Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL

EPILEPSI DI POLI ANAK


RSUD Dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
Dosen Pengajar : Meilitha Carolina,Ns.,M.Kep
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian

OLEH:
Tri Panji Kusuma
2017.C.09a.0867

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
TA 2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan di


dunia. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan epilepsi
menyerang 70 juta dari penduduk dunia (Brodie et al., 2012). Epilepsi dapat
terjadi pada siapa saja di seluruh dunia tanpa batasan ras dan sosial ekonomi.
Angka kejadian epilepsi masih tinggi terutama di negara berkembang yang
mencapai 114 per 100.000 penduduk per tahun. Angka tersebut tergolong
tinggi dibandingkan dengan negara yang maju dimana angka kejadian epilepsi
berkisar antara 24-53 per 100.000 penduduk per tahun (Benerjee dan Sander,
2008). Angka prevalensi penderita epilepsi aktif berkisar antara 4-10 per 1000
penderita epilepsi (Beghi dan Sander, 2008). Bila jumlah penduduk Indonesia
berkisar 220 juta, maka diperkirakan jumlah penderita epilepsi baru 250.000
per tahun. Dari berbagai studi diperkirakan prevalensi epilepsi berkisar antara
0,5-4%. Rata-rata prevalensi epilepsi 8,2 per 1000 penduduk. Prevalensi
epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi, menurun pada dewasa muda
dan pertengahan, kemudian meningkat lagi pada kelompok usia lanjut
(Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI, 2011).

Epilepsi merupakan suatu gangguan neurologik klinis yang sering


dijumpai. Definisi epilepsi menurut kelompok studi epilepsi PERDOSSI 2011
adalah suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan berulang akibat lepas
muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron otak secara
paroksismal, dan disebabkan oleh berbagai etiologi, bukan disebabkan oleh
penyakit otak akut. Perlu diketahui bahwa epilepsi bukanlah merupakan suatu
penyakit, melainkan suatu kumpulan gejala. Gejala yang paling umum adalah
adanya kejang, karena itu epilepsi juga sering dikenal sebagai penyakit kejang.
Data epilepsi yang dihimpun dari 108 negara mencakup 85,4% dari
populasi dunia terdapat 43.704.000 orang menderita epilepsi. Rata-rata jumlah
orang penderita epilepsi per 1000 penduduk 8,93 dari 108 negara responden.
Jumlah orang penderita epilepsi per 1000 penduduk berbeda-beda di
setiap regional. Sementara itu data di regional Amerika dan Afrika di
dapatkan 12,59 dan 11,29. Data di regional Asia Tenggara di dapatkan
sebesar 9,97. Sedangkan data sebesar 8,23 didapatkan di regional Eropa.
Jumlah rata-rata orang epilepsi per 1000 penduduk berkisar dari 7,99 di
negara-negara berpendapatan tinggi dan 9,50 di negara-negara berpendapatan
rendah (WHO, 2010).

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Lama menderita epilepsi (Duration of Epilepsy) yang berpengaruh pada


penurunan kualitas hidup (Quality of life (QoL)).

1.2.2. Kualitas hidup penderita menjadi salah satu indikator keberhasilan


perawatan pada penderita epilepsi.

1.2.3. Peran dalam meningkatkan kualitas hidup penderita tidak hanya fokus
pada parahnya epilepsi yang diderita, namun juga efek sosial dan
psikologis dari epilepsi.

1.2.4. Kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan merupakan


keseluruhan kondisi status kesehatan seorang pasien, termasuk kesehatan
fisik pasien, sosial dan psikologis pasien.

1.2.5. Penelitian tentang kualitas hidup penderita epilepsi belum banyak diteliti
di Indonesia.

Dari data di atas, perumusan masalah pada penelitian ini adalah “Apakah
terdapat hubungan antara lama epilepsi dengan kualitas hidup pada
penderita epilepsi di poli anak?
1.3. Tujuan
Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum


Untuk mengetahui hubungan antara epilepsi dengan kualitas hidup
pada penderita epilepsi.
1.3.2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui berbagai faktor risiko yang dapat menyebabkan
epilepsi.
1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Diharapkan dapat menambah ilmu di bidang epilepsi.

1.4.2. Dapat digunakan sebagai salah satu bahan acuan bagi penelitian-
penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara
mendadak dan tidak terkontrol yang disebabkan oleh kejang
involunter saraf otak.(1-3)
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International
Bureau for epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu
kelainan otak yang ditandai oleh adanya factor predisposisi yang dapat
mencetuskan kejang epileptik,perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan
adanya konsekuensi social yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan
sedikitnya satu riwayat kejang epileptik sebelumnya.(4)
Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi >30 menit atau kejang
berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran diantara dua serangan kejang.(4)
1.2 Epidemiologi
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum
terjadi. Sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini.
Angka epilepsy lebih tinggi di negara berkembang.Insiden epilepsy di negara
maju ditemukan sekitar 50/100.000.sementara di Negara berkembang mencapai
100/100.000. (5)
Di Negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan
pengobatan apapun.(6) penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak
dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia
dibawah 2 tahun dan usia lanjut di atas 65 tahun.
1.3 Etiologi
Ditinjau dari penyebab, epilepsy dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu: (7)
 Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi ±50% dari
penderita epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetic,
awitan biasanya pada usia >3tahun. Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan alat-alat diagnostic yang canggih kelompok ini semakin
sedikit.
 Epilepsi simptomatik : disebabkan oleh kelainan / lesi pada susunan saraf
pusat. Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP),
gangguan metabolic, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum,
lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik serta kelainan
neurodegenerative.
 Epilepsy kriptogenik : dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum
diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut
dan epilepsy mioklonik.
1.4 Klasifikasi
Menurut International League Against Epilepsy
(ILAE) 1989, epilepsi diklasifikan menurut bangkitan epilepsi dan
berdasarkan sindrom epilepsi.
1. Fokal / Partial (localized related)
1.1. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)
1.1.1. Epilepsi benigna dengan gelombang paku di daerah
sentrotemporal (childhood epilepsy with centrotemporal
spikes)
1.1.2. Epilepsy benigna dengan gelombang paroksismal pada daerah
oksipital
1.1.3. Epilepsi primer saat membaca (primary reading epilepsy)
1.2. Simtomatik
1.2.1. Epilepsi parsial kontinua yang kronik progresif pada anak –
anak (Kojenikow’s Syndrome)
1.2.2. Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu
rangsangan (kurang tidur, alcohol, obat-obatan, hiperventilasi,
refleks epilepsy, stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)
1.2.3. Epilepsi lobus temporal
1.2.4. Epilepsi lobus frontal
1.2.5. Epilepsi lobus parietal
1.2.6. Epilepsi lobus oksipital
1.3. Kriptogenik
2. Epilepsi Umum
2.1. Idiopatik (sindrom epilepsi berurutan sesuai dengan usia awitan)
2.1.1. Kejang neonatus familial benigna
2.1.2. Kejang neonatus benigna
2.1.3. Kejang epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.4. Epilepsi lena pada anak
2.1.5. Epilepsi lena pada remaja
2.1.6. Epilepsi mioklonik pada remaja
2.1.7. Epilepsi dengan bangkitan umum tonik – klonik pada saat
terjaga
2.1.8. Epilepsi umum idiopatik lain yang tidak termasuk salah satu di
atas
2.1.9. Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi yang
spesifik
2.2. Kriptogenik atau Simtomatik (berurutan sesuai dengan peningkatan
usia)
2.2.1. Sindrom West (spasme infantiil dan spasme salam)
2.2.2. Sindrom Lencox – Gastaut
2.2.3. Epilepsi Mioklonik astatic
2.2.4. Epilepsi mioklonik lena
2.3. Simtomatik
2.3.1. Etiologi non spesifik
 Ensefalopati mioklonik dini
 Ensefalopati pada infantiil dini dengan burst supresi
 Epilepsi simtomatik umum lainnya yang tidak termasuk
di atas
2.3.2. Sindrom Spesifik
2.3.3. Bangkitan epilepsi sebagai komplikasi penyakit lain
3. Epilepsi dan Sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
3.1. Bangkitan Umum dan fokal
3.1.1. Bangkitan neonatal
3.1.2. Epilepsi mioklonik berat pada bayi
3.1.3. Epilepsi dengan gelombang paku kontinyu selama tidur dalam
3.1.4. Epilepsi afasia yang didapat (Sindrom Landau – Kleffner)
3.1.5. Epilepsi yang tidak termasuk dalam klasifikasi diatas
3.2. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
4. Sindrom Khusus
4.1. Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
4.1.1. Kejang demam
4.1.2. Bangkitan kejang / status epileptikus yang timbul hanya sekali(
isolated)
4.1.3. Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kejadian metabolic
akut, atau toksis, alcohol, obat-obatan, eklamsia, hiperglikemi
non ketotik
4.1.4. Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi
reflektorik)
Bangkitan Umum (konvulsi atau non konvulsi)
A. Absence / lena / petit mal
Bangkitan ini ditandai dengan gangguan kesadaran mendadak (absence) dalam
beberapa detik (sekitar 5-10 detik) dimana motorik terhenti dan penderita
diam tanpa reaksi.Seragan ini biasanya timbul pada anak-anak yang
berusia antara 4 sampai 8 tahun.Pada waktu kesadaran hilang, tonus otot
skeletal tidak hilang sehingga penderita tidak jatuh. Saat serangan mata
penderita akan memandang jauh ke depan atau mata berputar ke atas dan
tangan melepaskan benda yang sedang dipegangnya. Pasca serangan,
penderita akan sadar kembali dan biasanya lupa akan peristiwa yang baru
dialaminya. Pada pemeriksaan EEG akan menunjukan gambaran yang
khas yakni “spike wave” yang berfrekuensi 3 siklus per detik yang bangkit
secara menyeluruh.
B. Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan
fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Kejang klonik fokal
berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi , tidak disertai gangguan kesadaran
dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat
disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan
cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
C. Tonik
Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan
ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi
tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.
D. Tonik-klonik /Grand mal
Secara tiba-tiba penderita akan jatuh disertai dengan teriakan, pernafasan
terhenti sejenak kemudian diiukti oleh kekauan tubuh. Setelah itu muncul
gerakan kejang tonik-klonik (gerakan tonik yag disertai dengan relaksaki).
Pada saat serangan, penderita tidak sadar, bisa menggigit lidah atau
bibirnya sendiri, dan bisa sampai mengompol. Pasca serangan, penderita
akan sadar secara perlahan dan merasakan tubuhnya terasa lemas dan
biasanya akan tertidur setelahnya.
E. Mioklonik
Bangkitan mioklonik muncul akibat adanya gerakan involuntar sekelompok
otot skelet yang muncul secara tiba-tiba dan biasanya hanya berlangsung
sejenak.Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi
lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat.
F. Atonik
Bangkitan ini jarang terjadi. Biasanya penderita akan kehilangan kekuatan otot
dan terjatuh secara tiba-tiba.
1.5 Patofisiologi
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam
otak lebih dominan dari pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan
di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion
ekstraseluler, voltage-gated ion channel opening, dan menguatnya
sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan
perambatan aktivitas serangan epileptik.Aktivitas neuron diatur oleh
konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, dan
oleh gerakan keluar-masuk ion-ion menerobos membran neuron.
Silbernagl S. Color Atlas Pathopysiology. New York :
Thieme.2000
Lima buah elemen fisiologi sel dari neuron–neuron tertentu
pada korteks serebri penting dalam mendatangkan kecurigaan
terhadap adanya epilepsi:
1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam
merespon depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan
inaktivasi konduksi Ca2+ secara perlahan.
2. Adanya koneksi eksitatorik rekuren (recurrent excitatory connection), yang
memungkinkan adanya umpan balik positif yang membangkitkan dan
menyebarkan aktivitas kejang.
3. Kepadatan komponen dan keutuhan dari pandangan umum terhadap sel-sel
piramidal pada daerah tertentu di korteks, termasuk pada hippocampus, yang
bias dikatakan sebagai tempat paling rawan untuk terkena aktivitas kejang.
Hal ini menghasilkan daerah-daerah potensial luas, yang kemudian memicu
aktifitas penyebaran nonsinaptik dan aktifitas elektrik.
4. Bentuk siap dari frekuensi terjadinya potensiasi (termasuk juga merekrut respon
NMDA) menjadi ciri khas dari jaras sinaptik di korteks.
5. Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor rekuren
dihasilkan dari frekuensi tinggi peristiwa aktifasi.
Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil
neuron abnormal mengalami depolarisasi yang berkepanjangan
berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara tepat dan berulang-
ulang. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak apabila cetusan
listrik dari sejumlah besar neuron abnormal muncul secara
bersamasama, membentuk suatu badai aktivitas listrik di dalam otak.
Badai listrik tadi menimbulkan bermacam-macam serangan epilepsi
yang berbeda (lebih dari 20 macam), bergantung pada daerah dan
fungsi otak yang terkena dan terlibat.Dengan demikian dapat
dimengerti apabila epilepsi tampil dengan manifestasi yang sangat
bervariasi. Sebagai penyebab dasar terjadinya epilepsi terdiri dari 3
kategori yaitu :
1. Non Spesifik Predispossing Factor ( NPF ) yang membedakan seseorang peka
tidaknya terhadap serangan epilepsi dibanding orang lain. Setiap orang
sebetulnya dapat dimunculkan bangkitan epilepsi hanya dengan dosis
rangsangan berbeda-beda.
2. Specific Epileptogenic Disturbances (SED). Kelainan epileptogenik ini dapat
diwariskan maupun didapat dan inilah yang bertanggung jawab atas timbulnya
epileptiform activity di otak. Timbulnya bangkitan epilepsi merupakan kerja
sama SED dan NPF.
3. Presipitating Factor (PF). Merupakan faktor pencetus terjadinya bangkitan
epilepsi pada penderita epilepsi yang kronis.Penderita dengan nilai ambang
yang rendah, PF dapat membangkitkan reactive seizure dimana SED tidak ada.
Hipotesis secara seluler dan molekuler yang banyak dianut
sekarang adalah :
Membran neuron dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion
kalium dan ion klorida, tetapi sangat sulit dilalui oleh ion natrium
dan ion kalsium. Dengan demikian konsentrasi yang tinggi ion
kalium dalam sel ( intraseluler ), dan konsentrasi ion natrium dan
kalsium ekstraseluler tinggi. Sesuai dengan teori dari Dean (Sodium
pump), sel hidup mendorong ion natrium keluar sel, bila natrium ini
memasuki sel, keadaan ini sama halnya dengan ion kalsium.
Bangkitan epilepsi karena transmisi impuls yang berlebihan di
dalam otak yang tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi
sinkronisasi dari impuls.
Sinkronisasi ini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak secara
serentak, secara teori sinkronisasi ini dapat terjadi.
1. Fungsi jaringan neuron penghambat ( neurotransmitter GABA dan Glisin )
kurang optimal hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan.
2. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik ( Glutamat dan Aspartat )
berlebihan hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan juga.
Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila
konsentrasi GABA (gamma aminobutyric acid ) tidak normal. Pada
otak manusia yang menderita epilepsi ternyata kandungan GABA
rendah. Hambatan oleh GABA dalam bentuk inhibisi potensial
postsinaptik ( IPSPs = inhibitory post synaptic potentials) adalah
lewat reseptor GABA. Suatu hipotesis mengatakan bahwa aktifitas
epileptic disebabkan oleh hilang atau kurangnya inhibisi oleh
GABA, zat yang merupakan neurotransmitter inhibitorik utama pada
otak. Ternyata pada GABA ini sama sekali tidak sesederhana seperti
yang disangka semula. Riset membuktikan bahwa perubahan pada
salah satu komponennya bias menghasilkan inhibisi tak lengkap
yang akan menambah rangsangan. Sinkronisasi dapat terjadi pada
sekelompok kecil neuron saja, sekelompok besar atau seluruh
neuron otak secara serentak.Lokasi yang berbeda dari kelompok
neuron ini menimbulkan manifestasi yang berbeda dari serangan
epileptik. Secara teoritis ada 2 penyebabnya yaitu fungsi neuron
penghambat kurang optimal ( GABA ) sehingga terjadi pelepasan
impuls epileptik secara berlebihan, sementara itu fungsi jaringan
neuron eksitatorik ( Glutamat ) berlebihan. Berbagai macam
penyakit dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan
antara neuron inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan heriditer,
kongenital, hipoksia, infeksi, tumor, vaskuler, obat atau
toksin.Kelainan tersebut dapat mengakibatkan rusaknya faktor
inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga
mudah timbul epilepsi bila ada rangsangan yang memadai. Daerah
yang rentan terhadap kerusakan bila ada abnormalitas otak antara
lain di hipokampus. Oleh karena setiap serangan kejang selalu
menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, maka serangan kejang
cenderung berulang dan selanjutnya menimbulkan kerusakan yang
lebih luas.Pada pemeriksaan jaringan otak penderita epilepsi yang
mati selalu didapatkan kerusakan di daerah hipokampus. Oleh
karena itu tidak mengherankan bila lebih dari 50% epilepsi parsial,
fokus asalnya berada di lobus temporalis dimana terdapat
hipokampus dan merupakan tempat asal epilepsi dapatan. Pada bayi
dan anak-anak, sel neuron masih imatur sehingga mudah terkena
efek traumatik, gangguan metabolik, gangguan sirkulasi, infeksi dan
sebagainya.Efek ini dapat berupa kemusnahan neuron-neuron serta
sel-sel glia atau kerusakan pada neuron atau glia, yang pada
gilirannya dapat membuat neuron glia atau lingkungan neuronal
epileptogenik.Kerusakan otak akibat trauma, infeksi, gangguan
metabolisme dan sebagainya, semuanya dapat mengembangkan
epilepsi. Akan tetapi anak tanpa brain damage dapat juga menjadi
epilepsi, dalam hal ini faktor genetik dianggap penyebabnya,
khususnya grand mal dan petit mal serta benigne centrotemporal
epilepsy.Walaupun demikian proses yang mendasari serangan
epilepsi idiopatik, melalui mekanisme yang sama.
1.6 Gejala
 Kejang parsial simplek
Serangan dimana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala
berupa “déjà vu” : perasaan dimana pernah melakukan sesuatu yang sama
sebelumnya.
 Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat
di jelaskan.
 Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada
bagian tubuh tertentu.
 Gerakan yang tidak dapat di kontrol pada bagian tubuh tertentu
 Halusinasi
• Kejang parsial (psikomotor) kompleks
Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya
bertahanlebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar
tidak akan mengingat waktu serangan. Gejalanya meliputi:
- gerakan seperti mencucur atau mengunyah
- melakukan gerakan yang sama berulang – ulang atau memainkan pakaiannya
- melakukn gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling
dalam keadaan seperti sedang bingung
- gerakan menendang atau meninju yang berulang – ulang
- berbicara tidak jelas seperti menggumam
•Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal).
Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua
tahap: tahaptonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada
serangan jenis ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik
saja. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan
yang dialami sebelum serangan dapat berupa : merasa sakit perut , baal,
kunang – kunang , telinga berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat :
kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang
menegang, berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam
atau lidah. Pada saat fase klonik : terjadi kontraksi otot yang berulang dan
tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar tidak dapat di kontrol,
pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih
ataupun ingin tidur setelah serangan semacam ini.
1.7 Diagnosa
Untuk dapat mendiagnosis seseorang menderita epilepsi
dapat dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan
hasilpemeriksaan EEG dan radiologis.Namun demikian, bila secara
kebetulan melihat serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi
(klinis) sudah dapat ditegakkan.(8)
1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan
menyeluruh, karena pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan
serangan yang dialami penderita.Penjelasan perihal segala sesuatu
yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala
dan lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan
merupakan kunci diagnosis.Anamnesis juga memunculkan informasi
tentang trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis,
ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-
obatan tertentu.
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola / bentuk serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama dan paska serangan
- Frekuensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia saat serangan terjadinya pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

Anamnesa / Alloanamnesa Epilepsi umum :


Major :
Grand mal (meliputi 75% kasus epilepsi) meliputi tipe
primer dan sekunder.Epilesi grand mal ditandai dengan hilang
kesadaran dan bangkitan tonik-klonik.Manifestasi klinik: kedua
golongan epilepsi grand mal tersebut sama, perbedaanterletak pada
ada tidaknya aura yaitu gejala pendahulu atau preiktal sebelum
serangankejang-kejang. Pada epilepsi grand mal simtomatik selalu
didahului aura yangmemberi manifestasi sesuai dengan letak fokus
epileptogen pada permukaan otak.Aura dapat berupa perasaan tidak
enak, melihat sesuatu, mencium bau-bauan tak enak, mendengar
suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan
sebagainya.Bangkitan sendiri dimulai dengan hilang kesadaran
sehingga aktivitas penderitaterhenti. Kemudian penderita mengalami
kejang tonik. otot-otot berkontraksi sangathebat, penderita terjatuh,
lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Udara paru-paruterdorong keluar
dengan deras sehingga terdengar jeritan yang dinamakan
jeritanepilepsi.Kejang tonik ini kemudian disusul dengan kejang
klonik yang seolah-olahmengguncang-guncang dan membanting-
banting tubuh si sakit ke tanah.Kejangtonik-klonik berlangsung 2 --
3 menit.Selain kejang-kejang terlihat aktivitas vegetatif seperti
berkeringat, midriasis pupil, refleks cahaya negatif, mulut berbuih
dansianosis.Kejang berhenti secara berangsur-angsur dan penderita
dalam keadaanstupor sampai koma. Kira-kira 4-5 menit kemudian
penderita bangun, termenungdan kalau tak diganggu akan tidur
beberapa jam. Frekuensi bangkitan dapat setiapjam sampai setahun
sekali.

Minor :
Epilepsi petit mal yang sering disebut pykno epilepsi ialah
epilepsi umum yangidiopatik. Meliputi kira-kira 3 -- 4% dari kasus
epilepsi..
Bangkitan mioklonus.Bangkitan berupa gerakan involunter
misalnya anggukan kepala, fleksi lengan yang terjadi berulang-
ulang.Bangkitan terjadi demikiancepatnya sehingga sukar diketahui
apakah ada kehilangan kesadaran atau tidak.Bangkitan ini sangat
peka terhadap rangsang sensorik.(9)
Bangkitan akinetik.Bangkitan berupa kehilangan kelola sikap
tubuh karenamenurunnya tonus otot dengan tiba-tiba dan cepat
sehingga penderita jatuh ataumencari pegangan dan kemudian dapat
berdiri kembali. Ketiga jenis bangkitan ini(petit mal, mioklonus dan
akinetik) dapat terjadi pada seorang penderita dan disebuttrias
Lennox-Gastaut.
Spasme infantil. Jenis epilepsi ini juga dikenal sebagai
salaamspasm atau sindromaWest. Timbul pada bayi 3 -- 6 bulan dan
lebih sering pada anak laki-laki. Penyebabyang pasti belum
diketahui, namun selalu dihubungkan dengan kerusakan otak
yangluas seperti proses degeneratif, gangguan akibat trauma, infeksi
dan gangguanpertumbuhan. Bangkitan dapat berupa gerakan kepala
kedepan atau keatas, lenganekstensi, tungkai tertarik ke atas,
kadang-kadang disertai teriakan atau tangisan,miosis atau midriasis
pupil, sianosis dan berkeringat.
Bangkitan motorik.Fokus epileptogen terletak di korteks
motorik.Bangkitan kejangpada salah satu atau sebagian anggota
badan tanpa disertai dengan hilang kesadaran.Penderita seringkali
dapat melihat sendiri gerakan otot yang misalnya dimulai padaujung
jari tangan, kemudian ke otot lengan bawah dan akhirnya seluruh
lengan.Manifestasi klinik ini disebut Jacksonian marcheEpilepsi
parsial ( 20% dari seluruh kasus epilepsi).
Bangkitan sensorik Bangkitan yang terjadi tergantung dari
letak fokus epileptogenpada koteks sensorik. Bangkitan somato
sensorik dengan fokus terletak di gyrus postcentralis memberi gejala
kesemutan, nyeri pada salah satu bagian tubuh, perasaanposisi
abnormal atau perasaan kehilangan salah satu anggota
badan.Aktivitas listrik pada bangkitan ini dapat menyebar ke neuron
sekitarnya dan dapat mencapai korteksmotorik sehingga terjadi
kejang-kejang.Epilepsi lobus temporalis. Jarang terlihat pada usia
sebelum 10 tahun.Memperlihatkan gejala fokalitas yang khas sekali.
Manifestasi klinik fokalitas inisangat kompleks karena fokus
epileptogennya terletak di lobus temporalis dan bagian otak ini
meliputi kawasan pengecap, pendengar, penghidu dan kawasan
asosiatif antara ketiga indra tersebut dengan kawasan penglihatan.
Manifestasi yang kompleksini bersifat psikomotorik, dan oleh
karena itu epilepsi jenis ini dulu disebut epilepsi psikomotor.
Bangkitan psikik berupa halusinasi dan bangkitan motorik
lazimnyaberupa automatisme. Manifestasi klinik ialah sebagai
berikut: Kesadaran hilangsejenak, dalam keadaan hilang kesadaran
ini penderita masuk ke alam pikiran antarasadar dan mimpi (twilight
state), dalam keadaan ini timbul gejala fokalisasi yangterdiri dari
halusinasi dan automatisme yang berlangsung beberapa detik
sampaibeberapa jam. Halusinasi dan automatisme yang mungkin
timbul : Halusinasi denganautomatisme pengecap, halusinasi dengan
automatisme membaca, halusinasi denganautomatisme penglihatan,
pendengaran atau perasaan aneh.
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
-Pada orang dewasa
Pemeriksaan umum dan neurologis dilakukan
seperti biasa. Pada kulit dicariadanya tanda neurofibromatosis
berupa bercak-bercak coklat, bercak-bercak putih, danadenoma
seboseum pada muka pada sklerosi tuberose.Hemangioma pada
muka dapat menjadi tanda adanya penyakit Sturge-Weber.Pada
toksoplasmosis, fundus okuli mungkin menunjukkan tanda-tanda
korio renitis.Mencari kelainan bawaan, asimetri pada kepala, muka,
tubuh,ekstrimitas.

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Perlu diperiksa kadar glukosa,
kalsium, magnesium, natrium, bilirubin, ureum dalamdarah. Yang
memudahkan timbulnya kejang ialah keadaan hipoglikemia,
hypokalemia, hipomagnesia, hiponatremia, hypernatremia,
hiperbilirubinemia, dan uremia.Penting puladiperiksa pH darah
karena alkalosis mungkin disertai kejang. (10)Pemeriksaan cairan otak
dapat mengungkapkan adanya radang pada otak atau
selaputnya,toksoplasmosis susunan saraf sentral, leukemia yang
menyerang otak, metastasis tumor ganas, adanya perdarahan otak
atau perdarahan subaraknoid.
a. Pemeriksaan radiologis
Arteriografi dan pneumoensefalografi dilakukan bila
perlu.Elektroensefalografi (EEG) merupakan pemeriksaan
penunjang yang informatif yang dapat memastikan diagnosis
epilepsy.Gelombang yang ditemukan pada EEG berupa gelombang
runcing, gelombang paku, runcing lambat, paku
lambat.Pemeriksaan tambahanlain adalah pemeriksaan foto polos
kepala
b. Pemeriksaan psikologis atau psikiatris
Untuk diagnosis bila diperlukan uji coba yang dapat menunjukkan naik
turunnyakesadaran.
c. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan
diagnosis epilepsi.Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan
umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik
atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal:
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di
kedua hemisfer otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat
dibanding seharusnya misal gelombang delta.
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk,
dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal. Bentuk epilepsi
tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme
infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal
gambaran EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd),
epilepsi mioklonik mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam
/ lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak (sinkron).
d. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang
sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan
lokasi sumber serangan.Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan
antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk
mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini
sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui
secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi
refrakter.Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini
sangat diperlukan pada persiapan operasi.
1.8 PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah mengupayakan
penyandang epilepsi dapat hidup normal dan tercapai kualitas hidup
optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut antara
lain menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa
efek samping ataupun dengan efek samping seminimal mungkin
serta menurunkan angka kesakitan dan kematian.(10-13) Terapi pada
epilepsi dapat berupa terapi farmakologi dan nonfarmakologi.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan
menggunakan desain belah lintang (cross sectional), yaitu dimana observasi
adanya faktor yang kemungkinan menjadi faktor resiko dan efek dilakukan
pada saat yang sama (Notoadmodjo, 2012).

3.2. Populasi dan Sampel


3.2.1. Populasi Penelitian
Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah anak-anak penderita
epilepsi yang telah berobat di poli anak

3.2.2. Sampel
Sampel yang dimaksud pada penelitian ini adalah anak penderita
epilepsi yang telah berobat di poli anak. Pada penelitian ini akan
menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel
yangd didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh
peneliti sendiri, dan berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya.

3.2.2.1. Kriteria Inklusi


3.2.2.2. Anak penderita epilepsi yang sudah mendapatkan pengobatan
bersedia menjadi responden.

Anda mungkin juga menyukai