia
(obat lama)
Nama obat Indikasi Toksisitas Idiosinrasi Keuntungan Kerugian
terkait dosis
Asam valproat Bangkitan Tremor, diare, Pankreatitis, Spektrum luas Interaksi obat
umum, lena, mengantuk, ruam kulit, multipel,
mioklonik, sedasi, alergi, trombositope ikatan protein
parsial sedikit ni, diskrasia yang luas
(sederhana & peningkatan darah, SJS,
kompleks) , enzim hati, penambahan
profilaksis mual, BB,
migrain, muntah, osteoporosis
mania ataksia
OAE yg direkomendasikan untuk lansia
(obat lama)
Nama obat Indikasi Toksisitas Idiosinkrasi Keuntungan Kerugian
terkait dosis
Karbama- Bangkitan Diplopia, Hiponatremi Sedasi & Interaksi
zepin parsial dizziness, a, ggn gangguan obat
(sederhana ataksia, konduksi kognitif multipel,
& mengantuk, jantung, minimal ataksia,
kompleks), hiponatremi ruam diplopia
umum, a, mual, bentuk
neuralgia nyeri kepala morbili,
trigeminal agranulosito
sis, SJS,
gagal hati,
serum
sickness,
osteomalasi
a,
osteoporosis
OAE yg direkomendasikan untuk lansia
(obat baru)
Nama obat Indikasi Toksisitas Idiosinkrasi Keuntungan Kerugian
terkait dosis
Okskarbaze- Bangkitan Dizziness, Hiponatremi Sedikit Tak ada
pin parsial mual, a, ggn interaksi
(sederhana muntah, konduksi obat
& ataksia, jantung,
kompleks), diplopia, ruam kulit
umum, sedasi,
neuralgia letargi,
trigeminal hiponatremi
a, tremor
OAE yg direkomendasikan untuk lansia
(obat baru)
Nama obat Indikasi Toksisitas Idiosinkrasi Keuntungan Kerugian
terkait dosis
Gabapentin Bangkitan Somnolen, Lekopeni Tak ada ggn Modifikasi
parsial lelah, metabolism dosis pd ggn
(sederhana ataksia, e hepar, ginjal, dosis
& kompleks) pandangan interaksi dgn 3 x sehari
kabur, obat
diplopia, antasida
nistagmus,
edema
perifer,
tremor,
mual,
penambaha
n BB
OAE yg direkomendasikan untuk lansia
(obat baru)
Nama obat Indikasi Toksisitas Idiosinkrasi Keuntungan Kerugian
terkait dosis
Lamotrigin Bangkitan Dizziness, SJS, anemia Interaksi Modifikasi
parsial tremor, aplastik, hanya dosis pd ggn
(sederhana ataksia, trombositop dengan OAE hati
& kompleks) diplopia, eni, (terutama
nyeri kepala, netropeni, valproat)
mengantuk, pansitopeni,
pandangan ruam kulit,
kabur, mual, penurunan
muntah, BB
insomnia,
inkoordinasi
OAE yg direkomendasikan untuk lansia
(obat baru)
Nama obat Indikasi Toksisitas Idiosinkrasi Keuntungan Kerugian
terkait dosis
Topiramat Bangkitan Sulit berpikir / Nefrolitiasis, Interaksi Pe BB,
parsial konsentrasi, parestesi, hanya modifikasi
(sederhana ggn memori, glaukoma dengan OAE dosis bila
bingung,
& kompleks) sudut creatinine
dizziness,
ataksia, sempit clearance 
gelisah, 60 ml/menit
tremor, lelah,
depresi,
dispepsia,
anoreksi,
diplopia,
sedasi, letargi,
penurunan BB
OAE yg direkomendasikan untuk lansia
(obat baru)
Nama obat Indikasi Toksisitas Idiosinkrasi Keuntungan Kerugian
terkait dosis
Tiagabin Bangkitan Dizziness, Ruam kulit, Tidak ada Modifikasi
parsial sedasi, parestesi, dosis pd ggn
(sederhana letargi, kemungkina hati
& kompleks) tremor, n status
gelisah, epileptikus
perubahan non-
emosi, konvulsif
bingung
PEDOMAN
TATALAKSANA EPILEPSI

BY : DR. ANDREAW PRANOLO


BAB VIII
PERSIAPAN OPERASI EPILEPSI

 Operasi diindikasikan untuk kasus epilepsi yang


medically intractable  epilepsi yang sulit dikontrol
setelah pemberian 2 atau 3 obat anti epilepsi yang
tepat.
 Tujuan bedah epilepsi  mengontrol kejang
epileptik.
 Konsep dasar dari bedah epilepsi  ditemukannya
epileptogenic zone dan reseksi epileptogenic zone
akan menghentikan kejang.
EVALUASI UMUM PRA-OPERASI
 Apakah bangkitan timbul dari sklerosis hipokampus
atau lesi lain di otak.
 Apakah konsekuensi reseksi hipokampus atau lesi
lain tersebut ditinjau dari sudut :
1. Kontrol kejang.
2. Sekuele neuropsikologi, neurologi dan psikiatri.
3. Peningkatan kualitas hidup lebih besar dari
risiko buruk operasi ?
EVALUASI KHUSUS PRA-OPERASI
 Tipe kejang.
 Lokasi awitan kejang pada EEG.
 Ada / tidak adanya lesi intrakranial.
 Status klinik dan perkembangan penyandang.
 Riwayat alamiah dari sindrom epilepsi.
PEMERIKSAAN YANG IDEAL YANG DILAKUKAN
 Riwayat kilinik dan pemeriksaan neurologik.
 CT scan otak.
 MRI.
 Vide0-EEG permukaan iktal.
 Neuropsikologi.
 Psikiatri.
 Funtional imaging ( PET, SPECT, fMRI ).
 Tes Wada.
 Penyuluhan dan rehabilitasi.
 Magnetoencephalography / Magnetic Source Imaging
( MEG/MSI ).
 EEG intrakranial ( Electrocorticography / EcoG )
DATA MINIMAL YANG HARUS TERSEDIA
 Semiologi.
 EEG interiktal dan iktal.
 MRI protokol epilepsi sebaiknya minimal 1,5 teslah.
 Psikologi.

LANGKAH SELANJUTNYA
 Menentukan fokus epilepsi / zona epileptogenik.
 Kandidat operasi epilepsi  bila dari seluruh hasil
pemeriksaan terdapat kesesuaian lokasi fokus, tes
Wada, neuropsokologi dan psikiatri.
BAB IX
ASPEK PSIKOSOSIAL EPILEPSI
 Problem psikososial terbanyak  isolasi sosial,
kurangnya percaya diri, kecemasan dan depresi.
 Problem sosial  berdampak pada berkurangnya
kualitas hidup penyandangnya terutama mereka yang
mengalami kelainan atau kecacatan neurologik.
 Stigma  pandangan negatif.

STIGMA DAN KUALITAS HIDUP


Kendala pada hubungan sosial penyandang epilepsi :
 Kekeliruan persepsi mayarakat terhadap penyakit
epilepsi  kutukan, turunan, kerasukan, menular.
 Kekeliruan perlakuan keluarga terhadap penyandang
epilepsi overproteksi, penolakan, dimanjakan.
 Kekeliruan perlakuan masyarakat terhadap penyandang
epilepsi  penolakan. Direndahkan, diisolasikan.
 Keterbatasan penyandang epilepsi akibat penyakit 
gangguan kognitif, kecacatan, kurangnya pencapaian
dalam bidang pendidikan dan kemasyarakatan.
 Kekeliruan perlakuan mengenai keterbatasan dalam
segala jenis pekerjaan dan keraguan atas efisiensi
kerjanya.
 Kekeliruan dalam larangan untuk semua cabang
olahraga dan seni.
 Beratnya dan seringnya bangkitan serta kronisitas dan
kesulitan kontrol penyakit.
STRATEGI PEMECAHAN MASALAH
1. Penyuluhan
i. Bagi orang tua, anggota keluarga, calon suami
atau istri, lingkungan terkait ( guru, tempat
bekerja, POLRI, asuransi, pemerintah serta
masyarakat ).
ii. Penjelasan bahwa epilepsi ini tidak menular, dapat
dikontrol, dapat menikah, hamil dan memiliki anak.
2. Hubungan dengan teman dan lingkungan
sekitar
i. Penyandang epilepsi harus diberi kesempatan untuk
bersosialisasi dan menikmati pergaulan.
ii. Program komunitas antar penyandang dan orangtua
akan sangat bermanfaat untuk dapat saling bertemu
sesamanya.
3. Pilihan pekerjaan
Prinsip pilihan pekerjaan :
i. Disesuaikan dengan jenis dan frekuensi
bangkitan.
ii. Risiko kerja yang paling minimal.
iii. Tidak bekerja sendiri dan di bawah pengawasan.
iv. Jadwal kerja yang teratur.
v. Lingkungan kerja ( atasan dan teman kerja ) tahu
kondisi penyandang epilepsi dan dapat memberikan
pertolongan awal dengan baik, maka epilepsi jangan
dirahasiakn.
4. Pilihan jenis olah raga
i. Dilakukan di lapangan / gedung olah raga.
ii. Olah raga yang dilakukan di jalan umum ( balap,
lari maraton, bersepeda ), di ketinggian ( naik
gunung, panjat tebing )  sebaiknya dihindari.
5. Aspek mengemudi ( kendaraan darat, laut dan
udara )
Pemberian SIM ( Surat Ijin Mengemudi ) berdasarkan :
i. Bangkitan epilepsi telah terkontrol dengan OAE.
ii. Masa bebas bangkitan dalam jangka waktu tertentu
24 bulan berdasarkan surat keterangan dokter
spesialis saraf.
iii. Perlu adanya hukum dan peraturan asuransi yang
berlaku.
Pemberian SIM di Indonesia :
i. Bangkitannya sudah terkontrol dan bebas
bangkitan dalam jangka waku tertentu.
ii. Bagi pengemudi pribadi denga asisten, masa
bebas bangkitan lebih pendek ( 6-12 bulan )
dapat dipertimbangkan.
iii.Bagi pengemudi angkutan umum diperlukan
syarat tambahan, seperti : berobat secara rutin,
rekaman EEG, psikotes, masa bebas bangkitan
lebih lama.
iv.Batas waktu maksimal mengemudi menurut
pedoman POLRI adalah 6 jam.
v. Pengawasan langsung ( jadwal kerja, lama
kerja, lingkungan kerja, diet ) dari perusahaan
tempat bekerja.
vi. Antisipasi khusus terhadap epilepsi refleks,
diperlukan tes provokasi.
 PERTIMBANGAN UMUM
◦ Belum ada UU dan peraturan khusus hak dan kewajiban
penyandang epilepsi
◦ Faktor stigma, sosioekonomi
 DASAR HUKUM
 KUHAP, epilepsi merupakan bagian dari penyakit kejiwaan
 UU No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
 UU Praktik Kedokteran Tahun 2004
 UU No 23 Tahun 1992
 UU No 36 Tahun 2009
 Permenkes 512 Tahun 2007
 Tidak satupun pasal menyangkut perlindungan hukum
sehubungan dgn penyandang epilepsi
 Kasus Kriminal
 Masalah pekerjaan
 Epilepsi dan tindak kejahatan
 Kasus Sipil
 Kecelakaan
 Kelalaian Medik
 Ketidaklengkapan catatan medik
 Epilepsi dan Hak untuk mengemudi
( Kendaraan darat, laut dan udara )
◦ Rekomendasi SIM berdasarkan prinsip
 Bangkitan epilepsi terkontrol dgn OAE min 1 tahun
 Rekaman EEG tidak menunjukkan aktivitas epileptiform
 Tidak diberikan pada pengemudi angkutan umum
 Batas waktu maksimal mengemudi 4 jam
 Dokter harus memberikan pengertian kepada
penyandang epilepsi, instansi terkait, POLRI,DDLJR,
Asuransi tentang kondisi kesehatannya yang sangat
mempengaruhi keamanan berkendara
 Pertimbangan
◦ Pekerjaan yang membahayakan diri penyandang epilepsi
◦ Aktivitas yang membahayakan diri penyandang epilepsi dan
/ orang lain
◦ Kesempatan memperoleh pendidikan
 Dasar pemikiran
◦ Penyandang epilepsi adalah individu normal yang dapat
bebas beraktivitas
◦ Dukungan PERDOSSI kepada kepentingan penyandang
epilepsi yg aman dan dapat dipertanggungjawabkan secara
medis, moral, profesi, etika, moral dan hukum
◦ Kebutuhan Surat Keterangan Dokter spesialis saraf bagi
penyandang epilepsi untuk melakukan aktivitas/pekerjaan
◦ Bervariasi jenis bangkitan epilepsi berhubungan dengan
jenis aktivitas
◦ Surat keterangan akan bervariasi
 Hal-Hal yang perlu diperhatikan dalam konsep
surat
◦ Wewenang dokter spesialis saraf
◦ Dimulai denan kalimat formatif,” Keadaan saat ini
selama 2 tahun tidak didapatkan tanda dan gejala
epilepsi
◦ Dilengkapi dengan keadaan klinik dan pemeriksaan
diagnosis ( EEG, radiologi dan Lab )
◦ Rekam Medis dan Hasil KIE tertulis tentang hal-hal
pencetus
◦ Surat keterangan ini tidak berlaku apabila syarat-syarat
seperti kejujuran pelaporan penyandang atau “allo” nya
tidak terpenuhi
◦ Dianjurkan “second opinion” jika ada keraguan
◦ Pertimbangan Medis
 Syarat lama bebas bangkitan untuk
 1 tahun untuk kendaraan pribadi dan 3 tahun untuk “ sleep
seizure “
 5 tahun untuk kendaraan umum
 Setiap jenis bangkitan akan berbeda pendekatannya
 Riwayat bangkitan dan frekuensi akan berbeda
pendekatannya
 Mengenal dan menghindari pencetus
 Jenis aktivitas /pekerjaan akan berbeda pendekatannya
 Hentikan aktivitas/ pekerjaan bila bangkitan terjadi
 Kunjungan ulang setelah 6 bulan atau 1 tahun
 Aura dianggap sebagai bangkitan
 Kejang demam pada masa anak dan berhenti setelah usia 5
tahun tidak dianggap sebagai bagian dari riwayat epilepsi
 EEG
◦ Pemeriksaan terpenting epilepsi
◦ Diagnosa dan kalsifikasi
◦ Prognosis dan terapi
 Cara perekaman EEG rutin
◦ Penempatan 20 elektroda pada kulit kepala dan
dilakukan min 20 menit
◦ Selama perekaman dilakukan prosedur aktivasi
 Hiperventilasi dan fotik
◦ Bila hasil meragukan dilakukan perekaman dengan
pengurangan tidur
◦ Pada umumnya menggunakan 16-21 channel dengan
penempatan elektroda dengan sistem 10-20
 Data Dasar
◦ Nama,usia, jenis kelamin, tanggal, waktu, nama
teknisi, tanggal bangkitan terakhir, obat,
premedikasi, riwayat penyakit yang relevan
 Pelaporan EEG
◦ Pendahuluan
 Obat, premedikasi, persiapan khusus ( pengurangan
tidur )
 Puasa
 Jumlah elektroda
 Lama perekaman
 Deskripsi rekaman EEG
◦ Berslfat objektif, perlu dicantumkan karakteristika
normal dan abnormal dari rekaman tersebut.
◦ Dimulai darli irama dasar, aktivitas dominan, terangkan
tentang; frekuensi,kuantitas, lokasi, amplitudo, simetris/
asimetris, ritmi /irreguler
◦ Kemudian dilakukan penllalan yang sama untuk aktivitas
yang nondominan dan abnormalitas
◦ Respon terhadap buka-tutup mata dan prosedur aktivasi
perlu juga dinilai baik normal maupun abnomal
◦ Bila tldak dilakukan aktivasi hiperventilasi atau stimulasi
fotik, perlu dicantumkan dan mengapa tidak dilakukan
 Interprestasi
◦ Kesan EEG
 Singkat, padat dan jelas
 Tentukan derajat abnormalitas dan dasarnya
 Bandingkan dengan Hasil EEG sebelumnya bila ada
◦ Korelasi gambaran EEG dengan klinik
 Hubungan antara EEG dengan gambaran klinis
 Bila diarasa perlu dapat diulang dengan mengurangi
tidur
 Abnormal ringan
◦ Irama dasar lambat (>=6 Hz < 8 Hz untuk dewasa)
◦ Perlambatan intermitten, menyeluruh ( generalized)
◦ Eksesif beta
 Abnormal Sedang
◦ Irama dasar lambat ( < 6Hz untuk dewasa )
◦ Perlambatan intermitten pada suatu region /
lateralisasi satu hemisphere
◦ Asimetri
◦ Fase tidur REM terjadi dalam 15 menit setelah
penyandang mulai tidur
 Abnormal Berat
◦ Terdapat gelombang epileptikform
◦ Bangkitan EEG +
◦ Perlambatan kontinyu, baik regional maupun
menyeluruh
◦ Gelombang trifasik +
◦ Periodik kompleks +
◦ Burst suprresion+
◦ Supresi irama dasar +
◦ Rekaman dilakukan pada penyandang koma (
terdapat alfa koma, beta koma, teta koma, sindel
koma dll)
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai