I. IDENTITAS PASIEN
Ny. RR, 24 tahun, lahir di Gorontalo, 10 Maret 1992, agama Islam, belum
menikah, pendidikan terakhir tamat SMA, tidak bekerja, tinggal di Kel.
Dungingi, Gorontalo. Datang ke RS Otanaha kota Gorontalo pada tahun 2017 dan
di rawat di ruang perawatan dua pada tanggal 30 Agustus 2017. Pasien datang
diantar oleh kakaknya. Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 29 Agustus 2017.
A. Keluhan Utama
Sering merasa takut dan mendengar bisikkan
1
gelisah, merasa ketakutan, dan berbicara kacau. Kejadian ini sudah terjadi kurang
lebih sejak 20 tahun
Ketika akan tidur, pasien mulai merasa gelisah dan mulai terganggu
dengan suara-suara yang didengarnya. Saat itu, pasien akan menghindari
gangguan-gangguan tersebut dengan berusaha membangunkan orang lain, dan
selalu meminta dibelikan rokok. Pasien dapat menghabiskan rokok sampai dua
bungkus bahkan lebih setiap malamnya.
Ketika ditanya oleh keluarganya, pasien hanya menjawab dengan rasa
takut bahwa pasien merasa ada yang telah mengguna-gunai dirinya sehingga
pasien mendengar suara-suara yang ingin membunuhnya.
Semua keluhan ini akan berkurang dengan minum obat-obatan dengan
teratur, ketika pasien tidak minum obat dalam jangka waktu yang lama baik
ketika keluarga lupa mengingatkan pasien untuk minum obat ataupun pasien yang
menolak minum obat karena sudah merasa sembuh dan tidak ingin
ketergantungan obat.
2
3. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Pasien tidak mengkonsumsi alkohol dan tidak merokok sejak pasien
masih kecil. Narkoba seperti ekstasi, sabu, putau dan zat aditif lainnya tidak
pernah dikonsumsi oleh pasien.
3
Pada stadium ureteral (transisional), pasien diajarkan BAK di toilet (toilet
training) oleh orang tuanya, dan dapat ke toilet sendiri saat ingin BAK.
Pada stadium kepercayaan dasar lawan ketidak percayaan dasar, saat
ditinggalkan ibunya keluar rumah pasien merasa sedih saat ditinggalkan ibunya
bekerja, namun segera ditenangkan oleh ayahnya.
Pada stadium otonomi lawan rasa malu dan ragu, pasien kadang dilarang
untuk bermain di luar rumah, karena bisa kena panas matahari, sehingga kulit
bisa menghitam dan ibu pasien khawatir jika pasien kontak dengan lingkungan
yang kotor karena takut sakit.
Pada stadium laten, pasien merupakan anak yang pendiam, lebih memilih
untuk pulang kerumah dan berinteraksi dengan keluarga dibandingkan bermain
bersama teman-temannya. Inisiatif untuk bermain cukup baik dan ketika disuruh
belajar oleh orang tuanya, pasien menurut. Saat melakukan kesalahan dan
dimarahi, pasien hanya diam dan menganggukan kepala namun kadang kala
pasien melakukannya kembali, di sekolah nilainya cukup memuaskan.
Selain itu juga terjadi fase industri lawan rasa bersalah. Pasien senang
4
dalam hal belajar. Menurut keluarga pasien, dia merupakan salah satu siswa yang
rajin di kelasnya, melakukan tugas kelas dengan baik dan dapat bekerja sama
dengan teman-teman yang lain walaupun agak pendiam.
5
2. Riwayat Pekerjaan
Pasien bersekolah selayaknya orang umumnya dari bangku SD sampai
kuliah semester tiga, namun karena masalah gangguan kesehatan jiwa, pasien
berhenti kuliah dan hanya berdiam di rumah saja.
3. Riwayat Psikoseksual
Pasien sudah berpacaran sebanyak tiga kali dengan teman sebayanya.
Namun sering tidak bertahan lama, dan pasien selalu diputuskan sepihak oleh
ketiga mantan kekasihnya.
4. Riwayat Perkawinan
Akibat pacaran yang sering tidak bertahan lama, pasien samapai saat ini
belum menikah.
5. Kehidupan Beragama
Pasien beragama Islam, dan menjalani kehidupan agamanya seperti biasa,
walaupun pasien memang kurang aktif dalam kegiatan-kegiatan di Mesjid, namun
pasien masih tetap pergi ke mesjid bersama keluarganya. Pada saat pertengahan
kuliah, salah seorang teman pasien mengajak pasien untuk mengikuti ibadah-
ibadah lain, dan sekarang pasien mengakui dirinya beragama Islam.
6
7. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah dipenjara atau melakukan perbuatan yang melanggar
hukum. Walaupun pasien sering mengamuk dan marah-marah tanpa alas an yang
jelas, namun pasien belum pernah sampai dilaporkan ke pihak berwajib.
9. Riwayat Keluarga
Pasien sering keluar masuk rumah sakit. Ketika berada di rumah, pasien
tinggal bersama ibunya (sewaktu belum meninggal) karena kakak dan adik pasien
sudah berkeluarga dan mempunyai rumah sendiri. Ayah pasien telah meninggal
dunia. Pasien berumur 52 tahun saat ini dan pasien sangat merasa nyaman dan
aman saat pasien tinggal bersama dengan ibunya, semasa ibunya masih hidup.
Saat sudah masuk rumah sakit pasien sering menunggu kedatangan kakaknya,
karena merasa senang dibawa kaluar jalan-jalan dan makan enak.
Pasien merupakan anak ketiga dari 4 bersaudara, pasien termasuk golongan
keluarga yang mampu. Hubungan dengan keluarga baik dan penuh kasih sayang.
Pasien tinggal bersama ibunya di Kel. Teling Atas Lingkungan II kec. Wanea
semasa ibunya masih hidup.
Ayah pasien adalah anak bungsu dari 3 bersaudara. Ayah pasien telah
7
meninggal 20 tahun yang lalu akibat sakit yang dideritanya. Pasien cukup dekat
dengan ayahnya ini sehingga kadang pasien masih teringat dengan ayahnya yang
telah meninggal. Ibu pasien merupakan anak kedua dari 4 bersaudara, ibu pasien
telah meninggal 10 tahun yang lalu akibat sakit. Pasien juga sangat dekat dengan
ibunya dan sangat dimanja oleh orang tuanya.
8
3. Sikap Terhadap Pemeriksa
Secara umum pasien kooperatif, pasien menjawab setiap pertanyaan
pemeriksa dengan baik dan tenang. Pasien memiliki inisiatif yang cukup untuk
menceritakan tentang masa lalunya saat dilakukan wawancara. Pasien sulit
memutuskan apakah pemeriksa bisa datang kerumahnya untuk dilakukan home
visite.
C. Bicara
1. Kualitas : Agak lambat, volume pelan sampai sedang, suara jelas,
intonasi berubah-ubah sesuai dengan isi pembicaraan, artikulasi kurang
baik.
2. Kuantitas : Menjawab pertanyaan sesuai apa yang dilontarkan dan,
kadang tidak.
3. Hendaya bahasa : Tidak ada hendaya bahasa.
D. Gangguan Persepsi
Halusinasi auditorik (+), halusinasi visual (+).
E. Proses Pikir
1. Arus pikir : asosiasi longgar, menjawab sesuai pertanyaan kadang tidak
sesuai pertanyaan.
2. Isi pikiran : waham persekutorik (+).
9
2. Orientasi
Orientasi waktu : baik, pasien mengetahui waktu pada saat pemeriksaan.
Orientasi tempat : baik, pasien mengetahui dimana rumah dan rumah
sakit, tempat beradanya sekarang.
Orientasi orang : baik, pasien dapat mengenali keluarganya, perawat di
rumah sakit, dan dokter yang mewawancarainya.
3. Daya Ingat
Daya ingat jangka panjang : baik, pasien dapat menceritakan masa lalunya
dengan baik.
Daya ingat jangka sedang : secara umum baik.
Daya ingat jangka pendek : baik, pasien dapat mengingat apa yang ia
kerjakan dari tidur semalam, bangun pagi, sampai saat wawancara
dilakukan.
Daya ingat segera : baik, dapat mengingat kembali beberapa nama benda
yang disebutkan pemeriksa beberapa waktu sebelumnya.
6. Kemampuan Visuospatial
Kurang baik, pasien sulit menggambarkan denah jalan ke rumah pasien.
10
G. Pengendalian Impuls
Baik, Pasien dapat mengikuti wawancara dalam jangka waktu yang cukup
lama dengan baik dan tenang.
2. Tilikan
Derajat tilikan 2, pasien ambivalensi terhadap penyakitnya.
11
(-).
C. Pemeriksaan Penunjang
Saat dilakukan wawancara tanggal 6 dan 7 April 2016 tidak ada
pemeriksaan laboratorium.
12
dari organ-organ dalam pasien. Namun untuk menegakkan gangguan mental
organik tidak berhubungan dengan keadaan fisik pasien. Formulasi diagnostik ini
berdasarkan DSM V. Pasien dalam keadaan remisi dari keadaan akut tetapi masih
memperlihatkan gejala-gejala paranoid tetapi sudah membaik (penarikan diri
secara sosial, afek menyempit atau tak serasi, perilaku eksentrik, atau pikiran tak
logis). Berdasarkan anamnesis, ditemukan bahwa gejala-gejala psikotik seperti
adanya halusinasi auditorik, halusinasi visual, waham persekutorik, marah-marah
tanpa sebab, kadang melempari barang-barang ke orang lain tanpa sebab, kadang
bicara-bicara sendiri. Berdasarkan anamnesis ini pasien didiagnosa dengan
skizofrenia paranoid.
Pada aksis I, hal ini sesuai dengan kriteria diagnostik skizofrenia paranoid.
Pada aksis II, kepribadian pasien yaitu paranoid, sesuai dengan gejala
yang ditemukan pada, yaitu sedikit aktivitas yang memberikan
kesenangan, afek menyempit, hampir selalu memilih aktivitas yang
dilakukan sendiri.
Pada aksis III, tidak ada diagnosis.
Pada aksis IV, masalah pasien berkaitan dengan sejak pasien masuk rumah
sakit, persepsi lingkungan sosial terhadap pasien menganggap bahwa dia
mengalami gangguan jiwa karena kedatangan pasien ke rumahnya membuat
masyarakat dilingkungan sekitarnya merasa tidak nyaman. Ketika pasien tamat
dibangku SMA, pasien langsung melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah
dengan mengambil jurusan sastra, namun pasien putus kuliah dan merasa minder
dengan penyakit yang sering kambuh pada pasien. Pasien juga sering tidak
meminum obat ataupun lupa meminum obat.
Pada aksis V, Global Assesment of Functioning (GAF) scale, Current 60-
51 yaitu gejala sedang (moderate), disabilitas sedang. GAF scale High Level Past
Year (HLPY) 60-51, yaitu gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.
13
Aksis III : Tidak ada diagnosis
Aksis IV : Masalah berkaitan dengan pasien dikucilkan dilingkungan
sekitarnya, sempat merasa frustasi karena selalu ditinggal pacarnya dan
merasa tidak percaya diri karena penyakitnya.
Aksis V : GAF scale Current 60-51 yaitu gejala sedang (moderate),
disabilitas sedang. GAF scale High Level Past Year (HLPY) 60-51, yaitu
gejala sedang (moderate), disabilitas sedang.
IX. PROBLEM
A. Organobiologi : Genetik tidak ada
B. Psikologi : Merusak barang dan jalan-jalan tanpa tujuan
C. Lingkungan & sosial ekonomi : sedih dan merasa dijauhi karena pandangan
negatif masyarakat akan dirinya.
X. RENCANA TERAPI
A. Psikofarmako
Haloperidol 3x5mg/hari
Chlorpromazine (CPZ) 100mg 0-0-1
Trihexypenidyl (THP) 3x2mg/hari
14
b. Terapi Berorientasi Keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien seringkali dipulangkan dalam
keadaan masih ada gejala positif, dimana pasien skizofrenia paranoid
seringkali mendapatkan manfaat terapi keluarga yang singkat namun intensif.
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi
keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya.
c. Terapi Kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia paranoid biasanya memusatkan pada
rencana, masalah dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin
terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau
suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,
meningkatkan rasa persatuan dan meningkatkan tes realita bagi pasien
skizofrenia paranoid. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif,
bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien
skizofrenia paranoid.
d. Psikoterapi Individual
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan
didalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakan hubungan seringkali
sulit dilakukan; pasien skizofrenia paranoid seringkali kesepian dan menolak
terhadap keakraban dan kepercayaan namun sikap curiga, cemas, bermusuhan,
atau teregresi sudah berkurang. Perintah sederhana, pengamantan dari jauh
yang cermat, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial
adalah lebih disukai daripada kehangatan persahabatan berlebihan yang tidak
tepat.
2. Intervensi Psikososial
a. Terhadap Pasien
Memberikan edukasi terhadap pasien agar memahami gangguannya
lebih lanjut, cara pengobatannya, efek samping yang kemungkinan
muncul, serta pentingnya kepatuhan dan keteraturan minum obat.
15
Memberikan dukungan untuk meningkatkan rasa percaya diri, perbaikan
fungsi sosial dan pencapaian kualitas hidup yang baik.
Memberikan motivasi kepada pasien agar pasien tidak merasa putus asa
dan agar semangat juangnya dalam menghadapi hidup ini tidak kendur.
XI. PROGNOSIS
a. Ad vitam : dubia ad bonam
b. Ad fungsionam : dubia ad bonam
c. Ad sanationam : dubia ad bonam
XII. ANJURAN
Dianjurkan kepada keluarga pasien agar mengawasi pasien dengan
memberikan perhatian dan kasih sayang yang tulus, karena pasien membutuhkan
dorongan motivasi untuk dapat semubuh dan tidak terbeban dengan masalahnya.
Memberikan nasehat edukasi pada pasien agar mengerti keadaannya, rajin untuk
minum obat. Memberikan pengertian kepada keluarga akan pentingnya peran
keluarga pada perjalanan penyakit.
16
XIII. DISKUSI
A. Diagnosis
Diagnosis pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis. Pada anamnesis
kita dapat menemukan gejala dan tanda psikosis dari pasien. Pada anamnesis
kita harus menemukan gejala positif dari skizofrenia. seseorang dikatakan
skizofrenia jika ia memenuhi kriteria dari gangguan ini. Kriteria diagnostik
skizofrenia berdasarkan DSM-V, sebagai berikut:1
a. Terdapat dua (atau lebih) gejala berikut, masing-masing ada selama
sebagian waktu yang signifikan selama periode satu bulan (atau kurang
jika berhasil diobati). Setidaknya salah satu dari gejala (1), (2) dan (3)
harus ada:
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara kacau
4. Perilaku katatonik
5. Gejala negatif
b. Selama sebagian waktu yang signifikan sejak onset gangguan, fungsi dari
satu atau lebih area, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau
perawatan diri, nyata dibawah tingkat dicapai sebelum onset.
c. Tanda-tanda terus-menerus dari gangguan ini menetap setidaknya 6 bulan.
Periode 6 bulan ini harus termasuk setidaknya 1 bulan gejala (atau kurang
jika berhasil diobati) dan ada kriteria a) (gejala fase aktif) dan mungkin
termasuk periode prodormal atau gejala negatif.
d. Gangguan skizoafektif dan gangguan depresif atau bipolar dengan gejalan
psikotik harus dikesampingkan karena salah satu 1) tidak ada episode
depresif atau maik yang telah terjadi bersama-sama dengan gejalan fase
aktif, atau 2) jika episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif,
mereka telah ada selama minoritas dari total durasi periode aktif dan
residual dari penyakit.
e. Gangguan ini tidak disebabkan oleh pengaruh zat (misalnya
penyalahgunaan obat, medikasi) atau kondisi medis lain.
17
f. Jika terdapat riwayat gangguan spektrum autis atau gangguan komunikasi
dari onset anak, tambahan diagnosis dari skizofrenia dibuat hanya jika
waham atau halusinasi menonjol, tambahannya gejala skizofrenia ada
setidaknya 1 bulan (atau kurang jika berhasil diobati).
B. Ciri Kepribadian
Kepribadian dapat didefinisikan sebagai totalitas sifat emosional dan
perilaku yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari dalam kondisi
yang biasanya. Gangguan kepribadian adalah suatu varian dari sifat karakter
tersebut yang diluar rentang yang ditemukan pada sebagian besar orang.
Gangguan kepribadian digolongkan ke dalam 3 kelompok, yaitu kategori A
(paranoid, skizoid, skizotipal), kategori B (antisosial, ambang, histrionik,
narsistik), dan kategori C (menghindar, dependen, obsesif-kompulsif,
gangguan kepribadian yang tidak ditentukan).2-3
Pada kasus termasuk dalam ciri gangguan kepribadian paranoid, berikut
pedoman diagnosisnya:4
1. Menduga atau mencurigai bahwa orang lain memanfaatkan,
membahayakan, atau menghianatinya;
2. Keraguan yang tidak pada tempatnya tentang kejujuran temannya
18
3. Tidak ingin menceritakan rahasia orang lain karena rasa takut yang
tidak perlu.
4. Membaca arti merendahkan atau mengancam yang tersembunyi dari
ucapan atau atau kejadian yang biasa.
5. Menanggung dendam, tidak dapat memaafkan kerugian, cedera, atau
kelalaian.
6. Merasa mendapatkan serangan karakter atau reputasinya.
7. Memiliki kecurigaan yang berulang, tanpa pertimbangan, tentang
kesetiaan pasangan atau mitra seksual.
C. Diagnosis Banding
Diagnosis bandingnya adalah depresi pasca skizofrenia. Hal ini
disebabkan karena pasien telah menderita selama kurang lebih 15 tahun
terakhir akibat permasalahan dengan mantan-mantan pacarnya, beberapa
gejala skizofrenia masih ada, ada depresif, seperti lebih suka menyendiri,
berwajah datar seperti murung-murung. Tetapi pasien masih memiliki minat
untuk bekerja dan melakukan sesuatu, meskipun harus diperintah terlebih
dahulu.
D. Rencana Terapi
a. Psikofarmaka
Medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia.
Antipsikotik yang termasuk dalam tiga kelas obat yang utama: antagonis
reseptor dopamin, risperidone (rispedal), dan clozapine (clozaril).
Pengobatan antipsikotik pada skizofrenia harus mengikuti lima prinsip
utama: (1) klinisi harus secara cermat menentukan gejala sasaran yang akan
diobati; (2) obat antipsikotik yang telah bekerja dengan baik di masa lalu
pada pasien harus digunakan lagi. Jika tidak ada informasi tersebut,
pemilihan antipsikotik biasanya didasarkan pada sifat efek samping. Data
yang tersedia saat ini menyatakan bahwa risperidon, remoxipride, dan obat-
obat yang mirip dengannya akan diperkenalkan di tahun-tahun mendatang
mungkin menawarkan suatu sifat efek samping yang unggul dan
19
kemungkinan kemanjuran yang unggul; (3) lama minimal percobaan
antipsikotik adalah empat sampai enam minggu pada dosis yang adekuat.
Jika percobaan tidak berhasil, maka dapat dicoba dengan obat antipsikotik
dari kelas lain; (4) pada umumnya, penggunaan lebih dari satu medikasi
antipsikotik pada satu waktu adalah jarang diindikasikan, walaupun
beberapa dokter psikiatrik menggunakan thioridazine (tegretol) mungkin
diindikasikan; (5) pasien harus dipertahankan pada dosis efektif yang
serendah mungkin yang diperlukan untuk mencapai pengendalian gejala
selama episode psikotik.4
Pada kasus ini diberikan Chlorpromazine (CPZ) 100mg 0-0-1,
Trihexypenidyl (THP) 2mg 3x1 tablet, dan Haloperidol 5mg 3x1
tablet/hari. Chlorpromazine terutama digunakan terhadap sindrom psikosis
dengan gejala dominan : kekacauan pikiran, perasaan, perilaku, dll.
Haloperidol digunakan tehadap sindrom psikosis dengan gejala: apatis,
menarik diri, waham, halusinasi, kehilangan minat, dll. Pada pasien
diberikan Haloperidol 3x5mg yang merupakan golongan anti ansietas.
Haloperidol merupakan golongan potensi rendah untuk mengatasi pasien
dengan gejala dominan gaduh, gelisah, hiperaktif dan sulit tidur.
Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis.
Reaksi ekstrapiramidal timbul pada 80% pasien yang diobati haloperidol.5
Dengan menekan aksi dopamine, maka efek samping obat-obat ini
seperti kondisi kekurangan dopamine dan kelebihan aksi asetilkolin pada
pasien Parkinson. Sehingga pasien juga diberikan Trihxyphenidyl (THP)
2mg 2x1 yaitu golongan obat antiparkinson. Trihexyphenidyl digunakan
untuk mengatasi efek samping ekstrapiramidal, mengurangi kegoyahan dan
gelisah yang dapat disebabkan oleh beberapa obat anti psikotik.5
b. Psikoterapi
1. Psikoterapi
Ventilasi : memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan perasaan dan keluhannya sehingga pasien merasa
lega.
20
Konseling : memberikan penjelasan kepada pasien sehingga
dapat membantu pasien dalam memahami penyakit dan cara
mengatasinya
2. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada keluarga dan orang disekitar
tentang penyakit pasien sehingga dapat memberikan dukungan moral
dan menciptakan lingkungan yang kondusif sehingga dapat membantu
proses penyembuhan.
Keterangan:
I : Pemeriksa
Y : Pasien
I : selamat siang, halo ibu, perkenalkan saya dokter muda Claudia, ibu pe
nama sapa dang?
Y : kita pe nama Lenda
I : ibu umur berapa dang sekarang?
Y : kita pe umur 52
I : taon berapa da lahir dang?
Y : taong 1964
I : tanggal deng bulang berapa?
Y : tanggal 10, bulan 3 dok
I : lahir dimana ?
Y : di Bandung
I : skolah terakhir apa dang ibu?
Y : SMA kita dok
I : kong biasa ja kerja apa dang ini kalo dirumah?
21
Y : nyanda kerja kita
I : agama apa dang?
Y : katolik dok, kita kwa da pindah agama, ada ta p tamang da ajak, mar
kita suka noh
I : oh kiapa dang ibu suka mo pindah?
Y : kita pe tamang kwa yang da ajak-ajak, kong lama-lama kita so suka
noh, mar dia tetap ja bilang, dia mo bunuh kata pa kita, dia mo tikam
I : kong ibu pe perasaan waktu da dengar dang bagimana?
Y : ta tako pa dia dok, mar ta veto le noh, ta mo lempar batu sampe dia pigi
jaha dia pa kita. Kita kwa orang da bekeng dok.
I : orang da bekeng bagemana ibu?
Y : orang da bekeng noh, kita kwa pernah panggil dukun.
I : kasiang katu kang ibu. Mar papa, mama sayang toh pa ibu?
Y : sayang dok, mar dorang kwa so nda ada.
I : mar keluarga yang laeng sayang tho pa ibu?
Y : ada noh. Dorang j lia kwa, kong da dapa kase baju bagus kita, makang
enak le.
I : kalo bole tau da datang ka rumah sakit sini ada sakit apa kang ibu?
Y : saki di badang kwa kita, deng ja pusing le noh
I : cuma itu da rasa saki ibu?
Y : dorang kwa ja ganggu pa kita, ja tako kita, dia ja kejar le dok
I : ibu bole cerita pa kita apa tu ja ganggu-ganggu pa ibu?
Y : dia ja kejar pa kita, di marah-marah, kong mo bunuh kata. Tu lalu dia m
tikang pa kita. dia m bakar kata ta p rumah. Kong dia m datang noh tiap
malam. Ta tako mo tidor. Minta rokok dang kita dok.
I : io, nanti ne ibu. kong ibu ja ba lia-lia apa bagitu?
Y : dia da kejar kwa pa kita, kong dia so pegang piso besar, dia mo tikang
pa kita, kt lari, kong kita lempar pa dia
I : “dia” itu sapa dang bu? Ibu kenal?
Y : nintau le dok. Pokoknya dia ja kejar noh kong mo bunuh pa kita. ta
tako skali pa dia.
I : mar ibu ja rajin toh minum tu obat?
22
Y : iyo kita rajin minum tuh obat perawat ja kase tu obat pa kita, kita rasa
sedap kalo minum tuh obat, kita pe hati rasa tenang deng lari dia, dia nda
ganggu pa kita.
I : iyo ibu rutin neh minum itu obat supaya ibu capat bae noh deng nya
ada tu mo ganggu-ganggu pa ibu. Kalo bole tau ibu so kaweng dang?
Y : belum kita. mar sasadiki le kita m kaweng noh. Tu parampuang da
ambe kwa kong so kaweng dorang. (sempat terdiam dengan wajah datar dan
terlihat sedih).
Y : parampuang siapa ibu? Ibu boleh mo cerita akang?
I : tu lalu kwa ta so mo kaweng kong tu parampuang so ambe pa dia. Mar
ta m kaweng noh, sasadiki le.
I : waktu papa deng mama da meninggal sedih nynda?
Y : sedih kita dokter, dorang da urus bae-bae kwa pa kita (tampak muka
datar tanpa ekspresi)
I : oh iya baik ibu, kong ibu bole batulis deng babaca ini?
Y : bole noh tantu dokter, so sudah SMA kwa kita
I : coba ibu tulis ibu pe nama lengkap deng ibu pe tempat tanggal lahir?
(sambil memberikan kertas dan pulpen)
Y : (pasien menulis) marlenda mokolensang bandung 10 maret 1964
I : skarang mo bahitung neh, 100-7 brapa?
Y : (pasien terdiam sambil berpikir) 93 tho dok
I : kalo kurang 7 le, jadi brpa dang?
Y : (pasien terdiam sambil berpikir) eeh..eeh..86 dokter
I : bagus betul ibu nee mantap, baik ibu nanti berikut dokter mo datang
lagi kamari mo bacerita-cerita deng ibu lagi ne, so sore soalnya
Y : nanti ulang ne. mar bawa doi ne dok
I : baik ibu permisi dulu ne terima kasih ibu lenda
23
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
25