Anda di halaman 1dari 6

TOPIC: EPILEPSY

KEYWORDS:
Epilepsi Epilepsy Epilepsy
Kejang-kejang Seizure Seizure
Gangguan fungsi kognitif Gangguan neurokognitif Neurocognitive disorders
Obat antiepilepsi Obat antiepilepsi (OAE) Anti-epileptic drugs (AEDs)
Pengobatan Terapi Therapy
Penderita Pasien Patient

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Penyakit Epilepsi atau yang biasa disebut dengan “ayan” merupakan penyakit
yang disebabkan karena adanya gangguan kognitif yang ditandai dengan kejang-
kejang secara spontan dan singkat yang melibatkan sebagian tubuh dan atau seluruh
tubuh. Selain itu, penyakit Epilepsi dapat disertai dengan hilangnya kesadaran dan
kontrol tubuh. World Health Organization (WHO) menunjukkan ada 50 juta kasus
epilepsi di seluruh dunia (WHO, 2019 dalam Hz, dkk., 2018). Menurut Gunawan &
Stephanie (2014) dalam Hz (2018) menyatakan, bahwa secara keseluruhan insidensi
epilepsi pada Negara maju berkisar antara 40-70 kasus per 100.000 orang per tahun.
Di negara berkembang, insiden menjadi lebih tinggi berkisar antara 100-190 kasus
per 100.000 orang per tahun.
Dalam pengobatannya, penyakit Epilepsi biasanya diberi obat anti-epilepsi (OAE)
yang berpegang pada prinsip-prinsip, yaitu diawali dengan monoterapi apabila
terdapat efek samping, maka obat harus diganti atau ditambah dengan OAE lainnya
(politerapi). Penyakit Epilepsi mampu memberikan dampak bagi pasien, seperti
adanya gangguan psikologis akibat kesedihan mendalam, cemas, depresi, penolakan
sosial. Epilesi mampu memengaruhi kualitas hidup pasien, yaitu perkembangan
mentall, tingkat pendidikan. Pada esai ini dijelaskan mengenai Penyakit Epilepsi yang
banyak ditemukan di berbagai negara khususnya Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

Menurut Mithayayi (2020) menyatakan, bahwa Epilepsi didefinisikan sebagai


kejang berulang tanpa provokasi minimal 2 kali dengan interval antar kejang lebih
dari 24 jam. Epilepsi merupakan gangguan otak yang masuk ke dalam 3 besar
gangguan neurologi pada anak bersama dengan kejang demam dan palsi serebral.
Faktor yang dapat menjadi penyebab epilepsi pada anak, antara lain gangguan
prenatal, perinatal dan post-natal, riwayat trauma kepala, kejang demam, riwayat
keluarga yang menderita epilepsi, serta infeksi susunan saraf pusat. Dalam
perkembangannya, Epilepsi mulai dikembangkan pengobatan untuk pasien Epilepsi
antara lain, yaitu dengan obat antiepilepsi (OAE). Obat antiepilepsi (OAE) diberikan
begitu diagnosis epilepsi ditegakkan dan dimulai dengan monoterapi. Pemilihan OAE
secara umum didasarkan pada klinis pasien dan ketersediaan dari berbagai jenis obat
yang bisa digunakan.
Obat antiepilepsi yang saat ini paling banyak digunakan antara lain
karbamazepin, fenitoin, dan asam valproat, meskipun saat ini tersedia cukup banyak
OAE yang relatif baru, seperti levetirasetam, lamotrigin, okskarbazepin, zonisamid,
topiramat, dan sebagainya (Harahap, 2017). Mekanisme aksi obat-obat anti epilepsi
meliputi penghambatan potensial aksi yang tergantung ion Na+ yang memiliki efek
pleiotropik. Obat anti epilepsi secara umum bertujuan untuk mencegah terjadinya
kejang tanpa menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, lebih disukai dengan
monoterapi dan aturan pakai yang mudah bagi pasien. Kemudian, dilakukan
pemberian levetiracetam sebagai terapi tambahan obat antiepilepsi pada pasien
(Novianae, 2020).
BAB III
PENUTUP

I. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan dapat disimpulkan, bahwa:
1. Epilepsi adalah suatu gangguan kronis yang menyerang saraf pada otak
dengan ditandai dengan kejang-kejang yang berulang serta penderita
mengalami kehilangan kesadaran dan kendali.
2. Faktor penyebab dari penyakit Epilesi adalah adanya kelainan bangkitan
listrik jaringan saraf yang tidak terkontrol baik sebagian maupun seluruh
bagian otak.
3. Epilepsi dapat diobati dengan berbagai cara, yaitu pasien mengkonsumsi
obat antiepilesi (OAE) dan dilakukan pemberian levetiracetam sebagai terapi
tambahan obat antiepilepsi pada pasien.
SEARCH ENGINE
www.scholar.google.id

DAFTAR PUSTAKA

Chamidah, A. N 2017, ‘Manajemen Epilepsi di Sekolah’, JPK (Jurnal Pendidikan


Khusus), Vol. 13, No. 2, pp. 1-13, diakses pada 6 Januari 2021,
<https://journal.uny.ac.id/index.php/jpk/article/view/19132>.

https://journal.uny.ac.id/index.php/jpk/article/view/19132

Harahap, H. S 2017, ‘Pola Pengobatan dan Fungsi Kognitif Pasien Epilepsi di RSJ
Mutiara Sukma’, Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 29, No. 4, pp. 335-340, diakses
pada 6 Januari 2021, <https://www.jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/1924>.

https://www.jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/1924

Hz, T. W. E., Larassati, L., Verbty, N. A., & Kusdyah, E 2020, ‘Karakteristik Pasien
Epilepsi di Rumah Sakit Kota Jambi Periode Januari Sampai Desember 2018’, Jurnal
Medika Malahayati, Vol. 4, No. 2, pp. 112-119, diakses pada 6 Januari 2021,
<http://ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/medika/article/view/2759>.

http://ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/medika/article/view/2759

Khairani, A. F., Sejahtera, D. P., & Fauzal, I. A 2019, ‘Strategi Pengobatan Epilepsi:
Monoterapi dan Politerapi’, Berkala NeuroSains, Vol. 18, No. 3, pp. 115-119, diakses
pada 6 Januari 2021, <https://journal.ugm.ac.id/bns/article/view/55017>.

https://journal.ugm.ac.id/bns/article/view/55017
Mithayayi, P. A. P., & Mahalini, D. S 2020, ‘Karakteristik Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Epilepsi pada Anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar’,  E-Jurnal
Medika Udayana, Vol. 9, No. 7, pp. 80-85, diakses pada 6 Januari 2021,
<https://ocs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/62999/36008>.

https://ocs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/62999/36008

Novianae, L., & Sumarno, S 2020, ‘Ligan SV2A sebagai Terapi Epilepsi’, Jurnal
Farmasi Udayana, Vol. 9, No. 01, pp. 01-12, diakses pada 6 Januari 2021,
<https://ocs.unud.ac.id/index.php/jfu/article/view/54092>.

https://ocs.unud.ac.id/index.php/jfu/article/view/54092

Anda mungkin juga menyukai