Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Ny. RR, 24 tahun, lahir di Gorontalo, 10 Maret 1992, agama Islam, belum
menikah, pendidikan terakhir tamat SMA, tidak bekerja, tinggal di Kel.
Dungingi, Gorontalo. Datang ke RS Otanaha kota Gorontalo pada tahun 2017 dan
di rawat di ruang perawatan dua pada tanggal 30 Agustus 2017. Pasien datang
diantar oleh kakaknya. Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 29 Agustus 2017.

II. RIWAYAT PSIKIATRIK


Riwayat psikiatri diperoleh pada tanggal 29 Agustus 2017, di ruang Rawat
Darurat RS Otanaha kota Gorontalo, dari:
- Autoanamnesis dengan pasien

A. Keluhan Utama
Sering merasa takut dan mendengar bisikkan

B. Riwayat Gangguang Sekarang


Pasien dibawa ke rumah sakit oleh ibunya dengan keluhan pasien sering
marah-marah tanpa alasan yang jelas, merusak barang disekelilingnya dan jalan-
jalan tanpa tujuan. Keluhan ini makin menghebat ketika pasien tidak minum obat,
baik pasien tidak mau untuk meminum obat atau kadang keluarga lupa
memberikan obat ke pasien.
Saat pasien seorang diri, atau dalam keadaan sepi, pasien merasa telah
mendengar suara-suara yang berbisik akan membunuh dirinya, sehingga pasien
menjadi sangat takut, dan berdiam diri. Saat pasien merasa tidak tahan dengan
bisik-bisikan itu, pasien akan memberontak, melemparkan barang, bahkan
terkadang menyerang orang lain disekitarnya. Keadaan ini diperberat saat pasien
tidak meminum obatnya.
Pasien juga merasa ada seseorang yang ingin menikamnya di leher, dan
mengambil keperawanannya. Selain itu pasien juga menuduh seseorang ingin
membunuh keluarganya dan membakar rumahnya, dan saat itu pasien akan mulai

1
gelisah, merasa ketakutan, dan berbicara kacau. Kejadian ini sudah terjadi kurang
lebih sejak 20 tahun
Ketika akan tidur, pasien mulai merasa gelisah dan mulai terganggu
dengan suara-suara yang didengarnya. Saat itu, pasien akan menghindari
gangguan-gangguan tersebut dengan berusaha membangunkan orang lain, dan
selalu meminta dibelikan rokok. Pasien dapat menghabiskan rokok sampai dua
bungkus bahkan lebih setiap malamnya.
Ketika ditanya oleh keluarganya, pasien hanya menjawab dengan rasa
takut bahwa pasien merasa ada yang telah mengguna-gunai dirinya sehingga
pasien mendengar suara-suara yang ingin membunuhnya.
Semua keluhan ini akan berkurang dengan minum obat-obatan dengan
teratur, ketika pasien tidak minum obat dalam jangka waktu yang lama baik
ketika keluarga lupa mengingatkan pasien untuk minum obat ataupun pasien yang
menolak minum obat karena sudah merasa sembuh dan tidak ingin
ketergantungan obat.

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat Gangguan Psikiatrik
Menurut pasien dan kakak pasien sering keluar masuk rumah sakit. Pasien
masuk ke rumah sakit dengan keluhan pasien tidak mau minum obat dan
membuat keributan dengan orang lain. Pasien tidak mau minum obat, obatnya
diminum namun kadang dimuntahkan kembali. Pasien hanya mau minum obat
ketika dia merasa ada yang ingin menjahati atau membunuh dirinya karena ketika
minum obat pasien akan merasa lebih tenang dan gangguan-gangguan tersebut
akan hilang. Hal ini sesuai dengan rekam medik, yang mana diketahui pasien
sudah sering dirawat di RS Otanaha dan selalu keluar masuk rumah sakit sejak
tahun 2 bulan terakhir dengan diagnosis skizofrenia paranoid.

2. Riwayat Gangguan Medis


Sejak masih kecil pasien jarang sakit-sakitan,merupakan anak yang sehat.
Sakit yang dialami hanya seperti demam, sakit kepala, batuk, pilek. Tidak ada
riwayat kejang, malaria, digigit anjing, gangguan fungsi organ lainnya.

2
3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Pasien tidak mengkonsumsi alkohol dan tidak merokok sejak pasien
masih kecil. Narkoba seperti ekstasi, sabu, putau dan zat aditif lainnya tidak
pernah dikonsumsi oleh pasien.

III. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI


A. Prenatal dan Perinatal
Pasien adalah anak ketiga dari empat bersaudara. Orang tua pasien
menjaga dan menyayangi pasien dengan baik. Selama kehamilan kondisi
kesehatan fisik dan mental ibu pasien cukup baik. Pasien lahir normal di rumah
dan ditolong oleh bidan. Berat badan lahir pasien 3.200 gram. Pasien tidak biru
(sianosis) maupun kuning (ikterus). Orang tua pasien memperhatikannya dengan
baik dan sangat memanjakan pasien diantara saudaranya yang lain, karena pasien
merupakan anak perempuan satu-satunya.

B. Masa Kanak Awal (usia 0-3 tahun)


Pada stadium oral, saat lapar atau haus pasien akan menangis dengan
kencang, dan ibu pasien akan memberi ASI. Setelah diberi ASI, pasien kembali
tenang dan tertidur. Saat meminum ASI, salah satu tangan pasien akan menyentuh
payudara ibunya.
Pada stadium anal, pasien mulai berbicara, berjalan, dan makan. Pasien
sudah bisa menggenggam benda-benda kecil dan sudah bisa mengucapkan
beberapa kata. Pasien diajarkan BAB di toilet oleh orang tuanya. Ketika pasien
ingin BAB, sudah bisa memberi tahukan ke ibunya. Pasien minum ASI sampai
dengan usia 8 bulan dan tidak terdapat masalah dalam makanan pengganti. Pasien
tidak memiliki penyakit psikiatrik atau medis. Pasien diasuh dengan kasih sayang
oleh kedua orang tuanya. Pasien sudah bisa bermain, dan sering bermain dengan
saudara-saudaranya. Pasien jarang bertengkar dengan saudara-saudaranya. Pasien
sudah bisa mengerjakan perintah sederhana jika disuruh.

3
Pada stadium ureteral (transisional), pasien diajarkan BAK di toilet (toilet
training) oleh orang tuanya, dan dapat ke toilet sendiri saat ingin BAK.
Pada stadium kepercayaan dasar lawan ketidak percayaan dasar, saat
ditinggalkan ibunya keluar rumah pasien merasa sedih saat ditinggalkan ibunya
bekerja, namun segera ditenangkan oleh ayahnya.
Pada stadium otonomi lawan rasa malu dan ragu, pasien kadang dilarang
untuk bermain di luar rumah, karena bisa kena panas matahari, sehingga kulit
bisa menghitam dan ibu pasien khawatir jika pasien kontak dengan lingkungan
yang kotor karena takut sakit.

C. Masa Kanak Pertengahan (usia 4-11 tahun)


Pada stadium falik, pasien berjenis kelamin perempuan, saat kecil pasien
dekat dengan kedua orang tuanya, terutama ibunya. Pasien telah mengetahui
tentang identitas seksualnya adalah perempuan, sehingga pasien berpakaian
selayaknya seorang anak perempuan dan masuk ke toilet umum khusus
perempuan, setelah diajarkan, memperhatikan, mengikuti kebiasaan berpakaian
ibunya. Pasien sudah tahu dan mengerti untuk meminta maaf bila berbuat
kesalahan. Pasien sering bermain dengan kakaknya, karena karena pasien sangat
disayangi dan dimanja oleh kakaknya. Usia 5 tahun pasien dikenalkan lingkungan
sekolah oleh keluarganya dengan masuk di taman kanak-kanak.
Selain itu juga terjadi fase inisiatif lawan rasa bersalah, dimana inisiatif
untuk belajar ada, pasien belajar cukup baik, saat melakukan kesalahan dan
dimarahi pasien kadang untuk membantah dan mendengarkan nasihat yang
diberikan.

Pada stadium laten, pasien merupakan anak yang pendiam, lebih memilih
untuk pulang kerumah dan berinteraksi dengan keluarga dibandingkan bermain
bersama teman-temannya. Inisiatif untuk bermain cukup baik dan ketika disuruh
belajar oleh orang tuanya, pasien menurut. Saat melakukan kesalahan dan
dimarahi, pasien hanya diam dan menganggukan kepala namun kadang kala
pasien melakukannya kembali, di sekolah nilainya cukup memuaskan.
Selain itu juga terjadi fase industri lawan rasa bersalah. Pasien senang

4
dalam hal belajar. Menurut keluarga pasien, dia merupakan salah satu siswa yang
rajin di kelasnya, melakukan tugas kelas dengan baik dan dapat bekerja sama
dengan teman-teman yang lain walaupun agak pendiam.

D. Masa Kanak Akhir dan Remaja


Pada stadium genital, pasien mulai lebih mandiri, berusaha mengerjakan
tugas yang dibebankan kepadanya. Bergaul dengan baik dengan teman-temannya.
Pasien terus melanjutkan pendidikannya sampai ke bangku SMA.
Pada stadium identitas lawan difusi peran, pasien menunjukkan senang
bermain dan akrab dengan saudara-saudaranya. Untuk masalah pribadi, pasien
merupakan orang yang agak pendiam dan sangat jarang menceritakan kehidupan
pribadinya. Saat kelas dua SMA pasien pernah menolak seorang pria yang
menyukai dirinya dengan meludahi pria tersebut lalu pergi meninggalkannya.
Beberapa hari setelah kejadian tersebut, saat baru sampai dirumah setelah pulang
sekolah, pasien tiba-tiba merontak-rontak, dan melempar barang. lalu setelah
pasien mulai tenang, pasien dibawa ke RS umum dan di beri obat. Beberapa
waktu kemudian, pasien bertemu pria lain yang disukainya dan mulai berpacaran
untuk pertama kalinya, pasien sangat mencintai pacarnya dan merencanakan
pernikahan setelah menyelesaikan pendidikannya. Namun saat masa pacaran
menginjak 1 tahun 6 bulan, pacar pasien meninggalkan pasien dan menikah
dengan perempuan lain tanpa sepengetahuan pasien. Hal ini membuat pasien
menjadi tertekan.
Orientasi seksual pasien adalah lawan jenisnya yang sebaya. Pasien saat
muda pernah berpacaran sebanyak tiga kali. Namun pasien ditinggalkan pacranya
dan pernah gagal menikah satu kali.

E. Riwayat Masa Dewasa


1. Riwayat Pendidikan
Pasien bersekolah dengan baik, mendapatkan nilai yang cukup baik dari
bangku SD sampai ke bangku SMA. Pasien cukup aktif pada kegiatan remaja
sampai dia duduk di bangku SMA. Pasien melanjutkan pendidikannya dan kuliah
di jurusan sastra.

5
2. Riwayat Pekerjaan
Pasien bersekolah selayaknya orang umumnya dari bangku SD sampai
kuliah semester tiga, namun karena masalah gangguan kesehatan jiwa, pasien
berhenti kuliah dan hanya berdiam di rumah saja.

3. Riwayat Psikoseksual
Pasien sudah berpacaran sebanyak tiga kali dengan teman sebayanya.
Namun sering tidak bertahan lama, dan pasien selalu diputuskan sepihak oleh
ketiga mantan kekasihnya.

4. Riwayat Perkawinan
Akibat pacaran yang sering tidak bertahan lama, pasien samapai saat ini
belum menikah.

5. Kehidupan Beragama
Pasien beragama Islam, dan menjalani kehidupan agamanya seperti biasa,
walaupun pasien memang kurang aktif dalam kegiatan-kegiatan di Mesjid, namun
pasien masih tetap pergi ke mesjid bersama keluarganya. Pada saat pertengahan
kuliah, salah seorang teman pasien mengajak pasien untuk mengikuti ibadah-
ibadah lain, dan sekarang pasien mengakui dirinya beragama Islam.

6. Riwayat Kehidupan Sosial


Sebelum pasien menderita penyakit ini, hubungan pasien dengan
keluarganya harmonis, bahkan sampai setelah pasien sakit, keluarganya masih
menyayangi pasien dan berhubungan baik dengan pasien. Namun saat pasien
masih sehat, pasien tidak mempunyai teman dekat, bahkan teman-teman pasien
tidak banyak, karena pasien dianggap sombong. Sehingga pasien terbiasa sendiri
dan jarang berbagi pikiran dengan orang lain. Pasien juga dikenal tertutup.
Sampai setelah pasien sering mengamuk dan menyakiti orang-orang disekitarnya,
pasien menjadi tidak percaya diri dan berkecil hati. Kedua mantan pacar pasien
juga memutuskan hubungan dengan pasien karena mengetahui penyakit pasien.

6
7. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah dipenjara atau melakukan perbuatan yang melanggar
hukum. Walaupun pasien sering mengamuk dan marah-marah tanpa alas an yang
jelas, namun pasien belum pernah sampai dilaporkan ke pihak berwajib.

8. Situasi Kehidupan Sekarang


Sebelum masuk rumah sakit, pasien tinggal bersama ibunya di Kel. Teling
Atas Lingkungan II kec. Wanea. Namun setelah ibunya meninggal, rumah itu
dijual dan pasien dikirim oleh kakaknya ke RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang
Manado untuk perawatan lebih lanjut. Ayah pasien sudah meninggal kurang lebih
20 tahun yang lalu. Kondisi kejiwaan pasien semakin bertambah buruk saat
pasien ditinggal ibunya kurang lebih 10 tahun yang lalu, karena pasien sangat
dimanja, dan ibunya merupakan orang yang sangat dekat dengan pasien.
Walaupun kakak pasien mengirim pasien ke RS namun setiap tiga minggu sekali,
kakak pasien selalu menjenguk dan memberikan pakaian yang layak untuk pasien
dibawa jalan-jalan. Pasien mengetahui kapan harus mandi, makan, ataupun tidur,
namun saat gelisah pasien akan jalan-jalan sendiri tanpa tujuan yang jelas.

9. Riwayat Keluarga
Pasien sering keluar masuk rumah sakit. Ketika berada di rumah, pasien
tinggal bersama ibunya (sewaktu belum meninggal) karena kakak dan adik pasien
sudah berkeluarga dan mempunyai rumah sendiri. Ayah pasien telah meninggal
dunia. Pasien berumur 52 tahun saat ini dan pasien sangat merasa nyaman dan
aman saat pasien tinggal bersama dengan ibunya, semasa ibunya masih hidup.
Saat sudah masuk rumah sakit pasien sering menunggu kedatangan kakaknya,
karena merasa senang dibawa kaluar jalan-jalan dan makan enak.
Pasien merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara, pasien termasuk golongan
keluarga yang mampu. Hubungan dengan keluarga baik dan penuh kasih sayang.
Pasien tinggal bersama ibunya di Kel. Teling Atas Lingkungan II kec. Wanea
semasa ibunya masih hidup.
Ayah pasien adalah anak bungsu dari 3 bersaudara. Ayah pasien telah

7
meninggal 20 tahun yang lalu akibat sakit yang dideritanya. Pasien cukup dekat
dengan ayahnya ini sehingga kadang pasien masih teringat dengan ayahnya yang
telah meninggal. Ibu pasien merupakan anak kedua dari 4 bersaudara, ibu pasien
telah meninggal 10 tahun yang lalu akibat sakit. Pasien juga sangat dekat dengan
ibunya dan sangat dimanja oleh orang tuanya.

F. Persepsi Pasien tentang Diri dan Kehidupannya

Pasien tidak mengakui bahwa dirinya sakit, Menurut keluarga pasien,


ketika berada dirumah pasien kembali menunjukkan perilaku yang aneh, tetapi
ketika berada di rumah sakit, pasien menjadi lebih baik dibandingkan dengan
berada dirumah. Keluarga pasien menganggap pasien masih sakit karena pasien
masih menunjukkan perilaku yang aneh saat berada diluar RS ataupun saat pasien
tidak meminum obat..

IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTALIS


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Pasien merupakan seorang perempuan, berusia 52 tahun, tampak sesuai
usianya, berkulit coklat, rambut hitam keputihan, berpakaian pasien rumah sakit
jiwa. Pasien tampak tenang dan bisa untuk dapat diwawancara dan dapat tertawa.
Keluarga pasien mengatakan di rumah pasien berpakaian seperti orang pada
umumnya.

2. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor


Pasien dapat mengikuti wawancara dengan baik. Selama wawancara
pasien duduk dengan tenang dan dapat tersenyum. Pasien merespon salam dari
pemeriksa dan pasien tidak menghindari kontak mata dengan pemeriksa. Dalam
menjawab pertanyaan kadang pasien agak ngawur dalam menjelaskan sesuatu.
Pasien dapat dengan santai menceritakan masalah apa yang dirasakannya.

8
3. Sikap Terhadap Pemeriksa
Secara umum pasien kooperatif, pasien menjawab setiap pertanyaan
pemeriksa dengan baik dan tenang. Pasien memiliki inisiatif yang cukup untuk
menceritakan tentang masa lalunya saat dilakukan wawancara. Pasien sulit
memutuskan apakah pemeriksa bisa datang kerumahnya untuk dilakukan home
visite.

B. Mood dan Afek


1. Mood : hipotimia
2. Afek : cukup luas
3. Keserasian : cukup serasi

C. Bicara
1. Kualitas : Agak lambat, volume pelan sampai sedang, suara jelas,
intonasi berubah-ubah sesuai dengan isi pembicaraan, artikulasi kurang
baik.
2. Kuantitas : Menjawab pertanyaan sesuai apa yang dilontarkan dan,
kadang tidak.
3. Hendaya bahasa : Tidak ada hendaya bahasa.

D. Gangguan Persepsi
Halusinasi auditorik (+), halusinasi visual (+).

E. Proses Pikir
1. Arus pikir : asosiasi longgar, menjawab sesuai pertanyaan kadang tidak
sesuai pertanyaan.
2. Isi pikiran : waham persekutorik (+).

F. Kesadaran dan Kognitif


1. Taraf Kesadaran dan Kesiagaan
Kompos mentis. Pasien dapat mengarahkan, mempertahankan,
mengalihkan, dan memusatkan perhatiannya.

9
2. Orientasi
 Orientasi waktu : baik, pasien mengetahui waktu pada saat pemeriksaan.
 Orientasi tempat : baik, pasien mengetahui dimana rumah dan rumah
sakit, tempat beradanya sekarang.
 Orientasi orang : baik, pasien dapat mengenali keluarganya, perawat di
rumah sakit, dan dokter yang mewawancarainya.

3. Daya Ingat
 Daya ingat jangka panjang : baik, pasien dapat menceritakan masa lalunya
dengan baik.
 Daya ingat jangka sedang : secara umum baik.
 Daya ingat jangka pendek : baik, pasien dapat mengingat apa yang ia
kerjakan dari tidur semalam, bangun pagi, sampai saat wawancara
dilakukan.
 Daya ingat segera : baik, dapat mengingat kembali beberapa nama benda
yang disebutkan pemeriksa beberapa waktu sebelumnya.

4. Konsentrasi dan Perhatian


Baik, ketika wawancara berlangsung pasien dapat memusatkan
perhatiannya terhadap pertanyaan pemeriksa. Pasien juga melakukan
seven serial test tanpa salah.

5. Kemampuan Membaca dan Menulis


Baik, pasien dapat membaca dan menulis dengan cukup jelas.

6. Kemampuan Visuospatial
Kurang baik, pasien sulit menggambarkan denah jalan ke rumah pasien.

7. Intelegensi dan Daya Informasi


Baik, semua pertanyaan dijawab dengan cukup baik.

10
G. Pengendalian Impuls
Baik, Pasien dapat mengikuti wawancara dalam jangka waktu yang cukup
lama dengan baik dan tenang.

H. Daya Nilai dan Tilikan


1. Penilaian Realitas
Pasien kadang mendengar suara-suara yang mengganggunya seperti suara
orang yang berisik sehingga pasien merasa sangat terganggu. Ketika mau tidur
psien mendengar suara-suara aneh yang ingin membunuh dirinya dan menkut-
nakuti pasien sehingga pasien merasa ketakutan dan gelisah serta sulit tidur
terutama ketika pada malam hari.

2. Tilikan
Derajat tilikan 2, pasien ambivalensi terhadap penyakitnya.

I. Taraf Dapat Dipercaya


Beberapa hal yang diutarakan pasien dapat dipercaya, tetapi masih perlu
dikonfirmasi lagi dengan keluarga pasien.

V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT


A. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : baik, kesadaran kompos mentis
2. Tanda vital : TD: 120/70mmHg, N: 72x/m, R: 20x/m, S: 36,5oC
3. Mata : konjuntiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
4. R. Thoraks : C: BJ I-II reguler, bising(-)
P: vesikuler, Rh-/-, Wh-/-
5. R. Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal, Hepar dan Lien ttb
6. Ekstremitas : akral hangat, edema (-)
B. Status Neurologikus
Gejala rangsang selaput otak (-). Pupil: bulat isokor, reflreks cahaya +/+.
N. Kranialis : baik. Fungsi sensoris dan motoris di ekstremitas: baik. Refleks
fisiologis: normal. Refleks patologis (-). Tremor pada ekstremitas (-). Gejala EPS

11
(-).

C. Pemeriksaan Penunjang
Saat dilakukan wawancara tanggal 6 dan 7 April 2016 tidak ada
pemeriksaan laboratorium.

VI. Ikhtisar Penemuan Bermakna


Berdasarkan anamnesis (secara autoanamnesis, aloanamnesis, dan
beberapa data diperoleh dari rekam medik) didapatkan pasien berusia 52 tahun,
perempuan, belum menikah, pendidikan terakhir SMA, suku Minahasa, tidak
bekerja, tinggal di Kel. Teling Atas Lingkungan II kec. Wanea, dibawa oleh kakak
dan kakak ipar pasien ke RS. Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang pada 27 Maret 2006.
Pasien dibawa ke rumah sakit oleh kakak dan kakak iparnya dengan
keluhan pasien tidak mau minum obat dan sering mengamuk sehingga
membahayakan dan mengganggu kenyamanan orang lain. Pasien juga sering
jalan-jalan tanpa tujuan.
Pada penilaian perilaku dan aktivitas psikomotor, pasien dapat mengikuti
wawancara dengan baik namun dalam menjawab pertanyaan, terkadang pasien
agak ngawur. Pada mood dan afek didapatkan hipotimia dengan afek yang cukup
luas dan serasi. Pasien bicara dengan kualitas lambat, intonasi yang berubah-
ubah, dan artikulasi yang kurang baik. Terdapat gangguan persepsi berupa
halusinasi auditorik dan halusinasi visual. Isi pikiran pasien berupa waham
persekutorik dengan kemampuan visuospatial yang kurang baik.
Pada penilaian realitas pasien terkadang mendengar suara-suara berisik
yang mengganggu seakan ingin membunuh pasien sehingga pasien sulit tertidur.
Pasien termasuk pada tilikan dua dengan ambivalensi terhadap penyakitnya.
Beberapa hal yang dikatakan pasien dapat dipercaya namun masih harus
dikonfirmasi kepada pihak keluarga. Pemeriksaan fisik dan neurologis dari pasien
tidak ditemukan kelainan.

VII. FORMULASI DIAGNOSTIK


Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak ditemukan gangguan

12
dari organ-organ dalam pasien. Namun untuk menegakkan gangguan mental
organik tidak berhubungan dengan keadaan fisik pasien. Formulasi diagnostik ini
berdasarkan DSM V. Pasien dalam keadaan remisi dari keadaan akut tetapi masih
memperlihatkan gejala-gejala paranoid tetapi sudah membaik (penarikan diri
secara sosial, afek menyempit atau tak serasi, perilaku eksentrik, atau pikiran tak
logis). Berdasarkan anamnesis, ditemukan bahwa gejala-gejala psikotik seperti
adanya halusinasi auditorik, halusinasi visual, waham persekutorik, marah-marah
tanpa sebab, kadang melempari barang-barang ke orang lain tanpa sebab, kadang
bicara-bicara sendiri. Berdasarkan anamnesis ini pasien didiagnosa dengan
skizofrenia paranoid.

Pada aksis I, hal ini sesuai dengan kriteria diagnostik skizofrenia paranoid.
Pada aksis II, kepribadian pasien yaitu paranoid, sesuai dengan gejala
yang ditemukan pada, yaitu sedikit aktivitas yang memberikan
kesenangan, afek menyempit, hampir selalu memilih aktivitas yang
dilakukan sendiri.
Pada aksis III, tidak ada diagnosis.
Pada aksis IV, masalah pasien berkaitan dengan sejak pasien masuk rumah
sakit, persepsi lingkungan sosial terhadap pasien menganggap bahwa dia
mengalami gangguan jiwa karena kedatangan pasien ke rumahnya membuat
masyarakat dilingkungan sekitarnya merasa tidak nyaman. Ketika pasien tamat
dibangku SMA, pasien langsung melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah
dengan mengambil jurusan sastra, namun pasien putus kuliah dan merasa minder
dengan penyakit yang sering kambuh pada pasien. Pasien juga sering tidak
meminum obat ataupun lupa meminum obat.
Pada aksis V, Global Assesment of Functioning (GAF) scale, Current 60-
51 yaitu gejala sedang (moderate), disabilitas sedang. GAF scale High Level Past
Year (HLPY) 60-51, yaitu gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.

VIII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL


Aksis I : Gangguan Skizofrenia Paranoid
Aksis II : Kepribadian Paranoid

13
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Masalah berkaitan dengan pasien dikucilkan dilingkungan
sekitarnya, sempat merasa frustasi karena selalu ditinggal pacarnya dan
merasa tidak percaya diri karena penyakitnya.
Aksis V : GAF scale Current 60-51 yaitu gejala sedang (moderate),
disabilitas sedang. GAF scale High Level Past Year (HLPY) 60-51, yaitu
gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.

IX. PROBLEM
A. Organobiologi : Genetik tidak ada
B. Psikologi : Merusak barang dan jalan-jalan tanpa tujuan
C. Lingkungan & sosial ekonomi : sedih dan merasa dijauhi karena pandangan
negatif masyarakat akan dirinya.

X. RENCANA TERAPI
A. Psikofarmako
 Haloperidol 3x5mg/hari
 Chlorpromazine (CPZ) 100mg 0-0-1
 Trihexypenidyl (THP) 3x2mg/hari

B. Psikoterapi dan Intervensi Psikososial


1. Psikoterapi
a. Terapi Perilaku
Terapi perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif didorong dengan pujian atau hadiah
yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan
rawat jalan di rumah sakit. Dengan demikian frekuensi perilaku maladaptif
atau menyimpang seperti merasa diganggu oelh suara-suara aneh, marah-
marah tanpa sebab, dan bicara-bicara sendiri dapat dihindari.

14
b. Terapi Berorientasi Keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien seringkali dipulangkan dalam
keadaan masih ada gejala positif, dimana pasien skizofrenia paranoid
seringkali mendapatkan manfaat terapi keluarga yang singkat namun intensif.
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya.

c. Terapi Kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia paranoid biasanya memusatkan pada
rencana, masalah dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin
terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau
suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,
meningkatkan rasa persatuan dan meningkatkan tes realita bagi pasien
skizofrenia paranoid. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif,
bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien
skizofrenia paranoid.

d. Psikoterapi Individual
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan
didalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakan hubungan seringkali
sulit dilakukan; pasien skizofrenia paranoid seringkali kesepian dan menolak
terhadap keakraban dan kepercayaan namun sikap curiga, cemas, bermusuhan,
atau teregresi sudah berkurang. Perintah sederhana, pengamantan dari jauh
yang cermat, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial
adalah lebih disukai daripada kehangatan persahabatan berlebihan yang tidak
tepat.

2. Intervensi Psikososial
a. Terhadap Pasien
 Memberikan edukasi terhadap pasien agar memahami gangguannya
lebih lanjut, cara pengobatannya, efek samping yang kemungkinan
muncul, serta pentingnya kepatuhan dan keteraturan minum obat.

15
 Memberikan dukungan untuk meningkatkan rasa percaya diri, perbaikan
fungsi sosial dan pencapaian kualitas hidup yang baik.
 Memberikan motivasi kepada pasien agar pasien tidak merasa putus asa
dan agar semangat juangnya dalam menghadapi hidup ini tidak kendur.

b. Terhadap Keluarga Pasien


 Dengan psiko-edukasi yang menyampaikan informasi kepada keluarga
mengenai berbagai kemungkinan penyebab penyakit, perjalanan
penyakit, dan pengobatan sehingga keluarga dapat memahami dan
menerima kondisi pasien untuk minum obat dan kontrol secara teratur
serta mengenali gejala-gejala kekambuhan.
 Meminta keluarga untuk tetap memastikan pasien tetap berada dalam
pengawasan keluarga
 Memberikan edukasi kepada keluarga bahwa penyakit pasien bukanlah
berhubungan dengan hal-hal gaib, melainkan adanya ketidakseimbangan
neurotransmitter otak sehingga memunculkan gejala yang aneh.

XI. PROGNOSIS
a. Ad vitam : dubia ad bonam
b. Ad fungsionam : dubia ad bonam
c. Ad sanationam : dubia ad bonam

XII. ANJURAN
Dianjurkan kepada keluarga pasien agar mengawasi pasien dengan
memberikan perhatian dan kasih sayang yang tulus, karena pasien membutuhkan
dorongan motivasi untuk dapat semubuh dan tidak terbeban dengan masalahnya.
Memberikan nasehat edukasi pada pasien agar mengerti keadaannya, rajin untuk
minum obat. Memberikan pengertian kepada keluarga akan pentingnya peran
keluarga pada perjalanan penyakit.

16
XIII. DISKUSI
A. Diagnosis
Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis. Pada anamnesis
kita dapat menemukan gejala dan tanda psikosis dari pasien. Pada anamnesis
kita harus menemukan gejala positif dari skizofrenia. seseorang dikatakan
skizofrenia jika ia memenuhi kriteria dari gangguan ini. Kriteria diagnostik
skizofrenia berdasarkan DSM-V, sebagai berikut:1
a. Terdapat dua (atau lebih) gejala berikut, masing-masing ada selama
sebagian waktu yang signifikan selama periode satu bulan (atau kurang
jika berhasil diobati). Setidaknya salah satu dari gejala (1), (2) dan (3)
harus ada:
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara kacau
4. Perilaku katatonik
5. Gejala negatif
b. Selama sebagian waktu yang signifikan sejak onset gangguan, fungsi dari
satu atau lebih area, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau
perawatan diri, nyata dibawah tingkat dicapai sebelum onset.
c. Tanda-tanda terus-menerus dari gangguan ini menetap setidaknya 6 bulan.
Periode 6 bulan ini harus termasuk setidaknya 1 bulan gejala (atau kurang
jika berhasil diobati) dan ada kriteria a) (gejala fase aktif) dan mungkin
termasuk periode prodormal atau gejala negatif.
d. Gangguan skizoafektif dan gangguan depresif atau bipolar dengan gejalan
psikotik harus dikesampingkan karena salah satu 1) tidak ada episode
depresif atau maik yang telah terjadi bersama-sama dengan gejalan fase
aktif, atau 2) jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif,
mereka telah ada selama minoritas dari total durasi periode aktif dan
residual dari penyakit.
e. Gangguan ini tidak disebabkan oleh pengaruh zat (misalnya
penyalahgunaan obat, medikasi) atau kondisi medis lain.

17
f. Jika terdapat riwayat gangguan spektrum autis atau gangguan komunikasi
dari onset anak, tambahan diagnosis dari skizofrenia dibuat hanya jika
waham atau halusinasi menonjol, tambahannya gejala skizofrenia ada
setidaknya 1 bulan (atau kurang jika berhasil diobati).

Diagnosis pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan


status mental. Dari anamnesis ditemukan pasien masuk dengan gejala-gejala
yang mengarah kepada skizofrenia paranoid. Gejala-gejala yang ditemukan
pada pasien awalnya adalah halusinasi visual (+) dan halusinasi pendengaran
(+). Pasien melihat orang yang ingin membuuhnya dan mendengar suara-
suara aneh yang mengganggunya, pasien marah-marah tanpa sebab yang
jelas, dan kadang berbicara sendiri, pasien juga kadang menyakiti orang lain
dengan melemparkan barang atau memukul orang disekitarnya sehingga
pasien dikurung di dalam rumah sehingga pasien lebih tertekan, gelisah,
ketakutan, dan akhirnya keluarga membawa pasien ke rumah sakit.
Selanjutnya beberapa tahun kemudian gejala-gejala tersebut menjadi
berkurang namun gejala positif tetap masih ada hingga saat ini.

B. Ciri Kepribadian
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai totalitas sifat emosional dan
perilaku yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari dalam kondisi
yang biasanya. Gangguan kepribadian adalah suatu varian dari sifat karakter
tersebut yang diluar rentang yang ditemukan pada sebagian besar orang.
Gangguan kepribadian digolongkan ke dalam 3 kelompok, yaitu kategori A
(paranoid, skizoid, skizotipal), kategori B (antisosial, ambang, histrionik,
narsistik), dan kategori C (menghindar, dependen, obsesif-kompulsif,
gangguan kepribadian yang tidak ditentukan).2-3
Pada kasus termasuk dalam ciri gangguan kepribadian paranoid, berikut
pedoman diagnosisnya:4
1. Menduga atau mencurigai bahwa orang lain memanfaatkan,
membahayakan, atau menghianatinya;
2. Keraguan yang tidak pada tempatnya tentang kejujuran temannya

18
3. Tidak ingin menceritakan rahasia orang lain karena rasa takut yang
tidak perlu.
4. Membaca arti merendahkan atau mengancam yang tersembunyi dari
ucapan atau atau kejadian yang biasa.
5. Menanggung dendam, tidak dapat memaafkan kerugian, cedera, atau
kelalaian.
6. Merasa mendapatkan serangan karakter atau reputasinya.
7. Memiliki kecurigaan yang berulang, tanpa pertimbangan, tentang
kesetiaan pasangan atau mitra seksual.

C. Diagnosis Banding
Diagnosis bandingnya adalah depresi pasca skizofrenia. Hal ini
disebabkan karena pasien telah menderita selama kurang lebih 15 tahun
terakhir akibat permasalahan dengan mantan-mantan pacarnya, beberapa
gejala skizofrenia masih ada, ada depresif, seperti lebih suka menyendiri,
berwajah datar seperti murung-murung. Tetapi pasien masih memiliki minat
untuk bekerja dan melakukan sesuatu, meskipun harus diperintah terlebih
dahulu.

D. Rencana Terapi
a. Psikofarmaka
Medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia.
Antipsikotik yang termasuk dalam tiga kelas obat yang utama: antagonis
reseptor dopamin, risperidone (rispedal), dan clozapine (clozaril).
Pengobatan antipsikotik pada skizofrenia harus mengikuti lima prinsip
utama: (1) klinisi harus secara cermat menentukan gejala sasaran yang akan
diobati; (2) obat antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa lalu
pada pasien harus digunakan lagi. Jika tidak ada informasi tersebut,
pemilihan antipsikotik biasanya didasarkan pada sifat efek samping. Data
yang tersedia saat ini menyatakan bahwa risperidon, remoxipride, dan obat-
obat yang mirip dengannya akan diperkenalkan di tahun-tahun mendatang
mungkin menawarkan suatu sifat efek samping yang unggul dan

19
kemungkinan kemanjuran yang unggul; (3) lama minimal percobaan
antipsikotik adalah empat sampai enam minggu pada dosis yang adekuat.
Jika percobaan tidak berhasil, maka dapat dicoba dengan obat antipsikotik
dari kelas lain; (4) pada umumnya, penggunaan lebih dari satu medikasi
antipsikotik pada satu waktu adalah jarang diindikasikan, walaupun
beberapa dokter psikiatrik menggunakan thioridazine (tegretol) mungkin
diindikasikan; (5) pasien harus dipertahankan pada dosis efektif yang
serendah mungkin yang diperlukan untuk mencapai pengendalian gejala
selama episode psikotik.4
Pada kasus ini diberikan Chlorpromazine (CPZ) 100mg 0-0-1,
Trihexypenidyl (THP) 2mg 3x1 tablet, dan Haloperidol 5mg 3x1
tablet/hari. Chlorpromazine terutama digunakan terhadap sindrom psikosis
dengan gejala dominan : kekacauan pikiran, perasaan, perilaku, dll.
Haloperidol digunakan tehadap sindrom psikosis dengan gejala: apatis,
menarik diri, waham, halusinasi, kehilangan minat, dll. Pada pasien
diberikan Haloperidol 3x5mg yang merupakan golongan anti ansietas.
Haloperidol merupakan golongan potensi rendah untuk mengatasi pasien
dengan gejala dominan gaduh, gelisah, hiperaktif dan sulit tidur.
Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis.
Reaksi ekstrapiramidal timbul pada 80% pasien yang diobati haloperidol.5
Dengan menekan aksi dopamine, maka efek samping obat-obat ini
seperti kondisi kekurangan dopamine dan kelebihan aksi asetilkolin pada
pasien Parkinson. Sehingga pasien juga diberikan Trihxyphenidyl (THP)
2mg 2x1 yaitu golongan obat antiparkinson. Trihexyphenidyl digunakan
untuk mengatasi efek samping ekstrapiramidal, mengurangi kegoyahan dan
gelisah yang dapat disebabkan oleh beberapa obat anti psikotik.5

b. Psikoterapi
1. Psikoterapi
 Ventilasi : memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan perasaan dan keluhannya sehingga pasien merasa
lega.

20
 Konseling : memberikan penjelasan kepada pasien sehingga
dapat membantu pasien dalam memahami penyakit dan cara
mengatasinya

2. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang disekitar
tentang penyakit pasien sehingga dapat memberikan dukungan moral
dan menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga dapat membantu
proses penyembuhan.

XIV. WAWANCARA PSIKIATRI


Wawancara dilakukan pemeriksan di depan ruang maengket RS. Prof.
Dr. V. L. Ratumbuysang Manado pada 6 April 2016, pukul 17.00 WITA.

Keterangan:
I : Pemeriksa
Y : Pasien

I : selamat siang, halo ibu, perkenalkan saya dokter muda Claudia, ibu pe
nama sapa dang?
Y : kita pe nama Lenda
I : ibu umur berapa dang sekarang?
Y : kita pe umur 52
I : taon berapa da lahir dang?
Y : taong 1964
I : tanggal deng bulang berapa?
Y : tanggal 10, bulan 3 dok
I : lahir dimana ?
Y : di Bandung
I : skolah terakhir apa dang ibu?
Y : SMA kita dok
I : kong biasa ja kerja apa dang ini kalo dirumah?

21
Y : nyanda kerja kita
I : agama apa dang?
Y : katolik dok, kita kwa da pindah agama, ada ta p tamang da ajak, mar
kita suka noh
I : oh kiapa dang ibu suka mo pindah?
Y : kita pe tamang kwa yang da ajak-ajak, kong lama-lama kita so suka
noh, mar dia tetap ja bilang, dia mo bunuh kata pa kita, dia mo tikam
I : kong ibu pe perasaan waktu da dengar dang bagimana?
Y : ta tako pa dia dok, mar ta veto le noh, ta mo lempar batu sampe dia pigi
jaha dia pa kita. Kita kwa orang da bekeng dok.
I : orang da bekeng bagemana ibu?
Y : orang da bekeng noh, kita kwa pernah panggil dukun.
I : kasiang katu kang ibu. Mar papa, mama sayang toh pa ibu?
Y : sayang dok, mar dorang kwa so nda ada.
I : mar keluarga yang laeng sayang tho pa ibu?
Y : ada noh. Dorang j lia kwa, kong da dapa kase baju bagus kita, makang
enak le.
I : kalo bole tau da datang ka rumah sakit sini ada sakit apa kang ibu?
Y : saki di badang kwa kita, deng ja pusing le noh
I : cuma itu da rasa saki ibu?
Y : dorang kwa ja ganggu pa kita, ja tako kita, dia ja kejar le dok
I : ibu bole cerita pa kita apa tu ja ganggu-ganggu pa ibu?
Y : dia ja kejar pa kita, di marah-marah, kong mo bunuh kata. Tu lalu dia m
tikang pa kita. dia m bakar kata ta p rumah. Kong dia m datang noh tiap
malam. Ta tako mo tidor. Minta rokok dang kita dok.
I : io, nanti ne ibu. kong ibu ja ba lia-lia apa bagitu?
Y : dia da kejar kwa pa kita, kong dia so pegang piso besar, dia mo tikang
pa kita, kt lari, kong kita lempar pa dia
I : “dia” itu sapa dang bu? Ibu kenal?
Y : nintau le dok. Pokoknya dia ja kejar noh kong mo bunuh pa kita. ta
tako skali pa dia.
I : mar ibu ja rajin toh minum tu obat?

22
Y : iyo kita rajin minum tuh obat perawat ja kase tu obat pa kita, kita rasa
sedap kalo minum tuh obat, kita pe hati rasa tenang deng lari dia, dia nda
ganggu pa kita.
I : iyo ibu rutin neh minum itu obat supaya ibu capat bae noh deng nya
ada tu mo ganggu-ganggu pa ibu. Kalo bole tau ibu so kaweng dang?
Y : belum kita. mar sasadiki le kita m kaweng noh. Tu parampuang da
ambe kwa kong so kaweng dorang. (sempat terdiam dengan wajah datar dan
terlihat sedih).
Y : parampuang siapa ibu? Ibu boleh mo cerita akang?
I : tu lalu kwa ta so mo kaweng kong tu parampuang so ambe pa dia. Mar
ta m kaweng noh, sasadiki le.
I : waktu papa deng mama da meninggal sedih nynda?
Y : sedih kita dokter, dorang da urus bae-bae kwa pa kita (tampak muka
datar tanpa ekspresi)
I : oh iya baik ibu, kong ibu bole batulis deng babaca ini?
Y : bole noh tantu dokter, so sudah SMA kwa kita
I : coba ibu tulis ibu pe nama lengkap deng ibu pe tempat tanggal lahir?
(sambil memberikan kertas dan pulpen)
Y : (pasien menulis) marlenda mokolensang bandung 10 maret 1964
I : skarang mo bahitung neh, 100-7 brapa?
Y : (pasien terdiam sambil berpikir) 93 tho dok
I : kalo kurang 7 le, jadi brpa dang?
Y : (pasien terdiam sambil berpikir) eeh..eeh..86 dokter
I : bagus betul ibu nee mantap, baik ibu nanti berikut dokter mo datang
lagi kamari mo bacerita-cerita deng ibu lagi ne, so sore soalnya
Y : nanti ulang ne. mar bawa doi ne dok
I : baik ibu permisi dulu ne terima kasih ibu lenda

23
DAFTAR PUSTAKA

1. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of


mental disorders. Edisi 5. Washington, DC: American Psychiatric Publishing.
2013. h. 14-15.

2. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku


Psikiatri Klinis Jilid I. Binarupa Aksara Publisher; Tangerang. 2010. h. 722.

3. Kaplan HI, Saddock BJ, Greb JA. Synopsis of Psychiatry: Behavioral


Sciences / Clinical Psychiatry. 9th ed. USA : Lippincott Williams & Wilkins.
2003.

4. Kaplan H, Sadock B, Grebb J. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku


Psikiatri Klinis Jilid II. Binarupa Aksara Publisher; Tangerang. 2010. h. 264-
266.

5. Maslim R. Penggunaan Obat Psikotropik. Edisi Ketiga. Bagian Ilmu


Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya; Jakarta. 2007

24
LAMPIRAN

25

Anda mungkin juga menyukai