DISUSUN OLEH:
Kelompok 8
PRODI FARMASI
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya yang memberi kesempatan kepada penyusun makalah ini,
sehingga dapat tersusun dengan baik sesuai dengan yang diharapkan nantinya.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui tentang Obat Anti
Epilepsi. Makalah ini tersusun masih banyak kekurangan dari segi manapun, oleh
sebab itu penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
bantuan teman-teman yang memberi sumber materi penyusun juga mengucapkan
terima kasih kepada dosen pengajar yang telah banyak memberi kesempatan
dalam penyelesaian makalah ini.
Demikianlah penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua yang ikut
berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua. Amiin.
Kelompok 8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epilepsi masih menjadi salah satu permasalahan penting dalam bidang
kesehatan maupun psikologi-sosial di dunia dan khususnya juga di Indonesia,
dapat dilihat dari prevalensi, dampak yang mempengaruhi kualitas hidup
pasien dan munculnya stigma di masyarakat terkait pasien epilepsi (Chintia,
2020).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian anti epilepsi ?
2. Bagaimana klasifikasi epilepsi ?
3. Apa hubungan epilepsi dengan fisiologi tubuh ?
4. Bagaimana patofisiologi epilepsi ?
5. Bagaimana mekanisme kerja antiepilepsi dan contoh obatnya ?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian anti epilepsi
2. Untuk mengetahui klasifikasi epilepsi
3. Untuk mengetahui hubungan epilepsi dengan fisiologi tubuh
4. Untuk mengetahui patofisiologi epilepsi
5. Untuk mengetahui mekanisme kerja antiepilepsi dan contoh obatnya
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Anti epilepsi
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia) yang berarti „serangan‟. Perlu
diketahui, epilepsi tidak menular, bukan penyakit keturunan, dan tidak identik
dengan orang yang keterbelakangan mental. Bahkan, banyak penderita epilepsi
yang menderita epilepsi tanpa diketahui penyebabnya (Hermawan, 2018).
Serangan kejang pada epilepsy disebabkan oleh muatan listrik abnormal dari
neuron-neuron serebral, dan ditandai dengan hilangnya atau terganggunya
kesadaran dan biasanya disertai dengan kejang (reaksi motorik abnormal).
Elektroensefalogram (EEG), adalah alat yang berguna untuk mendiagnosis
epilepsy. EEG mencatat muatan listrik abnormal dari korteks serebri. Lima
puluh persen dari semua kasus epilepsy dianggap bersifat primer, atau idiopatik
(tidak diketahui sebabnya), dan 50% lagi sekunder akibat trauma, anoksia otak,
infeksi, atau gangguan pembuluh darah otak (CVA = cerebrovascular accident,
atau stroke). Obat-obat yang dipakai untuk serangan kejang epilepsi disebut
sebagai antikonvulsi atau antiepilepsi. Obat-obat antikonvulsi menekan impuls
listrik abnormal dari pusat serangan kejang ke daerah korteks lainnya, sehingga
mencegah serangan kejang, tetapi tidak menghilangkan penyebab kejang.
Antikonvulsi diklasifikasikan sebagai penekan SSP (Indijah, 2016).
B. Klasifikasi epilepsi
Menurut Lestari, S (2016), jenis – Jenis Epilepsi :
a) Grand mal (tonik-tonik umum )
Timbul serangan-serangan yang dimulai dengan kejang-kejang otot hebat
dengan pergerakan kaki tangan tak sadar yang disertai jeritan, mulut
berbusa,mata membeliak dan disusul dengan pingsan dan sadar kembali.
b) Petit mal
Serangannya hanya singkat sekali tanpa disertai kejang.
c) Psikomotor (serangan parsial kompleks)
Kesadaran terganggu hanya sebagian tanoa hilangnya ingatan dengan
memperlihatkan perilaku otomatis seperti gerakan menelan atau berjalan
dalam lingkaran.
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani “epilepsia” yang artinya adalah gangguan
neurologis umum kronis yang ditandai dengan kejang berulang tanpa alasan,
kejang sementara dan/atau gejala dari aktivitas neuronal yang abnormal,
berlebihan atau sinkron di otak. Epilepsi oleh Hipocrates diidentifikasi
sebagai sebuah masalah yang ada kaitannya dengan otak. Epilepsi terkait
dengan kinerja sistem saraf pusat di otak kita. Saraf di otak berfungsi sebagai
koordinator dari semua pergerakan seperti, penglihatan, peraba, bergerak, dan
berpikir. Pada penderita epilepsi, sistem saraf pusat di otak mengalami
gangguan, sehingga koordinasi dari sistem saraf di otak tidak dapat
mengirimkan sinyal ke sistem panca indera.
Karakteristik kejang akan bervariasi dan bergantung pada bagian otak yang
terganggu pertama kali dan seberapa jauh gangguan tersebut terjadi. Jenis
kejang epilepsi dibagi menjadi dua berdasarkan gangguan pada otak, yaitu :
1. Kejang Parsial
Pada kejang parsial atau focal, otak yang mengalami gangguan hanya
sebagian saja. Kejang parsial ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu:
Kejang parsial simpel, yaitu kejang yang pengidapnya tidak
kehilangan kesadaran. Gejalanya dapat berupa anggota tubuh yang
menyentak, atau timbul sensasi kesemutan, pusing, dan kilatan
cahaya. Bagian tubuh yang mengalami kejang tergantung pada
bagian otak mana yang mengalami gangguan. Contohnya jika
epilepsi mengganggu fungsi otak yang mengatur gerakan tangan atau
kaki, maka kedua anggota tubuh itu saja yang akan mengalami
kejang. Kejang parsial juga dapat membuat pengidapnya mengalami
perubahan secara emosi, seperti merasa gembira atau takut secara
tiba-tiba.
Kejang parsial kompleks. Kadang-kadang, kejang focal
memengaruhi kesadaran pengidapnya, sehingga membuatnya terlihat
seperti bingung atau setengah sadar selama beberapa saat. Inilah
yang dinamakan dengan kejang parsial kompleks. Ciri-ciri kejang
parsial kompleks lainnya adalah pandangan kosong, menelan,
mengunyah, atau menggosok-gosokkan tangan.
2. Kejang Umum
Pada kejang umum atau menyeluruh, gejala terjadi pada sekujur tubuh dan
disebabkan oleh gangguan yang berdampak kepada seluruh bagian otak.
Berikut ini adalah gejala-gejala yang bisa terjadi saat seseorang terserang
kejang umum:
Mata yang terbuka saat kejang.
Kejang tonik. Tubuh yang menjadi kaku selama beberapa detik. Ini bisa
diikuti dengan gerakan-gerakan ritmis pada lengan dan kaki atau tidak
sama sekali. Otot-otot pada tubuh terutama lengan, kaki, dan punggung
berkedut.
Kejang atonik, yaitu otot tubuh tiba-tiba menjadi rileks, sehingga
pengidap bisa jatuh tanpa kendali.
Kejang klonik, yaitu gerakan menyentak ritmis yang biasanya menyerang
otot leher, wajah dan lengan.
Tekadang, pengidap epilepsi mengeluarkan suara-suara atau berteriak
saat mengalami kejang.
Mengompol.
Kesulitan bernapas untuk beberapa saat, sehingga badan terlihat pucat
atau bahkan membiru.
Dalam beberapa kasus, kejang menyeluruh membuat pengidap benar-
benar tidak sadarkan diri. Setelah sadar, pengidap terlihat bingung
selama beberapa menit atau jam.
Ada jenis epilepsi yang umumnya dialami oleh anak-anak, dikenal dengan
nama epilepsi absence atau petit mal. Meski kondisi ini tidak berbahaya,
prestasi akademik dan konsentrasi anak bisa terganggu. Ciri-ciri epilepsi ini
adalah hilangnya kesadaran selama beberapa detik, mengedip-ngedip atau
menggerak-gerakkan bibir, serta pandangan kosong. Anak-anak yang
mengalami kejang ini tidak akan sadar atau ingat akan apa yang terjadi saat
mereka kejang.
D. Patofisiologi Epilepsi
Secara fisiologi epilepsi didefinisikan merupakan gangguan keseimbangan
diantara eksitasi serebral dan inhibisi adalah ujung terhadap tidak terkontrolnya
eksitasi. Patofisiologi epilepsi berupa proses iktogenesis atau proses terjadinya
serangan epileptik. Proses ini berawal dari eksitabilitas satu atau sekelompok
neuron akibat perubahan pada membran sel neuron. Perubahan pada kelompok
neuron tersebut menyebabkan hipereksitabilitas.
1. Epileptogenik
Gamma Amino Butyric Acid (GABA) merupakan neurotransmitor utama
untuk inhibisi, glutamat merupakan neurotransmiter utama pada sinaps
eksitasi, pada otak normal fungsi tergantung keseimbangan dari inhibisi
dan eksitasi yang sedang berlangsung. Jika eksitasi melebihi inhibisi,
jaringan otak akan menjadi hipereksitasi akan mencapai rendahnya ambang
kejang. Jika ketidakseimbangan cukup besar, kejang dapat terjadi dan dapat
akhirnya menjadi epilepsi.
1. Fenitoinin
Indikasi: terapi pada semua jenis epilepsi, kecuali petit mal; status
epileptikus
Peringatan: hati-hati pada gangguan fungsi hati (dosis diturunkan),
hindari pemutusan obat dengan tiba-tlba, hindari pada porifiria.
Kategori risiko ibu menyusui: terdapat dalam air susu ibu (ASI).
Sebaiknya dihindari.
Efek samping: gangguan saluran cema, pusing, nyeri kepala, tremor,
insomnia, neuropati perifer, hipertrofi gingival, ataksia, bicara tak
jelas, nistagmus, penglihatan kabur, ruam, akne, hirsutisme, demam,
hepatitis, lupus eritematosus, eritema multiform, efek hematologik
(leucopenia, trombositopenia, agranulositosis).
Dosis: oral: dosis awal 3-4 mg/kg/hari atau 150- 300 mg/hari, dosis
tunggal atau terbagi 2 kali sehari. Dapat dinaikkan bertahap. Dosis
lazim: 300-400 mg/hari, maksimal 600 mg/hari. Status epileptikus: i.v.
lambat atau infus, 15 mg/kg, kecepatan maksimal 50 mg/menit
(loading dose). Dosis pemeliharaan sekitar 100 mg diberikan
sesudahnya, interval 6-8 jam. Monitor kadar plasma. Pengurangan
dosis berdasar berat badan. ANAK: 5-8 mg/kg/hari, dosis
tunggal/terbagi 2 kali sehari.
2. Karbamazepin
3. Asam alproat
Indikasi: epilepsi
Peringatan: riwayat penyakit hati, gangguan ginjal berat, hamil,
menyusui, hindari pemutusan obat mendadak, pemberian bersama
antikoagulan mempengaruhi fungsi platelet, SLE.
Kategori risiko ibu hamil: keamanan penggunaan asam valproat pada
masa kehamilan belum diketahui dengan pasti, namun, obat
antikonvulsan tidak boleh dihentikan jika obat ini digunakan untuk
mengatasi "major seizure" yang mengarah ke status epileptikus yang
mengancam jiwa
Kategori risiko ibu menyusui: terdistribusi dalam air susu ibu (ASI),
sehingga penggunaan obat pada wanita menyusui harus diperhatikan.
Pengaruh terhadap bayi yang disusui belum diketahui.
Efek samping: iritasi lambung, anoreksia, mual, muntah; sedasi, ataksia,
tremor; nafsu makan meningkat; dapat terjadi hepatitis, edema,
trombositopeni, hambatan agregrasi platelet, ruam. Jarang:
pangkreatitis, leukopeni, hipoplasia sel darah merah.
Dosis: dosis awal: 300-600 mg/hari terbagi dalam 2 dosis, setelah
makan, dapat dinaikkan 200mg/hari tiap selang waktu 3hari , dosis
maksimum: 2,5 g/hari, daiam dosis terbagi. Dosis pemeiiharaan
biasanya; 12 g/hari (20-30 mg/kg/hari)
4. Fenobarbital
5. Gabapentin
6. Diazepam
7. Klonazepam
8. Lamotrigin
PENUTUP
A. Kesimpulan
Serangan kejang pada epilepsi disebabkan oleh muatan listrik abnormal dari
neuron-neuron serebral, dan ditandai dengan hilangnya atau terganggunya
kesadaran dan biasanya disertai dengan kejang (reaksi motorik abnormal).
serangan kejang menjadi dua yaitu, serangan kejang umum dan parsial. Ada
berbagai jenis dan nama untuk serangan kejang, seperti grand-mal, petit-mal
dan psikomotor Epilepsi terkait dengan kinerja sistem saraf pusat di otak kita.
Saraf di otak berfungsi sebagai koordinator dari semua pergerakan seperti,
penglihatan, peraba, bergerak, dan berpikir. Patofisiologi epilepsi berupa
proses iktogenesis atau proses terjadinya serangan epileptik. Proses ini
berawal dari eksitabilitas satu atau sekelompok neuron akibat perubahan pada
membran sel neuron. . obat angti epilepsy (OAE) juga menghambat firing
abnormal pada area lain. Beberapa bangkitan, misalnya bangkitan absans
tipikal disebabkan karena sinkronisasi talamokortikal, sehingga OAE yang
bekerja menghambat mekanisme tersebut efektif untuk mengobati bangkitan
absans tipikal.
B. Saran
Dengan selesainya makalah ini diharapkan agar pembaca dapat mengambil
manfaat dan pengetahuan dari makalah ini. Diharapkan juga mahasiswa
mencari sumber informasi tambahan terkait antiepilepsi agar lebih
memperdalam ilmu tentang farmakologi toksikologi.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11233674
Insiaty dan Hendra. (2016). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: badan Penerbit
FKUI