Anda di halaman 1dari 3

PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologi tertua yang ditemukan pada semua umur yang dapat
menyebabkan kecacatan serta kematian. Diperkirakan terdapat 50 juta orang di seluruh dunia yang
menderita epilepsi (WHO 2012). Populasi epilepsi aktif (terjadi bangkitan terus menerus dan memerlukan
pengobatan) diperkirakan antara 4-10 per 1000 penduduk. Namun angka ini jauh lebih tinggi di
negara dengan pendapatan perkapita menengah dan rendah yaitu antara 7-14 per 1000 penduduk.
Secara umum diperkirakan terdapat 2,4 juta pasien yang didiagnosis epilepsi setiap tahunnya.
Angka prevalensi dan insiden epilepsi di Indonesia belum diketahui secara pasti. Hasil penelitian kelompok
Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia di beberapa RS di 5 pulau besar di Indonesia (2013)
didapatkan 2.288 penyandang epilepsi dengan 21,3% merupakan pasien baru. Rerata usia pasien adalah
usia produktif dengan etiologi epilepsi tersering adalah cedera kepala, infeksi susunan saraf pusat (SSP),
stroke, dan tumor otak. Riwayat kejang demam didapatkan 29% pasien. Sebagian besar (83,17%) adalah
epilepsi parsial dengan aura yang tersering adalah sensasi epigastrium dan gejala aura autonomi (60,1%).
DEFINISI
Epilepsi adalah kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor pedisposisi secara terus menerus untuk
terjadinya suatu bangkitan epileptik dan juga ditandai oleh adanya faktor neurolobiologis, kognitif,
psikologis, dan konsekuensi sosial akibat kondisi tersebut.
Bangkitan epilepsi adalah tanda dan/atau gejala yang timbul sepintas akibat aktivitas neuron di otak yang
berlebihan dan abnormal serta sinkron
PATOFISIOLOGI BANGKITAN EPILEPTIK
Secara normal aktivitas otak terjadi oleh karena perpindahan sinyal dari satu neuron ke neuron lain.
Perpindahan ini terjadi antara akson terminal suatu neuron dengan dendrit neuron yang lain melalui sinaps.
Sinaps merupakan area yang penting untuk perpindahan elektrolit dan sekresi neurotransmitter yang
berada di dalam vesikel presinaps. Komposisi elektrolit dan neurotransmitter saling mempengaruhi satu
sama lain untuk menjaga keseimbangan gradient ion di dalam dan di luar sel melalui ikatan antara
neurotransmitter dengan reseptormya serta keluar masuknya elektrolit melalui kanalnya masing-masing.
Aktivitas tersebut akan menyebabkan terjadinya depolarisasi, hiperpolarisasi dan repolarisasi sehingga
terjadi potensisal eksitasi dan inhibisi pada sel neuron. Potensisal eksitasi di proyeksikan oleh sel-sel
neuron yang berada di kortek yang kemudian di teruskan oleh akson, sementara sel interneuron berfungsi
sebagai inhibisi.
Elektrolit yang berperan penting dalam aktivitas otak adalah natrium (Na+), kalsium (Ca2+), kalium (K+),
magnesium (Mg2+) dan klorida (Cl-). Neurotransmitter pada proses eksitasi adalah glutamat sedangkan
pada proses inhibisi neurotransmiter utama adalah asam aminibutirik (GABA).
KLASIFIKASI EPILEPSI
Epilepsi dapat diklasifikasi menurut tipe bangkitan yaitu sesuai International League Against Epilepsy/ ILAE
tahun 1981 dan menurut menurut sindrom epilepsi yaitu sesuai klasifikasi ILAE 1989. Secara garis besar
menurut klasifikasi ILAE tahun 1981, bangkitan epileptik dibagi menjadi:

1. Bangkitan parsial (fokal atau lokal)


2. Bangkitan umum (tonik, klonik atau tonik klonik, mioklonik, dan absans tipikal atau atipikal)
3. Bangkitan epileptic tidak terklasifikasi
4. Bangkitan berkepanjangan atau berulang (status epileptikus)

Klasifikasi sindrom epilepsi ILAE 1989 dibuat berdasarkan tipe bangkitan dan etiologi epilepsi. Penegakan
diagnosis berdasarkan sindrom dapat mengarahkan ke tatalaksana yang lebih spesifik dan dapat
menentukan prognosis pasien. Klasifikasi sindrom secara garis besar dibagi menjadi:

1. Epilepsi dan sindrom localization-related (fokal, lokal,dan parsial)


2. Epilepsi dan sindrom generalization atau umum
3. Epilepsi dan sindrom yang tidak dapat ditentukan apakah fokal atau umum
4. Sindrom spesial

ETIOLOGI EPILEPSI
Etiologi epilepsi dapat dibagi ke dalam 3 kategori, sebagai berikut:

1. Idiopatik: tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit neurologis. Diperkirakan mempunyai
predisposisi genetik dan umumnya berhubungan dengan usia.
2. Kriptogenik: dianggap simtomatis tetapi penyebabnya belum diketahui. Termasuk disini sindrom
West, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis sesuai dengan
ensefalopati difus.
3. Simtomatis: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/ lesi struktural pada otak, misalnya
cedera kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah
otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan neurodegeneratif.

TATALAKSANA
Tujuan utama terapi epilepsi adalah mengupayakan penyandang epilepsi dapat hidup normal dan
tercapainya kualitas hidup optimal sesuai dengan perjalanan penyakit dan disabilitas fisik maupun mental
yang dimilikinya. Harapannya adalah bebas bangkitan tanpa efek samping. Untuk tercapainya tujuan
tersebut diperlukan beberapa upaya, antara lain menghentikan bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan
tanpa efek samping/ dengan efek samping yang minimal, menurunkan angka kesakitan dan kematian.
Terapi pada epilepsi dapat berupa terapi farmakologi dan nonfarmakologi.
Farmakologi
Pada bangkitan epileptik pertama, terapi obat anti epileptik (OAE) dapat langsung diberikan bial terdapat
risiko yang tinggi untuk terjadinya bangkitan berulang. OAE dberikan berdasarkan tipe bangkitan. OAE
pilihan pada kejang tipe parsial berdasarkan pedoman ILAE 2013 antara lain adalah karbamazepin,
levetirasetam, zonisamid dan fenitoin. Pilihan OAE pada anak-anak adalah okskarbamazepin dan pada
lanjut usia adalah lamotrigin dan gabapentin. Sementara pada pada bangkitan pertama umum tonik klonik
pada dewasa dan anak adalah karbamazepin, okskarbamazepin, fenitoin dan lamotrigin.
Dosis obat dimulai dari dosis kecil dan dinaikan secara bertahap sampai tercapai dosis terapi. Prinsip
pengobatan epilepsi adalah monoterapi dengan target pengobatan 3 tahun bebas kejang bangkitan. Bila
pemberian monoterapi tidak dapat mencegah bangkitan berulang, politerapi dapat diberikan dengan
pertimbangan profil obat yang akan dikombinasikan. Apabila masih tidak dapat diatasi, maka perlu
dipertimbangkan tindakan pembedahan untuk menghilangkan focus epileptik.
Nonfarmakologi
Tatalaksana nonfarmakologi pada epilepsi antara lain:

1. Pembedahan epilepsi
2. Stimulasi nervus vagus
3. Deit ketogenik

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Epilepsy: fact sheet. WHO (serial online) 2016. (diunduh 14 Agustus
2018) Tersedia dari: WHO media Centre.
2. Octaviana F, Budikayanti A, Wiratman W, Indrawati LA, Syeban Z. Bangkitan Epilepsi. Buku Ajar
Neurologi Buku 1 Departemen Neurologi FKUI. 2017:75-95.
3. Kelompok Studi Epilepsi PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Surabaya: Airlangga
University Press; 2014
4. Lawrence J. Hirsch, Timothy A. Pedley. Goal of Therapy. In A Comprehensive Text Book. 2th ed,
vol.I. Lippincott William & Wilkins. Philadelphia. 208; 1125-1128

Anda mungkin juga menyukai